Anda di halaman 1dari 5

CASE REPORT

Kusumadewi A. Congenital hypertrophyc

CONGENITAL HYPERTROPHYC PYLORIC STENOSIS


Anny Kusumadewi, Ahmadwirawan, Farid Nurmantu
Department of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin University

ABSTRACT
Congenital hypertrophic pyloric stenosis (CHPS) is a disorder in pediatric surgery where severe vomiting requires surgical therapy in infancy. The typical age at presentation is 2 to 8 weeks. This condition is a common cause of gastric outlet obstruction. Vomiting all or most the stomach contents after feeding is the main symptom. The hypertrophic pylorus can be palpated in the right upper quadrant, and has the feel of an olive. Initial management includes fluid resuscitation. The mainstay of treatment is surgical pyloromyotomy as described by Ramstedt. Post operative complications include wound infection, dehiscence, persistent vomiting 28 hours after surgery due to gastric atony, and perforation. In CHPS pyloromiotomi is the best choice. Keywords : congenital hypertrophic pyloric stenosis, vomit, pyloromyotomi

PYLORUS HIPERTROFI STENOSIS KONGENITAL


Pylorus hipertrofi stenosis kongenital (PHSC) merupakan salah satu kelainan di bagian bedah anak dimana permasalahan utamanya adalah muntah dan memerlukan tindakan pembedahan pada bayi. Kejadian itu sering terjadi pada umur 2-8 mg. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh Gastric Outlet Obstruction. Keluhan utama hampir selalu muntah tiap makan. Pylorus hypertropi dapat dipalpasi pada kwadran atas yang teraba seperti buah zaitun. Penatalaksanaan awal dengan resusitasi cairan dan tindakan pyloromyotomi menurut Ramstedt. Komplikasi pos operasi berupa infeksi, dehisense, muntah yang menetap 28 j am oleh atoni gaster dan perforasi. Pada PHSC piloromiotomi merupakan pilihan utama yang apabila dikerjakan dengan tepat maka prognosisnya baik dan tidak akan timbul kekambuhan. Kata kunci: pylorus hipertrofi stenosis kongenital, muntah, Pyloromiotomi

PENDAHULUAN
Pylorus Hipertrofi Stenosis Kongenital ( Congenital Hypertrophyc Pyloric Stenosis ) adalah salah satu kelainan bedah anak yang menyebabkan muntah pada neonatus. Terjadi pada 2-3 per 1000 kelahiran. Kelainan yang terjadi yaitu

adanya hipertrofi otot sirkuler pilorus yang terbatas (jarang berlanjut ke otot gaster). Hal ini menyebabkan penyempitan kanal pylorus oleh kompresi lipatan-lipatan longitudinal dari mukosa dan pemanj angan pylorus.Obstruksi apertura gastrik menyebabkan muntah yang nonbilious dan menyemprot.

86

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June2009

CASE REPORT
Kusumadewi A. Congenital hypertrophyc

Muntah merupakan tanda kegagalan proses pengosongan lambung yang mengakibatkan dehidrasi berat, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, penurunan berat badan dan dapat berlanjut syok. Salah satu penyebab CHPS diduga karena gangguan kordinasi antara gerakan peristaltik gaster dan relaksasi pilorus.1,2,3

didapatkan bayi tampak lemah, denyut jantung 138 kali per menit, pernafasan 36 kali per menit, suhu rektal 36,9 C. Perut datar, tidak terlihat darm contour maupun darm steifung. Tidak teraba massa, tidak nyeri. Perkusi perut timpani, dan bising usus normal. Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan hemoglobin 9,9 gr/dl (sedikit rendah) dengan Natrium 132 mmol/l (sedikit hiponatremi). Hasil ultrasonografi (29/04/ 2008 ): suspek obstruksi pylorus dan hasil foto polos abdomen (30/04/2008): obstruksi pada outlet gaster. Dilakukan pemberian cairan infus NaCl dan dextrose 5 % (KaEn 3B) 300 cc/24 jam (Berat badan 3 kg dan kebutuhan dasar 100 cc/kg BB/hari) dengan mempertahankan pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung dan mengukur jumlah urin untuk keseimbangan cairan. Didapatkan urin jernih, 10 cc per jam. Pada tanggal 14/05/2008 telah dilakukan operasi piloromiotomi dengan anestesi umum. Pada post operasi hari pertama bayi masih muntah. Hasil pemeriksaan darah post operasi leukosit dari 3,40.103/ mm3 menjadi 20.103/mm3 (meningkat), suhu rektal 38,9 C. Pemberian cairan per

KASUS
Bayi laki-laki berumur 1 bulan, berat badan 3 kg,anak pertama, lahir normal pervagina, dengan usia kehamilan 38 minggu. Berat badan lahir tidak diketahui/ tidak ditimbang. Bayi dirujuk di rumah sakit lain dengan keluhan utama muntah pada saat umur satu minggu. Frekuensi muntah kurang lebih 16 kali per hari, mula-mula muntah berwarna kuning tidak menyemprot, dua minggu kemudian menj adi menyemprot. Bayi selalu menangis setelah muntah dan terlihat semakin kurus. Bayi sudah dirawat selama satu minggu di rumah sakit tersebut saat datang RS. W ahidin Sudirohusodo sudah terpasang infus kristaloid dan dextrose 5% (KaEN 3B) dan kateter urine. Pada pemeriksaan fisik

2 1

Gambar 1 : Tumor di daerah epigastrium pada bayi. 1) tumor didaerah epigastrium; 2) peristaltic gaster.

Gambar 2 : Gambaran Ultrasonografi pada CHPS. Keterangan. Tanda panah, tampak gambaran dougnat sign / target bull eye sign

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009

87

CASE REPORT
Kusumadewi A. Congenital hypertrophyc

oral yaitu Dextrose 5% yang dimulai hari kedua post operasi selain cairan infus kristaloid dan dextrose 5% (KaEn 3B) dan antibiotik ceftriakson 75 mg per 12 jam dan metamizol ampul per 12 jam.

DISKUSI

Keadaan ini terjadi sekitar 1-8 per 1000 kelahiran hidup tiap tahunnya. Insiden lebih banyak pada bayi laki-laki sekitar dengan perbandingan 4-6: 1. Predisposisi genetik dari CHPS tidak diketahui tetapi dididuga faktor genetik dan pengaruh lingkungan ikut berperan. Selain itu faktor-faktor lain seperti faktor hormonal dan neural1,4. Finsen (1979) menyatakan bahwa keluarga yang memiliki gen autosom dominan dari CHPS akan menurunkan pada bayinya. Penelitian lain menyebutkan bahwa ibu dengan riwayat CHPS sebelumnya kemungkinan anakanaknya menderita kelainan yang sama empat kali lebih besar dibandingkan bila diturunkan dari ayahnya. Nitrit oksida sintase (NOS) diduga menyebabkan CHPS karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergik sepanj ang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pilorus menjadi hipertofi sehingga menyebabkan disfungsi lambung. Beberapa jenis antibiotik juga diduga menj adi pencetus terj adinya CHPS misalnya pemberian eritromisin pada bayi berumur 3-13 hari pertama untuk pengobatan pertusis. Hal ini diduga karena eritromisin memberi pengaruh langsung pada kerja otot sirkuler pilorus. Kecemasan berlebihan pada ibu hamil yang akan melahirkan bayi pertamanya dapat meningkatkan aktivitas nervus Vagus untuk menghasilkan hormon gastrin diduga mencetuskan terjadinya CHPS pada bayi yang dilahirkannya5,6. Patofisiologi CHPS menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali. Makanan yang

Gambar 3. teknik Operasi pyloromiotomi ( Fredet-Ramstedt ). Insisi di atas serosa pylorus yang hipertrofi dan seluruh otot yang hipertropi dipisahkan

Definisi CHPS terjadi karena penebalan progresif otot pada gastric outlet yaitu pada otot pylorus yang mengalami hipertrofi tanpa hiperplasi (pada lapisan sirkulernya) dan terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Walaupun diagnosis dapat ditegakkan beberapa hari setelah lahir tetapi manifestasi gejala terlihat jelas pada usia 2-6 minggu2,3.

88

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June2009

CASE REPORT
Kusumadewi A. Congenital hypertrophyc

dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai ke duodenum, hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerj a lambung untuk mensekresikan bikarbonat. Pasien dengan CHPS adalah muntah yang proyektil mulai umur 2-3 minggu, muntah tidak pernah berwarna hijau (nonbilious vomiting). Bayi senantiasa menangis sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan karena obstruksi pylorus. Terkadang dijumpai muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit merupakan tanda adanya dehidrasi, hal ini disebabkan karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan karena banyak muntah1,7. Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah dan terus menangis . Pada pemeriksaan fisik didapatkan kontour dan peristatik lambung terlihat di perut bagian atas dan teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan. Keadaan ini mudah terlihat dan teraba waktu bayi diberikan minum sewaktu pemeriksaan 4,7,8. Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah bayi selalu rewel dengan kesan lapar dan selalu ingin minum lagi setelah muntah. Muntah dapat bercampur darah hingga berwarna kecoklatan akibat perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung. Pada stadium lanjut bayi dalam

keadaan dehidrasi, manutrisi, hipokalemi dan alkalosis hipokloremik. Pemeriksaan radiologi yaitu dengan Barium meal maka akan tampak saluran pilorus kecil dan memanjang yang disebut string sign .Pada fluoroskopi tampak pengosongan lambung terlambat, lambung tampak membesar dan jelas terlihat gambaran peristaltik dan pada pemeriksaan ultrasonografi,tampak gambaran dougnat sign / target bull eye sign1,7,8. Diagnosis banding kelainan ini adalah Pilorospasme, yang akan hilang setelah anak diberi spasmolitikum dan prolaps mukosa lambung. Terapi dilakukan setelah perbaikan keadaan umum dahulu dengan pembilasan lambung. Lambung dibilas dengan larutan NaCl fisiologis untuk mengeluarkan sisa barium, dilakukan koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi dan alkalosisnya. Transfusi darah dan atau plasma/albumin diberikan bila terdapat anemi atau defisiensi protein serum. Operasi dilakukan setelah persiapan pra bedah tercapai dan pembedahan yang dilakukan yaitu pyloromiotomi (FredetRamstedt). Setelah pembedahan,bayi sekali-kali muntah dan sembuh sempurna terjadi setelah 2-3 hari pasca bedah. Untuk mencegah residif, piloromiotomi harus dilakukan tuntas dengan cara seluruh bagian otot pylorus yg hipertropi dibelah, termasuk sebagian otot di bagian proksimal1,7,9,10. Nasogastrik dipertahankan 24-48 jam post operasi, intake oral mulai 6 jam post operasi secara sedikit-sedikit dan dalam waktu 24 jam sudah boleh intake penuh. Fungsi pengosongan lambung normal dalam 7 hari. Komplikasi pasca operasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, perforasi dan

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009

89

CASE REPORT
Kusumadewi A. Congenital hypertrophyc

infeksi luka operasi. Perforasi duodenum atau lambung merupakan penyulit yang berbahaya sebab adanya suatu kebocoran enterik dapat menyebabkan nyeri,peregangan perut, demam dan peritonitis,bahkan dapat terjadi sepsis, kolaps vaskuler dan kematian. Jika terjadi perforasi maka perforasi harus diperbaiki dan diberikan antibiotika. Pada CHPS piloromiotomi merupakan pilihan utama. Apabila dikerjakan dengan tepat maka prognosisnya baik dan tidak akan timbul kekambuhan1,2,7. DAFTAR RUJUKAN
1. Brain F. Gilchrist and Marc S.Lessin, Pyloric Stenos is in Lesions of the Stomach in Ashcraft KW, Holcomb G.W, Murphy J.P , ed. pediatric surgery 4 th edition, Philadelphia : Elsevier Saunders. 2005: 407-10 Prasad R. laparascopic Pyloromyotomy. In: Lobe ET, ed. Pediatric Laparascopy, USA : Landes Bioscience; 2003: 51-4 Schulman HM, Love HL, et al. In Vivo Vis ualization of Pyloric Mucosal Hypertrophy in infants with Hypertrophic Pyloric Stenosis. AJR 2001. Available at: http://www.ajronline.org

4.

G ross ER, Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis, In : The Surgery Of Infancy And Childhood Its Principles And Techniques, London: W.B. Saunders Company. 2000: 130-143 Hulka F, Campbell TJ, et al. Pyloric Stenosis. Cite O n: November 2007. Available at: http://www.wikipedia.com Reid R. Janet, Hypertropic Pyloric Stenosis. Cite On : May 2008. Available at: http://www.emedicine.com Farid, Nur Mantu, Stenosis Pilorus , Catatan Kuliah Bedah Anak, Fakultas Kedokteran Univers itas Hasanudin, Makassar. 2003: 74-78 Benson DC, Adelman S. Stomach And Duodenum, Prepyloric And Pyloric Obstruction. In: Ravitch MM, Welch JK, et al. ed. Pediatric Surgery Volume 2,3 th Edition. London: Medical Publisher Inc; 2000: 884-911 Fox.R, Bambini AD. Hypertropic Pyloric Stenosis. In: Arens man MR, et al . editors.Pediatric Surgery, USA: Landes Biosscience. 2000: 85-9

5.

6.

7.

8.

9.

2.

3.

10. Magnuson KD, Schwartz ZM. Stomach And Duodenum. In : Oldham KT, et al. ed.Principles And Practice Of Pediatric Surgery Volume 2,4 th Edition, USA: Lippincott W illiams and W ilkins. 2005: 1150-80

90

The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June2009

Anda mungkin juga menyukai