Anda di halaman 1dari 46

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS Berkas Pembinaan Keluarga Puskesmas Sidoarjo

No Berkas No RM Nama KK

: 01 : : Tn. Edi

Tanggal kunjungan pertama kali 15 Juni 2013 , Nama pembina keluarga pertama kali : Dr. Laksomono. M.kes. Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode pembinaan ) Tanggal Tingkat Pemahaman Paraf Pembimbing Paraf Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga Alamat lengkap Bentuk Keluarga : Tn. Edi : Gajah magersari RT 11/ RW 04 : Nuclear Family

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


No 1 2 3 Nama Edi Ilmatus Angger Kedudukan dalam keluarga KK Istri Anak L / P L P L Umur 27 21 1 Pendidikan SMP SMP Pekerjaa n Wiraswas ta Tidak Bekerja Pasien Klinik (Y/T) T Y T Ket TB Paru Kasus baru -

Sumber : Data Primer, juni 2013

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA BAB I STATUS PENDERITA A. PENDAHULUAN Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita TB paru kasus baru, berjenis kelamin perempuan dan berusia 21 tahun, dimana penderita sudah berkeluarga dengan satu anak laki laki dan salah satu dari penderita TB paru yang berada di wilayah Puskesmas Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah Puskesmas Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB terutama masalah penularannya dan mengenai kepatuhan meminum obat anti TB. B. Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Pendidikan Agama Alamat Suku Tanggal periksa C. IDENTITAS PENDERITA : Ny. I : 21 tahun : Perempuan : IRT : SMP tamat : Islam : Jl. Gajah magersari RT 11/ RW 04 : Jawa : 15 juni 2013 : Batuk-batuk ANAMNESIS 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Kurang lebih satu bulan yang lalu penderita mulai merasa sering batukbatuk, batuk ngikil dan berdahak, dahak kental dan berwarna putih. Selain itu penderita juga mengeluhkan napas terasa sesak , timbul keringat dingin

malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, dan berat badan dirasakan turun (dari 60 kg sekarang 36 kg pada waktu sakit). Penderita juga merasakan badannya lemas, dan kadang mengeluhkan pusing. Penderita tidak mengeluh nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri dada saat batuk. Selama batuk, penderita berobat ke dokter umum diberi obat namun batuknya tidak hilang. BAB dan BAK tidak ada keluhan Karena batuk tidak sembuh-sembuh akhirnya penderita di bawa ke puskesmas dan diberi obat batuk tetap tidak hilang, sehingga pasien pergi ke puskesmas untuk di periksakan lagi untuk periksakan dahaknya. Kemudian penderita disana penderita di beri obat 1 macam dan harus diminum selama 6 bulan di tambah susu tinggi protein. 3. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat kontak dengan penderita TB Riwayat batuk lama Riwayat batuk darah Riwayat mondok Riwayat Imunisasi Riwayat sakit gula Riwayat asma Riwayat alergi obat/makanan Riwayat penyakit jantung : (+) oleh suami : (-) : (-) : (-) : tidak lengkap : (-) : (-) : (-) : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluarga dengan penyakit serupa Riwayat keluarga sakit batuk berdarah Riwayat sakit sesak nafas Riwayat hipertensi Riwayat sakit gula : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

5. Riwayat Kebiasaan Riwayat suami merokok : (+) iya

Riwayat Ayah merokok Riwayat olah raga keluarga jarang, berekreasi jarang

: (+) iya : jarang sekali

Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan Riwayat kebiasaan batuk, pilek dan meludah sembarangan: (+) Penderita adalah seorang istri Ny. I dan suami Tn. E dan tinggal di

6. Riwayat Sosial Ekonomi sebuah rumah yang berpenghuni 3 orang (penderita, suami dan anak). Penderita mempunyai seorang anak bernama An. A. Suami penderita bekerja sebagai penjual Es degan dengan jam kerja yang tidak teratur setiap minggunya. Penderita tidak bekerja dan ikut suami ke tempat kerjanya. Sumber pendapatan keluarga didapatkan hanya dari suami saja sebesar Rp. 2.000.000 ,-. 7. Riwayat Gizi. Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi sepiring, jarang sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe kerupuk, penderita sering makan buah buahan. Sebelum sakit penderita termasuk yang tidak sulit untuk makan. Kesan status gizi kurang.

D. ANAMNESIS SISTEM 1. Kulit 2. Kepala 3. Mata 4. Hidung 5. Telinga 6. Mulut 7. Tenggorokan : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-) : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok. : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-), ketajaman baik : tersumbat (-), mimisan (-) : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-) : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-) : sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan 9. Kadiovaskuler

: sesak nafas (+), batuk batuk (+) selama +1 bulan, mengi (-), batuk darah (-) : berdebar-debar (-), nyeri dada (-) (+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan

10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun 11. Genitourinaria 12. Neuropsikiatri : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa : Neurologik Psikiatrik 14. Ekstremitas : Atas Bawah E. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS E 4V5M6), status gizi kesan kurang. 2. Tanda Vital dan Status Gizi Tanda Vital Nadi Suhu Tensi :90 x/menit :36,8 oC :100/70 mmHg Pernafasan :36 x/menit : kejang (-), lumpuh (-) : emosi stabil, mudah marah (-) : bengkak (-), sakit (-) : bengkak (-), sakit (-)

13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

Status gizi : BB TB : 36 kg : 155 cm

BB/(TB)2 x 100% = 36/(155)2 x 100% = 74,92% Gizi kurang Status Gizi Gizi Kurang 3. Kulit Warna Kepala 4. Mata : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-) : Bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut

Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea 5. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), 6. Mulut Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (+), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-) 7. Telinga Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), 8. Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-) 9. Leher Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-) 10. Thoraks Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-) - Cor : I: tampak normal P: tampak normal P: tampak normal A: S1 S2 tunggal, vesikuler (+) - Pulmo: Statis (depan dan belakang) I: pengembangan dada kanan sama dengan kiri P : fremitus raba kiri sama dengan kanan P : sonor/sonor A : suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan RBK (-/-), whezing (-/-) (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)

3. Abdomen I :dinding perut sejajar dengan dinding dada. P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba P :timpani seluruh lapang perut A :peristaltik (+) normal 4. Ektremitas: palmar eritema(-/-) akral dingin oedem -

5. Sistem genetalia: dalam batas normal 6. Pemeriksaan Neurologik Fungsi Luhur : dalam batas normal Fungsi Vegetatif : dalam batas normal Fungsi Sensorik : dalam batas normal Fungsi motorik : K 5 5 T N N N N

5 5 7. Pemeriksaan Psikiatrik Penampilan Kesadaran Afek Psikomotor Proses pikir

: sesuai umur, perawatan diri cukup : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis : appropriate : normoaktif : bentuk :realistik isi arus :waham (-), halusinasi (-), ilusi (-) :koheren

Insight

: baik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan bakteriologis G. RESUME Seorang perempuan 21 tahun dengan keluhan utama batuk. Penderita mulai merasa sering batuk-batuk 1 bulan yang lalu, batuk ngikil dan berdahak, dahak tidak kental dan berwarna putih,terasa susah keluar. Napas terasa sesak, timbul keringat dingin malam hari tanpa aktivitas, nafsu makan menurun, kadang tersa pusing, dan berat badan dirasakan turun(awal 60kg sekarang 36 kg), badan terasa lemas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, status gizi kesan kurang. Tanda vital T:100/70 mmHg, N: 90 x/menit, Rr: 36 x/menit, S:36,80C, BB:36 kg, TB:152 cm, status gizi Gizi kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan Conjuntiva anemis (+/+), lidah atrofi (-). Pada pemeriksaan penunjang pemeriksaan bakteriologis di dapatkan hasilnya BTA (+ 1). H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS Diagnosis Biologis 1. TB Paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif) 2. Nafsu makan kurang. 3. Status gizi yang rendah Diagnosis Psikologis Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya 1. 2. 3. Status ekonomi kurang. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari. Kondisi lingkungan dan rumah yang tidak sehat. :BTA +1 Pemeriksaan rontgen thoraks : Tidak di lakukan

I. PENATALAKSANAAN Non Medika mentosa 1. Bed Rest Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat. 2. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 2500 Kalori Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi, juga minum susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga mempercepat kesembuhan dan berat badannya akan meningkat, yang merupakan indikator kesembuhan pasien. 3. Olah raga Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar, dan latihan pernafasan untuk mengurangi sesak. 4. Mengurangi stress tertentu Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincangbincang atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medikamentosa Oral Anti TBC (OAT) paketan untuk kategori I fase intensif dari puskesmas, dengan regimen pengobatan 2HRZ/4H3R3 yang terdiri atas : 1. Rifampicin dosis harian 10 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 450 mg diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan, fase intensif 4 bulan ) 2. Isoniazid dosis harian 5 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 300 mg diberikan dengan dosis tunggal selama 6 bulan (fase intensif 2 bulan, fase intensif 4 bulan ) 3. Pirazinamid dosis harian 25 mg/kgBB, dengan sediaan tablet 500 mg diberikan dengan dosis 2 tablet/hari selama 8 bulan (pengobatan pertama 3 bulan dilanjutkan 5 bulan berikutnya) 4. Vitamin B kompleks dengan dosis 3 tablet/hari. J. FOLLOW UP Tanggal 17 Juni 2013 S :Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas (+), batuk (+) ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-). O :KU sedang, compos mentis, gizi kurang Tanda vital :T : 100/60 mmHg N : 90 x/menit R :36 x/menit S :36,7 0C

Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (+/+) Mulut : Papil lidah atrofi (-/-) Pulmo : RBK (-/-) Status Neurologis : dalam batas normal. Status Mentalis : dalam batas normal A :TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif).

10

P :Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga dilakukan pasien. Tanggal 18 Juni 2013 S :Penderita merasa nafsu makan menurun (+), badan lemas (+), batuk (+) ngikil, batuk darah (-), sesak napas (+), nyeri dada (-), dan keringat malam (-). O :KU sedang, compos mentis, gizi kurang Tanda vital :T : 110/70 mmHg N : 100 x/menit R :36 x/menit S :36,5 0C patient centered management: dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi

Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (-/-) Mulut : Papil lidah atrofi (-/-) Pulmo : RBK (-/-) Status Neurologis : dalam batas normal. Status Mentalis : dalam batas normal A :TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif). P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga dilakukan pasien. Tanggal 19 Juni 2013 S :Penderita merasa nafsu makan menurun (-), badan lemas (-), batuk (+) kadang, batuk darah (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), dan keringat malam (-). O :KU sedang, compos mentis, gizi kurang Tanda vital :T : 110/70 mmHg N : 100 x/menit R :28 x/menit S :36,5 0C patient centered management: dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi

Status Generalis : Mata : Conjunctiva pucat (-/-)

11

Mulut : Papil lidah atrofi (-/-) Pulmo : RBK (-/-) Status Neurologis : dalam batas normal. Status Mentalis : dalam batas normal A :TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif). P : Terapi medikamentosa berupa OAT, non medika mentosa selain itu juga dilakukan pasien. patient centered management: dukungan psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga dan edukasi

FLOW SHEET Nama : Ny. I Diagnosis : TB paru Kasus Baru (dalam pengobatan fase intensif). NO T G L 17/06 /2013 18/06 /2013 19/06 /2013 Tensi mm Hg 100/60 110/60 110/70 BB Kg 36 36 36 TB Cm 152 152 152 Gizi kurang Gizi kurang Gizi kurang Tidak dila ku kan Status Gizi Mantou x Test Foto Rontgen Thoraks Gambaran TB Gambaran TB Gambaran TB Mat a CA (+/+) CA (+/+) CA (-/-) KET

1 2 3

OAT 2HRZ/4H3R3

BAB II IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

12

A. FUNGSI KELUARGA 1. Fungsi Biologis. Keluarga terdiri dari penderita, Suami (Tn. Edi, 24 tahun), Ibu (Ny. I (Pasien), 21 tahun) dan seorang anak (An Angger, 1 tahun). Penderita tinggal serumah dengan Ibu, Bapak Pasien, Suami pasien, anak pasien 2. Fungsi Psikologis. Ny. I tinggal serumah dengan Suami dan anaknya (Tn. Edi dan An. Angger). Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain, bahkan juga dengan keluarga besar dari ayah yang tinggal berdekatan dengan rumah penderita. Kedua orang tua penderita bekerja dari pagi dan pulang di sore harinya. Namun suami penderita tetap berusaha untuk memperhatikan kebutuhan penderita sehari-hari terutama mengenai anak penderita dan makan sehari-hari. Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan. Meskipun penghasilan mereka tak berkecukupan, namun mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan semuanya kepada Tuhan. 3. Fungsi Sosial Penderita adalah seorang istri yang humoris, penyayang, agak sedikit tertutup. Dalam masyarakat penderita dan keluarganya hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Suami dan istri (penderita) kurang aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat karena jam kerja yang menyita waktu, namun penderita tetap mengikuti kegiatan lainnya seperti gotong royong di hari minggu atau membantu hajatan tetangga. Dalam kesehariannya

13

penderita bergaul akrab dengan masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain. 4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari Suami saja yang bekerja sebagai penjual Es degan dengan sumber pendapatan Rp. 2.000.000 Penghasailan tersebut juga digunakan untuk membiayai kedua orang tua dan satu orang adik perempuan dari ayah penderita yang tidak jauh dari rumah penderita. Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum, biaya sekolah atau iuran membayar listrik hanya mengandalkan uang yang ada dan tidak pernah menyisihkannya untuk menabung ataupun biaya-biaya mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain). Untuk kebutuhan air dengan menggunakan pompa air. Untuk memasak memakai kompor minyak atau kayu bakar. Makan sehari-hari lauk pauk, kadang daging, buah dan frekuensi makan kadang-kadang 2-3 kali. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke puskesmas, dan penderita sudah mempunyai kartu sehat.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi Penderita termasuk anak yang terbuka sehingga bila mengalami kesulitan atau masalah penderita sering bercerita kepada kedua orang tuanya terutama ibu.

B. APGAR SCORE

14

ADAPTATION Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali membicarakannya kepada suaminya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan menjadi keluhannya. Baik keluhan tentang penyakitnya maupun tentang di sekitarnya. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari di rumah. Dukungan dari mertua, keluarga dan petugas kesehatan yang sering memberi penyuluhan kepadanya, mertua dan suami yang menjaganya sangat memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita dan keluarga yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal ini menumbuhkan kepatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat. PARTNERSHIP Ny. I mengerti bahwa ia adalah Istri yang sangat di cintai oleh suaminya. Selain itu mertua dan suaminya meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh kembali, komunikasi antar anggota keluarga masih berjalan dengan baik. GROWTH Ny. I sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun kadang menganggunya terutama dalam hal mengurusi anaknya yang masih berumur 1 tahun karena membuatnya menjaga jarak terhadap anaknya. AFFECTION Ny. I merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan mertua dan suami cukup meskipun akhir-akhir ini ia sering menderita sakit. Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya. RESOLVE Ny. I merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari mertua dan suaminya walaupun waktu yang tersedia tidak banyak karena suami penderita harus bekerja dan kadang harus melembur sampai malam, walaupun pada hari minggu atau hari libur besar kedua mereka tidak menyempatkan untuk pergi ke tempat rekreasi.

15

APGAR Tn. Edi Terhadap Keluarga

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi masalah P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru saya A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Sering/ selalu

Kadangkadang

Jarang/tidak

Tn Edi bekerja sebagai penjual Es Degan, yang tidak mempunyai waktu yang tetap, sehingga Tn. Edi semakin sedikit waktu untuk bersamasama, karena harus bekerja keras, walaupun hari minggu Tn. Edi bekerja sebagai tukang parkir Ketika sampai di rumah masih harus sibuk mengurusi urusan rumah tangga, sehingga kadang sulit untuk membagi waktu untuk bersama-sama.
APGAR Ny. Ilmatus Terhadap Keluarga Sering/ selalu Kadangkadang Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke P

keluarga saya bila saya menghadapi masalah Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru saya A Saya puas dengan cara keluarga mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Ny. I merupakan Istri yang sangat menyayangi suami dan anaknya, sehingga kadang kadang Ny. I ( penderita ) ikut suami membantu pekerjaan sebagai penjual Es degan, tetapi apabila penderita sedang sakit hanya diam di rumah saja.

16

Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Ny. I adalah 18, sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Ny. I adalah 8. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Ny. I dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik. C. SCREEM SUMBER Sosial

Cultural

Religius Agama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain Ekonomi

Edukasi

Medical Pelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderita Keterangan :

PATHOLOGY Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan. Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan Pemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat dilihat dari penderita dan orang tua hanya menjalankan sholat sesekali saja. Sebelum sakit penderita rutin belajar mengaji di sore hari di masjid dekat rumah. Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua masih rendah. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti bukubuku, koran terbatas. Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat.

KET _

17

Ekonomi (+) artinya keluarga Ny. I masih menghadapi permasalahan dalam hal perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang pas-pasan dan belum dapat memnuhi kebutuhan sekunder dan tertiernya. Religius (+) artinya keluarga Ny. I juga menghadapi permasalahan di bidang agama, taat menjalankan kewajiban agama yaitu sholat 5 waktu. Edukasi (+) artinya keluarga Ny. I juga menghadapi permasalahan dalam bidang pendidikan, Penderita tidak mengetahui tentang penyakitnya sehingga kadang pasien batuk tidak menutup mulutnya atau membuang ludah di sembarang tempat. D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Alamat lengkap Bentuk Keluarga : Gajahmagersari RT 11/ RW 04 : Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga Ny. Ilmatus

Dibuat tanggal 17 juni 2013

18

- Ny. Ilmatus Penderita - 21 tahun - - IRT - etnis Jawa

- Tn. Edi, - 28 th - - An. Angger - 1 th --

- wiraswasta - etnis Jawa

- siswa SD - etnis Jawa

Sumber : Data Primer, 17 juni 2013 Keterangan : Penderita Tn. Edi : Suami Penderita Ny. Ilmatus : Penderita An. Angger : Anak Penderita E. Informasi Pola Interaksi Keluarga

An. Angger , 1th

Tn. Edi, 37 th

Ny. I ( Penderita ), 21 th

Keterangan :

: hubungan baik : hubungan tidak baik

19

Hubungan antara Ny. I, suami dan mertuanya baik dan dekat. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga. F. Pertanyaan Sirkuler 1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh suami? Jawab : suami merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita. 2. Ketika suami bertindak seperti itu apa yang dilakukan orang tua suami penderita? Jawab : Orang tua mendukung apa yang dilakukan oleh suami Ny. I. Karena itu tanggung jawab seorang suami. 3. Ketika suami seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain? Jawab : Ikut mendukung dan membantu apa yang diputuskan suami. 4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan? Jawab : Dibutuhkan ijin suami, karena ia sebagai kepala keluarga. Namun sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau mungkin juga melibatkan keluarga besarnya. 5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita? Jawab : Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah mertua ibu. Mertua ibu yang selalu menemani penderita dan merawat anaknya penderita. 6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita? Jawab : Mertua Laki - Laki, karena termasuk orang yang pendiam dan tidak terlalu ekspresif mengungkapkan rasa sayangnya.

20

BAB III IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga 1. Faktor Perilaku Keluarga Ny. I adalah seorang istri dari Tn. Edi. Penderita bertempat tinggal di gajahmagersari RT 11/ RW 04. Namun sudah kurang 1 bulan ini kadang penderita selalu batuk dan berat badan turun. Suami penderita dan mertua penderita yang menjaganya sehari-hari belum banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan khususnya tentang TBC sendiri dan pentingnya kebersihan lingkungan yang berhuubungan erat dengan penyakit penderita. Walaupun begitu mereka tetap memandang pendidikan sebagai hal penting bagi anaknya. Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas seharihari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit, bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah. Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun Keluarga ini berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore. Keluarga ini tidak memiliki fasilitas jamban keluarga sehingga apabila ingin membuang hajatnya penderita dan keluarga harus ke kali dahulu. Namun untuk melakukan kegiatan mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari pompa air yang ada di rumah.

21

2. Faktor Non Perilaku Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki satu sumber penghasilan yaitu dari suami saja yang sebagai penjual Es degan. Dari total penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan dapat terpenuhi terutama kebuthan sekunder dan tertier. Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena masih ada kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum diubin hanya dilapisi oleh semen, pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang, dan tidak memiliki fasilitas jamban keluarga. Pembuangan limbah keluarga belum memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah keluarga tidak dialirkan melainkan hanya dibiarkan keluar dari rumah ke belakang rumah dan dibiarkan meresap, serta belum adanya got pembuangan limbah keluarga. Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Sidoarjo. II. Identifikasi Lingkungan Rumah Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 5 x 3 m2 yang berdempetan dengan rumah tetangganya dan satu rumah dengan mertua suami menghadap ke Selatan. Tidak memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas. Tidak mempunyai ruang tamu, hanya jalan dari pintu langsung dekat dengan kamar tidur utama yang sekaligus digunakan sebagai ruang keluarga dan menonton TV, satu kamar tidur, tidak ada kamar makan, dapur, dan kamar mandi yang tidak memilki fasilitas jamban keluarga sehingga penderita harus ke rumah mertua suami terlebih dahulu untuk membuang hajat. Terdiri dari 1 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan. Tidak ada Jendela, .Di depan rumah tidak terdapat teras. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari bahan semen dan pada bagian dapur berlantaikan semen. Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak

Gambaran Lingkungan

22

ditutup langit-langit. Kamar tidak memiliki dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari batubata dan sudah dicat. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan mesin pompa air. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Seharihari keluarga memasak menggunakan kompor minyak dan kadang menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di belakang rumah. Denah Rumah : 3M U

Kamar Mandi

5M
Dapur

K. Tidur Utama

Keterangan : : Jendela : Satu Pintu : Tembok Bata : Pagar teras : Papan pembatas

23

BAB IV DAFTAR MASALAH 1. Masalah aktif : a. TB Paru Kasus Baru b. Kondisi ekonomi lemah c. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang penyakit penderita d. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain 2. Faktor resiko : a. Status gizi kurang b. Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN (Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

8.Tingkat pendidikan suami dan mertua masih rendah 7. Persepsi suami dan mertua yang salah ttg penyakitnya

1.Lingkungan dan rumah yang tidak sehat 2. Kondisi ekonomi lemah

Ny. I, 21 th

.3. Prevensi untuk anggota keluarga lainnya

5. Underweight

4. P H B S

24

BAB V PATIENT MANAGEMENT A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT 1. Suport Psikologis Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara lain dengan cara : a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi. b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan. c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan. d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter. Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan YME. Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial. 2. Penentraman Hati Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap

25

penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya. 3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang TBC. Pasien TBC dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes. Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu : a. Penyakit TBC merupakan penyakit turunan b. Penyakit TBC tidak dapat disembuhkan. Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (TBC) terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya. 4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan. 5. Pengobatan Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam penatalaksanaan.

26

6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit TBC di masyarakat dapat diluruskan. B. PREVENSI BEBAS TBC UNTUK KELUARGA LAINNYA (AYAH, IBU, DAN KELUARGA LAINNYA) Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas TBC adalah sama dengan prevensi bebas TBC untuk penderita, namun dalam hal ini diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya dengan cara sebagai berikut : 1. Bagi keluarga jangan terlalu dekat cukup intim dengan anggota keluarga yang lain (ayah, ibu dan kelurga lainnya), apalagi saat berbicara atau batuk, agar tidak tertular langsung kuman TB dari penderita. Saat batuk sebaiknya di tutup kain atau masker. 2. Diusahakan agar penderita tidak meludah di sembarang tempat yang mengakibatkan kuman TB dapat berterbangan dan terhirup oleh anggota keluarga yang lain. 3. Istirahat yang cukup 6-8 sehari semalam. 4. Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi. Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan daya tahan tubuh bagi anggota keluarga yang serumah dengan penderita agar tidak tertular infeksi TBC dari penderita.

27

BAB VI TINJAUAN PUSTAKA TUBERKULOSIS A. LATAR BELAKANG Insiden penyakit TBC dan mortalitasnya menurun setelah ditemukan kemoterapi, namun pada tahun-tahun terakhir penurunan itu tidak terjadi lagi, bahkan insidennya cenderung meningkat (Price SA, 1995). Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menunjukan angka kematian no. 1 dari seluruh golongan penyakit infeksi. Terbukti dengan setiap satu menit terdapat penderita TBC baru, setiap dua menit terdapat penderita TBC yang menularkan ke orang lain, dan setiap empat menit terdapat penderita TBC yang meninggal akibat penyakitnya. Penyakit ini masih banyak di jumpai pada masyarakat yang tingkat sosial ekonomi rendah, kepadatan tinggi dan berusia produktif (Suradi, 2001). Sampai saat ini belum ada negara yang dinyatakan sebagai bebas TBC, bahkan Indonesia sendiri sebagai penyumbang terbesar nomor tiga setelah India dan Cina (Aditama TY, 2001). B. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, akan tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002). C. TB PARU PADA ANAK Seorang anak dapat terkena infeksi TB tanpa menjadi sakit TB dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa ada kelainan klinis, radiologis paru dan laboratoris. Kalau daya tahan tubuh anak kurang dan basil TB yang menginfeksi virulen maka kemungkinan seorang anak yang terkena infeksi TB menjadi sakit TB lebih besar. Sampai saat ini diagnostik TB anak masih menjadi masalah karena tanda dan gejala yang tidak spesifik, populasi basil

28

TB yang rendah pada anak dengan TB, sulitnya mendapatkan spesimen (sputum atau bilasan lambung) dan masih rendahnya nilai diagnostik tes-tes yang ada. Sedangkan usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan tes-tes diagnostik TB belum memadai ( Safari Ahli Respirologi Anak, 2001). D. EPIDEMIOLOGI Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif (Depkes RI,2002). Dengan meningkatnya kejadian tuberkulosis (TB) di dunia, maka jumlah anak yang terinfeksi tuberculosis akan meningkat dan jimlah anak dengan penyakit tuberkulosis juga meningkat. Pada tahun 1994-1995 diperkirakan terdapat 1.300.000 kasus TB baru berumur dibawah 15 tahun. Peningkatan kejadian tuberculosis pada anak menggambarkan juga peningkatan penularan TB dewasa. TB anak merupakan 5-15% seluruh kasus TB ( Safari Ahli Respirologi Anak, 2001). E. ETIOLOGI Kuman penyebab penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanus yang menyebabkan penyakit TB pada manusia. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan beberapa jam di tempat gelap dan lembab.(Depkes RI, 2000). F. PENULARAN Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada di sekelilingnya, terutama kontak erat. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Price SA, 1995).

29

Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak) pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar dalam beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan (Price SA, 1995). G. GEJALA Gejala Tuberkulosis pada anak dibagi atas : 1. Gejala Umum atau nonspesifik tuberculosis anak : a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penangan gizi b. Nafsu makan tidak ada (aneroxia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik denagn adekuat (failure to thrive). c. Demama lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam. d. Pembesaran kelenjar limfe superfisisalis yang tidak sakit dan biasanya multipel. e. Batuk lama lebih dari 30 hari. f. Diare persisteen yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. 2. Gejala spesifik sesuai organ yang terkena : a. TB kulit/skrofuloderma b. TB tulang dan sendi Tulang punggung Spondilitis) : gibbus Tulang panggul (koksitis) : pincang Tulang lutut : pincang dan atau bengkak Tulang kaki dan tangan

Dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus, pincang dan sulit membungkuk. c. TB otak dan saraf

30

Meningitis Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

d. TB mata Conjunctivitis Phlyctenularis Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

( Safari Ahli Respirologi Anak, 2001) H. PENEMUAN PENDERITA TUBERKULOSIS Penemuan penderita tuberkulosis dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pasif dan aktif (Depkes RI 1994). 1. Penemuan secara pasif Penemuan penderita TB secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. (Depkes RI 1994). 2. Penemuan secara aktif Kegiatan ini diharapkan terus dilakukan sebagaimana yang lalu dengan catatan kegiatan active case finding lebih melibatkan peran serta kader, posyandu maupun penyuluhan kesehatan masyarakat setempat yang telah ditatar sebelumnya. Penemuan dahak penderita dilakukan oleh petugas kesehatan atau penderita tersangka dan langsung mengantarkannya ke laboratorium Puskesmas. I. DIAGNOSIS Tuberkulosis dikatakan sebagai the great imitator, yaitu penyakit yang banyak menyerupai penyakit-penyakit lain dari penyakit paru dan penyakit yang menimbulkan gejala-gejala umum, kelemahan atau panas. Diagnosis Tuberkulosa paru menahun dibuat atas dasar : 1. Anamnesa Keluhan: batuk, batuk darah, sesak nafas nyeri dada dan nafas bunyi yang berlangsung lama, bukan monopoli keluhan penderita paru menahun.

31

Keluhan tersebut dapat disebabkan oleh semua penyakit paru menahun (Asril, 1990). 2. Pemeriksaan fisik diagnostik Gejala yang ditemukan dapat berupa suara bronchial, amforik, ronkhi basah atau penarikan jaringan atau organ seperti deviasi trachea, penarikan diafragma, mediastinum dan penyempitan ruang antar iga. 3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium terdiri atas : a. Pemeriksaan dahak : merupakan material yang paling penting yang harus diperiksa pada setiap penyakit paru. Pada tuberkulosa paru, ditemukan basil tahan asam dalam dahak. b. Pemeriksaan cairan pleura : dilakukan pada kasus-kasus yang diduga terdapat efusi pleura. c. Pemeriksaan darah terdiri atas LED dan leukosit.: biasanya meningkat pada proses yang aktif, tetapi LED yang normal tidak mengesampingkan proses aktif. Sedangkan jumlah lekosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses-proses yang aktif. (Depkes, 2000). Diagnosis TB pada anak : Pada seorang anak dengan riwayat kontak erat dengan pasien tuberkulosis perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang lengkap dan teliti. Uji tuberkulin cara Mantoux memakai tuberkulin PPD-RT 23 2 TU atau PPD-S (Siebert) 5 TU yang disuntikkan secara intrakutan 0.1 ml di bagian volar bagian bawah. Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam setelah penyuntikkan, diukur diameter indurasi yang terjadi dan dinyatakan dalam milimeter. Diameter indurasi 10 mm ke atas dinyatakan positif. Pada anak yang telah mendapatkan BCG diameter indurasu 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontak erat dengan penderita tuberkulosis aktif diameter indurasi 5 mm ke atas harus dinyatakan positif. Pada anak

32

tanpa resiko tetapi tinggal di daerah dimana prevalensi tuberkulosis meningkat, uji Mantoux perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-5 tahun, 11-16 tahun. Tetapi di daerah dengan resiko tinggi uji Mantoux harus dilkukan tiap tahun. Uji Mantoux negatif belum tentu tidak ada atau infeksi tuberkulosis. Konversi uji Mantoux dari negatif menjadi positif terjadi 3-8 minggu setelah infeksi tuberkulosis. Uji Mantoux negatif tidak selalu tidak ada infeksi tuberkulosis dan sebaliknya kalau positif tidak selalu ada infeksi tuberkulosi (Safari Ahli Respirologi Anak, 2001). Diaganosa kerja TB biasanya di buat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberkulin dan gambaran radilogis paru. Diagnosa pasti kalau ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Tetapi tidak selalu mudah membuat diagnosa kerja TB pada anak. Mengingat gambaran klinis dan radiologis pada anak tidak selalu spesifik, pemeriksaan bakteriologis hasilnya lama dan sedikit yang positif karena sulitnya pengambilan spesimen dan pemeriksaan serologis masih memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk pemakaian klinis praktis, maka ada berbagai usaha untuk diagnosis TB anak. Stegan dan kawan-kawan membuat sistem nilai atau angka diagnosis tuberkulosis. Tiap penilaian diberi nilai ( Stegen at. al, 1969). Tabel 3. Sistem nilai diagnosis TB anak Penemuan BTA positif/biakan M.tb positif Granuloma TB (PA) Uji Tuberkulin10 mm atau lebih Gambaran Rontgen sugestif TB Pemeriksaan fisis sugestif TB Uji Tuberkulin 5-9 mm Konversi uji Tuberkulin dari (-) menjadi (+) Gambaran rontgen tidak spesifik Pemeriksaan fisis sesuai TB Riwayat kontak dengan TB Nilai +3 +3 +3 +2 +2 +2 +2 +1 +1 +1

33

Granuloma non spesifik Umur kurang dari 2 tahun BCG dalam 2 tahun terakhir Jumlah nilai : 1-2 sangat tidak mungkin TB

+1 +1 +1

3-4 Mungkin TB, perlu pemeriksaan lebih lanjut 5-6 sangat mungkin TB 7 praktis TB J. PENGOBATAN Biasanya cara pengobatan tuberkulosis merupakan ekstrapolasi dari penelitian pada orang dewasa lainnya, maka lebih baik terlalu cepat mengobati dari pada terlalu terlambat mengobati. Maka setelah diperiksa seteliti dan selengkap mungkin dan di curigai kemungkinan besar tuberkulosis sebaiknya langsung diobati.Kalau 2 bulan terlihat perbaikan nyata, maka diagnosis tuberkulosis lebih pasti maka obat dapat diteruskan. Kalau 2 bulan tidak ada perbaikan nyata mungkin bukan tuberkulosis atau ada resistensi terhadap obat sehingga perlu pemeriksaan yang teliti. Regimen pengobatan tuberkulosis saat ini memerlukan waktu 6 bulan atau lebih lama karena basil fase laten atau lambat sulit dibunuh. Regimen dasar pengobatan tuberkulosis adalah kombinasi Isoniazid dan Rimfampisin selama 6 bulan dengan Pirazinamid pada 2 bulan pertama. Pada tuberkulosis berat atau dengan resiko resistensi maka diberi juga Ethambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada 2 bulan pertama diberikan Isoniazid, Rifampisisn dan Pirazinamid, kemudian dilanjutakan dengan Isoniazid dan Rimfapisin saja selam 4 bulan lagi. Pada tuberkulosis berat pada 2 bulan pertama diberikan 4-5 obat anti tuberkulosis selanjutnya Isoniazid saja selama 4-6 bulan lagi sesuai dengan perkembangan kilnisnya (Safari Respirologi Anak, 2001). Kortikosteroid diberikan pada tuberkulosis susunan syaraf pusat terutama meningitis, perikarditis, tuberkulosis milier, dan efusi pleura. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari selama 2-4 minggu kemudian diturunkan secara pelan-pelan (tapering off) sampai 2-6 minggu lagi.

34

Hal-hal yang mencurigakan TB : Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+) Tes uji tuberkulin yang positif (> 10 mm) Gambaran foto rongent sugestif TB Terdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG Batuk-batuk lebih dari 3 hari Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang baik yang tidak naik alam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi (failure to thrive) Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak tulang dll)

Bila 3 positif

Dianggap TB

Beri obat OAT Observasi 2 bulan

Membaik

Memburuk/tetap

Membaik

Bukan TB

TB kebal obat

OAT

Rujuk ke RS

Rumah sakit : Gejala Klinis Uji Tuberkulin Foto Rongent Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan Patologi Anatomi Prosedur dan tatalaksana yang sesuai dengan prosedur Rumah sakit bersangkutan.

35

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN PENULARAN TB PARU Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia relatif masih kurang baik (Anwar M,1996). Misal dalam hal penyediaan air bersih separoh dari penduduk masih menggunakan air sumur gali, dalam pembuangan kotoran hanya 44,3 % yang memiliki jamban sendiri, dimana 65,2% dari jumlah tersebut tidak dilengkapi dengan tangki septik. Pemukiman penduduk juga masih terdapat 39,5% yang menggunakan lantai tanah (BKKBN,1993). Sehingga penyakit yang berhubungan erat dengan keadaan lingkungan yang jelek seperti TB Paru, ISPA, dan diare masih tinggi. Padahal untuk penyakit TB Paru sendiri merupakan penyebab utama kematian pada kelompok usia produktif (Depkes RI, 2002). Mengingat penyakit TB Paru menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan belum dilaksanakan pemberantasannya secara menyeluruh, maka diperlukan upaya swasembada masyarakat yang dapat mendukung pemberantasan TB Paru. Peran serta masyarakat yang dapat mendukung pemberantasan TB Paru antara lain : peningkatan kesehatan lingkungan pemukiman, memperhatikan aspek sosial budaya, dan perilaku hidup sehat yang berkaitan dengan penularan penyakit TB Paru (Kusnindar,1993). Seorang penderita TB Paru yang telah berobat ke Puskesmas, diperkirakan masih dapat menularkan kepada anggota keluarga sebanyak dua orang (33,3% penghuni) Bila dalam rumah terdapat seorang balita, kemungkinan ditulari penyakit TB Paru sebesar 90,2% (Kusnindar,1993). Mengingat sasaran yang dicapai program pemberantasan masih belum memadai maka upaya swasembada masyarakat dalam perbaikan perumahan sangat besar untuk dapat pencegah penularan penyakit TB Paru. Rumah yang sehat harus memenuhi 4 hal pokok yaitu : 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis (pencahayaan, perhawaan, ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang menggangu tidur). Penyediaan air bersih dan pembuangan air limbah serta sampah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran. Lantai dan dinding tidak dibiarkan lembab. Tidak terpengaruh oleh pencmaran seperti bau, rembesan air kotor, udara kotor.

36

2.

Memenuhi kebutuhan psikologis (privasi yang cukup, komunikasi yang cukup antar anggota keluarga). Agar keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan dapat melakukan kegiatan dengan mudah. Untuk itu diperlukan ruang yang mencukupi. Ukuran ruangan sesuai dengan kegiatan penghuni didalamnya. Penataan ruang harus baik, penghijauan halaman diatur sesaui dengan kebutuhan.

3.

Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit antar anggota keluarga atau penghuni rumah (meliputi penyediaan air minum, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran).

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar dan dalam rumah (seperti persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh dan terbakar, juga tidak cenderung membuat penghuninya jatuh dan tergelincir). (Sulistyawati, 1999) Penularan penyakit TB paru sangat dipengaruhi oleh kepadatan hunian, kualitas udara yang terkait dengan sistem perhawaan dan pencahayaan, perilaku dan hygene perorangan, masuknya sinar matahari pagi (Soewasti,2000 ). Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia termasuk golongan ekonomi menengah kebawah yang kurang mampu membuat atau membeli rumah yang memenuhi syarat kesehatan maka penularan penyakit pernafasan (TB paru) akan sangat mudah terjadi. Dari penelitian didapatkan faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru pada balita terdiri atas 5 parameter lingkungan yaitu : jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, kepadatan hunian, dan jenis bahan bakar yang dipakai, Besarnya resiko dari masing-masing parameter sekitar 20%. Jika faktor lingkungan dimasukkan bersama-sama faktor sosial (umur ibu, tempat ibu bekerja, kegiatan sosial ibu, media informasi yang ada, pendidikan ibu dan kepala keluarga) semuanya akan memberikan resiko yang bermakna (Agustina, 1996) Status sosial dan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB paru (Trastenojo 1984). Lebih lanjut dikatakan bahwa prevalensi TB Paru di

37

lingkungan keluarga penderita TB paru jauh lebih besar dibandingkan prevalensi TB paru dalam masyarakat umum yaitu 47,6% berbanding dengan 0,42% hal ini jelas karena seperti telah dikatakan di atas bahwa seorang penderita TB Paru yang telah berobat ke puskesmas masih dapat menularkan kepada 33,3% dai seluruh keluarga yang tinggal serumah (Kusnindar, 1993). Kusnindar juga membuktikan bahwa banyaknya penderita dalam rumah tergantung dari intensitas cahaya di kamar tidur penderita dan ruang tamu serta luas jendela dan lubang perhawaan. Dari data didapatkan bahwa luas genteng kaca tidak mempengaruhi penularan dalam rumah yang penting adalah peletakan jendela kaca yang seharusnya diutamakan di kamar tidur penderita dan ruang tamu (Kusnindar, 1993). Hal yang mempermudah penularan TB paru adalah kebiasaan tidur penderita bersama-sama dengan istri atau suami, anak-anak dan anggota keluarga yang lain (Suharjo dkk, 1993). Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan beberapa parameter yang dapat mempengaruhi penularan TB paru. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kepadatan hunian Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasa dinyatakan m2/orang. Untuk rumah sederhana minimum 10 m2/orang jadi untuk 1 keluarga yang terdiri 3 orang minimum 30 m2. untuk kamar tidur diperlukan luas lantai 3 m2/orang dan untuk mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lain minimum 90 cm. Sebaiknya jangan digunakan tempat tidur bertingkat karena hal ini dapat mempermudah penularan penyakit pernapasan. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit pernapasan sebaiknya tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga Kepadatan hunian Pencahayaan terutama dari sinar matahari Perhawaan (ventilasi) Jenis lantai Jenis dinding Jenis bahan bakar yang digunakan dalam rumah tangga

38

yang lain. Untuk menjamin volume udara yang cukup sebaiknya tinggi langit-langit minimal 2,75 m (Soewasti,2000). Pencahayaan Untuk memperoleh pencahayaan yang cukup pada siang hari diperlukan luas jendela kaca minimum 20% dari luas lantai. Kamar tidur sebaiknya di sebelah timur agar sinar ultraviolet pada sinar matahari pagi dapat masuk. Atau dapat pula dipasang genteng kaca. Karena menurut Robert Koch semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda satu sam a lain dari segi lamanya proses mematikan kuman. Agar masuknya cahay matahari tidak terhalang sesuatu di luar rumah maka jarak rumah yang satu dengan yang lain minimal sama dengan tingginya rumah (Soewasti,2000). Perhawaan (ventilasi) Pergantian udara yang lancar memerlukan minimum luas lubang ventilasi 5% dari luas lantai, dan jika ditambah dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara lainnya (celah pintu/jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya) menjadi berjumlah 10% daari luas lantai. Jangan mengandalkan masuknya udara dari jendela atap bersusun karena udara yang lebih atas suhunya lebih tinggi. Jenis lantai Lantai tanah jelas tidak baik dari segi kebersihan udara dalam rumah. Jadi paling sedikit lantai diplester atau lebih baik lagi bila dilapisi ubin agar mudah dibersihkan (Soewasti,2000). Jenis dinding Dinding anyaman bambu dan papan atau kayu masih dapat ditembus udara jadi masih dapat memperbaiki ventilasi tetapi sulit untuk dapat menjamin kebersihannya dari debu yang menempel padanya. Apabila terdapat penghuni yang menderita sakit pernapasan maka kuman mungkin juga ada dalam debu yang menempel pada dinding sehingga rumah sebaiknya memakai dinding permanen dari bahan yang mudah dibersihkan (Soewasti, 2000).

39

Jenis bahan bakar Di pedesaan sering dijumpai rumah yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Jika ventilasi tidak baik asap akan memenuhi ruangan, asap akan memperparah penderita sakit pernapasan lebih-lebih pada bayi, balita dan orangtua. Sedapat mungkin digunakan bahan bakar yang tidak menimbulkan pencemaran udara indoor atau yang sisa pembakarannya dapat disalurkan ke luar rumah (Soewasti,2000). Kebiasaan dan perilaku penghuni 1. Harus rajin membersihkan rumah 2. Tidak boleh meludah, bersin, batuk sembarangan atau jika bersin, batuk harus ditutup. 3. Rajin menjemur bantal, guling dan kasur. 4. Tidak tidur bersama penderita. 5. Hygiene perseorangan harus dijaga. 6. Pagi hari bukalah jendela agar sinar matahari pagi dapat masuk terutama ke kamar tidur. 7. Sedapat mungkin tidak memakai tempat tidur bertingkat.

40

41

BAB VII PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Segi Biologis : An. R (9 tahun), menderita penyakit TB Paru Kasus baru (dalam pengobatan fase intensif) Status gizi An. R berdasarkan NCHS termasuk dalam kategori Gizi kurang Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An. R tidak sehat. Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang terjalin cukup akrab, harmonis, dan hangat Pengetahuan akan TB Paru yang masih kurang yang berhubungan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik, mendukung untuk penyembuhan penyakit tersebut 3. Segi Sosial : Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini yang berpengaruh pada ketidakmampuan mendapatkan pelayanan dan informasi tentang kesehatan keluarga juga untuk dapat mempunyai fasilitas sanitasi, rumah yang sesuai dengan standart kesehatan 4. Segi fisik : B. SARAN 1. Untuk masalah medis (TB Paru) dilakukan langkah-langkah : Preventif : penderita jangan meludah di sembarang tempat, menutup mulut dengan kain atau masker terutama saat batuk. Harus rajin membersihkan rumah. Rajin menjemur bantal, guling Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An. R tidak sehat. 2. Segi Psikologis :

42

dan kasur. Menjaga Hygiene dan sanitasi. Membuka jendela pagi hari agar sinar matahari pagi dapat masuk terutama ke kamar tidur. Sedapat mungkin tidak memakai tempat tidur bertingkat. Diharapkan menggunakan genteng kaca, membersihkan rumah, menguras bak mandi, membuat jamban keluarga, membangun tempat pembuangan sampah dan saluran air, menata barang-barang agar tidak menjadi sarang kuman dan nyamuk. Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai TB Paru dan pengobatannya menangani. Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase intensif, sehingga diberikan pengobatan berupa, Rifampisin 200 mg, INH 100 mg, Pirazinamid 500 mg. Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri An. R sehingga tetap memiliki semangat untuk sembuh dan dapat bersekolah lagi. 2. Untuk masalah status gizi yang masuk kategori Gizi kurang, dilakukan .langkah-langkah ; Promotif : edukasi penderita dan kedua oaring tua penderita mengenai pola makan yang memenuhi gizi yang seimbang dan diberi pengarahan agar dalam menyiapkan makanan sehari-hari selalu memperhatikan masalah gizi makanannya, diusahakan yang sederhana tetapi mengandung gizi yang cukup. Kuratif : mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak kalori dan protein untuk menjaga daya tahan tubuh. Konsumsi protein yang mencukupi, seperti dari tempe, tahu dan daging-dagingan atau ikan. 3. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat dilakukan langkah-langkah : Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka jendela tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga oleh petugas kesehatan atau dokter yang

43

kebersihan rumah dan lingkungan rumah. Lantai hendaknya diplester atau diganti dengan ubin agar mudah dibersihkan.. 4. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah : Rehabilitatif : Pemerintah hendaknya berupaya pemberian kesempatan memperoleh pendapatan yang layak, dan membantu memperkuat kemampuan wanita untuk membina keluarganya, sehingga diharapkan pada masa yang akan datang dapat terlepas dari kemiskinan. Karena dengan peningkatan pendapatan memungkinkan untuk dapat membeli makanan yang lebih baik, kondisi pemukiman yang lebih sehat, dan pemeliharaan kesehatan yang lebih baik. 5. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit TB, dilakukan langkahlangkah : Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota keluarga mengenai penyakit TB bahwa penyakit TB bukan penyakit keturunan dan disembuhkan. merupakan penyakit yang dapat

44

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY., (1997). Tuberculosis DiagnosaTerapi dan Permasalahannya dalam : Journal Respirologi Indonesia, hal : 1-14. Aditama TY, (2001). DOT dan DOTS Plus dalam : Temu Ilmiah Respirologi 2001, hal : 1020. Agustina , (1996). " Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit TB Paru Pada Balita" , Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 24, Jakarta, hal 2-3 Amin M. dkk, (1989). Tuberkulosis Paru dalam : Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya, hal : 1325. Anwar M, (1996). "Kesehatan Lingkungan Dan Kemiskinan" dalam : Media Litbangkes, Vol : VI No.03, hal : 2-12 Asril, (1990). Tuberkulosis Paru dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, hal : 7256. BKKBN, (1993). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, BKKBN, Jakarta Djaeni S., (1990). Ilmu Gizi dalam Pandangan Islam , Penerbit PT. Dian Rakyat, Jakarta, hal :50-5. DepKes RI, (2000). Pedoman Nasional dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, DepKes RI, Jakarta. DepKes RI, (2002). Pedoman Nasional dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, DepKes RI, Jakarta. Kusnindar, (1993). Pengaruh Pencahayaan dan perhawaan terhadap Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran, No. 84, Jakarta, hal : 34-38 PDPI, (1998). Pedoman dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, hal : 1036.

45

Price SA, (1995). Tuberkulosis Paru-Paru" dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal : 753-66. Safari Respirologi Anak, (2001).Tata Laksana Mutakhir Penyakit Respiratorik Pada Anak , UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, Solo. Soewasti, (2000). " Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan Penyakit TB Paru ", Media Litbang Kesehatan, Vol.X No.2,hal : 27-31 Suhardjo, (1993). "Pengaruh Sikap dan Perilaku Penderita dalam Penularan TB Paru di Lingkungan Keluarga", Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXI, No : 3. Jakarta Sulistyawati, (1999). " Pengembangan kriteria Rumah Sehat Ditinjau dari Konsep Sehat-Sakit Rumah Tinggal Tradisional Bali ", Majalah Kedokteran Udayana, Vol.30 No.103, hal : 9-20 Suradi, (2001). Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru dalam : Temu Ilimiah Respirologi 2001, hal : 1015. Stegen G, at. al.,(1969) Criteria for Guidence in The Diagnosis of Tuberculosis Pediatric, 43:260-263. Trastenojo, MS. (1984). " Penyakit Infeksi Saluran Nafas Akut pada Anak", dalam Kumpulan Pembahasan Makalah Pada Lokakarya Nasional Ke I Penanggulangan Infeksi Saluran Pernnapasan Akut. Cipanas. 1984

46

Anda mungkin juga menyukai