Nama : Ny. S No. 1. Problem Hematemesis melena Klinis sirosis hepatis Anemia Hipokromik Mikrositik Azotemia
No. RM : 01-19-20-15 Tanggal ditemukan 24 April 2013 24 April 2013 25 April 2013 24 April 2013 27 April 2013 Selesai 28 April 2013 Masalah Terkontrol Tetap
2.
3. 4.
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Tgl lahir Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat No. RM Tanggal masuk : Ny. S : 31-12-1941 : 72 tahun : Perempuan : Islam : Pedagang : Debegan RT 02/03 Mojosongo : 01-19-20-15 : 24 April 2013
Tanggal pemeriksaan : 26 April 2013 II. ANAMNESIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 April 2013 di bangsal Melati I kamar 5D A. Keluhan Utama Buang air besar berwarna hitam B. Riwayat penyakit sekarang Sejak 11 hari SMRS pasien mengeluhkan BAB berwarna hitam. BAB hitam 12 kali perhari @ -1 gelas belimbing, BAB lembek, BAB darah (-), BAB berbau amis seperti petis, berlendir, jika disiram air berubah warna menjadi merah, nyeri saat BAB (-). Keluhan ini dirasakan pasien sampai 3 hari SMRS,namun 4 hari sebelumnya frekuensi sudah berkurang 1 kali perhari @ 3/4-1/2 gelas belimbing. Pasien juga merasa ingin minum terus menerus setelah BAB hitam.Pasien tidak tahu bagaimana awalnya terjadi BAB hitam. BAB hitam dirasakan bertambah jika pasien merasakan nyeri di ulu hati dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati yang dirasakan sejak 11 hari yang lalu. Nyeri ulu hati dirasakan seperti diremas-remas, ditusuk-tusuk, perut terasa perih dan panas. Nyeri ulu hati dirasakan hilang dan timbul. Nyeri terutama dirasakan pasien saat terlambat makan atau makan makanan yang pedas, nyeri 2
dirasakan bertambah dengan aktivitas dan timbul saat BAB hitam. Nyeri berkurang dengan makan, istirahat, atau minum obat maag yang dibeli di warung/apotek. Nyeri makin lama dirasakan makin bertambah. Pasien mengeluhkan muntah darah sejak 11 hari SMRS. Muntah darah terjadi secara tiba-tiba. Muntah darah berupa darah warna hitam menggumpal bercampur dengan makanan. Muntah darah terjadi 1-2 kali perhari @ -1 gelas belimbing. Muntah darah tidak berkurang dengan minum jamu yang dibeli dari warung. Makin lama muntah darah makin bertambah banyak. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas. Lemas terjadi perlahan-lahan. Lemas dirasakan terus-menerus. Pada awalnya ringan, makin lama makin bertambah lemas. Lemas berkurang dengan istirahat. Lemas makin bertambah dengan aktifitas. Lemas tidak dipengaruhi dengan perubahan posisi maupun pemberian makanan. Pusing nggliyer (+), mata berkunang-kunang (+), telinga berdenging (-), demam (-) dada berdebar-debar (+), nyeri dada (-), dada terasa ampeg (-), perut membesar (-) sesak napas (-). Karena keluhannya ini pasien telah dirawat di RSUD Karanganyar dan telah mendapat transfusi 11 kantong, dan Karena keterbatasan alat maka pasien dirujuk ke RSDM. 1 bulan SMRS pasien juga mengeluhkan matanya kuning. Mata kuning awalnya tidak disadari pasien, namun disadari oleh keluarga pasien. Mata kuning dirasakan semakin lama semakin memberat. Mata kuning tidak bertambah dengan aktifitas dan tidak berkurang dengan pemberian obat tetes mata yang dibeli di apotek. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter sebelumnya karena keluhan tersebut. Selain itu pasien juga mengeluhkan BAK berwarna lebih gelap seperti teh sejak 1 bulan SMRS. Pasien tidak tahu bagaimana awalnya. BAK berwarna seperti teh dirasakan terus menerus setiap BAK. Sekarang pasien BAK 5-6 kali perhari @ -1 gelas belimbing, warna kuning pekat seperti teh, BAK batu (-), BAK nyeri (-), BAK pasir (-), BAK darah (-). 1 tahun SMRS pasien pernah memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan badan lemas dan dinyatakan sakit kuning, namun pasien tidak berobat rutin ke dokter.
C. Riwayat penyakit dahulu 1. Riwayat tekanan darah tinggi 2. Riwayat sakit gula 3. Riwayat mondok 4. Riwayat sakit jantung 5. Riwayat penyakit ginjal 6. Riwayat sakit asma 7. Riwayat batuk lama 8. Riwayat alergi 9. Riwayat sakit kuning 10. Riwayat arthritis D. Riwayat penyakit keluarga 1. Riwayat tekanan darah tinggi 2. Riwayat DM 3. Riwayat TBC 4. Riwayat sakit kuning 5. Riwayat keganasan E. Riwayat Kebiasaan 1. Riwayat kebiasaan merokok 2. Riwayat kebiasaan minum alkohol 3. Riwayat kebiasaan minum jamu 4. Riwayat kebiasaan minum obat-obatan bebas 5. Riwayat olahraga F. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi Pasien adalah seorang wanita dengan satu orang suami, 2 orang anak dan 3 orang cucu. Saat ini pasien adalah pedagang dan tinggal serumah dengan anaknya. Pasien datang dengan dibiayai Jamkesmas. G. Riwayat Gizi Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur 2-4x kali sehari dengan nasi, sayur, dan makan lauk pauk daging, telur, ikan, tahu, tempe, dan minum air putih. 4 : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : Disangkal : Disangkal : (+) 10 hari di RSUD Karanganyar : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : (+) 1 tahun yang lalu : Disangkal
Sejak beberapa tahun terakhir pasien mengaku berusaha mengurangi porsi makan lauk karena takut dengan usianya yang sudah tua. H. Anamnesis Sistem 1. Kepala 2. : Sakit kepala (-), pusing cekot cekot (-), nggliyer (+), jejas (-) , leher cengeng (-) Mata (+) 3. 4. 5. 6. (-), 7. 8. 9. Sistem respirasi Sistem kardiovaskuler berdebar-debar (+) Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), muntah darah (+), perut sebah (-),diare (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun (+), susah berak (-), berak lendir darah (-), berak hitam (+), BB turun (-) 10. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-) 11. Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning pekat seperti teh (+) 12. Ekstremitas : Atas : Luka (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-),panas (-), berkeringat (-) Bawah : Luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan di kedua kaki (-), : Sesak napas (-), batuk (-), dahak cair (-), : Sesak napas (-), nyeri dada (-), batuk darah (-), mengi (-) Hidung Telinga Mulut : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-) : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah: Penglihatan kabur (-), pandangan ganda, (-), pandangan berputar (-), berkunang- kunang (+), mata kuning
cairan (-), darah (-) pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), lidah kotor (-) Leher dan tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal
sakit sendi (-), bengkak (-/-) pitting oedem 13. Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-) 14. Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (- ), gatal (-), bercak hitam di tangan dan kaki (-) III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 26 April 2013. Keadaan umum : tampak lemas, composmentis, gizi kesan cukup Tanda vital : Tekanan darah Nadi Suhu Status Gizi : BB TB BMI Kulit Kepala Wajah Mata : 110/ 70 mmHg : Frekuensi 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, equal : 36.5 0C per axiller 50 kg 155 cm 50/ (1,55)2 = 20,1 kg/m2 kesan berat badan Frekuensi napas : 20 x/ menit
normoweight. : Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor (N), kulit kering di kedua tungkai (-), hematoma di tangan (-). : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), mudah dicabut (-), luka (-) : Moon face (-), atrofi musculus temporalis (+),oedem (-) :Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), lensa keruh (-/-) Telinga Hidung : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-/-) : Epistaksis (-), napas cuping hidung (-), sekret (-), fungsi pembau baik
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), mukosa basah (+), bibir kering (-), sariawan (-), pucat (-), lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-), pharyng hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
Leher Thoraks
: JVP (R+2 cm); trakea di tengah, simetris; KGB tidak membesar : Bentuk normochest, simetris, atrofi musculus pectoralis (-/-), spider nevi (-), ginecomastia (-), retraksi interkostalis (-), retraksi supraklavikula (-), pernapasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla(-), rambut ketiak rontok (-)
Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis tidak kuat angkat : : SIC II linea parasternalis sinistra : SIC V 1 cm medial linea mediclavicularis sinistra Batas kanan atas Pinggang jantung Kesan : SIC II linea sternalis dextra : SIC III 1 cm lateral linea parasternalis sinistra : Batas jantung kesan tidak melebar (-), gallop (-). Pulmo Posterior : Inspeksi Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak melebar Dinamis : Pengembangan dada kanan=kiri simetris, sela iga tidak melebar, retraksi interkostalis (-), Palpasi Perkusi retraksi supraklavikula (-). Statis : NT (-) Dinamis : Fremitus raba kanan = kiri Kanan : Sonor 7 Batas kanan bawah : SIC IV linea sternalis dextra
: Sonor, mulai redup pada batas paru jantung. : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-) : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-), basah halus (-) ronki basah kasar (-), ronki
Kiri
Anterior : Inspeksi Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak melebar Dinamis : Pengembangan dada kanan=kiri simetris, sela iga tidak melebar, retraksi interkostalis (-), Palpasi Statis Dinamis Perkusi Kanan Kiri Auskultasi Kanan : : : : : retraksi supraklavikula (-). NT (-) Fremitus raba kanan = kiri Sonor Sonor, mulai redup pada batas paru jantung. Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki Kiri basah halus (-) : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-), basah halus (-) Abdomen Inspeksi : Dinding perut = dinding dada, distensi (-) , venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), vena kolateral (-), hernia umbilikalis (-) Auskultasi Perkusi Palpasi : Bising usus (+) normal : Timpani, liver span 6 cm, pekak alih (+), area troube pekak (+), ascites (+) : hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), undulasi (+), Murphy sign (-) bruit (-), lien teraba membesar schuffner 1, kenyal, tepi tumpul, permukaan rata, nyeri tekan (-), bruit (-) Punggung : Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-) bengkak (-). ronki basah kasar (-), ronki
Genitourinaria
: Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri tekan suprapubik (-)
Kelenjar getah bening inguinal : KGB inguinal tidak membesar Ekstremitas Atas : : kanan = kiri simetris, ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka (-), kuku sendok (-), jari tabuh (-), sianosis (-), ikterik (-) krepitasi (-), telapak warna jerami (-), kulit kering (-), palmar eritema (-/-) Bawah kanan kiri : : ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka (-), sianosis (-), ikterik (-), krepitasi (-), kulit kering (-), callus (-) : ruam (-), nyeri tekan (-), deformitas (-), inflamasi (-), luka (-), sianosis (-), ikterik (-), krepitasi (-), kulit kering (-), callus (-)
Akral dingin
Oedema
Rectal toucher : tonus muskulus sfingter ani dalam batas normal, lendir (-), darah (-), massa (-), mukosa licin (+), sarung tangan lendir darah (-), feses (+) warna hitam seperti petis, konsistensi lembek, bau amis, saat feses dialiri air warna menjadi merah. IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium Darah 24/0 25/0 4 4 Hematologi Rutin Hb Hct AE 7,7 25 2,6 2 7,6 27 2,7 5 26/ Satuan 04 9,3 29 2,9 4 gr/dl % 106/Ul 9 Nilai Rujukan Lk : 13.518.0 Pr : 12.0-16.0 33-45 4.50 5.90
7,7 13 AT 2 Gol.Darah AB Index Eritrosit MCV MCH MCHC RDW HDW MPV PDW Hitung Jenis Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit LUC/AMC Hemostasis PT APTT INR Kimia Klinik GDS 140 Ureum 55 Kreatinin 1,4 SGOT 57 15 SGPT 0 HBsAg Protein total Albumin Globulin Elektrolit Na 13 6
Non reakti f
AL
3,8 120
2,8 13 0
103/Ul 103/Ul
4.5-11 150-440
96, 0 27, 7 28, 7 31, 4 4,0 7,7 53 2,1 0,4 74, 3 14, 4 6,3 2,3 14, 0 20, 0 1,0 90 57 1,4
80.0-96.0 28.0-33.0 33.0-36.0 11.6-14.6 2.2-3.2 7.2-11.1 25-65 0.00-4.00 0.00-2.00 55.00-80.00 22.00-44.00 0.00-7.00
10.0-15.0 20.0-40.0
K Ca ion Cl Lain-lain Ferritin SI TIBC Saturasi Transferin Serologi Hepatitis Anti HbC Anti HCV
Negatif Negatif
B. Urine rutin Urinalisa Warna Kejernihan Kimia Urin Ph Berat Jenis Lekosit Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Eritrosit Mikroskopis Eritrosit Leukosit Epitel Epitel squamus Epitel transisional Epitel Bulat 25/04/13 Kuning pekat Sl cloudy 6.0 1.020 Negative Negative Negative Normal Negative Negative 3,0 Negative 3.4 1 5.3 1 Satuan Nilai Rujukan
/LPB mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl /uL /ul /LPB /uL /LPB /LPK /LPK /LPK
4.5-8.0 1.015- 1.025 Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Normal Negatif negatif 0-6.4 0-5 0-5.8 0-12 Negatif Negatif Negatif
11
Silinder - Hyalin - Granulated - Leukosit Yeast like cell Mukus Sperma Konduktivitas Lain-lain
0 /LPK 0-3 /LPK Negatif /LPK Negatif 0.0 /uL 0.0-0.0 0.85 /uL 0.00-0.00 0.0 /uL 0.0-0.0 22.6 mS/cm 3.2-32.0 bakteri (-), benang mukus (-)
C. Parasitologi Dan Mikologi Klinik (25 April 2013) Sampel : tinja Makroskopis : Warna Konsistensi Lendir Pus Darah Lain-lain Mikroskopis : Sel epitel Eritrosit Cacing Lekosit Protozoa patogen D. Gambaran Darah Tepi (25 April 2013) Eritrosit : Hipokrom, sebagian populasi normokrom (post transfusi/terapi), Leukosit Trombosit Kesimpulan mikrosit, anisositosis, normosit, polikromasi, sel target, eritroblast (-) : Jumlah menurun, sel muda (-) : jumlah menurun, penyebaran merata : suspek pamsitopenia menyokong kondisi sirosis 12 : negatif : negatif : negatif : negatif : negatif : coklat kehitaman : lunak : negatif : negatif : negatif : kuman (+)
Telur/larva/proglotid : negatif
Kesimpulan : tinja lunak warna hitam, tidak ditemukan parasit maupun jamur
hepatis V. RESUME Sejak 11 hari SMRS pasien mengeluhkan BAB berwarna hitam. BAB hitam 12 kali perhari @ -1 gelas belimbing, BAB lembek, BAB darah (-), BAB berbau amis seperti petis, berlendir, jika disiram air berubah warna menjadi merah, nyeri saat BAB (-). Pasien tidak tahu bagaimana awalnya terjadi BAB hitam. BAB hitam dirasakan bertambah jika pasien merasakan nyeri di ulu hati dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati yang dirasakan sejak 11 hari yang lalu. Nyeri ulu hati dirasakan seperti diremas-remas, ditusuk-tusuk, perut terasa perih dan panas. Nyeri ulu hati dirasakan hilang dan timbul. Nyeri terutama dirasakan pasien saat terlambat makan atau makan makanan yang pedas, nyeri dirasakan bertambah dengan aktivitas dan timbul saat BAB hitam. Nyeri berkurang dengan makan, istirahat, atau minum obat maag yang dibeli di warung/apotek. Nyeri makin lama dirasakan makin bertambah. Pasien mengeluhkan muntah darah sejak 11 hari SMRS. Muntah darah terjadi secara tiba-tiba. Muntah darah berupa darah warna hitam menggumpal bercampur dengan makanan. Muntah darah terjadi 1-2 kali perhari @ -1 gelas belimbing. Muntah darah tidak berkurang dengan minum jamu yang dibeli dari warung. Makin lama muntah darah makin bertambah banyak. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas. Lemas terjadi perlahan-lahan. Lemas dirasakan terus-menerus. Pada awalnya ringan, makin lama makin bertambah lemas. Lemas berkurang dengan istirahat. Lemas makin bertambah dengan aktifitas. Lemas tidak dipengaruhi dengan perubahan posisi maupun pemberian makanan. Pusing nggliyer (+), mata berkunang-kunang (+), telinga berdenging (-), demam (-) dada berdebar-debar (+), nyeri dada (-), dada terasa ampeg (-), perut membesar (-) sesak napas (-). Karena keluhannya ini pasien telah dirawat di RSUD Karanganyar dan telah mendapat transfusi 11 kantong, dan Karena keterbatasan alat maka pasien dirujuk ke RSDM. 1 bulan SMRS pasien juga mengeluhkan matanya kuning. Mata kuning awalnya tidak disadari pasien, namun disadari oleh keluarga pasien. Mata kuning dirasakan semakin lama semakin memberat. Mata kuning tidak bertambah 13
dengan aktifitas dan tidak berkurang dengan pemberian obat tetes mata yang dibeli di apotek. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter sebelumnya karena keluhan tersebut. Selain itu pasien juga mengeluhkan BAK berwarna lebih gelap seperti teh sejak 1 bulan SMRS. Pasien tidak tahu bagaimana awalnya. BAK berwarna seperti teh dirasakan terus menerus setiap BAK. Sekarang pasien BAK 5-6 kali perhari @ -1 gelas belimbing, warna kuning pekat seperti teh, BAK batu (-), BAK nyeri (-), BAK pasir (-), BAK darah (-). 1 tahun SMRS pasien pernah memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan badan lemas dan dinyatakan sakit kuning, namun pasien tidak berobat rutin ke dokter. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nafas 20 x / menit, nadi 92 x / menit, suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva pucat, sclera ikterik, serta atrofi muskulus temporalis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan pekak alih (+), undulasi (+), area troube pekak (+) dan lien teraba membesar schuffner 1. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan feses warna hitam seperti petis, konsistensi lembek, bau amis, saat feses dialiri air warna menjadi merah. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb = 7,6 gr/dl; Hct = 27 %; AE = 2.75.106/UI; AL = 3,8.103/Ul; AT = 120.106/Ul; protein total = 5,3 g dl; globulin = 3,1 g/dl; ureum = 55 mg/dl, creatinin = 1,4 mg/dl, bilirubin urin 3,0 mg/dl. Pada pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan kesan suspek pansitopenia menyokong kondisi siroris hepatis I. DAFTAR ABNORMALITAS Anamnesis: 1. BAB hitam 2. Nyeri ulu hati 3. Muntah darah 4. Badan lemas, nggliyer, mata berkunang-kunang, berdebar-debar 5. Mata kuning 6. BAK seperti teh Pemeriksaan Fisik: 7. atrofi muskulus temporalis 8. Konjungtiva pucat 14
9. Sclera ikterik 10. Pekak alih (+), undulasi (+) 11. Area troube pekak, lien teraba membesar schuffner 1 Pemeriksaan penunjang: 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. Hb 7,6 g/dl Hct 27 % Antal Eritrosit 2.75x106/UI Antal Leukosit 3,8.103/Ul Antal Trombosit 120.106/Ul SGOT 57 u/L SGPT 150 u/L protein total = 5,3 g dl albumin = 3,1 g/dl ureum = 55 mg/dl creatinin = 1,4 mg/dl bilirubin urin 3,0 mg/dl
VI. PROBLEM DAN PEMECAHAN MASALAH Problem 1. Hematemesis melena Ass : Anamnesis : muntah darah, BAB yang berwarna hitam berbau amis dan bila disiram berubah warnanya menjadi merah. Pasien juga mengeluhkan mual, perut terasa nyeri terutama di ulu hati. Pemeriksaan fisik : Rectal toucher didapatkan feses warna hitam, konsistensi lembek, bau amis, saat feses dialiri air warna menjadi merah DD Varises esofagus gastritis erosif ulkus peptikum IpDx : IpTx : endoskopi gastroduodenal bed rest tidak total Puasa 1x24 jam, selanjutnya diet sonde hepar 1700 kkal Infus NaCl 0,9% 20 tpm Inj omeprazole 40mg/12 jam
15
Inj somatostatin 250 mcg bolus, dilanjutkan inj 250 mcg/jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti ataubila mampu diteruskan 3 hari setelah ligasi varises esofagus Lactulac syr 3 x C1 IpMx : KUVS/hari, awasi tanda perdarahan IpEx : edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita, edukasi makan lunak dari RS, edukasi makanan yang dipantang, edukasi tandatanda syok. Px : Ad bonam
Problem 2. Klinis sirosis hepatis Ass : anamnesis : muntah darah, BAB yang berwarna hitam berbau amis dan bila disiram berubah warnanya menjadi merah. Pasien juga mengeluhkan mual, perut terasa nyeri terutama di ulu hati, mata kuning, BAK seperti teh. Pemeriksaan fisik: atrofi muskulus temporalis, sclera ikterik, pekak alih (+), undulasi (+), Area troube pekak, lien teraba membesar schuffner 1. Pemeriksaan penunjang : AT 120.106/Ul, AL 3,8.103/Ul, SGOT 57 u/L, SGPT 150 u/L, protein total 5,3 g/dl, albumin 3,1 g/dl, bilirubin urin 3,0 mg/dl. DD etiologi hepatitis B kronik hepatitis C kronik IpDx : USG abd, Anti HCV, anti HbC, SPE, biopsy hepar. IpTx : bed rest tidak total diet hepar 1700 kkal Curcuma 3 x 1 Propanolol 2 x 10mg
Problem 3. Anemia Hipokromik Mikrositik Ass : Anamnesis : Badan lemas, nggliyer, mata berkunang-kunang, dada berdebar-debar Pemeriksaan fisik : konjungtiva pucat Pemeriksaan penunjang : Hb 7.6 g/dl, Hct 27%, Antal Eritrosit 2.75x106/UI. 16
DD etiologi Perdarahan seperti hematemesis melena IpDx : SI, TIBC IpTx : Tranfusi PRC 2 kolf seperti hematemsis melena IpMx : Cek Hb, Hematokrit, Eritrosit post transfusi, KUVS, tanda perdarahan IpEx : edukasi pasien dan keluarga tentang tujuan, efek samping, dan komplikasi transfusi Problem 4. Azotemia Ass : Pemeriksaan penunjang : ureum 55 mg/dl, creatinin 1,4 mg/dl DD AKI HRS IpDx : USG urologi IpTx : IpMx : balance cairan, cek ur/cr tiap 3 hari IpEx : edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya karena Hb = 7.6 dan didapatkan perdarahan
PROGRESS NOTE
Tanggal Subyektif Obyektif 27 April 2013 lemas, muntah darah (-), BAB hitam berkurang - KU: tampak lemah, compos mentis - T : 110/70 - Rr : 20 x/menit - N : 90 x/menit - Suhu : 36,8C - Mata: CP (-/-), SI (+/+) - Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar. - Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ III murni, intensitas normal, reguler, bising (-) - Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) - Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan (-), liver span:6 cm, pekak alih (+), undulasi (+), area troube pekak, hepar tidak teraba, lien teraba membesar schuffner 1. - Akral dingin: - _- _ 28 April 2013 muntah darah (-), BAB hitam (-) KU: tampak lemah, kompos mentis T : 110/60 Rr : 20x/menit N : 92x/menit Suhu : 36,9 C Mata: CP (-/-), SI(+/+) Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar. Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan (-), liver span:6 cm, pekak alih (+), undulasi (+), area troube pekak, hepar tidak teraba, lien teraba membesar schuffner 1. Akral dingin: - _- _
17
- _ - _ - Oedem: - -- - -- -
- _ - _ - Oedem: - -- - -- -
Pemeriksaan Penunjang
Assesment
Planning
Terapi
- Lab darah: Hb 9,3 gr/dl, Hct 29%, AE 2,94.106/Ul, AL 2,8.103/Ul, AT 3 130.10 /Ul, ureum 57 mg/dl, kreatinin 1,4 mg/dl, protein total 5,3 albumin 3,1 globulin 2,2 - Serologi: anti HbC (+), anti HCV (-) - Hematemesis melena dd/ varises esofagus, gastritis erosif, ulcus pepticum - Klinis sirosis hepatis e.c hepatitis B kronis - Hepatitis B - Azotemia dd HRS, AKI - Anemia mikrositik hipokromik pada penyakit hepar kronik - Endoskopi - KUVS/4 jam - Awasi perdarahan dan tanda-tanda syok - BC pagi - Bed rest tidak total - Diet hepar 1700 kkal - Infus NaCl 0,9 % 20 tpm - Inj ceftriaxone 2gr/24 jam - Inj omeprazole 40 mg/12 jam - Propanolol 2x10mg - Curcuma 3x1 - Lactulac syr 3xC1
- Hematemesis melena e.c varises esophagus grade III (perbaikan) - Klinis Sirosis hepatis e.c hepatitis B kronis - Hepatitis B - Azotemia dd HRS, AKI - Anemia mikrositik hipokromik pada penyakit hepar kronik - KUVS/4 jam - Awasi perdarahan dan tanda-tanda syok - BC pagi Bed rest tidak total Diet hepar 1700 kkal Infus NaCl 0,9 % 20 tpm Inj ceftriaxone 2gr/24 jam Inj omeprazole 40 mg/12 jam Propanolol 2x10mg Curcuma 3x1 Lactulac syr 3xC1
18
29 April 2013 lemas, muntah darah (-), BAB hitam (-) - KU: compos mentis, tampak sakit sedang - T : 110/70 - Rr : 20 x/menit - N : 88 x/menit - Suhu : 36,8C - Mata: CP (-/-), SI (+/+) - Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar. - Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ III murni, intensitas normal, reguler, bising (-) - Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) - Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan (-), liver span:6 cm, pekak alih (+), undulasi (+), area troube pekak, hepar tidak teraba, lien teraba membesar schuffner 1. - Akral dingin: - _- _ - _ - _ - Oedem: - -- - -- -
30 April 2013 muntah darah (-), BAB hitam (-) - KU: kompos mentis, tampak sakit sedang - T : 110/60 - Rr : 20x/menit - N : 90x/menit - Suhu : 36,9 C - Mata: CP (-/-), SI(+/+) - Leher: JVP(R+2)cm, KGB tidak membesar. - Cor: IC tdk tampak, IC tdk kuat angkat, Batas jantung kesan tidak melebar, BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-) - Pulmo: Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri, sonor/sonor, SDV(+/+), ST(-/-) - Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, tympani, supel, nyeri tekan (-), liver span:6 cm, pekak alih (+), undulasi (+), area troube pekak, hepar tidak teraba, lien teraba membesar schuffner 1. - Akral dingin: - _- _ - _ - _ - Oedem: - -- - -- -
Planning
Terapi
- Hematemesis melena e.c varises esophagus grade III (perbaikan) - Klinis Sirosis hepatis e.c hepatitis B kronis - Hepatitis B - Azotemia dd HRS, AKI - Anemia mikrositik hipokromik pada penyakit hepar kronik - KUVS/4 jam - Awasi perdarahan dan tanda-tanda syok - BC pagi - Bed rest tidak total - Diet hepar 1700 kkal - Infus NaCl 0,9 % 20 tpm - Inj ceftriaxone 2gr/24 jam - Inj omeprazole 40 mg/12 jam - Propanolol 2x10mg - Curcuma 3x1 - Lactulac syr 3xC1
- Hematemesis melena e.c varises esophagus grade III (perbaikan) - Klinis Sirosis hepatis e.c hepatitis B kronis - Hepatitis B - Azotemia dd HRS, AKI - Anemia mikrositik hipokromik pada penyakit hepar kronik - KU baik, rawat jalan
Bed rest tidak total Diet hepar 1700 kkal Infus NaCl 0,9 % 20 tpm Inj ceftriaxone 2gr/24 jam Inj omeprazole 40 mg/12 jam Propanolol 2x10mg Curcuma 3x1 Lactulac syr 3xC1
19
20
TINJAUAN PUSTAKA HEMATEMESIS DAN MELENA A. DEFINISI Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. B. ETIOLOGI 1. Kelainan di esofagus - Varises esofagus Pada umumnya sifat perdarahan spontan dan masif, penderita tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium - Karsinoma esofagus Klinis tampak badan mengurus, anemis, dengan keluhan disfagia - Sindroma Mallory-Weiss Sebelum terjadi perdarahan didahului muntah-muntah hebat yang terus menerus, biasanya pada peminum alkohol atau hamil muda. - Esofagitis dan tukak esofagus 2. Kelainan di lambung dan duodenum - Gastritis erosiva hemoragika Timbul setelah penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung - Tukak lambung/duodenum Sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan 3. Kelainan darah - Hemofilia - Trombositopenia purpura Dari penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM di dapatkan penyebab perdarahan saluran cerna baian atas terbanyak adalah pecahnya varises esophagus. Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit 21
atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat atau factor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS), obat kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa terhadap ion H dan regulasi pH intra sel. C. PENATALAKSANAAN 1. Resusitasi - Pastikan jalan napas bebas - O2 jika sesak - Awasi tanda-tanda syok hipovolemik (tekanan darah, nadi, pernapasan, vaskularisasi perifer) - Bed rest total 2. Perbaikan Keadaan Umum - Bed rest total - Puasa hingga 24 jam bebas perdarahan - Pasang NGT - Bilas lambung (masukkan air es 150 cc ke dalam selang NGT, tunggu 15 menit, keluarkan). Ulang tiap 2 jam hingga perdarahan (-) - Koagulansia - Vitamin K - Antasid/simetidin/sitoprotektor SIROSIS HATI 1. Definisi Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat serta nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. 22
2. Patogenesis Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah virus hepatitis B dan C. Demikian juga di Indonesia, pada penderita sirosis hati, prevalensi virus hepatitis B berkisar 21,2 - 46,9 % dan virus hepatitis C 38,7 - 73,9%1012. Infeksi virus hepatitis B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis yang meliputi daerah yang luas, terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan kolagen. Tingkat awal yang terjadi adalah septa yang pasif yang dibentuk oleh jaringan retikulum penyangga yang mengalami kolaps dan kemudian berubah bentuk jadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis). Pada tahap berikut, kerusakan parenkim dan peradangan yang terjadi pada sel duktulus, sinusoid dan sel-sel retikuloendotelial didalam hati akan memacu terjadinya fibrogenesis yang akan menimbulkan septa aktif. Sel limfosit T dan makrofag juga mungkin berperan dengan sekresi limfokin yang dianggap sebagai mediator dari fibrogenesis. Septa aktif tersebut akan menjalar menuju kedalam parenkim hati dan berakhir di daerah portal. Pembentukan septa tingkat kedua ini yang sangat menentukan perjalanan progresif sirosis hati. Pada tingkat yang bersamaan nekrosis jaringan parenkim akan memacu pula proses regenerasi sel-sel hati. Regenerasi yang timbul akan mengganggu pula pembentukan susunan jaringan ikat tadi. Keadaan ini yaitu fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi terus menerus dalam hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskular intrahepatik serta gangguan kemampuan faal hati, pada akhirnya menghasilkan susunan hati yang dapat dilihat pada sirosis hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir sama. Mekanisme terjadinya sirosis bisa terjadi secara : 1) Mekanik Dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrosis adalah dasar timbulnya sirosis hati. 2) Imunologis
23
Hepatitis viral akut menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan dengan cara inimembutuhkan waktu 4 tahun, sel yang mengandung virus merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus-menerus sampai terjadi kerusakan hati. 3) Campuran keduanya. Klasifikasi Terdiri atas: 1) Etiologi - Hepatitis virus tipe B dan C - Alkohol - Metabolik: penyakit Wilson, DM, hemokromatosis idiopatik, dll - Kolestasis kronik - Obstruksi aliran vena hepatik - Gangguan imunologis: hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif - Toksik dan obat - Operasi pintas usus halus pada obesitas - Malnutrisi - Etiologi tanpa diketahui penyebabnya 2) Klasifikasi Morfologi - mikronoduler - makronuduler - campuran 3) Klasifikasi Fungsional - kompensasi baik (laten, sirosis dini) - Dekompensasi (aktif, disertai kegagalanhati dan hipertensi portal). Manifestasi Klinis 1) Keluhan tergantung fase penyakitnya 2) Fase kompensasi sempurna Pada fase ini pasien tidak mengeluh atau juga bisa keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien tidak merasa bugar/fit, anoreksia, perut kembung, mual, mencret atau konstipasi, BB turun dan lain sebagainya. 3) Fase Dekompensasi 24
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat mungkin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau transformasi kearah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intrahepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri. 3. Gambaran Klinis Gambaran klinis dari sirosis hati, secara umum disebabkan oleh kegagalan hati/hepatoselular dan hipertensi portal. a. Kegagalan hati (kegagalan hepatoselular) Dijumpai gejala subjektif berupa lemah, berat badan menurun, kembung, mual dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik dijumpai : spider nevi, eritema palmaris, asites, pertumbuhan rambut yang berkurang, atrofi testis dan ginekomastia pada pria, ikterus, ensefalopati hepatik, hipoalbuminemia disertai terbaliknya ratio albumin dan globulin serum. b. Hipertensi Portal Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit hati kronik dan mempunyai karakteristik peningkatan tekanan portal yang patologis. Peningkatan tekanan portal karena peningkatan resistensi vaskular dan aliran darah portal yang meningkat. Peningkatan resistensi vaskular karena meningkatnya resistensi intrahepatik dan resistensi kolateral portosistemik. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal. Disebut hipertensi portal bila tekanan portal lebih dari 15 mmHg. Sirkulasi hiperdinamik pada sirosis hati Hipertensi portal pada sirosis hati dihubungkan dengan sirkulasi hiperdinamik yang ditandai 25 dengan penurunan tahanan arterial,
vasodilatasi perifer dan regional. Vasodilatasi yang disertai dengan peningkatan kardiak indeks dan aliran darah regional. Aliran darah yang hiperkinetik dijumpai pada daerah splanknik dan sirkulasi sistemik dengan aliran darah ke intestinal, lambung, limpa dan pankreas meningkat lebih 50% diatas nilai kontrol. Sirkulasi hiperdinamik splanknik adalah konstribusi yang utama menyebabkan gejala hipertensi portal. Meskipun sistem kolateral sistemik terbentuk untuk mengurangi sirkulasi portal akan tetapi komplikasi hipertensi portal masih dapat terjadi dan yang paling penting adalah timbulnya varises esofagus perdarahan varises. Sirkulasi hiperdemik tampak pada pasien dengan ekstremitas hangat, nadi yang kuat, denyut jantung yang cepat, cardiac output meningkat dan volume darah meningkat. Bila terjadi progesifitas penyakit, tahanan vaskular semakin menurun : vasodilatasi menjamin perfusi jaringan yang adekuat, tetapi jika menetap, tekanan arteri yang rendah akan menyebabkan gangguan sekunder pada ginjal. Ekspansi volume darah ini dikuti dengan ginjal menahan natrium dan air yang menimbulkan hiperaldosteronisme sekunder, teraktivasinya sistem saraf simpatis, meningkatnya sekresi arginin vasopresin yang akhirnya mengurangi aliran darah ke ginjal. 4. Diagnosa Diagnosa sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti ultrasonografi. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosa sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, eritema palmaris dan albumin serum yang menurun. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan non invasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi. Needlemann dkk mendapatkan bahwa ketepatan ultasonografi sekitar 88 %, dan Taylor mendapatkan ketepatan sekitar 93 %, sedangkan Sujono Hadi dan beberapa peneliti lain mendapatkan ketepatan diagnosa sirosis hati dengan ultrasonografi sekitar 88-100%. Gambaran ultrasonografi pada sirosis hati tergantung pada berat ringannya penyakit. Diagnosa pasti dari sirosis hati ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi (biopsi hati).
26
Komplikasi Kegagalan hati (hepatoseluler): Kegagalan hati, timbul spider nevi, eritema palmaris, ascites, hipoalbumin Hipertensi portal : Hipertensi portal menimbulkan splenomegali, varises esophagus caput medussae, hemorhoid. 5. Prognosa Prognosis dari sirosis hati tergantung dari beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Sampai saat ini yang paling populer dipakai sebagai parameter dalam upaya menentukan prognostik sirosis hati adalah kriteria Child yang dikaitkan dengan kemungkinan menghadapi operasi. Kriteria tersebut sederhana dan dapat dimengerti, walaupun bila diteliti akan mungkin terjadi tumpang tindih pada tiap faktor pada kasus yang sama. Angka kematian Child A pada operasi berkisar 10-15 %, Child B 30% dan Child C diatas 60%2. Kriteria/klasifikasi Child ini tidak hanya digunakan untuk persiapan operasi, tetapi dapat dimanfaatkan untuk terapi konservatif lain1-3,9 . Oleh Pugh dan kawan-kawan, nutrisi pada kriteria Child ini diganti dengan pemanjangan masa protrombin19. Parameter yang diukur pada kriteria Child Pugh dapat dilihat pada tabel dibawah. Kriteria modifikasi Child Pugh Parameter Bilirubin serum (mg/dl) Albumin serum (mg/dl) Asites Ensefalopati Pemanjangan masa protrombin (detik) Grade (Klasifikasi) A bila skor : 5-6 Grade (Klasifikasi) B bila skor : 7-9 Grade (Klasifikasi) C bila skor : 10-15 Grade A(1) < 2,0 > 3,5 <4 B(2) 2,0 3,0 2,8 3,5 Mudah dikontrol Minimal 4-6 C (3) > 3,0 < 2,8 Sulit dikontrol Berat/koma >6
27
ANEMIA A. DEFINISI Anemia (dalam bahasa Yunani: tanpa darah) adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Pada keadaan tertentu seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan, ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, wanita hamil < 11 g/dl.2 Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacammacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena : 1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2. Kehilangan darah keluar dari tubuh(perdarahan) 3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis) B. KLASIFIKASI Salah satu klasifikasi untuk menentukan anemia adalah berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi 3 golongan 1. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg) : a. anemia defisiensi besi b. thalasemia mayor c. anemia akibat penyakit kronik d. anemia sideroblastik 2. Anemia normokromik normositer (MCV 80-90 fl dan MCH 27-34 pg): a. anemia pasca perdarahan 28
b. anemia aplastika c. anemia hemolitik didapat d. anemia akibat penyakit kronik e. anemia pada gagal ginjal kronik f. anemia pada sindrom myelodisplastik g. anemia pada keganasan hematologik 3. Anemia makrositer (MCV > 95 fl) : a. bentuk megaloblastik - anemia defisiensi asam folat - anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa b. bentuk non megaloblastik - anemia pada penyakit hati kronik - anemia pada hipotiroidisme - anemia pada sindrom myelodisplastik C. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA ANEMIA Gejala umum anemia timbul karena anoksia organ dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: 1) derajat penurunan hemoglobin; 2) kecepatan penurunan hemoglobin; 3) usia; 4) adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala : 1. Gejala umum anemia Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul setelah penurunan hemoglobin sampai < 7 g/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7 g/dl). 2. Gejala khas masing-masing anemia 29
a. anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan kuku sendok (koilonychia) b. anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12 c. anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali d. anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi 3. Gejala penyakit dasar Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotitis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritis rheumatoid. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium : 1. pemeriksaan penyaring (screening test) 2. pemeriksaan darah seri anemia 3. pemeriksaan sumsum tulang 4. pemeriksaan khusus E. PENATALAKSANAAN Hal yang perlu diperhatikan pada terapi Anemia adalah : 1. Pengobatan hendaknya diberikan sesuai dengan diagnosa definitif yang telah ditegakkan lebih dulu 2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan 3. Pengobatan dapat berupa : terapi pada keadaan darurat misal perdarahan, terapi suportif, terapi yang khas untuk masing-masing anemia, terapi kausal untuk mengobati penyakit dasarnya. Tranfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dan ada tanda-tanda gangguan hemodinamik. AZOTEMIA A. DEFINISI Azotemia adalah kelainan biokimia yaitu peningkatan kadar kreatinin dan nitrogen urea darah dan berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerular. Berdasarkan lokasi penyebab, azotemia dapat dibagi menjadi azotemia prarenal 30
dan azotemia pascarenal. Peningkatan tajam kadar urea (>8-20 mg/dL) dan kreatinin plasma (> 0.7-1.4 mg/dL) biasanya merupakan tanda timbulnya gagal ginjal terminal dan disertai gejala uremik.
Grafik menunjukkan hubungan antara tingkat filtrasi glomerulus (GFR) untuk kreatinin serum kondisi mapan dan nitrogen urea darah (BUN) tingkat. Seperti ditunjukkan dalam gambar ini, penyakit ginjal dini, penurunan substansial dalam GFR dapat menyebabkan hanya sedikit elevasi kreatinin serum. Ketinggian di kreatinin serum hanya terlihat ketika GFR turun menjadi sekitar 70 mL / menit. Grafik menunjukkan hubungan antara tingkat filtrasi glomerulus (GFR) untuk kreatinin serum kondisi mapan dan nitrogen urea darah (BUN) tingkat. Seperti ditunjukkan dalam gambar ini, penyakit ginjal dini, penurunan substansial dalam GFR dapat menyebabkan hanya sedikit elevasi kreatinin serum. Ketinggian di kreatinin serum hanya terlihat ketika GFR turun menjadi sekitar 70 mL / menit. Setiap ginjal manusia mengandung sekitar 1 juta unit fungsional, yang disebut nefron, yang terutama terlibat dalam pembentukan urin. Urine pembentukan memastikan bahwa tubuh menghilangkan produk akhir kegiatan metabolisme dan kelebihan air dalam upaya untuk memelihara lingkungan internal yang konstan (homeostasis). Pembentukan Urine oleh setiap nefron melibatkan 3 proses utama, sebagai berikut: penyaringan di tingkat glomerular, reabsorpsi selektif dari filtrat yang lewat di sepanjang tubulus ginjal, dan sekresi oleh sel-sel tubulus ke dalam filtrat.
31
Perturbasi dari setiap proses ini merusak fungsi ekskresi ginjal ini, mengakibatkan azotemia. Mengukur fungsi ginjal Radionuklida penilaian GFR adalah standar kriteria untuk mengukur fungsi ginjal. Namun, karena mahal dan tidak tersedia secara luas, serum kreatinin dan klirens kreatinin (CrCl) lebih sering digunakan untuk estimasi GFR. Atau, rumus di samping tempat tidur (Cockroft dan Gault) dengan menggunakan kreatinin serum pasien, usia, dan berat badan kurus (dalam kg) dapat digunakan untuk memperkirakan GFR, sebagai berikut: CrCl (ml / menit) = (140 - umur) X berat badan (kg) / (72 X kreatinin serum) mg/dL (0,85 X untuk wanita). B. ETIOLOGI Penyebab secara luas diklasifikasikan sebagai prerenal, intrarenal, dan postrenal. Prerenal azotemia Azotemia prerenal terjadi sebagai akibat gangguan aliran darah atau penurunan perfusi ginjal akibat penurunan volume darah, penurunan curah jantung (gagal jantung kongestif), penurunan resistensi pembuluh darah sistemik, penurunan volume arteri efektif dari sepsis atau sindrom hepatorenal, dan kelainan arteri ginjal. Penyebab iatrogenik azotemia prerenal, seperti diuresis berlebihan dan pengobatan dengan inhibitor ACE, harus disingkirkan. Intrarenal azotemia Azotemia intrarenal terjadi sebagai akibat dari cedera pada glomeruli, tubulus, interstitium. Adanya penyakit sistemik, nokturia, proteinuria, hilangnya kemampuan berkonsentrasi kemih (urin gravitasi rendah tertentu), anemia, dan hypocalcemia yang sugestif dari azotemia intrarenal kronis. Postrenal azotemia Azotemia postrenal terjadi ketika terjadi obstruksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada obstruksi ureter bilateral akibat tumor atau batu, fibrosis retroperitoneal, kandung kemih neurogenik, dan obstruksi leher kandung kemih akibat hipertrofi prostat atau karsinoma dan katup uretra posterior.
32
C. PATOFISIOLOGI 1. Prerenal azotemia Azotemia prerenal mengacu pada elevasi di BUN dan kadar kreatinin karena masalah dalam sirkulasi sistemik yang menurunkan aliran ke ginjal. Dalam azotemia prerenal, penurunan aliran ginjal merangsang retensi garam dan air untuk mengembalikan volume dan tekanan. Ketika volume atau tekanan menurun, refleks baroreceptor yang terletak di lengkungan aorta dan sinus karotid diaktifkan. Hal ini menyebabkan aktivasi saraf simpatik, menghasilkan vasokonstriksi arteriol aferen ginjal dan sekresi renin melalui 1-reseptor. Penyempitan arteriol aferen menyebabkan penurunan tekanan intraglomerular, mengurangi GFR proporsional. Renin mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang, pada gilirannya, merangsang pelepasan aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron hasil dalam penyerapan garam dan air di tubulus distal pengumpulan. Penurunan volume atau tekanan adalah stimulus nonosmotic untuk produksi hormon antidiuretik di hipotalamus, yang diberikannya efeknya dalam saluran mengumpulkan meduler untuk reabsorpsi air. Melalui mekanisme yang tidak diketahui, aktivasi sistem saraf simpatis menyebabkan peningkatan reabsorpsi tubular proksimal garam dan air, serta asam urat BUN, kreatinin, kalsium,, dan bikarbonat. Hasil bersih dari 4 mekanisme retensi air garam dan menurun output dan penurunan ekskresi natrium (<20 mEq / L). 2. Intrarenal azotemia Azotemia intrarenal, juga dikenal sebagai gagal ginjal akut (ARF), azotemia ginjal-ginjal, dan cedera ginjal akut (AKI), mengacu pada elevasi di BUN dan kadar kreatinin karena masalah di ginjal itu sendiri. Ada beberapa definisi, termasuk pada tingkat kenaikan kreatinin serum sekitar 30% dari dasar atau penurunan mendadak dalam output di bawah 500 mL / d. Jika output yang diawetkan, itu disebut ARF nonoliguric. Jika output turun di bawah 500 ml / ARF oliguri d, hal itu disebut. Segala bentuk ARF mungkin begitu parah untuk hampir menghentikan pembentukan, suatu kondisi yang disebut anuria (<100 ml / d). Penyebab paling umum dari ARF nonoliguric adalah nekrosis tubular akut (ATN), nefrotoksisitas aminoglikosida, 33 toksisitas lithium, atau
nefrotoksisitas cisplatin. kerusakan Tubular kurang parah daripada di ARF oliguri. output normal dalam ARF nonoliguric tidak mencerminkan GFR normal. Pasien masih dapat membuat 1440 mL / d urine bahkan ketika GFR turun menjadi sekitar 1 menit mL / karena reabsorpsi tubular menurun. Beberapa studi menunjukkan bahwa bentuk-bentuk nonoliguric dari ARF berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas kurang dari ARF oliguri. studi yang tidak terkontrol juga menunjukkan bahwa ekspansi volume, agen diuretik kuat, dan vasodilator ginjal dapat mengkonversi oliguri untuk ARF nonoliguric jika diberikan lebih awal. Patofisiologi ARF oliguri atau nonoliguric akut tergantung pada lokasi anatomi cedera. Dalam ATN, kerusakan epitel menyebabkan penurunan kemampuan fungsional dalam tubulus untuk menyerap kembali garam, air, dan elektrolit lain. Ekskresi asam dan kalium juga terganggu. Dalam ATN lebih parah, lumen tubular diisi dengan epitel gips, menyebabkan obstruksi intraluminal, mengakibatkan penurunan GFR. Nefritis interstisial akut ditandai dengan peradangan dan edema, sehingga azotemia, hematuria, pyuria steril, sel darah putih gips dengan eosinophiluria variabel, proteinuria, dan gips hialin. Efek bersih adalah hilangnya kemampuan berkonsentrasi urin, dengan osmolalitas yang rendah (biasanya <500 mOsm / L), berat jenis rendah (<1,015), natrium urin tinggi (> 40 mEq / L) asidosis tubular, dan kadang-kadang, hiperkalemia dan ginjal . Namun, di hadapan sebuah azotemia prerenal dilapisi, berat jenis, osmolalitas, dan natrium mungkin menyesatkan. Glomerulonefritis atau vaskulitis disarankan oleh kehadiran hematuria, sel darah merah, sel darah putih, granular dan selular gips, dan tingkat variabel proteinuria. sindrom nefrotik biasanya tidak berhubungan dengan inflamasi aktif dan sering muncul sebagai proteinuria lebih dari 3,5 g/24jam. Penyakit glomerular dapat mengurangi GFR akibat perubahan permeabilitas membran basal dan karena stimulasi dari sumbu reninaldosteron. penyakit glomerular sering bermanifestasi sebagai sindrom nefrotik atau nephric. Pada sindrom nefrotik, sedimen urin tidak aktif, dan ada gross proteinuria (> 3,5 g / d), hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Azotemia dan hipertensi jarang pada awalnya, tetapi kehadiran mereka dapat menunjukkan penyakit lanjut. Beberapa pasien dengan sindrom nefrotik dapat 34
hadir dengan ARF. Penurunan sirkulasi kapiler di ginjal akibat edema (nephrosarca) dan obstruksi tubular dari protein gips telah diusulkan sebagai mekanisme potensial untuk pengembangan ARF pada pasien dengan sindrom nefrotik. Pada sindrom nephritic, endapan kencing aktif dengan sel darah putih atau merah gips, granular gips, dan azotemia. Proteinuria kurang jelas, tetapi meningkatkan retensi garam dan air dalam glomerulonefritis dapat menyebabkan hipertensi, pembentukan edema, penurunan output, ekskresi natrium urin rendah, dan peningkatan berat jenis. Penyakit akut termasuk sindrom vaskulitis pembuluh darah, hipertensi ganas, krisis skleroderma ginjal, dan penyakit tromboemboli, semua yang menyebabkan hipoperfusi ginjal dan iskemia menyebabkan azotemia. penyakit kronis pembuluh darah adalah karena nephrosclerosis jinak hipertensi, yang belum meyakinkan berhubungan dengan stadium akhir penyakit ginjal dan penyakit ginjal iskemik dari arteri ginjal bilateral stenosis. Pada stenosis arteri bilateral ginjal, pemeliharaan tekanan intraglomerular memadai untuk penyaringan sangat tergantung pada vasokonstriksi arteriol eferen. Azotemia set di saat angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau tipe blocker reseptor angiotensin 2 menyebabkan dilatasi arteriol eferen, sehingga mengurangi tekanan intraglomerular dan filtrasi. Oleh karena itu, inhibitor enzim mengkonversi dan blocker reseptor adalah kontraindikasi pada stenosis arteri bilateral ginjal. Sindrom yang terkait dengan tanda-tanda dan gejala akumulasi dari produk-produk limbah beracun (toksin uremik) disebut uremia dan sering terjadi pada GFR sekitar 10 mL / menit. Beberapa racun uremik (yaitu, urea, kreatinin, fenol, guanidines) telah diidentifikasi, tetapi tidak ada yang telah ditemukan bertanggung jawab atas semua manifestasi uremia. 3. Postrenal azotemia Azotemia postrenal mengacu pada elevasi di BUN dan kadar kreatinin karena hambatan dalam sistem pengumpulan. Obstruksi mengalir mengarah pada pembalikan Starling pasukan yang bertanggung jawab untuk penyaringan glomerular. obstruksi bilateral Progresif menyebabkan hidronefrosis dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapsul Bowman dan penyumbatan tubular
35
mengakibatkan penurunan progresif dan penghentian paling dalam filtrasi glomerular, azotemia, asidosis, overload cairan, dan hiperkalemia. Obstruksi unilateral jarang menyebabkan azotemia. Dengan bantuan dari obstruksi saluran kemih lengkap dalam waktu 48 jam onset, ada bukti bahwa pemulihan yang relatif lengkap GFR dapat dicapai dalam waktu seminggu, sementara pemulihan lebih sedikit atau tidak terjadi setelah 12 minggu. obstruksi parsial Selesai atau berkepanjangan dapat menyebabkan atrofi tubulus dan fibrosis ginjal ireversibel. Hidronefrosis mungkin tidak ada jika obstruksi ringan atau akut atau jika sistem pengumpulan terbungkus oleh tumor retroperitoneal atau fibrosis. D. GEJALA KLINIS Prerenal azotemia: Riwayat diare, muntah, panas, mudah lelah, keringat yang berlebihan, penyakit kronis yang merusak kemampuan pasien untuk makan dan minum cukup, perdarahan, penyakit hati, gagal jantung kongestif, dan poliuria (misalnya, disebabkan oleh keracunan lithium, diuretik , diabetes, diabetes insipidus) Intrarenal azotemia: Riwayat nokturia, poliuria, proteinuria, shock, dan edema. Riwayat penyakit keluarga atau sistemik, terutama diabetes, hipertensi, lupus eritematosus sistemik, penyakit vaskuler lainnya, hepatitis B (VHB), hepatitis C (HCV), sifilis, multiple myeloma, dan AIDS. Riwayat penggunaan obat (mencari obat nefrotoksik, terutama antibiotik, NSAID, ACE inhibitor, diuretik, dan obat herbal), paparan bahan kimia, dan penyalahgunaan obat intravena (pajanan terhadap HIV, VHB, dan infeksi HCV). Azotemia postrenal: hipertrofi kolik ginjal, disuria, inkontinensia, keganasan panggul atau iradiasi, dan benign prostat hypertrophy.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Gultom, I.N. 2003. Hubungan Beberapa Parameter Anemia Dengan Derajat Keparahan Sirosis Hati. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-ida %20nensi.pdf 2. Tarigan P, et.al. 2004. Sirosis Hati, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 271-9 3. Supandiman, I., et al. 1999. Anemia pada Penyakit Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 517-8. 4. Yogiantoro, M. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Pusat Penerbitan FK UI. Jakarta. Hal:599 5. Markum, H.M.S. Gagal Ginjal Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Pusat Penerbitan FK UI. Jakarta. Hal:574. 6. Soemoharjo, S., Gunawan, S. Hepatitis B Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Pusat Penerbitan FK UI. Jakarta. Hal:433. 7 Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Pusat Penerbitan FK UI. Jakarta. Hal:289.
37