Analisa Usaha merupakan suatu alat untuk menghitung berapa jumlah biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan suatu budidaya dalam hal ini budidaya penggemukan ternak sapi, dimana akhirnya digunakan sebagai patokan untuk menentukan nilai jual dari suatu produk yang dihasilkan. berikut ini contoh analisa usaha Budidaya penggemukan sapi : Asumsi-asumsi : Lahan yang digunakan merupakan tanah pekarangan yang belum dimanfaatkan dan tidak diperhitungkan untuk sewa lahannya. Sapi bakalan yang dipelihara sebanyak 6 ekor jenis PO dengan harga awal Rp. 7.000.000/ekor dan berat badan sekitar 250 kg/ekor Sapi dipelihara selama 6 bulan dengan penambahan berat badan sekitar 0,7 kg/ekor/hari Kandang yang dibutuhkan seluas 30 M2 dengan biaya Rp. 400.000/M2 Penyusustan kandang 20 % / tahun dengan demikian penyusutan untuk satu periode 10 % Sapi membutuhkan obat-obatan sebesar Rp. 60.000/ekor/periode Tenaga kerja 1 orang dengan gaji Rp. 500.000/bulan Peralatan kandang dibutuhkan sebesar Rp 500.000/tahun, dengan demikian untuk satu periode Rp. 250.000 Kotoran yang dihasilkan selama 1 periode sebanyak 6.000 kg dengan harga Rp. 200/kg Pakan yang diperlukan untuk satu periode HMT 40 kg x 6 x 180 x Rp.100 Konsentrat 3 kg x 6 x 180 x Rp. 1.500 Pakan tambahan 3 kg x 6 x 180 x Rp. 200 A. MODAL USAHA
o o o
Biaya Investasi 1. Pembuatan kandang 30 M2 x Rp. 400.000 2. Peralatan kandang Biaya Variabel 1. Sapi bakalan 6 x Rp. 7.000.000 2. HMT 3. Konsentrat 4. Pakan Tambahan Total Biaya Variabel Biaya Tetap 1. Tenaga Kerja 1 orang x 6 x Rp. 500.000 2. Penyusustan kandang 10 % x Rp. 12.000.000 3. Penyusutan peralatan Total Modal Tetap Rp. 3.000.000 Rp. 1.200.000 Rp. 250.000 Rp. 42.000.000 Rp. 4.320.000 Rp. 4.860.000 Rp. 648.000 Rp. 12.000.000 Rp. 500.000
Rp. 51.828.000
Rp. 4.450.000
TOTAL BIAYA PRODUKSI = Rp. 51.828.000 + Rp. 4.450.000 = Rp. 56.278.000 B. PENERIMAAN Penjualan sapi dan kotoran
Penambahan berat badan 0,7 kg x 180 = 126 kg/ekor/periode dan berat badan sapi sekarang untuk setiap ekor adalah 376 kg, untuk berat keseluruhan adalah 6 x 376 kg = 2.256 kg dengan harga Rp. 32.000/kg. jadi uang yang didapat adalah Rp. 72.192.000 Penjualan kotoran ternak 6.000 x Rp. 200 = Rp. 1.200.000 TOTAL PENERIMAAN = Rp. 72.192.000 + Rp. 1.200.000 = Rp. 73.392.000 KEUNTUNGAN = Rp. 73.392.000 - Rp. 56.278.000 = Rp. 17.000.000
B/C Ratio = Rp. 73.392.000 : Rp. 56.278.000 = 1,3 ( artinya dalam satu periode produksi dari setiap modal Rp. 100 yang dikeluarkan akan diperoleh pendapatan sebanyak Rp. 130 ) BEP ( Break Even Point ) 1. BEP Harga = Total biaya : Berat sapi total = Rp. 56.278.000 : 2.256 = Rp. 24.945 / kg 2. BEP Volume Produksi = Total biaya produksi : Harga jual = Rp. 56.278.000 : Rp.32.000/kg = 1.758 kg Artinya usaha penggemukan sapi ini akan mencapai titik impas jika 6 ekor sapi mencapai berat badan 1.758 kg atau harga jual Rp. 24.945/kg
1.
Kandang ternak
20.000.000
2.
Peralatan
3.000.000
23.000.000
Jumlah (Rp)
1.
12.500.000
2.
25.000.000
3.
5.0000.000
4.
2.000.000 3.000.000
5.
5.00.000
6.
Biaya obat-obatan
1.000.000
6.
350.000
49.350.000
Jumlah (Rp)
1.
74.250.000
2.
1.500.000
75.750.000
Pajak Penghasilan = 26.400.00 Rp 1.250.000,- = Rp 25.150.000,1. Profitabilitas Usaha : (26.400.000 : 75.750.000) x 100% = 34,85%
Berdasarkan analisis usaha pada ayam broiler dapat disimpulkan bahwa dengan skala usaha 5000 ekor per satu siklus produksi diperoleh keuntungan sebesar Rp 26.400.000,- dengan profitabilitas usaha sebesar 34,85% masih diatas tingkat suku bunga pinjaman bank yang rata- rata hanya senesar 4 % per bulan.
1. Analisa Usaha yang saya buat secara umum Analisa Usaha Budidaya Lele A. Biaya Investasi 1. 3 buah terpal ukuran 2 x 3: @Rp. 150.000,- = Rp. 450.000,2. Selang 15 meter @Rp.2.500,- = Rp. 37.500,3. Ember karet 2 buah @Rp.10.000,- = Rp. 20.000,4. Gayung 1 buah @Rp. 5000,- = Rp. 5.000,5. Lamit 1 buah @Rp.15.000,- = Rp. 15.000,Jumlah = Rp. 527.500,B. Biaya Produksi 1. Bibit lele 5000 ekor @Rp.300,- = Rp.1.500.000,2. Pakan selama 3 bulan = Rp. 337.000,3. Obat-obatan selama 3 bulan = Rp. 50.000,4. Tenaga Kerja = Rp. 900.000,6. Biaya Penyusutan/ periode Rp.527.500 : 10 = Rp. 52.750,5. Biaya lain-lain = Rp. 100.000,Jumlah = Rp. 2.939.750,Perkiraan Hasil Panen : 70% x 5000 : 7 = 500 kg x Rp. 7000, = Rp. 3.500.000,Pendapatan = Rp. 3.500.000 2.939.750 = Rp.560.250,BEP = Rp. 2.939.750 : 500 = Rp. 5879.5 Nah, itu analisa usaha secara umum dengan perhitungan 5000 bibit lele yang di tanam. Sekarang analisa usaha yang bener2 gw alami dalam arti kata apa adanya saja.. hehehe... 2. Analisa usaha skala kecil yang saya alami saat ini Biaya investasi 1. Lahan Tanah (saya tanggung) Rp. 0,2. 2 buah terpal ukuran 2 x 3: @Rp. 150.000,- Rp. 300.000,3. Bambu (saya tanggung) Rp. 0,4. Paku 1 kg Rp. 8.000, 5. Tukang (saya sendiri) Rp. 0,-
Jumlah Rp. 308.000,Biaya Produksi 1. Bibit/benih 1000 ekor @Rp.300,- Rp. 300.000,2. Pakan : Pakan bulan pertama 5kg @Rp. 10.000,- Rp. 50.000, Pakan selanjutnya 1Bal @Rp. 180.000,- Rp. 180.000,Biaya obat/lain-lain Rp. 50.000,Jumlah Rp. 580.000,Jumlah modal awal = Rp. 888.000 Diperkirakan panen 1 kolam 150 kg Harga lele /bulan Mei 2008 = Rp. 9.000/kg (harga bisa berubah sewaktu-waktu) 150 X 9.000 = Rp. 1.350.000 Pemasukan/panen = Rp. 1.350.000 Keuntungan/panen = Rp. 1.350.000 - Rp. 888.000 = Rp. 462.000,-
5 6 7
1x5m 15 ltr
1 4 1 Total
3 2 3
Rp. 4.605.000,00
2. Modal Kerja Input Tetap + Input Variabel = Rp. 4.605.000,00 + Rp. 5.132.500,00 = Rp. 9.737.500,00
b. C. 4 5 6
Furadan 2 kg @ Rp. 14.000,00 Ajir 834 Buah @ Rp. 250,00 Perawatan 4 x @ Rp. 75.000,00
5. Out Put. 1) Harga /kg Rp. 15.000,00 2) Rata-rata panen 1x = 120 kg 3) Masa panen 1bln 2 x = 120 x 2 = 240 kg
Out Put Bulanan = 240 kg x Rp. 15.000,00 = Rp. 3.600.000,00 Out Put Tahunan = 240 kg x 12 x Rp. 15.000,00 = Rp. 43.200.000,00 6. Perhitungan - Perhitungan 1) PP (Pendapatan Pengelola) Out Put total Input Total = Rp. 43.200.000,00 Rp. 9.737.500,00 = Rp. 33.462.500,00 2) ROI PP Input Total = Rp. 33.462.500,00 Rp. 9.737.500,00 = Rp. 23.725.000,00 3) BEP Biaya Tetap
1 Biaya Variabel
Hasil Penjualan
Dalam usaha agribisnis tanaman kakao yang telah di analisa tersebut, pengembalian modal sebaiknya di lakukan secara beransur misalkan: Pendapatan perbulan Rp. 3.600.000,00 maka jika pengembalian modal secara beransur, dari pendapatan bulanan di potong untunk membiayai tanaga kerja panen di tambah biayaperawatan serta cicilan pengembalian modal pembelian lahan. Jadi: Rp. 3.600.000,00 Rp. 125.000.000,00 Rp. 75.000,00
= Rp. 3.300.000,00 Rp 250.000,00 (pengembalian modal lahan dlm 1 th) = Rp. 3.050.000,00 Tanaman kakao sampai pada fase TM (tanaman menghasilkan) apabila telah berumur 2 2,5 tahun, pada masa tersebut biaya pemupukan dan perawatan harus di keluarkan, sedangkan biaya obat-obatan, pengajiran, pembelian ajir, serta pembelian bibit, juga pembuatan lubang tanam di keluarkan sebelum tanaman kakao menghasilkan (masih dalam tahap penanaman dan pemeliharaan). Setelah tanaman kakao mencapai pada masa panen atau P1, biaya rutin yang harus di keluarkan adalah biaya perawatan dan biaya pemanenan, serta cicilan pengembalian modal awal.. Tanaman kakao ini masa periode hidupnya 24 26 tahun, jika perawatan di lakukan dengan benar maka buah yang di hasilkan akan selalu stabil, dan coba anda hitung kembali keuntungan yang di dapatkan selama masa tersebut.
FL K
Internal
Kekuatan (Strengths)
Kelemahan (Weaknesses)
Eksternal
- Memiliki SDM yang memadai. - Tersedianya berbagai paket teknologi dari mulai pra panen, panen dan pasca panen yang telah dikembangkan ke
- Terbatasnya ketersediaan lahan yang memadai. - Kurang informasi pasar dalam mengefisienkan sistem tataniaga. - Penerapan teknologi
masyarakat petani pekebun. - Biaya produksi relatif lebih rendah. - Ketersedian lahan dan agroklimat yang sesuai.
Kesempatan (Opportunities)
S-O
W-O Optimalisasi ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam mendukung peningkatan kualitas tanaman dan produk yang dihasilkan. Menumbuh kembangkan fungsi kelembagaan dan kemitraan yang berazaskan kebersamaan ekonomi. Optomalisasi usaha tani dalam luasan skala usaha dan ekonomis baik ditingkat petani maupun usaha menengah dan besar.
- Pengembangan area selain didasarkan pada - Perkembangan konsumsi kakao kesesuaian lahan juga dunia (terutama negara importir) dengan pertimbangan cukup baik sehingga pasar dan memiliki daya kompetitif permintaan baru akan terbuka. dan komparatif secara antar dan intra wilayah - Perkembangan harga rata-rata serta pertimbangan kakao tinggi maka dapat permintaan diasumsikan bahwa pasar/konsumen baik pengembangan agribisnis kakao domestik ataupun dunia. memiliki kecenderungan yang lebih prospektif . - Mengisi dan meningkatkan - Perkembangan konsumsi kakao dunia (terutama negara importir) cukup baik sehingga pasar dan permintaan baru akan terbuka. peluang pasar yang tersedia baik domestik maupun internasional serta mempertahankan pasar yang telah ada melalui berbagai upaya promosi baik dalam dan luar negeri termasuik mendukung agrowisata. - pengembangan iklim usaha yang kondusif untuk investasi dibidang kakao khususnya berupaya kebijakan yang diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.
Ancaman (Treaths)
S-T
W-T
- Penajaman wilayah - Melakukan koordinasi potensial yang dengan berbagai instansi - Perkembangan produksi yang berkelayakan teknis dan terkait dalam rangka besar di negara lain sangat tinggi tanaman dalam upaya legalisasi produk-produk menyebabkan persaingan pasar meningkatkan produktivitas kakao untuk mendapatkan sangat tinggi. nama dagang atau hak paten tanaman dan lahan. dari produk-produk yang - Kelangkaan tenaga kerja. - Mendukung pelestarian bersangkutan. Angkatan kerja di pedesaan lingkungan yang kurang berminat bekerja di berkelanjutan melalui - meningkatkan jaminan perkebunan. perwujudan usaha keamanan berusaha terhadap perkebunan kakao yang segala bentuk penjarahan, perambahan atau aktivita ramah lingkungan serupa lainnya.
I. Pendahuluan
Beras organik merupakan beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa pengaplikasian pupuk kimia dan pestisida kimia. Oleh karena tanpa bahan kimia, beras organik tersebut pun terbebas dari residu pupuk kimia dan pestisida kimia yang sangat berbahaya bagi manusia.
A. BERAS SEBAGAI KOMODITAS STRATEGIS
Beras yang dihasilkan dari tanaman padi merupakan makanan pokok lebih dari separo penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta jiwa dari sekitar tiga miliar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras.
Sementara di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 miliar 100 juta di antaranya pun hidup dari beras. Oleh sebab itu, di negara negara Asia beras memiliki nilai ekonomi sangat berarti. Di Indonesia, beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi. Demikian tergantungnya penduduk Indonesia pada beras maka sedikit saja terjadi gangguan produksi beras, pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat. Kenyataan seperti ini membuat pemerintah orde baru (1967 1998) menjadikan beras sebagai alat tawar menawar politik untuk mempertahankan kekuasaannya. Sebagai komoditas yang bernilai tawar politik sangat tinggi, pemerintah berobsesi untuk berswasembada beras. Segala daya upaya ditempuh agar terwujud target produksi. Intensifikasi pertanian pun efektif diterapkan. Teknologi pertanian melalui bibit unggul, pemupukan, dan pemberantasan hama penyakit diadopsi. Upaya tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tahun 1985 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Atas keberhasilan swasembada beras tersebut, Indonesia pun mendapat penghargaan dari FAO (badan dunia untuk urusan pangan) Untuk meningkatkan produksi hingga tercapai swasembada beras tahun 1985, teknik bercocok tanam tradisional benar benar ditinggalkan. Teknik tersebut dianggap tidak praktis karena hasilnya kurang optimal. Dapat dikatakan hampir 100 % beras yang dikomsumsikan penduduk Indonesia merupakan hasil pertanian modern dengan penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia.
memperhatikan kesehatan dan kelestarian lingkungan. Mereka mulai sadar bahwa selama ini makanan yang dikomsumsi mengandung residu pupuk dan pestisida kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Itulah sebabnya mereka mulai mencari bahan makanan yang diproduksi secara organik sehingga aman dikomsumsi dan sekaligus ramah lingkungan. Dari berbagai keunggulan, dapat dipastikan bahwa nilai ekonomis beras organik menjadi lebih tinggi dibanding beras biasa. Harga beras organik selalu lebih mahal. Beras organik varietas pandan wangi, misalnya, harganya mencapai 3.600,00/kg. Memang selisih harganya tidak banyak, tetapi tetap berada di atas harga beras biasa. Di Massa mendatang prospek bisnis organik semakin cerah dengan munculnya kecenderungan masyarakat mengomsumsi produk produk pertanian yang ditanam secara organik. Bila sekitar 5 % saja dari 200 juta lebih penduduk Indonesia mengomsumsi beras organik, dapat dibayangkan betapa banyaknya kebutuhan beras organik untuk pasar dalam negeri. Dengan asumsi setiap orang. Mengomsumsi beras sebanyak 3 ons per hari maka dapat diperkirakan jumlah beras organik yang dikomsumsi, yaitu sekitar 1,1 juta ton per tahun.
A. PEMILIHAN VARIETAS
Tidak semua varietas padi cocok untuk dibudidayakan secara organik. Padi hibrida cocok ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan penyakit tertentu, tetapi umumnya padi hibrida hanya dapat tumbuh dan diproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah banyak. Tanpa pupuk kimia, padi tersebut tidak akan tumbuh subur dan berproduksi optimal. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas alami. Agar berproduksi optimal, jenis padi ini tidak menuntut penggunaan pupuk kimia. Memang dampak pertanian yang hanya menggunakan varietas unggul atau hibrida adalah merosotnya keanekaragaman hayati varietas alami. Untunglah dari berbagai survei diperoleh bahwa masih ada
beberapa tempat di Indonesia yang sawah petaninya ditanami padi varietas alami. Oleh karena itu, untuk keperluan penanaman padi organik, petani tidak terlalu sulit mendapatkan benihnya. Padi varietas alami yang dapat dipilih untuk ditanam secara organik antara lain adalah rojolele, mentik, pandan, dan lestari. Di Indonesia, padi rojolele merupakan padi berkualitas terbaik untuk dikomsumsi sehingga hargannya pun paling mahal. Sebagai gambaran, harga beras rojolele di pasar swalayan beberapa kota besar di Indonesia pernah mencapai Rp 20.000,00 Rp 25.000,00 per kg saat harga beras umumnya mengalami tingkat tertinggi, yaitu sekitar permulaan tahun 2000. Padahal harga beras biasa saat itu hanya berkisar Rp3.000,00 Rp 5.000,00 per kg. Sayangnya padi rojolele tergolong berumur dalam, yaitu dipanen setelah berumur 150 hari atau lima bulan sejak ditanam. Sementara padi pandan, lestari, dan mentik berumur genjah, yaitu hanya sekitar 100 hari atau sekitar tiga bulan sudah dapat dipanen. Memang kualitas padi pandan, lestari dan mentik tidak sebagus padi rojolele, tetapi masih banyak konsumen yang menyukainya karena rasanya pulen dan empuk.
B. PEMBENIHAN
Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budi daya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Pembenihan pada budi daya padi secara organik pada dasarnya tidak berbeda dengan pembenihan pada budi daya padi biasa. 1. Seleksi benih Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Bila pemilihan benih tidak baik, hasilnya tidak akan baik walaupun perawatan seperti pemberian pupuk dan pemberantasan hama penyakit sudah dilakukan dengan benar, Semua usaha perawatan tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan bila yang ditanam adalah benih jelek. Untuk itulah, seleksi benih harus dilakukan dengan cermat dan sebaik baiknya. Umumnya benih dikatakan bermutu bila jenisnya murni, beras,kering, sehat, bebas dari penyakit, dan bebas dari cmpuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki. Benih yang baik pun harus tinggi daya kecambahnya, paling tidak harus mencapai 90 %. Benih dengan kriteria tersebut biasanya mampu menghasilkan tanaman yang sehat, kekar, kokoh, dan pertumbuhan seragam. 2. Kebutuhan benih Salah satu kebutuhan yang umum dilakukan petani Indonesia, tetapi sudah dianggap biasa adalah penggunaan benihyang berlebihan. Petani biasanya menyediakan benih sampai sekitar 45 kg untuk setiap hektar tanah yang akan ditanaminya. Perhitungan sederhana berikut membuktikan bahwa jumlah benih tersebut jauh di atas kebutuhan sebenarnya. Dengan asumsi jarak tanam rata rata 25 cm x 25 cm maka setiap hektar sawah dapat memuat 160.000 rumpun bibit padi. Bila setiap rumpun terdiri dari rata rata 4 bibit padi maka
jumlah butir gabah yang diperlukan sebanyak 640.000. berat gabah bernas sebanyak itu hanyalah sekitar 20 25 kg saja. Dengan asumsi daya tumbuh 90 % maka jumlah benih yang dibutuhkan maksimal hanya 30 kg. Berlebihnya penyediaan benih padi juga berpengaruh terhadap mutu bibit yang dihasilkan. Oleh karena terlalu banyak maka saat ditebar di atas persemaian, benih benih akan tersebar sangat berdekatan atau bahkan berimpitan satu dengan lainnya. Akibatnya bibit akan tumbuh saling berjejal sehingga sinar matahari tidak dapat menembus ke sela selanya. Kondisi ini dapat menjadikan bibit tumbuh memanjang dan lemah sehingga saat dipindahkan ke lahan akan ada banyak yang mati. Untuk memperoleh bibit yang sehat dan kokoh, jumlah ideal benih yang disebarkan sekitar 50 60 g/m2. Dengan jumlah tersebut benih akan tersebar dalam jarak yang cukup untuk memberikan keleluasaan bagi bibit tumbuh sehat dan kokoh. Dalam perhitungan lebih lanjut, perbandingan luas tanah untuk pembenihan dengan lahan tanam adalah 3 : 100. Artinya, bila sawah seluas 1 hektar maka bagian sawah sebagai tempat pembenihan cukup sekitar 35 m2
3. Penyiapan tempat pembenihan Menyiapkan tempat pembenihan pada prinsipnya sama dengan menyiapkan lahan penanaman. Bagian sawah yang akan digunakan untuk pembenihan dicangkul merata sedalam kira kira 30 cm. Selanjutnya tanah dihaluskan dengan cara pencangkulan ulang menjadi bagian bagian yang lebih kecil dan selanjutnya diinjak injak sampai lumer. Bersamaan dengan penghalusan ini, lahan sawah dapat ditambahkan pupuk kandang yang sudah matang sebanyak 40 kg setiap 35 m2 dengan cara ditebar merata. Selanjutnya pupuk kandang tersebut diinjak injak sehingga menyatu dengan tanah. Bila tanah tidak tidak cukup subur (dapat dilihat dari tingkat kesuburan tanaman sebelumnya), jumlah pupuk kandang yang diberikan dapat ditingkatkan menjadi 100 kg per 35 m2. Cara pemberiannya sama dengan pada tanah subur. Pada keempat sisi dan tengah tempat pembibitan, harus dibuatkan parit sebagai tempat untuk mengeluarkan kelebihan air. Parit sangat dibutuhkan karena air yang menggenang cukup tinggi di persemaian akan berakibat turunnya mutu bibit yang dihasilkan. Salah satu akibatnya adalah pertumbuhan perakaran bibit tidak sempurna karena suhu di dalam tanah terlalu rendah. Penyiapan tempat untuk pembibitan ini dilakukan kira kira seminggu sebelum benih disebarkan. 4. Mengecambahkan benih Benih yang sudah terseleksi selanjutnya dikecambahkan dahulu sebelum disebar di persemaian. Caranya, benih direndam dalam air bersih selama sekitar dua hari sehingga menyerap air. Air pada benih ini akan digunakan dalam proses perkecambahannya. Bersamaan dengan perendaman benih, dapat sekaligus dilakukan pemilahan. Benih yang hampa akan mengapung di permukaan air, sedangkan benih bernas akan tenggelam. Hanya benih bernas saja yang dipilih untuk dikecambahkan. Sementara benih yang mengapung tidak dipilih.
Setelah direndam selama dua hari, benih diangkat dan diperam sekitar dua hari agar berkecambah. Pemeraman dilakukan dengan cara dihamparkan di atas lantai dan kemudian ditutup karung goni basah. Selain cara ini, pemeraman dapat dilakukan dengan cara benih dimasukkan dalam karung plastik dan ditutup rapat. Benih yang baik biasanya sudah mulai berkecambah hanya dalam waktu sehari. 5. Menyebarkan benih Benih yang sudah berkecambah disebarkan secara hati hati ke permukaan tanah persemaian. Usahakan benih tersebar merata dan tidak tumpang tindih. Benih tidak perlu harus terbenam ke dalam tanah. Biasanya benih yang terbenam justru dapat terinfeksi patogen penyebab busuk kecambah.
C PENYIAPAN LAHAN
Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka akan makin banyak unsur hara dalam koloid yang dapat larut. Keadaan ini akan berakibat makin banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman. Butiran tanah yang lunak dan halus ini lazim disebut koloid. Di dalam koloid ini terikat bermacam macam unsur hara yang penting bagi tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S),magnesium (Mg), besi (Fe) dan kalsium (Ca). Oleh karena itu, bila pengolahan tanah sawah makin sempurna maka makin halus tanah tersebut sehingga jumlah koloid tanah makin banyak. Akibatnya, unsur hara yang terikat akan makin banyak sehingga tanah makin subur. Langkah awal pengolahan tanah sawah adalah memperbaiki pematang sawah. Perbaikan pematang sawah dilakukan dengan cara ditinggikan dan lubang lubang ditutup kembali. Adanya lubang memungkinkan air dapat keluar dari lahan. Padahal, lahan penanaman ini harus tergenang air selama seminggu sebelum pengolahn tanah selanjutnya. Setelah direndam selama seminggu, biasanya tanah sudah lunak dan pembajakan dapat segera dilakukan. Pembajakan sawah dapat menggunakan traktor atau cara tradisional dengan tenaga hewan (biasanya memanfaatkan kerbau). Kedua cara tersebut dapat dipilih asalkan tujuan pembajakan dapat tercapai, yaitu pembalikan tanah. Selain untuk pembalikan tanah, pembajakan pun bermanfaat untuk memberantas gulma. Dengan pembajakan , tanaman pengganggu dan biji biji padi akan terbenam dan terurai. Dari dua pilihan cara pembajakan sawah, menurut pengalaman petani organik, cara pembajakan secara tradisional memberikan hasil lebih baik. Mungkin hal ini terjadi karena mata bajak tradisonal akan lebih dalam masuk ke dalam tanah sehingga pengolahan menjadi lebih sempurna. Tingkat
kedalaman pengolahan tanah ada hubungannya dengan produktivitas. Pada kedalaman tertentu, produksi padi akan maksimal seperti tampak pada Tabel I. Dari Tabel I tampak bahwa makin dalam pengolahan tanah maka makin bagus produkstivitas padi yang ditanam. Namun demikian, pada kedalaman 32 cm hasilnya justru menurun. Hal ini menunjukkan
8 12 16 20 24 28 32
Sumber : Hadrian Siregar, 1987 Bahwa lapisan bunga tanah (top soil) yang merupakan lapisan tanah subur memang terbatas. Pengolahan tanah terbaik adalah pada kedalaman sekitar 30 cm. Setelah dibajak, tanah sawah kembali dibiarkan selama seminggu dalam keadaan tergenang air. Penggenangan air ini dilakukan agar proses pelunakan tanah berlangsung sempurna. Seminggu kemudian tanah dapat dibajak kembali agar bongkahan tanah menjadi makin kecil. Pembajakan kedua ini pun dapat diganti dengan pencangkulan. Prinsip pembajakan kedua ini adalah agar bongkahan tanah menjadi makin kecil. Pada pembajakan yang kedua ini pemberian pupuk dasar dapat dilakukan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha sawah. Pemberian pupuk kandang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga menyatu dengan tanah.
Sebelum pembajakan sawah kedua, pemberian pupuk dasar dapat dilakukan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang matang sebanyak 5 ton/ha sawah. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan dengan cara ditebarkan merata ke seluruh permukaan lahan, lalu dibiarkan selama empat hari. Empat hari kemudian tanah dibajak agar menyatu dengan pupuk kandang. Lahan yang sudah dibajak kedua kalinya dibiarkan tergenang kembali selama empat hari. Empat hari kemudian, lahan digaru dengan cara tradisional (garu yang ditarik dengan kerbau) atau cara modern (dengan traktor). Penggaruan tanah bertujuan agar tanah menjadi rata dan rerumputan yang masih tertinggal dapat terbenam ke dalam tanah. Setelah itu, kembali lahan dibiarkan tergenang selama empat hari. Empat hari setelah digaru, tanah sudah menjadi lumpur halus dan pupuk kandang sudah menyatu sempurna dengan tanah. Pada saat ini penanaman bibit dapat dilakukan. Namun, bila lahan belum menjadi lumpur halus maka proses pelumpuran dapat kembali dilakukan. Caranya, tanah diinjak injak sedemikian rupa sehingga benar benar menjadi lumpur halus. Penginjakan tanah ini pun bertujuan agar permukaan tanah menjadi rata sehingga proses penanaman bibit akan mudah dilakukan. Setelah lahan benar benar dalam kondisi siap tanam, di tengahnya dibuatkan alur memanjang sepanjang lahan dengan lebar sekitar 50 cm sebagai saluran keluar masuknya air.
D. PENANAMAN
Bila sudah siap ditanami dan bibit di persemaian sudah memenuhi syarat maka penanaman dapat segera dilakukan.Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5 6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama penyakit, serta jenisnya seragam. Umur bibit berpengaruh terhadap produktivitas. Varietas genjah (100-115 hari), umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 18 21 hari. Varietas sedang (sekitar 130 hari), umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 21 25 hari. Sementara varietas dalam (sekitar 150 hari), umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 30 45 hari. Jarak tanam di lahan pun mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas padi. Penentuan Jarak tanam sendiri dipegaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam harus lebih dibanding tanah kurang subur. Jarak tanam yang paling banyak digunakan petani di Indonesia adalah 25 cm dan 30 cm x 30 cm. Jumlah bibit yang dimasukkan ke dalam setiap dapur atau rumpun adalah 3-4, tergantung kondisi bibit dan sifat varietas. Bila kondisi bibitnya kokoh dan sehat serta varietasnya berumpun banyak maka setiap rumpun cukup ditanam sebanyak tiga bibit saja. Namun, bila keadan bibitnya kurang kokoh dan varietasnya merumpun sedikit maka setiap rumpunnya sebanyak empat bibit.
Umumnya sebagian besar petani di Indonesia kurang memperhatikan kedalaman bibit saat dibenamkan ke lahan. Kedalaman yang sering digunakan hanya didasarkan pada pengalaman selama bertahun tahun menjadi petani. Di banyak tempat sering terjadi bibit dibenamkan terlalu dalam, terlebih pada tanah yang melumpur lunak sempurna. Padahal bibit yang terlalu dalam dibenamkan akan berakibat pada berkurangnya jumlah anakan tanaman. Ini terjadi karena semakin dalam pembenamannya maka akan semakin kurang suhu tanahnya sehingga mata tunas yang ada di bagian bawah bibit tidak akan
Kedalaman
2,5 cm 5,0 cm 7,5 cm
Jumlah Bulir/Rumpun
9,7 9 8,7
Hasil Gabah/1,5 m
memperoleh rangsangan untuk membentuk anakan, Tabel 2 menunjukkan pengaruh kedalaman pembenaman bibit terhadap hasil panen. Dari Tabel 2 tampak bahwa produkstivitas tertinggi dicapai pada pembudidayaan padi dengan bibit yang ditanam sedalam 5 cm. Oleh karena dalam praktik sulit menentukan kedalaman bibit 5 cm maka sebagai patokan adalah bibit sudah terbenam sekitar dua buku jari tangan.
Budidaya padi organik tidak hanya aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia, tetapi secara ekonomis juga lebih menguntungkan dibanding budi daya padi non-organik. Berikut ini disajikan perbandingan analisis usaha budi daya padi organik dan non-organik. Dengan membandingkan hasil analisis dari kedua cara budi daya tersebut maka petani diharapkan dapat menyimpulkan sendiri suatu cara budi daya yang terbaik. Analisis ini dibuat untuk luasan lahan I hektar. Nilai atau harga yang digunakan berlaku untuk daerah Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, pada awal tahun 2002. A. BIAYA OPERASIONAL Biaya operasional pembudidayaan padi organik dan non-organik merupakan biaya yang dikeluarkan selama budi daya padi ini dilakukan. Adapun biaya operasional tersebut dapat dilihat pada tabel 4. TABEL 4. BIAYA OPERASIONAL PEMBUDIDAYAAN PADI SECARA ORGANIK DAN NONORGANIK
Uraian
Benih 30 kg Pupuk dasar: - Pupuk kandang/kompos 5 ton Pupuk susulan : - Urea 500 kg - KCl 250 kg - TSP 250 kg - Pupuk kandang/kompos 200 kg - Pupuk Organik cair Pestisida : - Pestisida Organik - Pestisida Kimia Tenaga Kerja - Pengolahan lahan (borongan) - Penanaman (borongan) - Penyuluhan 5 HKP - Pengolahan tanah ringan 10 HKP - Penyiangan 25 HKP
150.000,00 750.000,00 150.000,00 50.000,00 50.000,00 250.000,00 250.000,00 50.000,00 100.000,00 250.000,00 20.000,00 100.000,00 775.000,00 180.000,00 250.000,00
150.000,00 600.000,00 432.500,00 500.000,00 750.000,00 250.000,00 250.000,00 50.000,00 100.000,00 250.000,00 40.000,00 100.000,00 775.000,00 180.000,00 250.000,00
- Pemupukan - Penyemprotan 10 HKP - Pemanenan ( borongan ) - Pascapanen (perontokan) 18 HKP - Penggilingan gabah (ongkos
huller)
Jumlah
3.375.000
4.677.500,00
Pada Tabel 4 tampak bahwa biaya operasional penyediaaan benih hingga penanaman padi organik dan non-organik tidak berbeda. Perbedaan mulai tampak pada pemupukan. Bila pada budi daya non-organik sama sekali tidak menggunakan kompos hingga senilai Rp. 750.000,00. Namun, untuk pemupukan susulan pada budi daya organik masih lebih hemat dibanding budi daya non-organik. Secara keseluruhan, biaya pemupukan pada budi daya padi organik hanya 61,9 % (RP 950.000,00) dibanding padi non-organik 100 % (Rp 1.532.500,00). Perbedaan mencolok lainnya adalah biaya untuk pengadaan pestisida pada budi daya padi nonorganik sangat tinggi (Rp750.000,00 atau 100 %) dibanding pada budi daya organik (Rp 50.000,00 atau 6,6 %). Ini terjadi karena akhir akhir ini harga pestisida kimia melonjak akibat krisis moneter yang berkepanjangan. Sementara biaya tenaga kerja tidak ada perbedaan yang cukup berarti, hanya terjadi pada pemupukan. Secara keseluruhan biaya operasional budi daya padi organik per hektar adalah Rp 375.000,00, sedangkan non-organik adalah Rp 4.677.500,00. Di sini tampak adanya penghematan Rp 1.322.500,00 untuk pembudidayaan padi secara organik. B PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN Dengan asumsi tidak terjadi puso dimakan hama dan penyakit, setiap hektar sawah akan mampu menghasilkan gabah kering giling 7,5 ton, baik untuk penanaman secara organik maupun non-organik. Setelah digiling, beras yang dihasilkan sebanyak 4,5 ton/ha. Bila harga beras organik Rp 3.600,00/kg maka pendapatannya sebesar Rp 16.600.000,00. Dengan demikian, keuntungan budi daya padi secara organik sebesar Rp 13.225.000,00. Sementara itu, bila harga beras nonorganik Rp 3.200,00/kg maka 14.400.000,00/kg sehingga keuntungannya hanya Rp 9.722.500,00/ha. C. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usaha budi daya padi secara organik. Pembahasan mengenai analisis finansial ini terdiri dari BEP (break event point), B/C (benefit cost) ratio, dan ROI (return of investment). Untuk membedakan kelayakannya, pembahasannya dilakukan untuk beras organik dan beras non-organik. 1. Beras organik pendapatan petani sebesar Rp
a. BEP (break event point) Suatu usaha budi daya dikatakan berada pada titik BEP berarti besarnya hasil sama dengan modal yang dikeluarkan atau sering disebut titik impas usaha atau balik modal. Perhitungan BEP ada dua, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga produksi. BEP volume produksi = Biaya operasional Harga produksi = Rp 3.375.000,00 Rp 3.600,00/kg = 937,5 kg Artinya, titik balik modal usaha budi daya padi organik akan tercapai pada tingkat volume produksi sebanyak 937,5 kg untuk sekali panen. BEP volume produksi = Biaya operasional Jumlah produksi = Rp 3.375.000,00 Rp 4.500 kg = Rp 750,00/kg. b. B/C (benefit cost) ratio B/C ratio merupakan suatu ukuran perbandingan antara hasil penjualan dengan biaya operasioanl. Dengan B/C ratio akan diperoleh ukuran kelayakan usaha. Bila nilai yang diperoleh lebih dari satu maka usaha dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan. Namun, bila kurang dari satu maka usaha tersebut dikatakan tidak layak. B/C ratio = Hasil penjualan Biaya oprasional = Rp 16.600.000,00 Rp 3.375.000,00 = 4,91 Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 16.600.000,00 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 4,91 kali lipat sehingga sangat layak untuk diusahakan.
c. ROI (return of investment) Analisis ROI (return of investment) merupakan ukuran perbandingan antara keuntungan dengan biaya operasional. Analisis ini digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal. ROI = Keuntungan x 100 %
Biaya operasional = Rp 13.225.000,00 x 100 % Rp 3.375.000,00 = 391,8 % Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100,00 akan dihasilkan keuntungan sebesar Rp 391,80 sehingga penggunaan modal untuk usaha ini sangat efisien. 2. Beras non-organik a. BEP (break event point) BEP volume produksi = Biaya operasional Harga produksi = Rp 4.677.500,00 = 1,461,7 kg Rp 3.200,00/kg Artinya, titik balik modal usaha budi daya padi non-organik akan tercapai pada tingkat volume produksi sebanyak 1.461,7 kg untuk sekali panen. BEP volume produksi = Biaya operasional Jumlah produksi = Rp 4.677.500,00 = 1,039,40 kg 4.500 kg Artinya, titik balik modal tercapai bila harga beras non-organik yang diperoleh dijual dengan harga Rp 1.039,40/kg. b. B/C (benefit cost) ratio B/C ratio = Hasil penjualan
Biaya operasional = Rp14.400.000,00 = 3,07 Rp 4.677.500,00 Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 14.400.000,00 akan diperoleh hasil penjualan sebesar 3,07 kali lipat sehingga sangat layak untuk diusahakan. c. ROI (return of investment) ROI = Keuntungan x 100 %
Biaya operasional = Rp 9.722.500,00 x 100 % Rp 4.677.500,00 = 207 % Artinya, dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100,00 akan dihasilkan keuntungan sebesar Rp 207,00 sehingga penggunan modal untuk usaha ini sangat efisien. D. KESIMPULAN ANALISIS Dari hasil analisis finansial, budi daya organik masih lebih layak dibanding non-organik. Ini dapat dilihat dari titik impas volume dan harga produksi beras organik jauh lebih kecil dibanding beras non-organik. Pembiayaan budidaya organik pun lebih rendah dari budi daya non-organik walaupun produksi beras tetap sama. Untuk perhitungan B/C ratio, budi daya organik masih lebih besar dibanding non-organik, yaitu 4,91 (keuntungan hampir lima kali) dan 3,07 (keuntungan tiga kali).Sementara untuk perhitungan ROI, diperoleh angka 391,8% pada budi daya organik dan 207 % pada budidaya non-organik. Angka ini pun menunjukkan keuntungan yang diperoleh dari budi daya padi secara organik hampir dua kali lipat keuntungan budi daya padi secara non-organik. Dengan demikian modal usaha akan lebih cepat kembali pada pembudidayaan padi secara organik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa selain aman untuk dikonsumsi manusia dan ramah terhadap lingkungan, budi daya padi secara organik ini pun memberikan tingkat kelayakan usaha yang jauh lebih tinggi dibanding budi daya padi secara non-organik.