Anda di halaman 1dari 5

Tujuan dari dibentuknya jaringan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dengan HIV dan yang

terdampak oleh AIDS melalui pemberdayaan dan kesetaraan dalam semua aspek kehidupan. Upaya-upaya tersebut akan diimplementasikan dalam rencana kerja IPPI di masa mendatang. Ia mengatakan bahwa IPPI diharapkan dapat menjadi wadah bagi perempuan baik mereka yang hidup dengan HIV (ODHA), terdampak oleh AIDS (OHIDHA), maupun yang berisiko untuk mendapatkan informasi lengkap dan tepat mengenai HIV dan AIDS, dan menjadi wadah bagi pengembangan diri untuk meningkatkan kualitas hidup. berdirinya IPPI akan sangat membantu perempuan yang hidup dengan HIV dan terdampak oleh AIDS. Demikian pernyataan KH Ali Asikin, Kepala Bidang Kepesantrenan PP Darussalam, Blokagung, Banyuwangi dalam sambutan pembukaan workshop penyampaian hasil pemetaan kebutuhan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) remaja di komunitas muslim pada 17 September 2012 lalu. Pernyataan tersebut diamini oleh dr. Juana, Kabid Kesga, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi. Menurutnya, PKRS sudah harus menjadi isu prioritas karena Banyuwangi sudah menduduki urutan ketiga (setelah Surabaya dan Malang) angka HIV dan AIDS di provinsi Jawa Timur, dimana 66 persennya ada pada usia 16-35 tahun. Kegiatan workshop Penyampaian hasil Pemetaan Kebutuhan PKRS untuk Remaja di Banyuwangi ini diadakan setelah dilakukannya need assessment yang berlangsung pada 7-12 Mei 2012. Need assessment dilaksanakan oleh tim peneliti dari Rahima (AD Eridani dan Anis F. Fuadah) bersama peneliti dari mitra Rahima yang ada di Banyuwangi (Zulfi Zumala dan Mimin) kepada guru dan santri/siswa serta para pemangku kepentingan lain seperti eksekutif, legislatif, ormas, organisasi pemuda, LSM lokal, masyarakat dan media massa menggunakan metode wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, survey dan studi literatur. Tujuan dari need assessment antara lain, pertama, mengidentifikasi pemahaman guru dan siswa di pesantren tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, kedua, mengidentifikasi persoalan-persoalan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang terjadi di Banyuwangi, ketiga, mengidentifikasi potensi-potensi pendukung dan penghambat program penguatan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang ada di Banyuwangi, dan keempat, mengidentifikasikan strategi (metode penguatan, pengorganisasian kebijakan, anggaran kebijakan, inisiatif lokal) dalam isu kesehatan reproduksi dan seksualitas. Setelah acara pembukaan usai, Maesur Zaki, dari PKBI Yogyakarta, memandu acara workshop. Setelah memberikan pendahuluan, Zaki kemudian memberikan kesempatan pertama kepada Maman Abdurrahman, Koordinator Program Rahima, untuk menyampaikan desain Program. Disampaikan oleh Maman, bahwa workshop penyampaian hasil pemetaan kebutuhan ini merupakan kegiatan awal dari serangkaian kegiatan yang ada dalam program bernama PKRS untuk remaja di Komunitas Muslim yang akan berlangsung sampai 2014, dan melibatkan empat pesantren di Banyuwangi yakni PP Darussalam, PP Bustanul Makmur, PP Darul Ulum dan PP Mambaul Huda. Kesempatan kedua diberikan kepada AD Eridani, yang bertugas menyampaikan hasil penelitian

pemetaan kebutuhan. Disampaikan oleh Dani bahwa hasil penelitian pemetaan kebutuhan ini bersifat khusus dan kontekstual (hanya di Banyuwangi), tidak dimaksudkan untuk mengeneralisir temuan di seluruh wilayah Indonesia. Secara garis besar temuan yang disampaikan menyangkut dua hal: 1. Persoalan dan pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, dimana temuannya menunjukkan bahwa remaja tahu tetapi pemahamannya masih tumpang tindih misalnya antara reproduksi dengan organ reproduksi, antara seks dan seksualitas. 2. Inisiatif lokal terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas, dimana temuannya menyebutkan bahwa di pesantren isu tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas sudah disinggung dalam beberapa kitab kuning seperti qurrotul uyun, uqudullujain, risatul mahid dan muhimmatun nisa, sementara di sekolah sudah terintegrasikan dalam mata pelajaran Biologi, PAI (fikih) dan ada juga yang dimasukkan ke dalam kegiatan ekstra kurikuler. Adapun pemerintah melalui beberapa dinasnya juga sudah mempunyai program pendidikan kesehatan reproduksi misalnya Dinas Kesehatan melalui UKS dan Penyuluhan, BPP & KB melalui PIK R dan peer educator, Lintas Sektoral melalui Poskestren dan Duta Stop AIDS. Nihayatul Wafiroh, salah satu penerus dari PP Darussalam berbagi pengalaman ketika dirinya menyosialisasikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas kepada para pengajar putri dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi (STAIDA, Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam). Menurutnya, di awal sesi masih muncul perasaan tabu mengenai tema yang dibahas. Tetapi kemudian menjelang akhir mulai muncul keterbukaan hingga berani curhat mengenai hal-hal yang terkait isu tersebut. Pada sesi dialog, ada banyak peserta yang menyampaikan pendapat mengenai tema yang dibahas. Informasi mengejutkan disampaikan oleh Ana perwakilan dari KPAD Banyuwangi, bahwa dalam jangka waktu enam bulan angka HIV-AIDS di Banyuwangi meningkat sekitar 200. Angka yang tercatat di bulan Mei (ketika Rahima melakukan need assessment) sebesar 1038, sementara temuan KPAD per September 2012 angkanya menjadi 1232. Ikhwanul Qirom, salah satu peserta yang konsen pada isu kesehatan reproduksi dan seksualitas mengatakan sebenarnya penggiat isu ini ada banyak di Banyuwangi, bahkan sudah pernah ada Kesepakatan Blambangan yang merupakan kesepakatan dari berbagai pemangku kepentingan di Banyuwangi, dimana tujuannya untuk mencegah meluasnya HIVAIDS di berbagai populasi kunci dan masyarakat umum. Seharusnya, Kesepakatan Blambangan tersebut dikembangkan dengan sistem monitoring dan evaluasi. dr. Juana ikut urun rembug dalam diskusi yang dilontarkan oleh peserta sebelumnya. Menurutnya, masalah yang ada harus diselesaikan di tingkat hulu bukan hilir. Terkait dengan Kesepakatan Blambangan, dr. Juana mengusulkan ada exit strategi dimana berbagai pemangku kepentingan termasuk pesantren terlibat di dalam merumuskan kegiatan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dari exit strategi Kesepakatan Blambangan. Kegiatan yang berlangsung di salah satu ruangan di lantai tiga milik STAIDA itu dihadiri oleh sekitar 70 peserta dari berbagai kalangan seperti lembaga Pemerintah, ormas, LSM, dan pesantren. Di sesi akhir, Zaki menegaskan kembali komitmen dari seluruh peserta untuk menjadikan isu kesehatan reproduksi

dan seksualitas sebagai isu yang prioritas. Yang lain, Zaki selaku moderator juga berharap agar Rahima dapat mengindaklanjuti pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di Banyuwangi.
Saya mengajak semua pihak untuk berperan aktif, dalam meningkatkan perlindungan bagi perempuan. Karena perempuan rentan terinfeksi HIV dan hal ini akan berdampak terhadap anak. Oleh karena melalui workshop ini diharapkan dapat menghapus stigma dan diskriminasi serta meningkatkan partisipasi laki-laki/suami dalam pemenuhan hak reproduksi perempuan menjadi sangat penting. bahwa insidensi infeksi baru Virus HIV di Indonesia cenderung meningkat, dan bukan hanya menulari kalangan pekerja seks, pengguna narkoba suntik dan hubungan seks yang tidak aman lainnya, namun telah menulari ibu rumah tangga, bayi dalam kandungan, yang tertular melalui transmisi secara hetero seksual, jarum suntik tidak steril dan transfusi darah yang tidak aman. Oleh karena itu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Gubernur DIY mengharapkan adanya kerjasama lintas sektor dan strategi nasional yang terkoordinasi dan sinergi dengan memberdayakan populasi kunci sebagai populasi beresiko tinggi tertular HIV, dengan dukungan dunia usaha, serta komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat.

Stigma masyarakat terhadap HIV dan AIDS juga menambah berat masalah sosial yang dialami orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) terutama ODHA perempuan. Masyarakat cenderung menganggap HIV dan AIDS hanya dialami oleh perempuan penjaja seks, padahal saat ini telah banyak perempuan yang tidak melakukan perilaku berisiko, namun terinfeksi dari pasangan tetapnya (suami), dan hal ini dapat berdampak langsung terhadap anak. Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat. Orang yang terkena HIV dan AIDS dapat kehilangan pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan sosial. Tema Hari AIDS sedunia, yakni : Lindungi Perempuan dan Anak dari

HIV & AIDS.

Untuk itu saya mengajak semua pihak untuk berperan aktif, dalam meningkatkan perlindungan bagi perempuan, karena perempuan rentan terinfeksi HIV dan hal ini berdampak terhadap anak. Melalui workshop ini diharapkan dapat menghapus stigma dan diskriminasi serta meningkatkan partisipasi laki-laki/ suami dalam pemenuhan hak reproduksi perempuan sangatlah penting. Kita sadari bersama bahwa upaya mengatasi
Hal terpenting yang ingin diwujudkan setelah pelatihan ini adalah adanya peningkatan pemahaman bersama dalam upaya menyelamatkan perempuan dan anak dari HIV, menyusun rencana tindak lanjut dalam upaya menyelamatkan perempuan dan anak dari HIV di kabupaten Simalungun dan kota Siantar serta menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap korban penderita.

jambi, berita21.com Sampai dengan tahun 2015 yang akan datang, Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Provinsi Jambi telah menargetkan 1.200 kasus penularan HIV (Human Immnunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunedeficiency Syndrome) sudah berhasil ditemukan di seluruh wilayah kabupaten dan kota dalam Provinsi Jambi. Pasalnya, seperti yang diungkapkan Sekretaris KPA Provinsi Jambi, Aspan Effendi, kasus-kasus penularan HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es. Kasus HIV/AIDS ini merupakan fenomena gunung es. Lebih banyak lagi yang belum ditemukan, daripada yang ditemukan. Karena lebih banyak ketemu (penderita AIDS dan terinfeksi HIV) makin aman penularannya, sebutnya kepada berita21.com diruang kerjanya, Rabu (03/04) di Kantor Sekretariat KPA Provinsi Jambi, Jalan RM Nur Atmadibrata No 8, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi. Dikatakan Aspan, dirinya sangat mengharapkan sekali kasus-kasus HIV/AIDS yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota dalam Provinsi Jambi selama ini, dapat berhasil ditemukan sehingga semakin banyak ditemukan kasus-kasus penularan HIV/AIDS tersebut, maka makin aman penularannya. Sampai dengan 2015, target kita sebanyak 1.200 kasus HIV/AIDS dapat ditemukan. Dan yang berhasil kita ketemukan sampai saat ini, jumlahnya sebanyak 786 kasus, pungkasnya. Berdasarkan sumber data dari KPA Provinsi Jambi yang diperoleh media online ini -yang dikutip dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi per Januari 2013. Situasi perkembangan HIV/AIDS di Provinsi Jambi secara kumulatif dari tahun 1999 sampai dengan 31 Desember 2012, dapat dilihat dibawah ini : 1. Sampai dengan per 31 Desember 2012, secara kumulatif jumlah pengidap HIV, dan kasus AIDS yang tercatat/dilaporkan sebanyak 786 kasus, yang terdiri dari kasus AIDS sebanyak 360, dan yang terinfeksi HIV sebanyak 426 kasus. Sementara yang meninggal dunia mencapai 148 orang. Kasus HIV/AIDS tersebar di sepuluh kabupaten/kota dari sebelas kabupaten/kota yang ada dalam Provinsi Jambi. Bahkan sampai saat ini, hanya Kota Sungai Penuh yang belum tercatat/melaporkan adanya kasus HIV/AIDS. 2. Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3,7 berbanding 1 (3,7:1). 3. Kasus AIDS di Provinsi Jambi tersebar di sepuluh kabupaten/kota, masing-masing yaitu Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Kabupaten Kerinci. 4. Cara penularan kasus AIDS secara kumulatif, tercatat masing-masing melalui IDU (Intravenous Drug Users) sebanyak 55,28 persen, heteroseks 35,56 persen, dan homoseks sebanyak 5,28 persen. 5. Proporsi secara kumulatif, bahwa kasus AIDS tertinggi yang tercatat adalah pada kelompok umur >25 tahun (diatas 25 tahun) sebesar 83,05 persen. Disusul kelompok umur 20-24 tahun

sebesar 15 persen. Kelompok umur 15-19 tahun sebesar 0,28 persen, dan pada kelompok umur 0-5 tahun sebesar 1 persen. 6. Proporsi kasus AIDS, yang tercatat telah meninggal dunia sebesar 41,11 persen. Sementara itu, masih dengan sumber yang sama diperoleh media online ini dari sumber KPA Provinsi Jambi -mengutip dari sumber data dari Kepala Bidang P2PL pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Erwita, per Januari 2013. Disebutkan bahwa perkembangan situasi HIV/AIDS periode 2012 sampai dengan 31 Desember 2012. Periode Januari sampai dengan 31 Desember 2012, kasus AIDS dan infeksi HIV, yang tercatat/dilaporkan sebanyak 185 kasus, yang terdiri dari masing-masing kasus AIDS sebanyak 57 kasus dan infeksi HIV sebanyak 128 kasus. Kemudian yang yang telah meninggal dunia mencapai 27 kasus. Semuanya itu, tersebar di delapan kabupaten/kota, yaitu Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Disamping itu, situasi HIV/AIDS pada periode Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012. Periode Oktober sampai dengan 31 Desember 2012 bahwa kasus AIDS dan terinfeksi HIV yang tercatat/dilaporkan sebanyak 60 kasus. Masing-masing, yakni terdiri dari kasus AIDS sebanyak 12, terinfeksi HIV sebanyak 48 kasus, dan yang telah meninggal dunia sebanyak 11 kasus. Kesemuanya itu tersebar di enam wilayah kabupaten dan kota dalam Provinsi Jambi, yakni Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Anda mungkin juga menyukai