Diagnosa Seorang Pasien didiagnosa morbus Hansen minimal jika ditemukan 1 dari 3 tanda cardinal penyakit kusta, yaitu : 1. 2. Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, macula atau plak. Mati rasa pada bercak bersifat total/sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri. Penebalan saraf tepi Dapat disertai nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu : 3. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa Gangguan fungsi motoris : paresis/paralysis Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu Ditemukan Kuman tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan dipeoleh dari biopsi kulit atau saraf. Pada pasien ini ditemukan ke 3 tanda cardinal diatas. Os didiagnosa Morbus Hansen tipe Multibasiler karena BTA positif. Untuk menentukan gambaran klinis tipe MB apakah tipe Lepramatosa (LL), Borderline Lepramatosa (BL), atau MidBorderline (BB) diperlukan data gambaran lesi (tipe, jumlah, distribusi, permukaan, dan sensibilitas); Karakteristik BTA (pada lesi kulit dan hembusan hidung); dan tes Lepromin. Karena os sudah diobati dengan MDT-MB karakteristik lesi yang terlihat pada saat pemeriksaan sudah tidak jelas.
2.
Patogenesis Cara masuk M Leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah memerlihatkan bahwa yang tersering adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. M Leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superficial pada dermis atau sel schwann di jaringan saraf. Bila kuman M Leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan mengeluarkan makrophag untuk memfagositnya. Pada Kusta tipe LL, terjadi kelumpuhan sistem imunitas selluler, dengan demikian makrophag tidak dapat menghancurkan kuman kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT kemampuan system imunitas selluler tinggi, sehingga makrophag mampu menghancurkan kuman. Setelah memfagosit makrophag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dankadang-kadang bersatu membentuk sel datia langerhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epitheloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitarnya. Sel schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan M Leprae, di smping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielenisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi bila terjadi gangguan imunitas dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.
3.
Faktor Predisposisi Penyakit Morbus Hansen disebut sebagai penyakit imunologik, gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya. Jadi factor predisposisinya adalah segala keadaan yang menurunkan system kekebalan tubuhnya sampai memungkinkan tercetusnya penyakit ini. Selain itu cara penularannya melalui kontak langsung dan perinhalasi sehingga riwayat kontak dengan penderita kusta juga menjadi factor predisposisi. Seharusnya pada pasien ini ditanyakan status gizinya, riwayat meminum alcohol, rokok, riwayat penyakit yang pernah dideritanya dan kekambuhannya, untuk mengetahui derajat imunitas individu tersebut.
4.
DD Pada pasien ini idak perlu didiagnosa banding karena diagnosa sudah ditegakan dengan biakan BTA. Pasien dengan klinis MH dapat di DD dengan dermatophitosis, sifilis, Polineuropathi, penyakit-penyakit EPS dan vitiligo.
5.
Anamnesis Sebaiknya dilakukan anamnesis yang mengarahkan kepada kelainan mata pada kusta, karena terkadang bisa terjadi pada awal penyakit, terlebih lagi os sudah mengalami madarosis, saddle nose, dan mengalami penurunan rangsang sensoris hampir 5 tahun. Selain itu juga harus ditanyakan faktor predisposisi untuk kelainan mata, yaitu kelemahan umum, gangguan gizi, diabetes, penyakit hati, ginjal kronik, hipertensi dan amiloidosis, penyakit kelamin, tuberkulosis, disentri kronik malaria dan infeksi parasit
6. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien MH harus dimulai dari : 1. Pemeriksaan fisik 2. Pemeriksaan motorik
3. Pemeriksaan sensorik 4. Pemeriksaan saraf tepi *) dalam kasus ini seharusnya juga harus dilakukan pemeriksaan mata untuk melihat kerusakan mata yang diakibatkan oleh Mycobacterium leprae 7. Pengobatan MDT-WHO adalah regimen kombinasi untuk pengobatan kusta yang direkomendasikan WHO. Tujuan kombinasi MDT untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan angka putus obat yang cukup tinggi pada masa monoterapi Dapson, selain itu dapat mengurangi persistensi kuman kusta dalam jaringan Obat dalam regimen MDT-WHO a. Dapson (DDS, 4,4diamino-difenil-sulfonl) Obat ini bersifat bakteriostatik, dengan menghambat enzim dihidrofolat sinthetase, Dapson biasanya diberikan dalam dosis tunggal 50-100mg per hari untuk dewasa atau 2mg/KgBB untuk anak-anak. Obat ini sangat murah, effektif dan relatif aman. Efek samping yang mungkin timbul : erupsi obat, anemia hemolitik, leukopeni, insomnia neuropati, dosis lazim. b. Rifampicin Merupakan obat yang ampuh saat ini untuk kusta, bersifat bactericidal kuat pada dosis lazim. Bekerja dengan menghambat enzim polymerase RNA yang berikatan secara reversible. Dosis tunggal 600mg/ hari atau 5-15mg/KgBBB (mampu membunuh kuman 99,9% dalm beberapa hari). Pemberian 1minggu sekali dengan dosiis tinggi 900-1200mg dapat menimbulakan gejala seperti flu like syndrome. Pemberian nekrolisis epidermal toxis, hepatitis, dan methemoglobinemia. Namun efek samping tersebut jarang dijumpai pada
600mg atau1200mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala GIT, erupsi kulit. Obat ini harganya mahal dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi c. Klofazimin Efek bakteriostatik setara dengan dapson juga efek inflamasi, sehingga bermanfaat dalam pengobatan reaksi kusta. Bekerja diduga melalui gangguan radikal oksigen. Dosisnya adalah 50mg/hari atau 100mg 3x seminggu dan untuk anak-anak 1mg/KgBB/hari. Selain itu dosis bulanan diberikan juga 300mg setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan 2. Harganya mahal, menyebabkan pigmentasi kulit. Efek samping pada dosis tinggi gangguan GIT Os diberikan MDT-WHO karena masih sensitive terbukti masih ada respon (perbaikan), namun jika os tidak responsive maka akan diberikan Obat Kusta Baru (Ofloksasin, minosiklin, klaritromisin) Berdasarkan klasifikasi WHO (1997) untuk kepentingan pengobatan, penderita kusta dibagi menjadi 3 grup, oleh karena itu skema regimen MDT-WHO menjadi sebagai berikut : 1. Regimen PB (Pubobasiler) dengan lesi kulit 2-5 buah, terdiri atas : Rifampisin 600 mg sebulan sekali dibawah pengawasan Dapson 100 mg perhari (1-2 ma/kg berat badan) swakelola selama 6 bulan. 2. Regimen MB (Multibasiler) dengan lesi kulit lebih dari 5 buah, lama pengobatan selama 1 tahun, terdiri atas kombinasi : Rifampisin 600 mg sebulan sekali dibawah pengawasan Dapson 100 mg perhari (1-2 ma/kg berat badan) swakelola Klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. 3. Regimen PB (Pubobasiler) dengan lesi kulit tunggal, terdiri atas : - Rifampisin 600 mg