Anda di halaman 1dari 10

PERLUNYA EVALUASI DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM SMK

Posted on December 20, 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di SMK merupakan proses pendidikan yang identik dengan sistem pelatihan di industri, oleh karena itu dalam penyelenggaranya harus dilakukan dan dikembangkan secara sistemik guna mendukung sistem produksi industri. Pengembangan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan untuk mendapat bentuk kurikulum yang sesuai dengan tuntutan kerja sebagai upaya proyeksi bagi lulusan yang akan siap bekerja. Pengembangan kurikulum SMK dilakukan dalam rangka menjalankan fungsinya kepada masyarakat. Harapan masyarakat seperti dikatakan Daeng Sudirwo (2002;5), bahwa Kurikulum SMK haruslah dapat mengantisipasi kebutuhan tenaga kerja, sehingga lulusannya memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Evaluasi kurikulum dimaksudkan agar memperoleh gambaran mengenai keberhasilan kurikulum yang sedang atau telah dikembangkan di SMK. Dari kegiatan evaluasi tersebut akan diketahui kelebihan, kelemahan dan kekurangan dari subuah kurikulum. Kurikulum SMK merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua kegiatan pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa SMK yang didalamnya terintegrasi sejumlah ilmu pengetahuan dan sejumlah aktivitas yang diberikan kepada peserta didik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat rumusan masalah yaitu bagaimana evaluasi dan pengembangan kurikulum SMK itu? C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, terdapat tujuan dari pembuatan makalah yaitu memahami perlunya evaluasi dan pengembangan kurikulum SMK. BAB II KAJIAN PUSTAKA Kurikulum adalah program dan pengalaman belajar serta hasil-hasil belajar yang di harapkan yang diformulasikan melalui pengetahuan dan kegiatan yang tersusun secara sistematis, di berikan kepasa siswa di bawah tanggung jawab sekolah untuk membantu pertumbuhan atau perkembangan pribadi dan kompetensi sosial anak didik. Zais (1976:11) yang mendefinisikan kurikulum sebagai course of subject matters to mastered, maksudnya bahwa kurikulum memuat materi pelajaran yang harus disampaikan oleh guru kepada siswa hingga tuntas. Menurut Zais komponen kurikulum terdiri atas : (1) Tujuan; (2) isi atau materi; (3) Proses

Belajar; (4) Evaluasi. Konsep konsep kurikulum memiliki fungsi yang berbeda dan akan berdampak pada perlakuan terhadap proses kurikulum. Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu: 1. Kurikulum sebagai suatu ide yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan. 2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu. 3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran. 4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. A. Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi

pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu : 1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). 2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik. 3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan. 4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai. 5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas. Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsipprinsip yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. 2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong

peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. 5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan. 6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum. Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum. B. Evaluasi Kurikulum Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program/kegiatan telah sesuai dengan perencanaan atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui hal-hal yang telah / akan dicapai sudahkah memenuhi kriteria yang ditentukan. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian diambil keputusan apakah program tersebut akan diteruskan ataukah direvisi / bahkan diganti seluruhnya. Kegiatan pengembangan kurikulum juga tidak akan lepas dari unsur evaluasi, karena evaluasi merupakan salah satu komponen yang amat penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam banyak hal, komponen penilaian sangat berperan dalam menunjang keberhasilan pengembangan kurikulum, seperti yang kita ketahui, kurikulum yang dikembangkan itu masih berupa perencanaan-perencanaan bersifat teoritis dan abstrak. 1. Hakikat Evaluasi Kurikulum

Evaluasi pada dasarnya adalah proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Dalam proses evaluasi terdapat beberapa komponen, yaitu mengumpulkan data/informasi yang diperlukan sebagai dasar dalam menentukan nilai sesuatu yang menjadi obyek evaluasi. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan modal pengembangan kurikulum yang digunakan. Hasil evaluasi kurikulum juga dapat dipakai oleh guru, kepala sekolah maupun para pelaksana pendidikan lainnya untuk mengetahui perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode serta cara penilaian pendidikan. Evaluasi kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, sebab evaluasi kurikulum selalu berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah, selain itu obyek evaluasi kurikulum juga berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang diterapkan serta evaluasi kurikulum itu dilakukan oleh seseorang yang sifatnya juga berubah. Menurut Stufflebeam, ada tiga hal penting yang tercakup dalam proses evaluasi, (a) menetapkan suatu nilai, (b) adanya suatu kriteria, (c) adanya deskripsi program sebagai obyek penilaian. Komponen lain yang dapat menunjang keberhasilan evaluasi kurikulum yaitu pertimbangan. Pertimbangan merupakan hasil yang sangat penting dalam proses evaluasi. Pertimbangan tersebut diharapkan tepat jika informasi yang diperoleh juga tepat. Oleh karena itu, pengumpulan informasi harus didasarkan pada rencana pertimbangan yang telah ditetapkan, pertimbangan yang diambil tidak harus menuntut adanya pengambilan tindakan. Sebagai contoh, seorang kepala sekolah mempertimbangkan bahwa suatu kurikulum yang baru akan lebih efektif. Sedang komponen yang terakhir yaitu pembuatan keputusan. Komponen ini merupakan tujuan akhir dari evaluasi kurikulum. Dalam pembuatan keputusan harus dipikirkan dengan matang karena dalam keputusan tersebut yang akan membawa ke arah yang positif / negatif. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Aspek Kurikulum yang Dievaluasi 1. Tujuan Suatu perencanaan program pendidikan, mungkin keseluruhan program, kurikulum, pengajaran, atau evaluasi harus didasarkan pada tujuan perencanaan ini. Penilaian tujuan kurikulum terutama untuk mengetahui apakah tujuan kurikulum dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian yang lebih tinggi dalam pendidikan? Melalui evaluasi ini dapat diketahui kadar tujuan kurikulum sebagai tujuan dalam mencapai tujuan pendidikan. 2. Isi Kurikulum Penilaian tentang isi kurikulum mencakup semua program yang diprogramkan untuk mencapai tujuan. Komponen isi mencakup semua jenis mata pelajaran yang harus diajarkan, dan pokokpokok bahasan atau bahan pengajaran yang meliputi seluruh mata pelajaran tersebut. Isi/bahan kurikulum tersebut dinilai dari segi kerelevansiannya dengan tujuan yang berarti dapat menjamin tercapainya tujuan itu, kebenarannya sebagai ilmu pengetahuan, fakta/pandangan tertentu, keluasan dan kedalamannya. 3. Strategi Pengajaran

Penilaian strategi pengajaran meliputi berbagai upaya yang ditempuh demi tercapainya tujuan berdasarkan bahan pengajaran yang telah ditetapkan. Komponen strategi pengajaran mencakup berbagai macam pendekatan yang dipilih, metode-metode dan berbagai teknik pengajaran, sistem penilai, pencapaian hasil belajar siswa baik yang berupa penilaian proses maupun hasil yang diperoleh. 4. Media Pengajaran Komponen media pengajaran merupakan komponen kurikulum yang berupa sarana untuk memberikan kemudahan dan kejelasan siswa dalam proses belajar yang dilakukannya. Ada berbagai macam media yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengajaran baik yang bersifat tradisional maupun modern. Media pengajaran tersebut dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan, bahan pengajaran, kebutuhan pengalaman siswa, kesesuaian dengan kemampuan dan ketrampilan pengajar, efektivitas sebagai sarana penunjang dan sebagainya. 5. Hasil yang Dicapai Hal-hal yang dicapai dalam suatu kurikulum paling tidak mencakup tiga masalah, yaitu keluaran, efek dan dampak. Keluaran berupa prestasi belajar yang dicapai siswa sesuai dengan tujuan. Efek berupa perubahan tingkah laku sebagai akibat dari perlakuan belajar. Sedangkan dampak merupakan pengaruh suatu kurikulum pada perkembangan lembaga pendidikan itu sendiri, pengetahuan dan masyarakat. Hasil-hasil yang dicapai tersebut merupakan masukan yang sangat berguna untuk menilai hasilguna dan daya-guna suatu kurikulum yang dijalankan. Hal ini dapat dilakukan dengan menemukan perbedaan antara perencanaan/tujuan dengan hasil yang diperoleh secara faktual. 3. Bentuk Evaluasi Kurikulum Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyaknya aspek yang harus dievaluasi, banyaknya orang yang terlibat dan luasnya kurikulum yang harus diperhatikan. Itu sebabnya evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang mengembangkan menjadi disiplin ilmu. Scriven memberikan sumbangan besar kepada evaluasi kurikulum dengan mengemukakan betapa pentingnya saat evaluasi itu diadakan, apakah sepanjang program itu berjalan (yaitu evaluasi formatif) atau pada akhirnya (yaitu evaluasi sumatif). Bentuk evaluasi kurikulum secara komprehensif dapat ditinjau menjadi dua macam, yaitu formatif dan sumatif. 1. Penilaian formatif Penilaian ini disebut juga dengan penilaian proses, yakni penilaian yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum. Data dikumpulkan dan dianalisis untuk menemukan masalah serta mengadakan perbaikan sedini mungkin. Berbagai alat penilaian, dapat digunakan dalam penilaian formatif, di antaranya yaitu tes, wawancara, observasi dan lain-lain. Dan yang dinilai adalah semua komponen dan menunjang pelaksanaan program. Untuk mencapai maksud evaluasi formatif, tidaklah perlu atau bahkan dikehendaki menanyakan seluruh siswa dalam pertanyaan yang sama. 2. Penilaian sumatif

Proses evaluasi yang dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu, berbeda dengan penilaian formatif, penilaian sumatif ini harus menunggu selesainya suatu program. Misalnya setelah satu tahun program berjalan, atau setelah lembaga pendidikan menghasilkan lulusannya. Evaluasi sumatif mempunyai beberapa tujuan, di antaranya menyeleksi dari beberapa program kurikulum yang tersedia/proyek yang mana akan melanjutkan dan mana yang tidak efektif. Dalam pelaksanaan di sekolah penilaian formatif ini merupakan ulangan harian, sedangkan tes sumatif biasa kita kenal sebagai ulangan umum yang diadakan pada akhir semester. Penilaian secara formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru maupun program itu sendiri, di antaranya yaitu : 1. Manfaat bagi siswa a) Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh. b) Usaha perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya.[8] Sehingga siswa mengetahui bab mana yang dirasa belum dikuasainya. Dengan demikian ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan. c) Sebagai diagnosa. Bahwa pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan dan ketrampilan. Dengan mengetahui hasil tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit. 2. Manfaat bagi guru a) Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa. Dengan ini guru bisa menentukan apakah strategi mengajarnya harus diganti atau tetap menggunakan strategi lama. b) Dapat mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dipahami oleh siswa. c) Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan. 3. Manfaat bagi program a) Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak. b) Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan. c) Apakah diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai. d) Apakah metode, pendekatan dan evaluasi yang digunakan sudah tepat. Ada beberapa manfaat dari penilaian tes sumatif, di antaranya yaitu : 1. Untuk menentukan nilai Nilai dalam tes sumatif digunakan sebagai acuan dalam menentukan perbandingan siswa dan kedudukan siswa dalam kelas. Sehingga dalam nilai tersebut dapat diketahui prestasi belajar siswa-siswa dalam kelas. 2. Berfungsi sebagai tes prediksi

Tes ini untuk menentukan seorang anak sudah menguasai bahan pelajaran yang sudah diberikan, sehingga siswa mampu melanjutkan program selanjutnya ataukah siswa harus mengulang / mempelajari lagi bahan pelajaran tersebut. 3. Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa, sehingga akan berguna bagi : a. Orang tua siswa b. Pihak bimbingan / penyuluhan di sekolah. c. Pihak lain, misalnya siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain / akan melanjutkan belajar / memasuki lapangan kerja. 4. Peranan Evaluasi Kurikulum Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial. Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di Inggris atau di negara-negara lain merupakan institusi sosial dari gerakan penyempurnaan kurikulum. Beberapa karakteristik dari proyek-proyek kurikulum yang dikembangkan di Inggris, umpamanya (1) lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada, (2) lebih berskala nasional daripada lokal, (3) dibiayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap, (4) lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada oleh kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial. Peranan evaluasi kebijakan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu evaluasi sebagai moral judgment, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus nilai. 1. Evaluasi sebagai moral judgment Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama, evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut, suatu obyek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dievaluasi. Evaluasi bukan merupakan konsep tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan. Kegiatan yang pertama mungkin juga mengandung segi-segi nilai (terutama dalam memilih sumber informasi dan jenis informasi yang akan dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua, yaitu menentukan keputusan menunjukkan suatu evaluasi, dasar pertimbangan yang digunakan adalah suatu perangkat nilai-nilai. Karena masalah-masalah dan konsep-konsep dalam pendidikan selalu mengalami perkembangan, maka pertalian antara informasi pendidikan yang diperoleh dengan keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami perkembangan pula. Perkembangan ini terutama berkenaan dengan perkembangan atau perubahan nilai-nilai. Oleh karena itu, salah satu tugas dari evaluator pendidikan mempelajari kerangka nilai-nilai tersebut. Atas dasar nilai-nilai tersebut maka keputusan pendidikan baru bisa diambil. 2. Evaluasi dan penentuan keputusan

Pada dasarnya pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau khususnya dalam pelaksanaan kurikulum yaitu guru, murid, kepala sekolah, orang tua, para inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya mereka semua mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan berdasarkan posisinya. Murid mengambil keputusan sesuai dengan posisinya sebagai murid, guru mengambil keputusan sesuai dengan posisinya menjadi guru, besar kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatu saat. Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan bagi murid untuk belajar lebih giat atau tidak. Lain halnya dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia mengambil keputusan untuk kepentingan seorang atau seluruh murid. Demikianlah keputusan yang diambil kepala sekolah dan sebagainya. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses evaluasi mempunyai posisi nilai yang berbeda. 3. Evaluasi dan konsensus nilai Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum, sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri atas : orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi dan lain-lain. Pernah dimimpikan bahwa para partisipan tersebut merupakan suatu kelompok yang homogen sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi beberapa pengalaman menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Mereka mempunyai sudut pandangan, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri. Bagaimana caranya agar di antara mereka terdapat kesatuan penilaian, kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsensus. Secara historis, konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi mental serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian, yang dipusatkan pada tujuantujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistik dan pretest serta post test dan lain-lain. Model penelitian di atas merupakan suatu social engineering atau system approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian tersebut keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam suatu flow chart yang merumuskan secara operasional input (pretest) cara-cara kegiatan (treatment) serta output (pro test) BAB III KESIMPULAN Pengembangan kurikulum adalah suatu istilah yang ada dalam studi kurikulum, yaitu sebagai alat untuk membantu guru melakukan tugasnya menyampaikan pembelajaran yang menarik minat siswa. Kegiatan pengembangan kurikulum ini perlu dilakukan untuk menghadapi dan mengantisipasi keadaan merespons perkembangan ilmu dan teknologi, perubahan sosial di luar sistem pendidikan, memenuhi kebutuhan siswa dan merespons kemajuan dalam pendidikan. Masalah yang ada dalam proses pengembangan kurikulum biasanya berkaitan dengan pertanyaan yang mengenai bagaimana memilih materi yang diajarkan, apa yang harus dilakukan bila ada pandangan yang bertolak belakang dengan pengembang dan bagaimana menerapkan kurikulum secara meyakinkan. Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula dalam memilih

isi/materi yang harus dikuasai, strategi yang akan digunakan serta bentuk dan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur ketercapaian kurikulum. Strategi pembelajaran berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi/materi kurikulum agar tujuan tercapai dan komponen evaluasi kurikulum adalah untuk menilai apakah tujuan kurikulum telah tercapai. Hasil dari evaluasi kurikulum adalah berupa umpan balik apakah kurikulum ini akan direvisi atau tidak. Evaluasi kurikulum diadakan untuk mengetahui hingga manakah hasilnya memenuhi harapanharapan yang terkandung dalam tujuan-tujuannya dengan maksud untuk mengadakan perbaikan dan melanjutkannya atau menggantikannya dengan yang baru, bila segala sarana dan prasarana telah disiapkan yang antara lain mengenal pendidikan guru dan alat-alat instruksional. Evaluasi harus dilakukan secara kontinyu setelah kurikulum itu diresmikan sepanjang kurikulum itu masih dipakai. Demikian juga bahan perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan zaman. Dengan demikian mutu kurikulum senantiasa dapat dipelihara bahkan ditinggalkan. Maka dari itu evaluasi dan pengembangan SMK itu perlu dilakukan. BAB IV DAFTAR PUSTAKA Budimansyah, Dasim.2007. Pengembangan kurikulum dan pembelajaran PKn. Jakarta: Universitas Terbuka Soetopo, Hendra; Soemanto,Wasty.1987.Pembinaan dan pengembangan kurikulum.Jakarta:Bina Aksara Hasan, Said Hamid.1988.Evaluasi Kurikulum.Jakarta:Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Hamalik, Oemar.1990.Evaluasi Kurikulum.Bandung:Remaja Rosdakarya Sanjaya,Wina.2008.Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta:Kencana Sudjana, Nana.2005. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah.Jakarta: Sinar Baru Algensindo Nurgiantoro, Burhan. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah.Yogyakarta: BPFE Sudjana, Nana.1991.Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: CV. Sinar Baru

Anda mungkin juga menyukai