Anda di halaman 1dari 3

Sumsum tulang juga dapat di infiltrasi oleh sel- sel granulomata.

Amyloidosis sumsum dan neksrosis sumsum tulang juga pernah dilaporkan sebagai dampak dari Tuberculosis. Necrosis sumsum tulang diperkirakan terjadi akibat peningkatan jumlah retikulin yang pada akhirnya menyebabkan fibrosis. Anemia, leukopenia, dan thrombocytopenia merupakan dampak dari fibrosis sumsum tulang. Sangat jarang sekali dilaporkan terjadi polisitemia pada infeksi tuberculosis. Polisitemia hanya dapat tejadi pada keadaan tuberculosis ginjal, dimana terjadi peningkatan kadar eritropoeitin dan pada polisitemia sekunder. Granulocyte Neutrofil, basofil, eosinofil, monosit dan macrofag merupakan subtype dari granulosit, yang pada umumnya mengalami dampak dari infeksi dan terapi dari Tuberculosis. Neutrofil merupakan sel muda dengan masa hidup singkat yang secara massive akan di produksi tubuh dan akan dialirkan ke aliran darah sebagai respon dari infeksi TB. Yang selanjutnya akan di eliminasi secara fagositosis oleh makrofag. Dalama keadaan ini neutrofilia dan neutropeni dapat terjadi,tetapi pada umumnya neutrofilia lebih dominan terjadi. Neutrofil merupakan sel target utama yang dipengaruhi oleh TB. Pada keadaan ini, peningkatan jumlah neutrofl dimediasi oleh sel Limfosit T. Neutrofilia akan kembali pada keadaan normal seiring dengan keberhasilan terapi. Selain itu reaksi leukimoid juga dapat terjadi pada keadaan yang ekstrim. reaksi ini terdiri dari pelepasan granulosit matur dan imatur ke dalam darah. Gambaran dari reaksi ini ini sangat menyerupai akut leukimia. Untuk membedakan reaksi ini dengan akut leukimia yang sebenarnya, ditemukan polyclonality pada imatur granulosit dengan menggunakan "flow cytometri", yang menandakan bahwa sel tersebut lebih reactive dari pada sebuah malignancy. Pada pasien dengan infeksi Tuberculosis yang berat dapat terjadi reaksi leukemoid yang disebabkan oleh kuman TB tersebut. Reaksi tersebut akan menghilang dan kembali ke keadaan yang normal bersamaan dengan suksesnya pengobatan terhadap infeksi tuberculosis. Walaupun leukimia yang sebenarnya juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien dengan tuberculosis, leukimia ini tidak kembali ke keadaan normal dengan menggunakan obat antituberculosis dan keadaan ini tidak diartikan sebagai sebuah komplikasi dari tuberculosis.

Selain abnormalitas secara kuantitas, abnormalitas dari kualitas juga terjadi. Dimana terjadi abnormalitas secara morfologi dari granulosit, abnormalitas dapat berupa peningkatan jumlah segmen-segmen pada nucleus atau dapat berupa dumbbell-shaped nucleus dimana terdapat dua lobus nucleus yang berdekatan dan dihubungkan dengan benang chromatin yang sangat halus. Bentuk dumbbell-shaped nucleus ini disertai dengan perlambatan dari sintesis chromatin yang dan sangat mempengaruhi proses kemotaksis. Gambaran morfologi tersebut pertama kali di temukan oleh Pelger pada tahun 1928 dan proses ini dinamakan sebagai anomali Pelger-Huet. Anomali Pelger-Huet dapat diamati saat infeksi aktif Tuberculosis, dan seiring dengan pengobatan obat antituberculosis fenomena tersebut akan menghilang. Selain infeksi aktif Tuberculosis anomali Pelger-Huet juga dapat diamati pada leukimia akut dan Myelodisplasia. Apabila dalam pemeriksaan secara morfologi ditemukan anomali tersebut, maka harus ditentukan penyebabnya, dan infeksi Tuberculosis harus diikut sertakan sebagai diagnosis banding. Neutropenia terjadi disamping sejumlah mekanisme, meliputi supresi langsung dari granulopoiesis oleh aktivitas sel T. Selain itu, neutropenia dapat diakibatkan oleh banyak faktor yang mengakibatkan anemia pada infeksi individual dengan TB, termasuk kekurangan asam folat dan vitamin B12. Fibrosis sumsum tulang dan kelainan sumsum tulang dapat terlihat. Penyerapan limpa dapat merusak neutrofil, sama seperti jalur sel hematopoietic lainnya. Basofilia dan eosinofilia merupakan respon inflamatori yang normal, dimana keduanya telah secara jelas dideskripsikan sebagai TB. Monosit dan makrofage sebagai jalur sel tunggal yang berpusat menahan berbagai penyakit infeksius, termasuk TB. Jalur monosit / makrofage timbul dari myeloid stem sel dalam sumsum tulang. Bentuk peredarannya dianggap sebagai monosit, ketika makrofag digunakan untuk mengidentifikasi sel yang terdapat pada jaringan, dimana secara spontan merubah respon terhadap inflamasi. Peredaran monosit terekam dengan baik dalam pengaturan inflamasi kronis(35). Selain itu, peredaran monosit dapat bertambah besar dan vacuolated. Perubahan ini terjadi selama spektrum dari transformasi natural monosit ke makrofage. Jalur sel monosit / makrofag bertanggung jawab terhadap pembentukan granulomata (80). Makrofag memperoleh myeloperoxidase aktif secara fungsional oleh fagositosis dari apoptotic neutrophils(73). Proses ini mengakibatkan makrofag memperoleh aktivitas antimikrobial dari granula-granula neutrofilik. Tumpahan sel neutrofil-seperti partikel-partikel yang terdiri dari myeloperoxidase,

lactoferin, antimicrobial peptide dan nuclear debris. Proses pencernaan makrofag pada apoptotic neutrophils mengakibatkan penghambatan pertumbuhan dari mikobakteria intraselular. Dalam keadaan yang berbeda, aktivitas intensif dari makrofage dapat memicu kelainan hemophagocytic syndrome (HPS).Tanda-tanda klinis dari sindrom ini meliputi demam, limpadenopati, hepatosplenomegali, kelainan hati, hipofibrinogenemia, dan hiperferritinemia. Konsekuensi hematologik dari HPS berupa anemia, trombositopenia, dan limfopenia (11). HPS kadang berakibat efektif pada perawatan antituberculous tetapi dapat juga berakibat fatal.Pertukaran plasma terapeutik telah digunakan sebagai modalitas terapeutik tambahan.

Anda mungkin juga menyukai