Anda di halaman 1dari 76

MAKALAH

STRUMA

Penyusun : Dr. dr. Koernia Swa Oetomo, SpB. FINACS(K)TRAUMA.FICS

SMF BEDAH RSU HAJI SURABAYA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan rahmat dan hidayahNya sehingga saya telah dapat menyelesaikan makalah STRUMA. Makalah ini berisi tentang anatomi, patofisiologi, diagnosa, dan penatalaksanaan Struma. Selama penyusunan makalah ini, penyusun telah banyak mendapatkan bantuan yang tidak sedikit dari beberapa pihak, sehingga dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman sejawat dokter bedah di SMF Bedah RSU Haji Surabaya yang telah mau berbagi pengalaman dalam menangani kasus Struma. Penyusun menyadari bahwa selama dalam penyusunan mmakalah ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah. Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan teman-teman semua di masa yang akan datang.

Surabaya, Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4 2.1 Embriologi ......................................................................................................... 4

2.2 Anatomi..................................................................................................................... 5 2.3


2.4

Histologi ............................................................................................................. 9 Fisiologi ................................................................................................................ 10

2.5 Definisi.................................................................................................................... 22 2.6 Patogenesis.............................................................................................................. 23 2.7 Klasifikasi ............................................................................................................... 25 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 Diagnosa ........................................................................................................... 30 Penatalaksanaan. ............................................................................................ 46 Struma Non Toksik ......................................................................................... 48 Struma Toksik ................................................................................................. 53 Tumor............................................................................................................... 59 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas. .................................................. 68

ii

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 69

iii

BAB I BAB I PENDAHULUAN

Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa.7 Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. 7 Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.8 Sistem endokrin adalah sistem kelenjar penghasil mediator kimia yang bekerja jauh dari sistem atau organ asalnya, yang disebut hormon. Berbeda dengan sistem endokrin, sekret dari sistem ini dicurahkan langsung ke peredaran darah tanpa melalui saluran atau duktus. Yang termasuk kelenjar endokrin adalah hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior dan posterior, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, pulau Langerhans pancreas, korteks dan medulla kelenjar suprarenal, ovarium, testis, dan sel endokrin di saluran cerna yang disebut precursor uptake and decarboxylation (APUD).26 Ilmu bedah endokrin adalah ilmu bedah yang mempelajari pembedahan pada pembesaran gangguan fungsi atau tumor kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin dapat menghasilkan hormon secara berlebihan, seperti pada penyakit Graves yang terjadi akibat hiperfungsi kelenjar tiroid, atau menghasilkan terlalu sedikit hormon, seperti pada miksedema sebagai akibat hipofungsi kelenjar tiroid. Kelenjar endokrin juga dapat membesar atau mengecil, atau berubah menjadi neoplasma. Keadaan tersebut dapat terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri. Kelainan endokrin mempunyai cirri khusus, yaitu kelainannya dapat berupa gangguan fungsi kelenjar saja tanpa kelainan anatomi. Gejala dan tanda umum

yang timbul pada sistem atau organ di tempat lain tidak bersifat spesifik. Pemeriksaan kelainan fungsi ini sangat bergantung pada interpretasi hasil pemeriksaan biokimia dan hormon, dan sering tidak bergantung pada hasil pemeriksaan terhadap kelenjar itu sendiri.26 Pembedahan kelenjar endokrin biasanya ditujukan untuk memperbaiki atau mengembalikan fungsi normal kelenjar. Misalnya hiperplasia kelenjar paratiroid yang memperlihatkan gejala hiperkalsemia akibat supresi parathormon berlebihan yang dapat didiagnosis semata-mata berdasarkan pemeriksaan biokimia khusus. Pembedahan ditujukan untuk mengambil sebagian jaringan kelenjar untuk mengurangi kelebihan sekresi hormon. Pembedahan dikatakan berhasil bila kadar kalsium serum kembali ke batas normal. Jika reseksi tidak adekuat, hiperkalsemia akan tetap ada. Sebaliknya jika terlalu banyak, kelenjar paratiroid yang diangkat, akan terjadi hipoparatiroidisme. Pembedahan endokrin menuntut kerja sama yang baik antara dokter spesialis bedah, dokter spesialis endokrinologi, dan dokter ahli biokimia.26 Kelenjar tiroid termasuk bagian tubuh yang jarang mengalami keganasan yaitu sekitar 3-5 persen dari semua tumor maligna. Tetapi diantara kelenjar endokrin, keganasan tiroid termasuk jenis keganasan kelenjar endokrin yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 90 persen. Insidensnya lebih tinggi di negara dengan struma endemik, terutama jenis yang tidak berdiferensiasi. Kanker tiroid didapat 1 persen dari seluruh penyakit keganasan dan menempati urutan petama keganasan kelenjar endokrin. Insidens kanker tiroid sampai saat ini di Indonesia belum didapati, hanya saja pada registerasi patologi menempati urutan ke-9 dari 10 keganasan tersering.26 Struma nodosa atau struma endenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium dan merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Struma nodosa ditemukan secara incidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktoria, biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.19 Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotoridisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinodular yang tidak berfungsi.19,26

Degenerasi jaringan tidak menyebabkan kista atau adenoma karena pertumbuhannya yang sering berangsur angsur hingga struma menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher, sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya, tanpa adanya gangguan. Struma nodosa merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16% perempuan dan 4% laki laki yang berusia antara 20 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penelitian. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung menjadi berdebar debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan kelelahan. Pada umum nya kelainan kelainan yang dapat menampakkan diri sebagai struma nodosa seperti tiroiditis. 19,26 Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang lain seperti sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus,, termografi, dan petanda Tumor (tumor marker).12 Terapi struma antara lain strumektomi dilakukan jika struma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanis, bisa dengan L tiroksin diberikan bila terdapat nodul hangat, dimana terapi ini diberikan selama 4 5 bulan, bisa dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk mengetahui apakah ada keganasan atau tidak.12

BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Embriologi Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran pada minggu ke 4.

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh dan mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melapaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berasal dari foramen sekum di basis lidah. Jaringan endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobi.5,26 Kemudian, pada masa embrional minggu ke 7, kelenjar tiroid sudah turun, dan posisi terakhirnya berada di ventral trakea, setingkat vertebra servikal C5, C6, dan C7 serta vertebra torakal T1, sedangkan duktus triglosus rudimenter kadang masih tersisa, yang kemudian bisa kita jumpai sebagai lobus piramidalis, yang terletak di isthmus menuju hioid (50%).13,26 Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian kegagalan tertutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus. Persistensi duktus tiroglosus dapat berupa kista duktus tiroglosus, tiroid lingual, atau tiroid servikal. Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid substernal. Sisa ujung kaudal duktus tiroglosus ditemukan pada lobus piramidalis yang menempel pada ismus tiroid. Brachial pouch keempatpun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid, dan merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel-C yang memproduksi kalsitonin. 5,26

Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin, dan pada minggu ini folikel tiroid pertama mulai terisi koloid. 5,26 2.2 Anatomi Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di depan laring.6,26

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid (http://www.prioritasnews.com/2012/08/28/gangguan-metabolisme-akibathipertiroid/ (online) diakses tanggal 20 Maret 2013.).

Kelenjar tiroid terletak di leher depan setinggi vertebra cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6.9 Kelenjar tiroid mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. 5

Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi ( 5 ml/menit/gram tiroid).5,10,26 Glandula thyroidea menghasilkan tiroksin, hormon yang mengatur derajat metabolismee. Glandula thyroidea juga membentuk kalsitonin, hormon yang diperlukan untuk metabolismee kalsium. Glandula thyroidea terletak di belakang musculus sternothyroideus dan musculus sternohyoideus setinggi vertebra cervicalis V sampai vertebra thoracica I. Kelenjar ini terdiri dari lobus dexter dan lobus sinister yang terletak anterolateral terhadap larynx dan trachea. Kedua lobus dihubungkan oleh isthmus yang biasanya terletak di depan cartilagines tracheales II-III. Sebuah lobus pyramidalis dapat berasal dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri dari bidang median. Glandula thyroidea terbungkus dalam capsula fibrosa yang tipis dan memancarkan sekat-sekat ke dalam jaringan kelenjar. Di sebelah luar capsula fibrosa ini terdapat selubung longgar yang berasal dari fascia pretrachealis fasciae cervicalis profundae. Glandula thytoidea melekat pada cartilago cricoidea dan cartilagines tracheales atas dengan perantaraan jaringan ikat padat.11,15

Gambar 2. Anatomi kelenjar tiroid (Ellis Harold. 2006. Part 5 The Head and Neck. Clinical Anatomy applied anatomy for students and junior doctors. Elevanth edition. Australia : Blackwell. pp: 265).

Gambar 3. Anatomi tiroid dan struktur disekitarnya (Snell Richard. 2006. The Endocrine System. Clinical Anatomy by System. London : Lippincott Williams & Wilkins. pp : 416.)

Glandula thyroidea yang vaskularisasinya amat luas, memperoleh darah dari arteria thyroidea superior dan arteria thyroidea inferior. Pembuluhpembuluh ini terletak antara capsula fibrosa dan fascia pretrachealis fasciae cervicalis profundae. Arteria thyroidea superior, cabang pertama arteria carotis externa, melintas turun ke kutub atas masing-masing lobus glandula thyroidea, menembus fascia pretrachealis, dan membentuk ramus glandularis anterior dan ramus glandularis posterior. Arteria thyroidea inferior cabang truncus thyrocervicalis, melintas ke superomedial di belakang sarung karotis ( carotid sheath) dan mencapai aspek posterior glandula thyroidea. Arteria thyroidea inferior terpecah menjadi cabang-cabang yang menembus fascia pretrachealis fasciae cervicalis profundae dan memasok darah kepada kutub bawah glandula thyroidea.5,6,14,26 Tiga pasang vena thyroidea biasanya menyalurkan darah dari pleksus vena pada permukaan anterior glandula thyroidea dan trachea. Vena thyroidea superior menyalurkan darah dari kutub atas; vena thyroidea media menyalurkan darah dari bagian tengah kedua lobus, dan vena thyroidea inferior menyalurkan darah dari kutub bawah. Vena thyroidea superior dan vena thyroidea media bermuara ke

dalam vena jugularis interna, dan vena thyroidea inferior ke dalam vena brachiocephalica. Saraf-saraf glandula thyroidea berasal dari ganglion cervical superius, ganglion cervical medium dan ganglion cervical inferius. Saraf-saraf ini mencapai glandula thyroidea melalui nervus cardiacus, nervus laryngeus superior, dan nervus laryngeus inferior, serta nervus-nervus sepanjang arteri-arteri tiroid. Beberapa serabut bersifat vasomotoris. 14,26

Gambar 4. Anatomi tiroid dan vaskularisasi (Netter, Frank H. 2006. Atlas of Human Anatomy edition 4 th. Philadephia: W.B. Saunders. pp : 68)

Pembuluh limfe glandula thyroidea melintas di dalam jaringan ikat antarlobul, seringkali mengitari arteri-arteri, dan berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke nodi lymphoidei cervicales anteriores profundi pretracheales, dan nodi lymphoidei cervicales anteriores profundi paratracheales. Di sebelah lateral, pembuluh limfe mengikuti

vena thyroidea superior dan melintas ke nodi lymphoidei cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe dapat menyalurkan isinya ke dalam nodi lymphoidei brachiocephalici atau ke dalam ductus thoracicus. 14,26

Gambar 5. Vaskularisasi dan inervasi kelenjar tiroid (Moore KL, Agur AMR. 2007. Neck Essential Clicinal Anatomy 3rd Edition. London : Lippincott Williams & Wilkins. pp: 609)

2.3

Histologi Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis

terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).5,29

Kelenjar ini terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus ditengah. Sel pada kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di dalam sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena selselnya tersusun membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa kelompok atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu sel folikel, menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen folikel sebagai substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino teriodinasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid terikat pada tiroglobulin. Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktutal dan fungsional kelenjar tiroid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di epitel folikel atau di celah antarfolikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel memudahkan pencurahan hormon ke dalam aliran darah. 9,29

Gambar 6. Histologi kelenjar tiroid (Young Barbara, Lowe James. 2006. Endocrine System. Wheaters Functional Histology a Text and Colour Atlas. 5th Edition. London: A Churchill Livingstone. pp : 333)
2.4

Fisiologi Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tioksin (T4).

Bentuk aktif hormon ini adalah triidotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid.5,9

10

Fungsi utama hormon tiroid adalah mempertahankan derajat yang lebih tingggi. Kelenjar tiroid termasuk salah satu alat tubuh yang sensitif dan dapat bereaksi terhadap berbagai rangsang. 5,9,26 Pada masa pubertas, kehamilan, dan stress, kelenjar dapat membesar dan berfungsi lebih aktif. Fungsi tiroid juga dipengaruhi oleh hipofise. Yodium dari makanan dan minunan diabsorpsi oleh usus halus bagian atas dan lambung dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan melalui urin. Tiroid mempunyai daya yang kuat untuk menarik yodida secara selektif, kemudian dikonsentrasi.5 Yodium yang ditangkap oleh sel tiroid akan diubah menjadi hormon melalui 7 tahap yaitu: (1) tahap trapping, (2) tahap oksidasi, (3) tahap coupling, (4) tahap penimbunan storage, (5) tahap deidonasi, (6) tahap proteolisis, (7) tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid.5 Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik timbul pada saat lahir dan bayi.5,9 Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolismee yang disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7 persen adalah triiodotironin. Akan tetapi hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi triiodotironin di dalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya penting. Secara kualitatif, fungsi kedua hormon sama, tetapi keduanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya. Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun jumlahnya di dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaanya di dalam darah jauh lebih singkat daripada tiroksin.9 Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel itu. Unsur utama dari

11

koloid adalah glikoprotein tiroglobulin besar, yang mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh. Dalam keadaan fisiologik, trapped iodine akan dioksidasi menjadi bentuk dengan valensi yang lebih tinggi. Yodium dengan cepat terikat pada tirosin, membentuk MIT (mono-yodo-tirosin ) dan DIT ( di-yodo-tirosin ). Dua DIT atau satu MIT dan satu DIT digabung dalam reaksi oksidatif kedua sehingga terbentuk tiroksin dan T3. Tetapi T3 juga dapat dibuat dengan jalan deiodinasi thyroxin dalam jaringan non tiroid. Tiroksin dan T3 disimpan dalam folikel tiroid sebagai tiroglobulin yang pada keadaan fisiologik tidak termasuk dalam sirkulasi darah. Enzim proteolitik akan menghidrolisis tiroglobulin menjadi MIT, DIT, T3, dan T4. T4 yang beredar, diproduksi dan diseksresikan secara primer oleh kelenjar tiroid, dan T3 , yang kebanyakan berasal dari perubahan T4 menjadi T3 di hati, diikat oleh protein plasma, sebagian besar ikatan tersebut adalah tiroksin yang berikatan dengan globulin (throxine binding-globulin, TBG) dan sebagian kecil menjadi tiroksin yang berikatan dengan prealbumin (thyroxine binding prealbumin TBPA), dan sebagian kecil lagi hormon yang dalam keadaan bebas inilah yang secara fisiologis berperan penting, termasuk yang berfungsi dalam proses umpan balik.9 Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.9,25 T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga untuk T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.9,25

12

Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid ada 7 tahap, yaitu: 1. Trapping . Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH. 2. Oksidasi. Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4. 3. Coupling. Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula. 4. Penimbunan (storage). Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.

13

5. Deiodinasi. Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian iodium. 6. Proteolisis. TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang

pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT. 7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing). Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat. 5,9

a) Efek metabolik hormon tiroid, antara lain: Kalorigenik dan termoregulasi. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya 3 tahun pertama kehidupan. Diduga kelainan endokrin terjadi karena efek ini yang terganggu.

14

Efek hematopoetik. Kebutuhan oksigen meningkat pada hipertiroid, hal ini menyebabkan eritropoesis dan produksi eritropoetin meningkat sehingga volume darah tetap tetapi red cell turn over meningkat. Metabolisme protein, dalam dosis fisiologik kerjanya bersifat anabolik tetapi dalam dosis besar bersifat katabolic. Metabolisme karbohidrat, bersifat diabetogenik karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot, menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degradasi insulin meningkat. Metabolisme lipid, T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroid kolesterol total, kolesterol ester, dan fosfolipid meningkat. Vitamin A, konversi provitamin A menjadi vitamin A dihati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia. Hormon tiroid meningkatkan curah jantung dan takikardi dengan meningkatkan sistem simpatis Hormone tiroid berperan dalam sintesis gonadotropin, hormon pertumbuhan, reseptor beta adrenergic. 5,9

b) Efek lainnya: Gangguan metabolisme kreatinin fosfat yang menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meningkat (hiperperistaltik, sehingga sering menyebabkan diare), gangguan faal hati, anemia defisiensi Fe Hormone tiroid meningkatkan metabolisme turn over. Turn over tulang meningkat sehingga resorpsi tulang meningkat. Turn over neuromuskuler meningkat, sehingga terjadi miopati dan hilangnya otot. Hal ini menyebabkan kreatinuri spontan, kontraksi dan relaksasi otot meningkat sehingga terjadi hiperreflek.9

15

c) Kontrol Faal Kelenjar Tiroid: 1. TRH (thyrotrophin releasing hormone) Hormon ini merupakan tripeptida yang telah dapat disintesis, dan dibuat di hipotalamus. TRH ini melewati median eminence, tempat ia disimpan dan kemudian dikeluarkan lewat system hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat. Belum jelas apakah ada short negative feedback TSH pada TRH ini. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-kadang juga follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi. 2. TSH (thyroid stimulating hormone) Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh dua subunit (alfa dan beta). Subunit alfa sama seperti hormone glikoprotein (TSH, LH, FSH dan human chorionig gonadotropin/HCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif, tetapi subunit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat teseptor di permukaan sel tiroid (TSH-receptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan traping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat. 3. Umpan balik sekresi hormon Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 di samping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri Produksi hormon juga diatur oleh kadar yodium intra tiroid. Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut fenomena wolfchaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap yodium

16

sehingga kadar intra tiroid pun mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid imun. 5,9

d) Pembentukan Hormon Tiroid 1. Penjeratan Iodida Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pengangkutan iodide dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodide secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodide (iodide trapping). 2. Pembentukan dan Sekresi Tiroglobulin Sel-sel kelenjar tiroid merupakan sel kelenjar khas yang menyekresi protein. Reticulum endoplasma dan alat Golgi mensintesis dan menyekresi molekul glikoprotein besa yang disebut tiroglobulin. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodide untuk membentuk hormone tiroid, yang terbentuk di dalam molekul tiroglobulin. 3. Oksidasi Ion Iodida Tahap yang penting dalam pembentukan hormon tiroid adalah perubahan ion iodide menjadi bentuk yodium yang teroksidasi, baik I0 atau I3-, yang selanjutnya mampu langsung berikatan dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi yodium ini ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hydrogen peroksidase, yang menyediakan suatu system yang kuat yang mampu mengoksidasi iodide. 4. Proses Iodinasi Tirosin dan Pembentukan Hormon Tiroid Tirosin mula-mula diiodinasi menjadi monoiodotirosin dan selanjutnya menjadi diiodotirosin. Kemudian selama beberapa menit, beberapa jam, dan bahkan beberapa hari berikutnya, makin lama semakin banyak sisa diiodotirosin yang saling bergandengan (coupling) satu sama lainnya. Hasil dari reaksi penggandengan ini adalah terbentuknya molekul tiroksin. Atau dapat juga terjadi penggandengan satu molekul monoiodotirosin dengan satu molekul diiodotirosin sehingga terbentuk triiodotironin.

17

5. Penyimpanan Dalam bentuk ini, hormon tiroid disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk mensuplai tubuh dengan kebutuhan tubuh yang normal terhadap hormon tiroid selama 2 sampai 3 bulan. 6. Pelepasan Tiroksin dan Triidotironin dari Kelenjar Tiroid Tiroglobulin sendiri tidak dilepaskan ke dalam darah yang bersirkulasi dalam jumlah yang bermakna; malahan, pada mulanya tiroksin dan triiodotironin dipecah dari molekul tiroglobulin, dan selanjutnya hormon bebas ini dilepaskan. Proses ini berlangsung sebagai berikut: permukaan apical sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil koloid sehingga terbentuk vesikel pinositik yang masuk ke bagian apeks dari sel-sel tiorid. Kemudian lisosom segera bergabung dengan vesikelvesikel ini untuk membentuk vesikel-vesikel digestif yang mengandung enzim-enzim pencernaan yang berasal dari lisosom yang sudah bercampur dengan bahan kolid tadi. Proteinase yang ada di antara enzim-enzim ini akan mencernakan molekul-molekul tiroglobulin dan akan melepaskan tiroksin dan triiodotironin, yang selanjutnya akan berdifusi melewati bagian basal dari sel-sel tiroid ke pembuluh-pembuluh kapiler di sekelilingnya. Jadi, dengan demikian. Hormon tiroid dilepaskan ke dalam darah. Kira-kira tigaperempat dari tirosin yang telah diiodinasi di dalam tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid tetapi akan tetap sebagai monoiodotiroksin dan diiodotirosin. Selama terjadinya proses pencernaan molekul-molekul tiroglobulin untuk melepaskan tiroksin dan triiodotironin, tirosin yang sudah mengalami iodinasi ini juga dilepaskan dari sel-sel tiroid. Akan tetapi, tirosin tidak disekresikan ke dalam darah. Sebaliknya dengan bantuan enzim deiodinase, yodium dilepaskan dari tirosin sehingga akhirnya membuat semua yodium ini cukup tersedia di dalam kelenjar kembali untuk membentuk hormon tiroid tambahan. 7. Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotironin ke Jaringan Sewaktu memasuki darah, semua tiroksin dan triiodotironin kecuali 1 persennya segera berikatan dengan beberapa protein plasma. Tiroksin dan

18

triiodotironin ini terutama berikatan dengan globulin pengikat tiroksin, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan prealbumin pengikat tiroksin dan albumin.9

e) Efek Hormon Tiroid Pada Mekanisme Tubuh yang Spesifik. 1. Efek pada metabolismee karbohidrat Meningkatkan penggunaan glukosa, meningkatkan glikolisis,

meningkatkan glukoneogenesis, bahakan meningkatkan sekresi insulin. 2. Efek pada metabolismee lemak Karena lemak merupakan sumber energy utama untuk suplai jangka panjang, maka lemak yang telah disimpan dalam tubuh akan lebih banyak dipecah daripada elemen-elemen jaringan lain. 3. Efek pada plasma dan lemak hati Meningkatnya hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah, walaupun sebenarnya hormon ini juga meningkatkan asam lemak. 4. Efek pada metabolisme vitamin Oleh karena hormon tiroid meningkatkan jumlah berbagai enzim dan oleh karena vitamin merupakan bagian penting dari enzim, maka hormon tiroid ini meningkatkan kebutuhan akan vitamin. 5. Efek pada laju metabolismee basal Oleh karena hormon tiroid meningkatkan metabolisme sebagian besar sel tubuh, maka kelebihan hormon ini kadangkala meningkatkan laju metabolismee basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas nilai normal. 6. Efek pada berat badan Bila produksi hormon tiroid sangat meningkat maka hamper selalu menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang maka hamper selalu menurunkan berat badan. 7. Efek pada sistem kardiovaskuler Meningkatkan aliran darah dan curah jantung, meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kekuatan denyut jantung.

19

8. Efek pada respirasi Meningkatnya kecepatan metabolisme akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida. 9. Efek pada saluran cerna Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, hormon tiroid meningkatkan baik sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. 10. Efek pada sistem saraf pusat Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir tetapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid menurunkan fungsi ini. 11. Efek terhadap fungsi otot Sedikit peningkatan hormon tiroid biasanya menyebabkan otot bereaksi dengan kuat, namun bila jumlah hormon ini berlebihan maka otot-otot malahan menjadi lemah oleh karena berlebihannya katabolisme protein. Sebaliknya kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot sangat lamban. 12. Efek hormon tiroid pada fungsi seksual Agar dapat timbul fungsi seksual yang normal, dibutuhkan sekresi tiroid yang normal. Pada pria, berkurangnya hormon tiroid menyebabkan hilangnya libido, dan sebaliknya sengat berlebihnya hormon ini seringkali menyebabkan impotensi. Pada wanita kekurangan hormon tiroid seringkali menyebabkan impotensi.9

f) Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid Hormon perangsang tiroid (TSH), yang juga dikenal sebagai tirotropin, merupakan salah satu hormon kelenjar hipofisis anterior. Hormon ini meningkatkan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid. Sekresi TSH oleh hipofisis anterior diatur oleh satu hormon hipotalamus, hormon pelepas tirotropon (TRH) yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminensia mediana hipotalamus. Kedua hormon ini berperan dalam mengetur kecepatan sekresi tiroid melalui mekanisme umpan balik spesifik sebagai berikut:

20

1. Kadar tiroksin dan triiodotironin dalam darah yang rendah atau laju metabolism yang rendah, merangsang hipotalamus untuk melepaskan TRH. 2. TRH kemudian diangkut menuju darah porta hipotalamus-hipofisis ke hipofisis anterior, yang kemudiang merangsang pelepasan TSH. 3. TSH akan merangsang dimulainya pembentukan hormon tiroid. 4. Tiroid akan melepaskan tiroksin dan triiodotironin ke dalam aliran darah hingga laju metabolisme normal kembali. 5. Peningkatan kadar tiroksin dan triiodotironin akan menghambat pelepasan dari TRH dan TSH. 9,17 Kondisi yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan ATP, seperti berada di lingkungan dingin, hipoglikemia, tinggal di pegunungan, kehamilan. Juga dapat meningkatkan sekresi dari hormon tiroid. 9,18

Gambar 7. Negative feedback inhibition (Saladin. 2003. Chapter 17 The Endocrin System. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. Third Edition. Philadelphia : The McGrawHill. pp : 645)

21

Gambar 8. Pengaturan hormon tiroid


(Saladin. 2003. Chapter 17 The Endocrin System. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. Third Edition. Philadelphia : The McGrawHill. pp : 646)

2.5 Definisi Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid, apapun sebabnya. Secara fungsional pembesaran kelenjar tiroid dapat dijumpai pada keadaan eutiroid, hipertiroid, mupun hipotiroid.26 Secara morfologi pembesaran dari kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh: 1. Hipertrofi dan hiperplasia epitel sel folikel. 2. Peningkatan akumulasi koloid dalam folikel. 3. Peradangan proses (infiltrasi inflamasi dan augmentasi jaringan ikat). 4. Proses neoplastik.25

Gambar 9. Struma

22

(http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Struma_001.jpg (online) diakses tanggal 17 Maret 2013)

Pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodosa, yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodosa dapat dibagi lagi menjadi uninodosa, bila hanya terdapat satu nodul, dan multinodosa, bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus.5,12,26

2.6 Patogenesis Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.3 Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma non toksik (struma endemic).5,26 Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.15 23

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.15,26

Gambar 10. Patofisiologi terjadinya struma


(Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Penyebab Hipotiroidisme,

Hipertiroidisme dan Struma. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh : 281)

24

2.7 Klasifikasi Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut 8,19

a. Eutiroidisme Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. 8,13,19

25

Gambar 11. Gejala hipotiroidisme (Grace Pierce, Borley Neil. 2007. Struma. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : EMS. hh : 132)

Gambar 12. Patofisiologi hipotiroidisme (Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Pengaruh dan Gejala Hipotiroidisme. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh : 285)

c. Hipertiroidisme Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat

didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa

26

berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. 8,13,19

Gambar 13. Gejala hipertiroidisme (Grace Pierce, Borley Neil. 2007. Struma. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : EMS. hh : 132)

27

Gambar 14. Gejala hipertiroidisme (Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Pengaruh dan Gejala Hipertiroidisme. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh :283) Berdasarkan klinisnya, struma diklasifikasikan menjadi 2,26 : a) Struma Toksik Struma toksik dapat dibedakan menjadi dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara struma nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

28

Struma diffusa toksik (tirotoksikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyait Graves. yang merupakan bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan di antara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. 2,5,25

b) Struma Non Toksik Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan didaerah yang air minumnya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinoduler pada saat dewasa. tidak ada Kebanyakan penderita atau

tidak mengalami

keluhan

karena

hipotiroidisme

hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala

29

mekanis yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi eksresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk kedalam tubuh hampir sama dengan yang dieksresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10-20%, endemik sedang 20-29% dan endemik berat di atas 30%. 2,5,26 Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1. Berdasarkan jumlah nodul, yaitu: Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa). Bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu: Nodul dingin. Nodul hangat. Nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya: Nodul lunak. Nodul kistik. Nodul keras. Nodul sangat keras. 2,5,26

2.8

Diagnosa Anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik yang seksama sering sudah

mendukung dalam menegakkan diagnosa kerja yang tajam untuk penderita struma. Walaupun demikian kadang memang untuk kasus tertentu masih memerlukan dukungan sarana diagnostik lain sebagai konfirmasi serta dasar dalam menentukan langkah terapi yang lebih cepat. 2,3,5,26

30

a) Anamnesa Selain hal-hal yang mendukung terjadinya struma akibat keradangan atau hiperplasi dan hipertrofi, maka perlu juga ditanyakan hal-hal yang diduga ada kaitannya dengan keganasan pada kelenjar tiroid, terutama pada struma uninodusa nontoksika antara lain : Umur <20 tahun atau >50 tahun Riwayat terpapar radiasi leher pada waktu kanak-kanak Pembesaran kelenjar tiroid yang cepat Penderita struma disertai suara parau Disertai disfagi Disertai rasa nyeri Ada riwayat pada keluarga yang menderita kanker Penderita struma yang diduga hiperplasi, diterapi dengan hormon Tiroksin tetap membesar. Struma dengan sesak nafas Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30-50 tahun. Apabila nodul dijumpai pada umur <20 tahun, 20-70% adalah ganas, demikian juga kalau umur > 50 tahun. Adanya gejala lokal suara parau dan disfagia biasanya dapat merupakan petunjuk adanya sifat invasif suatu keganasan tiroid. Suatu nodul tiroid yang sudah bertahun-tahun besarnya tetap biasanya jinak, akan tetapi apabila berubah menjadi membesar dalam waktu singkat (bulan/minggu) maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas. Pada anamnesa untuk mengetahui adakah gangguan fungsi pada penderita struma maka harus ditanyakan juga hal-hal yang mendukung adanya tanda hipertiroidi antara lain tremor, akral hangat dan basah, takikardia, susah konsentrasi, makan banyak akan tetapi badan tetap kurus/berat badan turun, sering diare. Sedangkan gejala hipotiroidi antara lain sukap lamban/apatis, wajah sembab, konstipasi, kulit kering, sering mengantuk, berat badan bertambah, dan non pitting oedema pada tungkai. 2,3,13,26

31

b)

Pemeriksaan Fisik Apabila melakukan pemeriksaan fisik yang pertama pada penderita

(pasien baru) hendaknya dilakukan seteliti mungkin sehingga tidak ada yang terlewatkan. Periksalah pada tempat dengan pencahayaan yang cukup terang, dalam ruang yang cukup sopan ( bisa menjamin privacy, alat bantu (stetoskop, sentolop, meteran, spidol,dsb) untuk pemeriksaan sudah tersedia. Lakukan pemeriksaan sistematis (urut dari atas ke bawah), simetris (bandingkan kanan dan kiri), simultan (kanan dan kiri bersamaan), seksama dan jangan lupa sempatkan melihat kepala bagian belakang. Secara rutin harus dievaluasi juga keadaan kelenjar getah bening lehernya, adakah pembesaran, lakukan evaluasi tersebut secara sistematis pula. Sepeti halnya pemeriksaan fisik untuk kasus tumor pada kepala dan leher, maka kepala-leher-dada bagian atas harus terlihat dengan jelas, dianjurkan penderita buka baju. Pemeriksaan penderita struma kita lakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi sehingga m.sternokleidomastoideus relaksasi, dengan demikian tumor tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi ditengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengevaluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. 2,3,5,13,26

Gambar 15. Cara memeriksa kelenjar tiroid (http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-diagnosis/lymphoma-diagnosis/ (online) diakses tanggal 19 Maret 2013) Pada struma yang besar dan masuk retrosternal maka kita tidak bisa meraba trakea serta pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan.

32

Biasanya struma masih bisa digerakkan kearah lateral, dan sukar digerakkan ke araah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang masuk menembus kapsul, tiroiditis, ada jaringan fibrosis setelah operasi. Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan sebagai berikut ; Dengan jari tangan kiri kita letakkan dimedial dibawah kartilago tiroid, lalu kita dorong benjolan tersebut kekanan. Kemudian ibu jari tangan kanan kita letakkan dipermukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya kita letakkan pada tepi belakang m.sternokleidomastoideus tersebut.pada struma untuk meraba tepi lateral kelenjar trakhea tiroid bisa

yang

menimbulkan

pendesakan

menyebabkan sesak nafas, sianosis sehingga penderita gelisah. Pada pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah: Lokalisasi (mengenai lobus kiri, kanan, atau keduanya) Ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter) Jumlah nodul: Satu (uninodusa) atau lebih dari satu (multinodusa) Konsistensinya: Kistik, lunak, kenyal, keras Tanda-tanda radang (edema, hiperemi) Nyeri: Ada nyeri atau tidak ada saat dilakukan palpasi Mobilitas: Ada atau tidak ada perlekatan terhadap trakea maupun m.sternokleidomastoideus Infiltrasi terhadap kulit dan jaringan sekitar Apakah batas bawah dapat diraba (pada struma yang besar dan masuk retrosternal maka kita tidak bisa meraba trakea serta pole bawah tiroid). Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan kearah lateral, dan sukar digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang masuk menembus kapsul, tiroiditis, ada jaringan fibrosis setelah operasi. Apabila dicurigai adanya penyempitan trakhea, dapat dilakukan Test Kocher, dengan cara menekan lobus lateralis yang membesar tesebut dari

33

arah lateral pelan-pelan, bila ada obstruksi maka akan terdengar stridor yang terjadi karena penekanan dari n.laryngeus reccurent. Penyempitan trakhea bisa dijumpai pada : Karsinoma tiroid yang menginfiltrasi trakea Retrosternal goiter Struma multinodusa yang diderita bertahun-tahun Riedel struma (Riedel tiroiditis)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple (5%), namun pada umumnya keganasan biasanya pada nodul yang soliter (15%20%). Retrostenal goiter, terjadi pada penderita dengan leher pendek, pada keadaan normal tidak tampak struma, kalau batuk akan terlihat ada masa tumor yang meloncat, disebut plunging goiter. Retrosternal goiter akan lebih jelas bila dikonfirmasi dengan foto thoraks lateral. Retrosternal goiter sering menimbulkan obstruksi pada thoracic inlet sehingga kalau ada penderita mengangkat kedua lengannya tinggi disamping kepala, tidak lama kemudian akan tampak kongesti pada muka dan syanosis (Pambertons sign). 2,3,5,26

c) Pemeriksaan Penunjang Penyakit tiroid merupakan penyakit endokrin yang sering dijumpai. Pada penyakit ini dapat disertai pembesaran tiroid dengan fungsi normal (eutiroid), berkurang (hipotiroid) atau meningkat (hipertiroid). Bila disertai dengan fungsi berkurang atau meningkat biasanya gambaran klinisnya jelas, sehingga diagnosis agak mudah ditegakan. Namun demikian , pemeriksaan laboratorium kadang masih diperlukan untuk menunjang diagnosis klinis ataupun untuk menyingkirkan adanya penyakit tiroid pada penderita dengan gambaran klinis yang mirip dengan penyakit tiroid, selain untuk monitoring serta follow-up terapi. 2,4,5,26

34

d) Basal Metabolisme Rate Pengukuran BMR dengan menggunakan Spirometri (Oxygen consumption rate), atau secara klinis kita bisa mengukur dengan menggunakan rumus empiris (Rumus Reed) Sebagai berikut : ( Keterangan: s = sistole; d = diastole; n = nadi, Tensi dan nadi diukur pada keadaan basal Harga normal BMR adalah (-) 10% sampai (+) 10% BMR sehari-hari kita gunakan untuk screening penderita struma yang akan operasi, apakah ada hipertiroidi yang tersembunyi (occult hypertyroidi), yang kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan T 3 /T 4 . Pemeriksaan BMR diruangan dilakukan secara rutin pada penderita struma pada 2-3 hari sebelum operasi. 2,4,5,26 ( ) )

e) Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas: 1) Pemeriksaan Untuk Mengukur Fungsi Tiroid Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radiommuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linket immunoassay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita dengan penyakit tiroid ; T3 total sangat membantu untuk hipertiroidi ; TSH sangat diperlukan untuk mengetahui hipotiroidi. Kadar total hormon tiroid dalam sirkulasi Tiroksin total (TT4) Tiroksin total (TT4) dalam serum merupakan pemeriksaan

standar untuk fungsi tiroid. Pemeriksaan T4 ini tidak dipengaruhi oleh yodium ataupun media kontras yang berisi yodium, kecuali kalau diberikan yodium cukup banyak yang dapat dipengaruhi fungsi tiroid sendiri. pada pemeriksaan ini yang diukur adalah T4 yang

35

bebas dan yang terikat dengan protein. Perubahan dalam ikatan dengan protein mempengaruhi pengukuran TT4 sehingga perlu ditanyakan apakah penderita sementara minum obat atau hamil, karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan. TT4 pararel dengan perubahan kadar tiroksin binding globulin (TBG). Sebagai contoh, pada penderita eutiroid dengan kadar TBG meningkat oleh karena hamil atau sementara minum obat anti hamil, maka TT4 biasanya menunjukan dalam batas hipertiroid. Kadar TT4 normal: orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dl; neonatus 144-400 nmol/L; bayi 90-195 nmol/L; sedangkan pada anak-anak 70-150 nmol/L. Tri-yodotironin total (T3 totol = TT3) Seperti TT4 maka TT4 juga dipengaruhi oleh perubahan ikatan protein dalam hormon tiroid. Kadar TT3 normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L (0,65-1,7 mg/ml); pada neonatus 0,8-7,2 nmol/L; bayi 1,6-3,8 nmol/L; anak-anak 1,5-3,7 nmol/L. Penetapan kadar TT3 lebih berguna pada keadaan hipertiroidi dibanding TT4 karena kenaikan TT3 relatif lebih besar dari kenaikan TT4. Pada T3 tirotoksikosis kadar T4 normal. Pada hipoteroid penununan TT3 tidak sejelas penurunan TT4 karena ada rangsangan dari TSH, sehingga sebaliknya ditentukan kadar TSH. Pada beberapa penyakit non tiroid dan pada usia lanjut dapat dijumpai penurunan TT3 karena konversi dari T4 ke T3 berkurang. Kadar protein bound lodine (PBI) Pemeriksaan PBI mula-mula merupakan tes standar untuk fungsi tiroid, namun banyak laboratorium tidak menggunakan lagi dengan adanya pemeriksaan pengukuran kadar hormon tiroid secara

langsung. Kerugian pemeriksaan PBI ini adalah banyak dipengarui oleh preparat yodium yang diminum penderita atau kontaminasi yodium dari laboratorium.

36

Thyroid hormon binding test (THBT) Tes ini berdasar pada pengukuran tempat ikatan yang bebas

pada thyroid hormon binding proteins (TBP). Makin banyak tiroksin,makin jenuh TBP dan makin sedikit tempat ikatan yang bebas. Sebaliknya makin kurang tiroksin, makin banyak tempat ikatan yang bebas. Kira-kira 70% dari T4 dan 77% dari T3 terikat TBG sedang sisanya terikat pada TBPA (10% dari T4 8% dari T3) dan albumin (20% dari T4, 15% dari T3) .pemeriksaan ini dipengaruhi oleh jumlah hormon tiroid dan jumlah total TBP. THBT ini kurang sensitive dibandingkan dengan pengukuran TT4 dan TT3 untuk menemukan gangguan fungsi tiroid, sehingga tes lebih banyak dugunakan untuk menilai perkiraan kadar T4 bebas (free thyrixine index = FT4I) dengan perubahan ikatan pada protein. Kadar hormon tiroid bebas dalam sirkulasi tiroksin bebas (Free thyroxine = FT4) Tiroksin bebas dari hormon tiroid adalah kompenen aktif dalam metabolisme yang menentukan keadaan tiroid. Pemeriksaan FT4 dilakukan untuk menghindari pengaruh kadar TBG. Pemeriksaan FT4 sukar dan memakan waktu lama serta biaya tinggi, sehingga sebagai pengganti digunakan cara menghitung FT4 dari TT4 dan tes pengambilan T3 atau T4 (biasanya digunakan T3 resi uptake = T3 RU). Dari hasil perkalian TT4 dan T3 RU didapatkan indeks FT4 (FT4I). Dapat juga FT4I diperkirakan dengan ratio FT4 : TBG. Bila FT4 I meningkat menunjukan hipertiroidi , normal adalah eutiroidi, sedangkan bila rendah maka hipoiroidi. Tri-yodotironin bebas (Free T3 = FT3 ) Kadar FT3 yang benar dalam serum belum ada persesuaian diantara para ahli dan pemeriksaan FT3 kurang bermanfaat dibandingkan dengan pemeriksaan FT3. Perhitungan index FT3 (FT3I) sama seperti FT4I namun jarang dalakukan. Dengan cara perhitungan FT4I maka pemeriksaan FT4 dan FT3 tidak diperlukan lagi.

37

Kadar thyroid stimulating hormon (TSH) Pengukuran kadar TSH terutama untuk diagnosis hipotiroidi

primer dimana basal TSH meningkat 6mU/L, kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. Pada hipotiroidi, supensi TSH oleh hormon tiroid berkurang sehingga kadar TSH dalam darah meningkat, maka penetapan kadar TSH penting pada hipotiroidi primer. Pada hipotiroidi, basal TSH yang terukur dengan pemeriksaan biasa (RIA) dapat juga ditemukan pada eutiroudi. Pemeriksaan yang lebih spesifik, menggunakan metode

immunoradio-metricassay (IRMA) yang lebih sensitive, kadar TSH basal dapat membedakan hipertiroidi dan eutiroidi sehingga pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pilihan utama untuk tes fungsi tiroid. Kadar TSH normal dengan metode RIA didapatkan rata-rata 2-4 mU/L dengan batas paling tinggi 6mU/L baik pada anak-anak maupun pada dewasa, pada neonatus kurang dari 25 mU/L.2,4,5,13,26

2) Pemeriksaan Untuk Menunjukkan Penyebab Gangguan Fungsi Tiroid Antibody Antitiroid Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada

serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Ada 5 macam system antigen antibody yang spesifik pada tiroid yaitu : Antibodi tiroglobulin, antibody mikrosomal, antibody antigen koloid kedua CA2 antibodies, antibody permukaan sel (Cell surface antibody) dan thyroid stimulating Antibodies (TSAb). Antibody trirglobulin dan antibody mikrosomal biasanya ditemukan pada tiroiditis hashimoto. 2,4,5,13,26 Antibodi tiroglobulin Pemeriksaan antibody ini dengan cara : 1. Tes presipitin 2. Tes TRC (tanned red cell) 3. Tes immunofloresen 4. Competitive binding radioassay

38

5. Tes lateks Yang paling sensitive dari pemeriksaan ini adalah dengan cara competitive binding radioassay. Antibody tiroglobulin dapat ditemukan pada miksedema, penyakit graves, tiroiditis hashimoto dan kanker tiroid. Antibodi mikrosomal Pemeriksaan antibody ini dengan cara: 1. Fiksasi komplemen 2. Tes immunofluresen 3. Tes TRC 4. Competitive binding radioassy dari kriss Yang paling sensitive adalah dengan cara dari kriss. Adanya antibody mikrosomal menunjukan penyakit tiroid autoimmune. Juga antibody ini dapat ditemukan pada kanker tiroid. Pada penderita hipotiroid dengan pengobatan tiroksin, bila ditemukan antibody tiroid memberikan petunjuk kegagalan fungsi tiroid. Antibodi CA2 Pemeriksaan dengan cara immunofloresens. Kira-kira separuh dari penderita tiroiditis de Quervain ditemukan antibody ini. Pemeriksaan antibody ini tidak dilakukan secara rutin. Antibodi permukaan sel Arti antibody ini dalam penyakit belum diketahui, sehingga antibody ini belum dikerjakan secara rutin. Thyroid stimulating antibodies (TSAb) Pada pemyakit graves ditemukan antibody yang memperngaruhi reseptor THS dari sel tiroid dan merangsang produksi hormon tiroid. Antibodi ini disebut thyroid stimulating immunoglobulins (TSI.). selain itu ada immunoglobulin lain yang merasang pertumbuhan kelenjar tiroid tanpa mempengarui produksi hormon, antibody ini disebut thyroid growth immunoglobulin (TGI). Pada penderita graves yang tidak ditemukan TGI, maka kelenjar tiroid tidak membesar . TSAb ditemukan pada 70-80% penderita graves yang

39

mendapat pengobatan, tiroid.2,4,5,13,26

15% dari penderita hashimoto, 60% dari

penderita graves oftalmik dan pada beberapa pendeita kanker

f) Radiologi Dengan rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinispun sudah bisa kita duga, foto rontgen leher posisi laternal diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi pembiusnya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memerlukan CT-scan

leher. Adanya kalsifikasi halus pada struma menjukkan karsinoma papiler sedang kalsifikasi yang kasar bisa terdapat pada endemic goiter yang lanjut atau juga bisa pada kasimoma meduler. 2,4,5,26

g) Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. 2,4,5,26 Manfaat pemeriksaan ultrasonografi untuk pemeriksaan tiroid ialah: Dapat menentukan jumlah nodul. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik. Dapat mengukur volume dari tiroid. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap yodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. Pada kehamilan dimana pemeriksaan sidik tiroid adalah kontra indikasi, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

40

Gambaran USG tiroid yang perlu diperhatikan dan bisa didiskripsikan sebagai berikut; 1. Apakah gambaran tiroid suatu pembesaran bilateral difus atau pemnesaran noduler, pembesaran noduler dapat berupa nodul tunggal atau nodul multipel. 2. Sifat gema dari lesi, bisa gema kistik (echoluscent), gema padat (solit) dan gema campuran (mixed). 3. Derajat gema dari lesi dapat normal (noermeochoic), rendah (hypoechoic) dan tinggi (hyperechoic) 4. Khusus untuk nodul tunggal perlu di perhatikan ada tidaknya daerah bebas gema sekitar nodul, biasa disebut sonoluscent rim atau halo 5. Adanya tanda klasifikasi di lesi atau gambaran gema lain didalam lesi kistik (internal echoes). Gambaran demikian bisa disebabkan oleh perdarahan baru atau lama. 2,4,5,26

h) Sidik Tiroid (Pemeriksaan Tiroid dengan Menggunakan Radio-isotop) Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid. 2,5,23,25

Gambar 16. Sidik tiroid (Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43: 856-861.)

41

Gambar 17. Indikasi sidik tiroid (Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43: 856-861)

Metabolisme hormon tiroid sangat erat hubunganya dengan metabolisme yodium, sehingga dengan yodium yang dimuati bahan radioaktf kita bisa mengamati aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya.23 Radioisotop yang umum digunakan dalam bidang tiroidologi adalah I131, I123, I125, Tc99m pertechnetate. Radiasi gamma digunakan untuk diagnostik, sedangkan radiasi beta hanya penting untuk terapi. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk:23 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Nodul dingin soliter lebih tinggi

kemungkinan keganasannya; frekuensi keganasan nodul dingin bervariasi antara 8-40% (london,1974); 15-30%. Perbedaan

frekuensi ini mungkin disebabkan perbedaan insiden karsinoma tiroid di berbagai negara. Pada struma multinodusa, sidik tiroid memberikan gambaran distribusi radioktivitas yang tidak rata; kemungkinan keganasan pada nodul dingin multipel kecil sekali.

42

Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Nodul hangat soliter pada umumnya jinak, sedang nodul panas jarang sekali ganas. Kemungkinan nodul panas ganas kurang dari 1%. Nodul tiroid otonom (dapat dibuktikan dengan uji supresi atau stimulasi) cenderung menjadi toksik bila diamerternya lebih dari 3cm ( toksik noduler goiter). 2,5,23,26

Disamping radio isotop tersebut tadi digunakan pula (walau masih terbatas) seperti :23 1. Ga67sitrat,untuk membedakan lesi tiroid benigna dan maligna. 2. TI201 untuk deteksi karsinoma tiroid primer maupun metastase, dan juga tiroiditis 3. Tc99m dimercaptusuccinic acod (Tc99m DMSA)untuk deteksi karsinoma tiroid medulare (primer dan metastase). 4. Lain-lain seperti Se75 selenomethionin,Cs131,Tc99m

bleomycin,Tc99m diphosphate untuk sidik tiroid. 2,5,26

i) Patologi Anatomi Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. Biopsi jarum halus (FNAB = Fine Needle Aspiration Biopsy) diantara semua sarana tes diagnostic untuk evaluasi nodul tiroid, yang paling efektif adalah biopsi jarum halus, dengan akurasi diagnostic sekitar 80%. Hal ini perlu diingat oleh karenanya jangan sampai menentukan terapi definitif hanya

43

berdasarkan hasil FNAB saja. Ketepatan pengambilan spesimen pada FNAB akan meningkat bila prosedurnya dilakukan dengan tuntunan USG. 2,5,25

Gambar 18. FNA B struma (http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0887217111001648 (online) diakses tanggal 17 Maret 2013) Tehnik pelaksanaan : 1. Persiapan Dalam persiapan ini hal yang penting adalah inform concern dari penderita, sehingga penderita mengerti persis apa yang akan dilakukan. Yakinkan bahwa tidak terlalu menyakiti (seperti digigit semut), cara ini aman, sehingga penderita kooperatif. 2. Memilih jarum Jarum yang kita pakai 23 G kalau perlu sedikit diperbesar lumennya maka dengan jarum 21 G atau 20G. Inget bahwa semakin besar jarum makin banyak jaringan terluka dan tercampur darah yang akan membuat dilusi dan aspirat, sehingga mengganggu pemeriksaan. Kalau diperlukan menggunakan semprit 10 cc. 3. Prosedur Penderita terlentang pada pundak diganjal hingga kepala ekstensi (hati-hati pada penderita dengan artrosis atau gangguan leher lainnya). Desinfeksi tempat yang akan dibiopsi dengan alkohol. Ingatkan penderita supaya tidak melakukan gerakan menelan selama jarum berada dileher.

44

Jarum tadi bisa dipasang pada semprit atau langsung diserahkan pada nodul, dengan menusukkan menembus kapsul, nodul difiksir diantara 2 jari dan 3 jari tangan sebelah lain. Pada waktu jarum masuk ke nodul maka akan terasa ada tahanan, sebab jaringan ini lebih solid dari jaringan sekitar. Pada waktu jarum menembus kapsul perhatikan lumen jarum yang diluar sambil tusukkan digerakkan beberapa kali maju-mundur, posisi ujung harus berada dalam nodul tersebut. 4. Perhatikan aspirat yang keluar Seringkali dapat diduga struma tesebut dengan memperhatikan aspirat tersebut : a. Aspirat kering berarti massa avaskuler. b. Ada campuran koloid yang memberi warna kuning oranye apabila tercampur dengan darah. c. Kadang tercampur cairan yang cukup banyak dengan pelbagai warna : coklat merah tua (bekas hematoma), kuning keruh (proses degenerasi), merah tua (trauma biopsi). Dalam keadaan demikian perlu disaring dengan kertas saring dan aspirat yang tertinggal dikertas ini dibuat hapusan. Apabila yang keluar cairan seperti serum maka sebaiknya langsung kita lakukan aspirasi saja, akan tetapi apabila yang keluar kesan lebih kental maka bisa kita lakukan usapan pada objek glass. d. Tutup bekas tusukan dengan plaster atau hansaplast. e. Mengirim sampel Sampel yang diperoleh tadi dibuat hapusan. Keringkan dengan menggunakan udara luar, atau bisa juga dengan menggunakan hair drayer. Beri label nama pada sediaan dan dikirim ke ahli sitologi dengan surat pengantar disertai keterangan klinis yang jelas. 2,5,25

45

j) Pemeriksaan potong beku (VC = Vries Coupe) Pemeriksaan potong beku pada operasi tireidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan, dilakukan pada saat operasi, spesimen jaringan patologis dikirim kebagian Patologi Anatomi. Hasil pemeriksaan potong beku menjadi dasar untuk menentukan langkah dilakukan lobektomi sutotal, akan tetapi apabila ternyata ditemukan sel ganas (VC positif) maka operasi dilanjutkan tireidoktomi total atau tireidoktomi hampir total tergantung indikasi dan kondisi penderita. Penderita setelah dilakukan tireidoktomi harus bisa dijamin mendapatkan suplai preparat hormon tiroksin seumur hidup, oleh karena penderita tersebut tidak bisa memproduksi hormon tiroksin lagi. Disamping sebagai suplemen maka pemberian hormon tiroksin pada penderita yang dilakukan tiroidektomi total oleh karena karsinoma tiroid, dosis yang diberikan sedikit lebih besar sebab dimaksudkan juga sebagai supresi sehingga tidak akan ada induksi dari TSH terhadap sisa sel tiroid seandainya ada. Salah satu indikasi pemeriksaan potong beku pada penderita struma adalah kecurigaan keganasan pada struma uni-nodusa (10-20% ganas). Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan juga VC pada struma multinodusa yang memang nodulnya mencurigakan keganasan. 2,5,26

2.9

Penatalaksanaan. a. Macam Pembedahan.16,26 Operasi tiroid (tiroidektomi) merupakan operasi bersih, dan tergolong operasi besar. Berapa luas kelenjar tiroid yang akan diambil tergantung patologinya serta ada tidaknya penyebaran dari penyakitnya karsinoma. Ada 6 macam operasi, yaitu : 1. Lobektomi Subtotal, pengangkatan sebagian lobus tiroid yang mengandung jaringan patologis. (a) 2. Lobektomi Total (hemitiroidektomi = ismolobektomi), pengangkatan satu sisi lobus tiroid. (a+b) 3. Strumektomi (Troidektomi subtotal), pengagkata sebagian kelenjar tiroid mengandung jaringan patologis, meliputi kedua lobus

46

tiroid.(a+c) 4. Tiroidektomi near total, pengangkatan seluruh lobus tiroid patologis berikut sebagian besar lobus tiroid kontralateralnya.(a+b+c) 5. Tiroidektomi total, pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.(a+b+c+d) 6. Operasi-operasi yang sifatnya extended yaitu : Tiroidektomi total + laringektomi total Tiroidektomi total + reseksi trakea Tiroidektomi total + sternotomi Tiroidektomi total + FND (functional neck dissection) atau RND (radial neck dissection). 15,24

Gambar 19. Teknik pembedahan struma (http://dc95.4shared.com/doc/-g5Kd0H_/preview.html (online) diakses tanggal 20 Maret 2013) Indikasi operasi pada struma adalah : 1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa. 2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan. 3. Struma dengan gangguan kompresi. 4. Kosmetik.

Kontraindikasi pada operasi struma : 1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya. 2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang belum terkontrol.

47

3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma.

Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus

dilakukanreseksi trakea ataularingektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luassulit dilakukan eksisi yang baik. Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsy insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebihdahulu jenis karsinoma yang terjadi. 16,26 Komplikasi pembedahan tiroid : a. Perdarahan dari A. Tiroidea superior. b. Dispneu. c. Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-otoy laring terjadi kelemahan. d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi lebih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi,

karena terjadi pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid.Kemungkinan nervus terligasi saat operasi. 16,25

2.10 Struma Non Toksik Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.12 Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi yodium.

48

Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratory.2,12 Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:12 1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan

hypothyroidism dan cretinism. 2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun 3. Goitrogen :

Obat

Propylthiouracil,

litium,

phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

49

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid 5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanakkanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna. 11

Penyebab Struma Non Toxic. 1. Defisiensi Iodium. 2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis. 3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid. 4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroidstimulating immunoglobulin. 5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid. 6. Terpapar radiasi. 7. Penyakit deposisi. 8. Resistensi hormon tiroid. 9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis). 10. Silent thyroiditis. 11. Agen-agen infeksi. 12. Suppuratif Akut : bacterial. 13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit. 14. Keganasan Tiroid. 15

Manifestasi

klinis.

Struma

nodosa

sendiri

dapat

diklasifikasikan

berdasarkan beberapa hal, antara lain:16 1. Berdasarkan jumlah nodul: Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa. 2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif: Nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.

50

3. Berdasarkan konsistensinya: Nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras. Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau. Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium.16 Diagnosis. Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler). 5,12,16,26 Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai jumlah nodul, konsistensi, nyeri pada penekanan (ada atau tidak), pembesaran gelenjar getah bening.16 Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.12,16 Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita. Pada palpasi harus diperhatikan antara lain, lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya), ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter), konsistensi, mobilitas, infiltrat terhadap kulit atau jaringan sekitar, apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba

51

mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal). Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya. Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.12,16 Pemeriksaan Penunjang meliputi: 1. Pemeriksaan Sidik Tiroid Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG, antara lian kista, adenoma, kemungkinan karsinoma, tiroiditis. 2. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA) Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi. 3. Termografi Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o

52

C dan dingin apabila < 0.9o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain. 4. Petanda Tumor Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.12,16

Penatalaksanaan. Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika, ialah keganasan, penekanan, kosmetik. Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.2,16 Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang inoperabel,

kontraindikasi operasi, ada residu tumor setelah operasi, metastase yang non resektabel. Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.2,16 Preparat : Thyrax tablet Dosis : 3x75 Ug/hari p.o

2.11 Struma Toksik a) Struma difus toksik (Graves Disease) Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormon) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri. Sering dijumpai adanya trias Basedow, yaitu adanya struma tiroid difus, hipertiroidisme, dan eksoftalmos.12

53

Manifestasi klinis. Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.2 Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar (Stellwags Sign), kedipan berkurang, keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata (Lid Lag), tidak adanya kerutan pada dahi saat mata melirik ke atas (Joffroys Sign) dan kegagalan konvergensi (Mobius Sign). Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmos (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.12,28 Diagnosis. Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis

hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormon sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.14 Penatalaksanaan. Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah

membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). 12,28 1. Obat antitiroid 28 Indikasi:

54

Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

Persiapan tiroidektomi Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :(djokomoeljanto, 2009) Obat Karbimazol Metimazol Propiltourasil Dosis awal (mg/hari) 30-60 30-60 300-600 Pemeliharaan (mg/hari) 5-20 5-20 5-200

Tabel 1. Obat anti tiroid. (Djokomoeljanto R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing. hh 1993 2008) 2. Pengobatan dengan yodium radioaktif 28 Indikasi: Pasien umur 35 tahun atau lebih. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik.

3. Operasi13 Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi : Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.

55

Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul. 12,28

b) Struma nodular toksik Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummers disease . Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.17 Etiologi : 1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4 2. Aktivasi reseptor TSH 3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G 4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor. 5. Struma Toxic Diffusa 6. Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.1,6

Manifestasi klinis. Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis

56

oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal.17 Diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan.17 Penatalaksanaan. Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan.17

c) Penyakit Tiroid yang lain. 1) Tiroiditis Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.17,27 Klasifikasi : 1. Akut (supuratif) Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus,

Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat

57

nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage. 2. Subakut Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai

hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari. 3. Menahun limfositik (Hashimoto) Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi

58

limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini

sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. 2. Non spesifik. 3. Fibrous-invasif (Riedel). 17,27

2.12 Tumor Tumor kelenjar thyroid pada umumnya berupa suatu nodule atau massa dan setiap nodule pada kelenjar thyroid harus dicurigai sebagai suatu keganasan sampai dapat dibuktikan bahwa tumor tersebut tidak ganas, perlu diketahui bahwa nodule pada kelenjar thyroid dengan fungsi kelenjar dalam keadaan normal dapat terjadi pada perdarahan dalam kelenjar thyroid normal, chronis thyroiditis, adenoma dan karsinoma.25 Di Amerika Serikat tumor pada kelenjar thyroid didapatkan pada = 4-5% dari populasi. Kebanyakan dari tumor ini adalah suatu adenoma dan tumor-tumor jinak lain. Tumor ganas kelenjar thyroid yang paling ganas adalah suatu Papillary Carcinoma dan jarang menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi karena Carcinoma ini 13 penderita dari 1.000.000 penduduk tiap tahunnya dengan kemungkinan untuk hidup selama 30 tahun 5%. Carcinoma kelenjar thyroid sangat sukar dibedakan dengan yang jinak tanpa disertai pemeriksaan mikroskopik.17 Dari suatu penyelidikan didapatkan 15 penderita Carcinoma dari 226 penderita dengan nodule kelenjar thyroid dan dari 15 penderita ini hanya 6 penderita yang diagnose dengan keganasan.17,28 a. Tumor Jinak Tumor jinak kelenjar thyroid yang paling sering didapatkan adalah suatu adenoma dan sering dikacaukan dengan adenomatous goiter (multinodular goiter). Adenomatous goiter bukan merupakan neoplasma

59

yang sebenarnya karena suatu adenoma mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:17,24 Berkapsul jaringan ikat fibrous. Arsitektur jaringan yang berada dalam dan diluar kapsul jelas berbeda. Arsitektur jaringan yang berada dalam kapsul biasanya uniform. Terjadi penekanan jaringan thyroid diluar kapsul

Adenoma sering terjadi pada wanita dengan perbandingan 7 : 1 dan 80% terjadi pada umur antara 20 60 tahun. Terdapat dua bentuk adenoma kelenjar thyroid yaitu suatu follicular dan papillary adenoma. Follicular dapat dibagi lagi menjadi macro dan micro follicular adenoma. Disamping itu ada bentuk lain yang dinamakan Hurtle Cell Adenoma:25 1. Follicular Adenoma Adalah suatu adenoma kelenjar thyroid yang membentuk acini atau kelenjar yang serinf terjadi pada usia dewasa muda dan pada setiap bagian dari kelenjar thyroid. Suatu adenoma biasanya single, berbatas jelas berbentuk bulat sampai bulat lonjong, berkapsul dengan diameter 3-4 cm tetapi dapat mencapai 10 cm. konsistensi lebih padat dari jaringan thyroid yang normal. Terdapat sebuah bentuk adenoma yang terdiri dari sel-sel yang besar dan granular daripada sel thyroid normal dengan susunan yang bermacam-macam dari bentuk acini, jalur-jalur atau kelompok-kelompok. Bentuk ini disebut sebagai Hurtle Cell Adenoma. Kurang lebih 10% dari adenoma ini menunjukkan adanya invasi sel kedalam pembuluh darah atau limfe dan cenderung menjadi ganas. Proses ini dimulai denagn penembusan kapsul adenoma tersebut. Yang terpenting mengadakan invasi adalah embryyonal adenoma dan yang paling jarang adalah colloid adenoma. Bila suatu adenoma mengadakan invasi kedalam pembulu darah maka disebut sebagai angio-invasi adenoma atau encapsulated follicular carcinoma. Follicular adenoma punya arti klinis yang

60

penting karena : potensial untuk menjadi hyperthyroidism, sukar dibedakan dengan Carcinoma dan dapat menjadi ganas.25

2. Teratoma Suatu tumor yang sangat jarang dibedakan dan biasanya terjadi pada garis tengah tubuh yang berasal dari jaringan embryonal. Teratoma sering terjadi pada ovarium dan testi. Gambarkan teratoma pada kelenjar thyroid sama seperti dilain tempat dan secara mendalam akan dibicarakan dalam bab urogenitalia.25

b. Tumor Ganas Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Klasifikasi keganasan thyroid : 1. Well differentiated Papillary Carcinoma Folliculary Carcinoma

2. Undifferentiated Medullary Carcinoma Anaplastic Carcinoma

Karsinoma tiroid agak jarang di-dapat, yaitu sekitar 3-5% dari semua tumor maligna. Insidensnya lebih tinggi di negara berkembang dengan struma endemik, terutama jenis folikuler dan jenis anaplastik. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7-20 tahun) dan usia setengah baya (40-60 tahun). Insidens pada pria adalah sekitar 3/ 100.000/tahun dan wanita sekitar 8/ 100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodosa. Fokus karsinoma tampaknya muncul secara de novo di antara nodul dan bukan di dalamnya.17,25

61

Gambar 20. Ca tiroid

(http://www.berbagimanfaat.com/2012/07/karsinoma-tiroid.html (online)
diakses tanggal 20 Maret 2013.) Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor resiko yang penting. Lebih kurang 25% dari mereka yang menjalani radiasi di leher pada usia muda, di kemudian hari, memperlihatkan nodul kelenjar tiroid yang berupa adenokarsinoma tiroid, terutama tipe papiler.16,24 Waspada keganasan pada struma apabila didapatkan : Pembesaran soliter yang cepat pada kelenjar tiroid tanpa disertai rasa nyeri. Pengerasan pada beberapa bagian atau menyeluruh dari suatu struma. Struma yang sudah lama tiba-tiba membesar progresif. Hilangnya mobilitas dari stuma, terjadi akibat proses infiltrasi tumor kesekitarnya. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang m. Sternokleidomastoideus karena terdesak oleh tumor (tanda dari Berry). Adanya obstruksi trakea. Struma disertai dengan suara parau atau horner syndrome (ptosis, miosis, enophthalmus), hal ini menunjukkan adanya atau metastase kanker ke jaringan sekitarnya. Struma disertai pembesaran kelenjar limfe leher. Struma disertai metatase jauh (kalvaria, kosta, kolum femuris dll).17,25 infiltrasi

62

1. Adenokarsinoma papiler Adenokarsinoma papiler adalah jenis keganasan tiroid berdiferensiasi baik yang paling sering ditemukan (50-60%). Sebagian besar disertai pembesaran kelenjar getah bening regional di leher. Karsinoma ini merupakan karsinoma tiroid yang bersifat kronik, tumbuh lambat, dan mempunyai

prognosis paling baik di antara jenis karsinoma tiroid lainnya. Walaupun telah ada metastasis limfogen di leher, dengan pengobatan yang baik, dapat dicapai ketahanan hidup sampai 20 tahun atau lebih. Karena tumbuh lambat dan penyebarannya di luar tiroid juga lambat, evaluasi untuk menilai keberhasilan berbagai cara teknik pembedahan atau penanganan lain sukar ditentukan. Faktor yang memengaruhi prognosis baik ialah usia di bawah 40 tahun, wanita, dan jenis histologik papiler. Penyebaran limfogen tidak terlalu memengaruhi prognosis. Faktor prognosis kurang baik adalah usia di atas 45 tahun serta tumor tingkat T3 dan T4. Tumor ini jarang bermetastasis secara hematogen, tetapi pada 10% kasus terdapat metastasis jauh. Diagnosis. Pada anamnesis ditemukan keluhan tentang benjolan pada leher bagian depan. Benjolan tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan oleh penderita sendiri atau oleh orang lain. Benjolan membesar sangat lambat, dan jika terjadi cepat, harus dicurigai suatu degenerasi kistik atau karsinoma anaplastik. Yang terakhir ini umumnya disertai tanda penekanan terhadap organ dan struktur sekitarnya. Pada anamnesis juga harus ditanyakan adanya faktor risiko untuk terjadinya karsinoma tiroid. Kadang terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian lateral, yaitu grup juguler. Penyebaran kc kelenjar getah bening di bagian kranial kutub atas tiroid akan menimbulkan yang dahulu dikenal sebagai tiroid aberans. Tumor primernya biasanya tidak dikeluhkan dan tidak dapat

63

ditemukan secara klinis. Bila tumornya cukup besar, akan timbul keluhan karena desakan mekanis pada trakea dan esofagus, atau hanya timbul rasa mengganjal di leher. Pemeriksaan fisik. Tumor biasanya dapat dilihat dan dapat dipalpasi dengan mudah. Yang khas untuk tumor tiroid ialah tumor ikut dengan gerakan menelan. Akan tetapi, pada stadium yang telah lanjut yang telah berinflltrasi ke jaringan sekitar, tumor menjadi terfiksasi, dan sering kali tidak lagi bergerak pada waktu menelan. Hal ini sering menjadi indikator bahwa tumor sudah tidak dapat diangkat. Pemeriksaan penunjang. Ultrasonografi dilakukan untuk

membedakan nodul kistik atau padat, dan untuk menentukan volume tumor. Pemeriksaan Rontgen berguna untuk melihat dorongan, tekanan, dan penyempitan pada trakea, serta membantu diagnosis dengan melihat adanya kalsifikasi di dalam jaringan tiroid. Foto toraks dibuat untuk melihat kemungkinan ekstensi struma ke retrosternum dan penyebaran karsinoma tiroid ke mediastinum bagian atas atau ke paru. Pemeriksaan CT scan bermanfaat terutama pada karsinoma tiroid stadium lanjut, yaitu untuk melihat ekstensi tumor ke jaringan sekitar, adanya pembesaran, dan metastasis pada kelenjar getah bening leher. CT scan juga berguna untuk merencanakan pembedahan, tetapi tidak dapat membedakan ganas atau jinaknya suatu nodul tiroid jika belum terjadi infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan bahan radioaktif yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid, dikenal adanya nodul dingin, yaitu nodul yang tidak menangkap atau sedikit menangkap yodium dibandingkan dengan sel kelenjar normal. Nodul hangat menangkap yodium radioaktif sama banyak dengan sel kelenjar normal, dan nodul panas menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiler biasanya kurang atau sama sekali tidak menangkap yodium.

64

Biopsi insisi tidak dianjurkan pada karsinoma tiroid yang masih layak bedah. Biopsi aspirasi jarum halus (FNA) merupakan cara diagnosis yang sangat balk dan sederhana. Ketepatan diagnosis sangat bergantung pada teknik pengambilan, persiapan slides, kejelian serta pengalaman ahli patologi di bidang sitologi. Tata lafcsana. Pembedahan enukleasi pada struma bernodul tunggal sebaiknya tidak dilakukan karena dianggap tidak adekuat. Selain itu, apabila hasil pemeriksaan patologi ternyata ganas, diperkirakan sudah terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel tumor sehingga pembedahan berikutnya menjadi tidak sempurna lagi. Harus diingat bahwa sebagian struma nodul tunggal adalah ganas, dan juga nodul yang teraba secara klinis tunggal mungkin merupakan bagian dari struma multinodosa. Nodul soliter jinak jarang terdapat pada anak, pria (semua umur), dan wanita di bawah 40 tahun ataupun di atas 60 tahun. Bila ditemukan struma nodul tunggal pada golongan tersebut, harus dianggap suatu keganasan dan minimal harus dilakukan

istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologik, sekitar 10% menunjukkan keganasan dan biasanya bcrjenis adenokarsinoma papiler. Pengobatan primer karsinoma papiler dengan radioaktif tidak memberikan hasil yang memuaskan karena adenokarsinoma papiler pada umumnya tidak menyerap yodium 131 (Iodine 131). Pada pascatiroidektomi total ternyata yodium lebih dapat ditangkap oleh sel anak sebar karsinoma papiler tertentu sehingga pemberian pascabedah dengan yodium radioaktif akan lebih bermanfaat. Radiasi ekstemal dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas radiasi intern, dengan hasil yang masih kontroversiai. Metastasis sebaiknya ditatalaksana secara ablasio radioaktif. Prognosis adenokarsinoma papiler cukup balk pada tumor tingkat Tl dan T2. 17,25 .

65

2. Adenokarsinoma folikuler Adenokarsinoma folikuler meliputi sekitar 25% keganasan tiroid dan didapat terutama pada wanita setengah baya. Kadang ditemukan adanya tumor soliter besar di tulang seperti di tengkorak atau humerus, yang merupakan metastasis jauh dari adenokarsinoma folikuler yang tidak ditemukan karena kecil (occult) dan tidak bergejala. Pembedahan untuk adenokarsinoma folikuler adalah tiroidektomi total. Karena sel karsinoma ini menangkap yodium, radioterapi dengan yodium 131 dapat digunakan. Bila masih ada tumor yang tersisa ataupun terdapat metastasis, dilakukan pemberian yodium radioaktif. Radiasi eksternal untuk metastasis pada tulang ternyata

dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik. Prognosis cukup baik, terutama untuk tipe mikro-invasif. 17,25

3. Adenokarsinoma meduler Adenokarsinoma meduler meliputi 5-10% keganasan tiroid dan berasal dari sel parafolikuler, atau sel C yang memproduksi tirokalsitonin. Kadang dihasilkan pula CEA (carsinoembryonic antigen). Tumor adenokarsinoma meduler terbatas tegas dan keras pada perabaan. Tumor ini terutama didapat pada usia di atas 40 tahun, tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan pada anak, dan biasanya disertai gangguan endokrin lannya. Pada slndrom Sipple (MEN IIa) ditemukan kombinasi

adenokarsinoma meduler, feokromositoma, dan hiperparatiroidi, sedangkan pada MEN IIb disertai juga neuroma submukosa. Bila dicurigai adanya adenokarsinoma meduler, dilakukan pemeriksaan kadar kalsitonin darah sebelum dan sesudah

perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium. Kalsitonin, juga merupakan hormon, dapat dipergunakan sebagai alat skrining pada keluarga dengan karsinoma meduler.

66

Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian radioterapi tidak memuaskan. Pemberlan yodium radioaktif juga tidak berhasil karena tumor Ini bukan berasal dari sel folikuler, tetapi dari sel parafolikuler (sel C) sehingga tidak menangkap atau menyerap yodium radioaktif. 17,25

4.

Adenokarsinoma anaplastik Adenokarsinoma anaplastik jarang ditemukan dibandingkan

dengan karsinoma yang berdiferensiasi balk, yaitu sekitar 20%. Tumor ini sangat ganas, terdapat terutama pada usia tua, dan lebih banyak pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada struma nodosa lama yang kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri dan nyeri alih ke daerah telinga dan suara serak karena inflltiasi ke n.rekurens. Biasanya waktu penderlta datang sudah terjadi

penyusupan ke jartngan sekitarnya, seperti taring, faring, dan esofagus sehingga prognosisnya buruk. Pada anamnesis ditemukan struma yang telah di-derita cukup lama dan kemudian membesar dengan cepat, disertai adanya penekanan pada atau infiltrasi ke dalam organ dan struktur sekitar dan rasa sakit. Salah satu gejala yang dapat terjadi adalah suara menjadi parau pada penderita struma nodosa yang sudah lama maka harus dicurigai adanya degenerasi maligna, yaitu karsinoma anaplastik. Pemeriksaan penunjang berupa foto Rontgen toraks, leher dan seluruh tulang tubuh dilakukan untuk mencari metastasis ke organ tersebut. Pembedahan biasanya sudah tidak mungkin lagi sehingga hanya dapat dilakukan biopsi aspirasi jarum halus (FNA) atau biopsi insisi, untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu-satunya terapi yang bisa diberikan adalah radiasi eksternal dengan atau tanpa pemberian kemoterapi antikanker (doksorubisin).

67

Prognosis karsinoma anaplastik adalah buruk, dan penderita biasanya meninggal dalam waktu enam bulan sampai satu tahun setelah diagnosis. 17,25

2.13 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik.2 1. Konsistensi keras pada beberaoa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas, tetapi dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak. 2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan hiperplasia adenomatosa yang sudha berlangsung lama. 3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. 4. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar 4 20% nodul soliter bersifat ganas, sedangkan nodul multiple jarang yang ganas. 5. Nodul yang muncul tiba tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba tiba membesar progresif. 6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak. 7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus strenokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berrys sign). 8. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun nodul ai dengan ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. 2

68

DAFTAR PUSTAKA

1.

Adediji.,

Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine., (online). Diakses tanggal

http://www.emedicine.com/med/topic917.htm 15 Maret 2013 Jam 21.00 WIB. 2. Andre.

Struma.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf (online). Diakses tanggal 15 Maret 2013 Jam 20.10 WIB. 3. Bickley L.S . 2007. Chapter 6: The Head and Neck. Guide to Physical Examination and History Taking. 9th Edition. Lippincot Williams & Wilkins. pp: 198-200. 4. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine., http://www.emedicine.com/med/topic920.htm 15 Maret 2013 Jam 21.10 WIB. 5. Djokomoeljanto R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan (online). Diakses tanggal

Hipertiroidisme. Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing. hh 1993 2008. 6. Ellis Harold. 2006. Part 5 The Head and Neck. Clinical Anatomy applied anatomy for students and junior doctors. Elevanth edition. Australia : Blackwell. pp: 264 267. 7. Fikih Mohamad. 2010. Struma.

http://karikaturijo.blogspot.com/2010/01/struma-nodul-non-toksik.html (online). Diakses tanggal 17 Maret 2013 Jam 19.10 WIB.. 8. Grace Pierce, Borley Neil. 2007. Struma. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : EMS. hh : 132 133. 9. Guyton A.C, Hall J.E. 2006. Chapter 76: Thyroid Metabolic Hormons. Text Book of Medical Physiology. 11th Edition. Saunder Elsevier. pp: 931939. 10. John B. Hanks, Leslie J. Salomone. 2007. Chapter 36: Thyroid. Sabiston Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 18th edition. Saunder Elsevier pp:603-627. 69

11.

Lee,

Stephanie

L.,

2004.,

Goiter,

Non

Toxic.,

eMedicine.

http://www.emedicine.com/med/topic919.htm 15 Maret 2013 Jam 19.30 WIB. 12.

(online). Diakses tanggal

Mansjoer Arif dkk. 2009. Struma Nodosa Non Toksik. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. hh. 598 - 601.

13.

Miller Beat. Morgenthaler Christ, Mirjam. 2007. Evaluation of Hyperthyroidism and Hyperthyroid Goiter. Oertli D, Udelsman R. Surgery of the Thyroid and Parathroid Glands. Berlin Heidelberg: Springer Verlah. pp: 21-30 Moore KL, Agur AMR. 2007. Neck Essential Clicinal Anatomy 3rd Edition. London : Lippincott Williams & Wilkins. pp: 584-629

14.

15.

Mulinda,

James

R.,

2005.,

Goiter.,

eMedicine.,

http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm (online). Diakses tanggal 15 Maret 2013 Jam 22.10 WIB. 16. R. Martatko Marmowinoto, Soenarto Reksoprawiro, Urip Murtedjo, Yoga Wijahyadi, Dwi Hari Susilo, R Maryono Dwi Wibowo, Sahudi. 2010. Struma Nodosa Non Toksika. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya: Lab/UPF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Umum Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya. hh: 140-142. 17. Sadler P, Orlo H. Clark. 2010. Chapter 37: Thyroid, Parathyroid, and Adrenal. Schawatzs Principles of Surgery 9th Edition. McGraw-Hill Companies. pp: 41 - 49 18. Saladin. 2003. Chapter 17 The Endocrin System. Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. Third Edition. Philadelphia : The McGrawHill. pp : 635 647. 19. Shebatarigan. 2011. (online) Struma. diakses

http://www.scribd.com/doc/61979639/Lapkas-Struma tanggal 18 Maret 2013 Jam 21.15 WIB.. 20. Silbernagl : 282 283. Stefan, Lang Florian. 2006.

Pengaruh

dan

Gejala

Hipertiroidisme. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh

70

21.

Silbernagl : 284 285.

Stefan,

Lang

Florian.

2006.

Pengaruh

dan

Gejala

Hipotiroidisme. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh

22.

Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2006. Penyebab Hipotiroidisme, Hipertiroidisme dan Struma. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC. hh : 280 281.

23.

Snell Richard. 2006. The Endocrine System. Clinical Anatomy by System. London : Lippincott Williams & Wilkins. pp : 415 418.

24.

Tjindarbumi, D. 2006. Karsinoma Tiroid. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bina Rupa Aksara. hh ; 343 352.

25.

Urip Murtedjo, Hasan Arief Iyad (alm.), Adrie E. Manoppo (alm.), Tjakra W. Manuaba. 2007. Sistem endokrin. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hh: 799-814.

26.

Wiyono Paulus. 2009. Tiroiditis. Dalam : Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing. hh: 2016-2021.

27.

Yogiantoro Diany, Prijanto. 2010. Opthalmogic aspects of Thyroid Eye Disease. Seri 1 Endokrin Metabolik Kapita Selekta Tiroidologi. Surabaya: Airlangga University Press. hh: 37- 46. Young Barbara, Lowe James. 2006. Endocrine System. Wheaters Functional Histology a Text and Colour Atlas. 5th Edition. London: A Churchill Livingstone. pp : 333-335.

28.

29.

Meier DA, Brill DR, Becker DV, Clarke SEM, Silberstein EB, Royal HD, et al. Procedure guideline for therapy of thyroid disease with Iodine-131. J Nucl Med 2002; 43: 856-861.

http://www.prioritasnews.com/2012/08/28/gangguan-metabolisme-akibathipertiroid/ (online) diakses tanggal 20 Maret 2013. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Struma_001.jpg tanggal 17 Maret 2013. (online) diakses

71

http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-diagnosis/lymphomadiagnosis/ (online) diakses tanggal 19 Maret 2013. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0887217111001648 (online) diakses tanggal 17 Maret 2013. http://dc95.4shared.com/doc/-g5Kd0H_/preview.html (online) diakses tanggal 20 Maret 2013. http://www.berbagimanfaat.com/2012/07/karsinoma-tiroid.html diakses tanggal 20 Maret 2013. (online)

72

Anda mungkin juga menyukai