Anda di halaman 1dari 27

MINI CEX

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh : Melia Kusuma Wardani 01.208.5712

Penguji : dr. Inu Mulyantoro, Sp.OG (K)

Page 1 of 27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013

BAB I Pendahuluan
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. (Williams Obstetrics 23rd. 2010) Wanita hamil dengan eutiroid memunculkan beberapa tanda tidak spesifik yang mirip dengan disfungsi tiroid sehingga diagnosis klinis sulit ditegakkan. Sebagai contoh, wanita hamil dengan eutiroid dapat menunjukkan keadaan hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung, takikardi ringan, dan tekanan nadi yang melebar, suatu tanda-tanda yang dapat dihubungkan dengan keadaan hipertiroid. (Girling, Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23 rd. 2010) Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa toksik baik soliter maupun multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma nodosa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas, molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada lakilaki dengan ratio 5:1. Kekerapannya diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian Page 2 of 27

janin. Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10% wanita setelah bersalin. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010) Deteksi dini untuk mengetahui adanya hipertiroidisme pada wanita hamil sangatlah penting, karena kehamilan itu sendiri merupakan suatu stres bagi ibu apalagi bila disertai dengan keadaan hipertiroidisme. Pengelolaan penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan perhatian khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya maupun pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.

Page 3 of 27

BAB II Anatomi dan Fisiologi Tiroid


II. A. Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut dihubungkan oleh istmus. Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya diperkirakan 6-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram. Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram sehingga dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut bruit. Kelenjar tiroid mendapatkan persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari ganglia servikal dan saraf vagus. Kedua system saraf ini mempengaruhi aliran darah pada kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid seperti TSH dan iodid. Selain itu, serabut saraf adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan adrenergic diduga mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid secara langsung. Page 4 of 27

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid

Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel tiroid dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan berbentuk kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam keadaan tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa yang akan membentuk lobulus. Di sekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang menghasilkan hormon kalsitonin. Di dalam lumen folikel, terdapat koloid dimana tiroglobulin yang merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tiroid yang akan disimpan. (Dumont, J.E., et al. 2008)

Page 5 of 27

Gambar 2. Folikel Tiroid

Gambar 3. Sel Folikel Tiroid

II. B. Fisiologi Tiroid Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel dalam tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu triiodothyronin (T 3) dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin. Iodin (I2) memilki berat atom sebesar 127 dan berat molekulnya 254. T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton yang 508 didalamya merupakan iodida. Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan saraf normal, pertumbuhan tulang, dan pematangan seksual. Sel parafolikel yang disebut sel C berada di dekat sel folikuler yang menghasilkan suatu hormon polipeptida, kalsitonin. Pada orang Page 6 of 27

dewasa, hormon tiroid disintesis di kelenjar tiroid melalui beberapa tahap, yaitu (Dumont, J.E., et al. 2008) : a. Iodin (I2) yang direduksi menjadi iodide (I) di lambung dan usus cepat diabsorbsi dan beredar dalam sirkulasi dalam bentuk iodide. b. Sel folikuler pada kelenjar tiroid membentuk iodide trap yang dibawa ke sel melalui gradien elektrokimia. c. Retikulum endoplasma kasar mensintesis molekul besar yang disebut tiroglobulin. Iodida-tiroglobulin bebas diangkut dalam bentuk vesikel ke membran apikal, dimana vesikel tersebut kemudian berfusi dengan membran dan akhirnya melepaskan tiroglobulin pada membran apical. d. Pada membran apikal, iodida yang teroksidasi berikatan dengan unit tirosin (Ltyrosine) dalam tiroglobulin pada satu atau dua posisi, membentuk precursor hormon monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). e. Setiap molekul tiroglobulin bisa mengandung sampai 4 residu T 4 dan nol hingga satu T3. Tiroglobulin disimpan kembali ke dalam sel folikuler sebagai droplet koloid melalui proses pinositosis. f. Lisosom eksopeptidase mengancurkan ikatan antara tiroglobulin dan T 4 (atau T3). Sebagian besar (80%) T4 dilepaskan ke kapiler darah dan hanya sejumlah kecil (20%) T3 disekresi dari kelenjar tiroid. g. Proteolisis tiroglobulin juga melepaskan monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). Molekul-molekul ini dideiodinasi oleh enzim deiodinase sehingga iododa dapat digunakan kembali untuk membentuk T4 atau T3. Normalnya, hanya beberapa molekul tiroglobulin utuh yang meninggalkan sel folikuler. h. TSH merangsang hampir semua proses yang melibatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid.

Page 7 of 27

Gambar 4. Sintesis Hormon Tiroid

Aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid mengatur fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhan. Produksi dan pelepasan hormon tiroid diatur oleh thyroid-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. TRH mencapai hipofisis anterior melalui system portal, dimana sel tirotropik dirangsang untuk menghasilkan thyroid-stimulating hormone (TSH) atau thyrotropin. TSH dilepaskan ke aliran darah sistemik kemudian dibawa sampai ke kelenjar tiroid. Di sini, TSH merangsang pengambilan iodida, dan semua proses yang mendorong pembentukan dan pelepasan T4 dan T3. TSH mengaktifasi adenilsiklase yang berbatasan dengan membran sel folikel dan meningkatkan kerja cAMP. T3 memiliki efek inhibisi kuat terhadap sekresi TRH. (Dumont, J.E., et al. 2008) Hampir semua T3 dalam sirkulasi berasal dari T4. TSH juga merangsang konversi T4 menjadi T3 yang secara biologis lebih aktif. Sebagian besar hormon tiroid terikat pada protein plasma agar hormon tersebut terlindungi selama diangkut. Terdapat keseimbangan antara hormon yang terikat protein dengan hormon yang bebas. Hormon tiroid larut dalam lemak dan dapat dengan mudah melintasi membrane sel melalui proses difusi. (Girling, Joanna. 2008) Di dalam darah, tubuh kita hanya memiliki sejumlah kecil thyroxine-binding globulin (TBG) sekitar 10 mg/L, tetapi afinitasnya terhadap T 4 sangat tinggi. T4 total sekitar 10-7 mol/L setara dengan 77,7 g/L serum darah, karena 777 gram T 4 sama dengan 1 mol dari total. Kurang lebih 70% dari T4 dan T3 berikatan pada TBG, dan sisanya terikat pada thyroxine-binding albumin (TBA) dan transthyrenin. Estrogen merangsang sintesis TBG. Hormon T3 dieliminasi dengan cepat (waktu paruhnya 24 jam), karena memiliki derajat terendah terhadap pengikatan protein. Molekul tiroksin (T 4) memiliki waktu paruh biologis sekitar 7 hari, hampir setara dengan waktu paruh isotop radioaktif I 131 (8 hari). (Dumont, J.E. et al. 2008) Page 8 of 27

Hormon tiroid adalah molekul yang larut lemak dan dapat melewati membrane sel dengan mudah. T3 berikatan pada protein reseptor nuklear dengan sebuah afinitas sepuluh kali lipat dibandingkan T4. Informasi tersebut mengubah transkripsi DNA menjadi mRNA, dan akhirnya diterjemahkan ke dalam banyak protein efektor. Satu tipe protein reseptor tiroid terikat pada elemen pengatur tiroid dalam gen sel target. Susunan seluler penting yang dirangsang oleh T3 : mitokondria, pompa Na+-K+, myosin ATPase, reseptor adrenergik, banyak sistem enzim dan protein untuk pertumbuhan dan pematangan termasuk perkembangan sistem saraf pusat.
(6)

Hormon tiroid merangsang

konsumsi oksigen pada hampir semua sel. Hormon tiroid merangsang kecepatan dari (1) pengeluaran glukosa hati dan utilisasi glukosa perifer, (2) metabolisme asam lemak, kolesterol, dan trigliserida hati, (3) sintesis protein penting (pompa Na +-K+, enzim pernapasan, eritropoietin, reseptor adrenergik, hormon seksual, faktor pertumbuhan, dll), (4) absorpsi karbohidrat di usus dan ekskresi kolesterol, dan (5) pengaturan fungsi reproduksi. (Dumont, J.E., et al. 2008) II. C. Fisiologi Tiroid dalam Kehamilan Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis di dalam folikel tiroid. Tiroid-stimulating hormone (TSH) merangsang sintesis dan pelepasan T 3 dan T4, yang sebelumnya didahului dengan pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid. Walaupun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar, namun di jaringan perifer T 4 dikonversi menjadi T3 yang lebih poten melalui proses deiodinasi. Selama kehamilan normal kadar tiroid binding globulin (TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga akhirnya T 3 dan T4 ikut meningkat. (Girling, Joanna. 2008) Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan otak bayi dan system saraf. Selama trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu untuk menyediakan hormon tiroid melalui plasenta karena fetus tidak dapat menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai trimester kedua. Pada minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi namun fetus tetap membutuhkan iodin dari ibu untuk menghasilkan hormon tiroid. TSH dapat dideteksi dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar yang rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak 15 uU per ml dan kemudian turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini mungkin karena kontrol dari hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu sampai 1 bulan post natal. Selama trimester kedua dan

Page 9 of 27

ketiga, hormon tiroid disediakan oleh ibu dan fetus, namun lebih banyak oleh ibu. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat dideteksi adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25 sampai 30 minggu. Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal kehamilan masih rendah dan berangsur akan meningkat. Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam bentuk reverse T3 (rT3) , hal ini mungkin disebabkan karena sistem enzimnya belum matang. Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia kehamilan 17 sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai sebagai diagnosis prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid janin.Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid maternal bergantung pada tiga faktor independen namun saling terikat, yaitu (a) peningkatan konsentrasi hCG yang merangsang kelenjar tiroid, (b) peningkatan ekskresi iodide urin yang signifikan sehingga menurunkan konsentrasi iodin plasma, dan (c) peningkatan thyroxine-binding globulin (TBG) selama trimester pertama, menyebabkan peningkatan ikatan hormone tiroksin. Pada akhirnya, faktor-faktor ini bertanggung jawab terhadap peningkatan kebutuhan tiroid (Girling, Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010) : a. Human Chorionic Gonadotropin (hCG) Seperti yang disebutkan di atas, human chorionic gonadotropin (hCG) merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk produksi progesterone dalam konsentrasi yang adekuat pada awal kehamilan, sampai produksi progesteron diambil alih oleh plasenta yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat secara dramatis selama trimester pertama kehamilan dan menurun secara bertahap setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas dua rantai, sebuah rantai dan rantai , dimana rantai dari hCG identik dengan struktur yang membentuk TSH. Struktur yang homolog ini menjadikan hCG mampu merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid, namun tidak sekuat TSH. (Dumont, J.E., et al. 2008, Girling, Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010)

Page 10 of 27

Gambar 5. Struktur LH, FSH, hCG dan TSH

Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding dengan peningkatan hCG. Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar tiroid, konsentrasi hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya dalam batas normal atau hanya sedikit di atas normal selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis tertentu, termasuk hipermesis gravidarum dan tumor trofoblastik, konsentrasi hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi keadaan hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar TSH ditekan. (Williams Obstetrics 23rd. 2010) b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama kehamilan, akibat peningkatan filtrasi glomerulus (GFR). Peningkatan GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine lewat ginjal yang berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine dalam plasma selama kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan pembesaran dan peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid yang cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang fisiologis, merupakan kompensasi adaptasi terhadap peningkatan kebutuhan iodin yang berhubungan dengan kehamilan. (Girling, Joanna. 2008) c. Thyroxine Binding Globulin Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG menyebabkan peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu thyroxine binding globulin (TBG), albumin, dan thyroxine binding prealbumin Page 11 of 27

(TBPA) atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3 dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT 4) pada semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks tiroksin total (FTI) normal. Untuk menjamin kestabilan kadar hormon bebas, mekanisme umpan balik merangsang pelepasan TSH yang bekerja untuk meningkatkan pengeluaran hormon dan menjaga kestabilan hemostasis kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi TBG merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama kehamilan. Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan konsentrasi TBG serum. Estrogen juga merangsang hati untuk mensintesis TBG dan menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada akhirnya, proporsi hormon tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan dengan TBG meningkat selama kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadangkala perubahan hormonal ini dapat membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan sulit diinterpretasikan. (Girling, Joanna. 2008)

Page 12 of 27

Gambar 6. Perubahan Hormon pada Kehamilan

BAB III Hipertiroid dalam Kehamilan


III. A. Etiologi Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves, hiperemesis gravidarum, tirotoksikosis gestasional sementara, dan kehamilan mola. Di antara keempat penyebab hipertiroid dalam kehamilan, penyakit graves paling sering terjadi, sekitar 1 dari 500 Page 13 of 27

kehamilan. (Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Penyakit graves merupakan kelainan autoimun kompleks dengan tanda tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan eksoftalmus), dan dermopati (miksedema pretibial). Hal ini dimediasi oleh immunoglobulin yang merangsang tiroid. Telah diamati pada pasien dengan riwayat penyakit graves dimana cenderung terjadi remisi pada kehamilan dan relaps kembali setelah bersalin. (De Groot, Leslie J, et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Selain penyakit graves, hipertiroid dalam kehamilan juga dapat disebabkan oleh hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan ditemukannya gejala muntah berlebihan pada awal kehamilan yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Pemeriksaan biokimia pada pasien ini menunjukkan hipertiroksinemia, dengan peningkatan konsentrasi T4 serum dan penurunan konsentrasi TSH serum yang ditemukan pada sebagian besar wanita hamil. Pemeriksaan TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang berhubungan dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab lainnya. Hipertiroksinemia ringan biasanya bersifat sementara, menurun pada kehamilan minggu ke-18 tanpa terapi antitiroid. Namun, hipertiroksinemia yang signifikan disertai dengan peningkatan T4 bebas dan TSH yang rendah, dan penemuan klinik hipertiroid, memerlukan terapi obat antitiroid. (Girling, Joanna. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010) III. B. Gejala Klinis Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan tiroid atau penyakit autoimun memiliki resiko yang lebih tinggi mengidap penyakit hipertiroid. Gejala yang sering timbul biasa adalah intoleransi terhadap panas, berkeringat lebih banyak, takikardi, dada berdebar, mudah lelah namun sulit untuk tidur, gangguan saluran cerna, berat badan menurun meskipun asupan makan cukup, mudah tersinggung, merasa cemas dan gelisah. Selain itu dapat juga timbul tanda-tanda penyakit graves, seperti perubahan mata, tremor pada tangan, miksedema pretibial dan pembesaran kelenjar tiroid. (De Groot, Leslie J, et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010) III. C. Diagnosis Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil biasanya sulit ditegakkan. Hal ini dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki beberapa tanda-tanda sistem hiperdinamik seperti peningkatan curah jantung dengan bising sistolik dan takikardi, kulit hangat, dan Page 14 of 27

intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti berat badan turun, dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena kehamilan. Didapatkannya perubahan mata pada penyakit graves atau miksedema pretibial dapat membantu, namun tidak selalu mengindikasikan tirotoksikosis. Adanya onkilosis atau pemisahan kuku distal dari nailbed, dapat juga membantu dalam menegakkan diagnosis klinis hipertiroid. (De Groot, Leslie J, et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Peningkatan kadar T3 serum dapat meningkatkan densitas reseptor adrenergik sel miokardium sehingga curah jantung meningkat walaupun saat istirahat dan terjadi aritmia (fibrilasi atrium). Denyut nadi saat istirahat biasanya di atas 100 kali per menit dan jika denyut nadi tetap atau tidak menjadi lambat selama melakukan manuver Valsava, diagnosis tirotoksikosis menjadi lebih mungkin. (Girling, Joanna. 2008) Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisis dan laboratorium, terutama pemeriksaan fungsi tiroid. Pada kehamilan, kadar T 3 total dan T4 total meningkat seiring meningkatnya konsentrasi TBG. Kadar FT3 dan FT4 dalam batas normal tinggi pada kehamilan trimester pertama dan kembali normal pada trimester kedua. Nilai T4 total tidak bermanfaat pada wanita hamil karena nilainya yang tinggi merupakan respon terhadap estrogen yang meningkatkan konsentrasi TBG. FT 3 sebaiknya diperiksa ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4 normal. Peningkatan kadar T3 menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH saja sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam mendiagnosis hipertiroid dalam kehamilan. Pasien dengan penyakit graves hampir selalu memiliki hasil pemeriksaan TSIs yang positif. Pemeriksaan TSI ini sebaiknya diukur pada trimester ketiga. Nilai TSI yang tinggi sering dihubungkan dengan tirotoksikosis fetus. Antibodi antimikrosomal jika memungkinkan perlu juga diperiksa karena wanita yang memiliki hasil positif pada kehamilan atau sesaat setelah persalinan memiliki resiko berlanjut ke penyakit tiroiditis postpartum. (De Groot, Leslie J, et al. 2007, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010) HIPERTIROID GESTASIONAL Penyebab Gejala Tanda Laboratorium Penyakit Intoleran pada Takikardi > 100 T4, FT4 Graves panas Berat badan Palpitasi Berkeringat Curah jantung Tekanan nadi Bising sistolik Oftalmopatidermopati Page 15 of 27 TSH (ditekan) (+) anti-tiroid antibodi Keterangan Remisi selama kehamilan Postpartum flare

Hiperemesi Mual / muntah Keadaan s Gravidaru m yang berlebihan Berat badan eutiroid Dehidrasi

T4, FT4 normal Sembuh atau sedikit Tidak jelas peningkatan T4 kecuali hCG > 50.000 IU/L TSH minimal bhCG Ketonuria, elektrolit tidak seimbang, kelainan hati dan ginjal T4, FT4 TSH (ditekan) bhCG dalam 18 minggu tanpa terapi

Kehamilan Mual / muntah Toksemia Mola Perdarahan trimester pertama Tidak ada perkembangan bayi

Evakuasi Hipertiroid menghilang sejalan dengan normalnya bhCG

III. D. Penatalaksanaan Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon tiroid dengan gejala minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin tanpa terapi sepanjang ibu dan bayi dalam keadaan baik. Pada hipertiroid yang berat, membutuhkan terapi, obat anti-tiroid adalah pilihan terapi, dengan PTU sebagai pilihan pertama. Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T 4 dan T3 bebas dari ibu dalam batas normal-tinggi dengan dosis terendah terapi anti-tiroid. Target batas kadar hormon bebas ini akan mengurangi resiko terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada ibu sebaiknya dihindari. Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin selama kehamilan dengan melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya. Obat-obat yang terpenting digunakan untuk mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan metimazol) menghambat sintesis hormon tiroid. Laporan sebelumnya mengenai hubungan terapi metimazol dengan aplasia kutis, atresia oesophagus, dan atresia choanae pada fetus tidak diperkuat pada penelitian selanjutnya, dan tidak terdapat bukti lain menyangkut obat lain yang berefek abnormalitas Page 16 of 27

kongenital. Oleh karena itu, PTU sebaiknya dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama dalam terapi hipertiroid selama kehamilan dan metimazol sebagai pilihan kedua yang digunakan jika pasien tidak cocok, alergi, atau gagal mencapai eutiroid dengan terapi PTU. Kedua obat tersebut jarang menyebabkan neutropenia dan agranulositosis. Oleh karena itu, pasien sebaiknya waspada terhadap gejala-gejala infeksi, terutama sakit tenggorokan, dapat dihubungkan dengan supresi sumsum tulang dan harus diperiksa jumlah neutrofil segera setelah menderita. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta. Namun, PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena kadar transplasentalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan metimazol. TSH reseptor stimulating antibodi juga melalui plasenta dan dapat mempengaruhi status tiroid fetus dan neonatus. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen. 2009, Rull, Gurvinder. 2010)

(sumber : Marx, Helen, et al. 2008)

Wanita yang sedang dalam terapi antitiroid sebaiknya tidak berhenti menyusui bayinya karena kedua obat anti tiroid tersebut aman. Keduanya ada dalam air susu ibu (metimazole kadarnya lebih besar dibandingkan PTU), tetapi hanya dalam konsentrasi yang lebih rendah. Jika pasien mengkonsumsi lebih dari 15 mg karbimazol atau 150 mg propiltiourasil sehari, bayi sebaiknya diperiksa dan mereka sebaiknya tidak disusui sebelum ibunya mendapatkan terapi dengan dosis terbagi. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Rull, Gurvinder. 2010) Beta-blocker khususnya propanolol dapat digunakan selama kehamilan untuk membantu mengobati palpitasi yang signifikan dan tremor akibat hipertiroid. Untuk mengendalikan tirotoksikosis, propanolol 20 40 mg setiap 6 jam, atau atenolol 50 -100 mg/hari selalu dapat mengontrol denyut jantung ibu antara 80-90 kali per menit. Esmolol, Page 17 of 27

-blocker kardio seleketif, efektif pada wanita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak berespon pada propanolol. Obat-obat ini hanya digunakan sampai hipertiroid terkontrol dengan obat anti tiroid. (Girling, Joanna. 2008, Marx, Helen. 2009, Rull, Gurvinder. 2010) Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan anti-tiroid seperti pada pasien yang alergi terhadap obat-obat, pembedahan merupakan alternative yang dapat diterima. Pembedahan pengangkatan kelenjar tiroid sangat jarang disarankan pada wanita hamil mengingat resiko pembedahan dan anestesi terhadap ibu dan bayi. Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan sering ditunda setelah kehamilan trimester pertama atau selama trimester kedua. Alasan dari penundaan ini adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan juga dapat memunculkan resiko tambahan lainnya. Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila ditemukan satu dari kriteria berikut ini (De Groot, Leslie J., et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010) : a. Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI > 20 mg) b. Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol c. Hipotiroid fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan untuk mengandalikan hipertiroid pada ibu d. Pasien yang alergi terhadap obat anti tiroid e. Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid f. Jika dicurigai ganas Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam pengobatan hipertiroid selama kehamilan sejak diketahui bahwa zat tersebut dapat melewati plasenta dan ditangkap oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran kelenjar dan akhirnya berakibat pada hipotiroid yang menetap. (De Groot, Leslie J., et al. 2007, Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23 rd. 2010) III. E. Komplikasi Hipertiroid yang tak terkontrol, terutama pada pertengahan masa hamil, dapat memicu beberapa komplikasi. Komplikasi maternal di antaranya keguguran, infeksi, preeklamsia, persalinan preterm, gagal jantung kongesti, badai tiroid, dan lepasnya plasenta. Komplikasi fetus dan neonatus di antaranya prematur, kecil untuk masa kehamilan, kematian janin dalam rahim, dan goiter pada fetus atau neonatus dan atau tirotoksikosis. Pengobatan yang Page 18 of 27

belebihan juga dapat menyebabkan hipotiroid iatrogenik pada fetus. (Inoue, Miho, et al. 2009, Marx, Helen, et al. 2008, Rull, Gurvinder. 2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Jika wanita dengan penyakit graves atau yang pernah diobati untuk penyakit graves sebelumnya, antibodi tiroid-stimulating yang dihasilkan ibu dapat melewati plasenta sehingga masuk ke dalam aliran darah fetus dan merangsang tiroid fetus. Jika ibu dengan penyakit graves sedang diobati dengan obat anti tiroid, hipertiroid pada bayi kurang bermakna karena obat-obatan tersebut juga dapat melintasi plasenta. Namun, jika ibunya diobati dengan pembedahan atau radioaktif iodin, kedua metode terapi tersebut dapat menghancurkan seluruh tiroid, namun pasien masih dapat memiliki antibodi dalam darahnya. (Marx, Helen, et al. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010) Hipertiroid pada neonatus dapat menyebabkan denyut jantung meningkat yang dapat berakhir pada gagal jantung, berat badan rendah, dan kadang-kadang tiroid yang membesar dapat menekan saluran napas sehingga mengganggu pernapasan. (Marx, Helen, et al. 2008, Williams Obstetrics 23rd. 2010) III. F. Krisis Tiroid Krisis tirotoksik, yang juga disebut badai tiroid, merupakan sebuah kegawatdaruratan medis yang dapat timbul akibat hipermetabolik yang berlebihan. Kondisi ini jarang terjadi, hanya 1% dari wanita hamil dengan hipertiroid, tetapi memiliki resiko gagal jantung. Badai tiroid didiagnosis melalui kombinasi gejala dan tanda seperti hiperpireksia, takikardi yang tidak berhubungan dengan demamnya, gagal jantung kongestif, disaritmia, muntah, diare, dan perubahan mental termasuk cemas, bingung, dan gelisah. Badai tiroid ini dapat muncul akibat infeksi, penghentian terapi yang tiba-tiba, pembedahan, dan persalinan. (Williams Obstetrics 23rd. 2010) Pengobatannya meliputi pemberian cairan intravena, hidrokortison, propanolol, iodin oral, dan karbimazol atau propiltiourasil dalam dosis tinggi. Terapi badai tiroid terdiri dari rangkaian pengobatan berupa (Williams Obstetrics 23rd. 2010) : a. Terapi suportif secara umum sebaiknya dilakukan b. Terapi spesifik : a. PTU 1000 mg per oral atau melalui nasogastric tube. Dilanjutkan dengan 200 mg per oral setiap 6 jam. Jika pemberian melalui oral tidak memungkinkan, dapat digunakan metimazol suppositoria.

Page 19 of 27

b. 1 jam setelah pemberian PTU, diberikan yodium untuk menghambat pelepasan hormone tiroid. Dapat diberikan dalam bentuk sodium iodide 5001000 mg secara intravena setiap 8 jam, atau saturated solution of potassium iodide (SSKI) 5 tetes per oral setiap 8 jam, atau larutan lugol 10 tetes setiap 8 jam. c. Dexamethasone 2 mg secara intravena setiap 6 jam untuk 4 dosis, untuk mencegah konversi dari T4 menjadi T3 di jaringan perifer. d. Propanolol 20-80 mg per oral setiap 4-6 jam. e. Phenobarbital 30-60 mg per oral setiap 6-8 jam, diperlukan pada gelisah yang berlebihan. f. Fetus sebaiknya dievaluasi dengan tepat dengan USG atau pemeriksaan nonstress tergantung umur kehamilan.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013

Page 20 of 27

A. IDENTITAS Nama penderita Umur Jenis kelamin No CM Agama Pekerjaan Alamat Status Nama Suami Tanggal Masuk Ruang Kelas B. ANAMNESA Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Juni 2013 pukul 10.00 WIB. Keluhan Utama Pasien hamil 22 minggu dengan membawa surat perintah mondok dari bidan dengan keluhan badan terasa sangat lemas. Riwayat Kehamilan Sekarang Pasien G1P0A0 usia 28 tahun hamil 22 minggu datang ke IGD RSI Sultan Agung dengan keluhan badan terasa sangat lemas. Pasien juga mengeluhkan sering pusing dan deg degan. Pada saat hami ini, pasien juga merasa semakin kurus, sering merasa kepanasan dan tidak nafsu makan. Sekarang ini, pasien tidak merasa mual muntah. Mual muntah hanya dirasakan saat awal- awal kehamilan dulu. Pasien merasa takut, penyakit gondok yang diderita 3 tahu lalu berpengaruh terhadap kehamilannya. Pasien kemudian memeriksakannya ke bidan, dan dirujuk ke RSI Sultan agung semarang. Riwayat ANC Pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidan, oleh pasien dilakukan setiap bulan. Setiap kali periksa ke bidan pasien mendapat multivitamin dan zat penambah darah. Page 21 of 27 : Ny. Roikhatul Jannah : 28 tahun : Perempuan : 119.84.25 : Islam : Swasta : mijen, demak : Menikah : Tn. Saeful : 24 Juni 2013 : VK : III

Riwayat Obstetri GI o o o o o o o : hamil sekarang. Pasien belum pernah melahirkan ataupun keguguran. : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : diakui sejak 3 tahun yang lalu. Pasien hanya Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat DM Riwayat kejang Riwayat asma Riwayat peyakit gondok

Riwayat operasi kandungan : disangkal memeriksakan ke dokter apabila ada keluhan yang berat.

Riwayat Penyakit Keluarga o o o o o o o o Riwayat Hipertensi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Penyakit Paru Riwayat DM Menarche : 15 tahun : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat Menstruasi Siklus menstruasi : 28 hari Lama menstruasi : 7 hari Dismenore :-

Riwayat Perkawinan Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang. Usia pernikahan 1 tahun. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tidak bekerja sedangkan suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta Biaya kesehatan ditanggung jamkesmas Kesan ekonomi : kurang Riwayat KB Pasien belum pernah KB sebelumnya. Riwayat Gizi Pasien makan teratur 3 kali sehari dengan porsi makanan yang cukup. Akan tetapi minggu-minggu ii pasien kehilangan nafsu makan. Page 22 of 27

C. PEMERIKSAAN FISIK a. STATUS PRESENT Keadaan Umum Kesadaran Vital Sign o o o o o o Tensi : 90/60 mmHg Nadi RR TB BB Kepala Mata Mulut Leher Kulit Mamae Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi : Perut membuncit, striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea alba (+), terlihat gerakan janin. Page 23 of 27 : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea mid clavicula sinistra : Redup, batas-batas jantung tidak dapat ditentukan karena terhalang oleh pembesaran pada mamae : Suara jantung I dan II murni, reguler, terdengar tachycardia, suara tambahan (-) : Hemithorax dextra dan sinistra simetris : Stemfremitus dextra dan sinistra sama : Sonor seluruh lapang paru : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-) : 104 x/menit : 24 x/menit : 155 cm : 45 kg : Mesocephale : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-) : Bibir sianosis (-), bibir kering (-) : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-) : Turgor baik, ptekiae (-), tampak basah berkeringat : Simetris, membesar, hiperpigmentasi areola mamae, kencang, papila mamae menonjol : tampak lemah : compos mentis

Suhu : 36,3 0C

Status Internus

Palpasi Auskultasi Extremitas Oedem Varises Reflek fisiologis Reflek patologis b. Status Obstetri Abdomen Inspeksi Palpasi Leopold I Leopold II

: teraba bagian-bagian janin : DJJ 12-11-12 : Superior -/-/+/+ -/Inferior -/-/+/+ -/-

: Perut membuncit, striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea alba (+) : TFU 1 jari dibawah pusat Teraba massa besar, lunak. : Pengembangan uterus sejajar dengan kontur tubuh ibu (situs = membujur). Teraba tahanan memanjang sebelah kanan dan bagian kecilkecil di sebelah kiri

Loepold III Leopold IV His Auskultasi Genitalia Externa

: Teraba massa bulat, besar, keras, bisa digoyang. : Konfigurasi tangan saat mendindingi berbentuk konvergen. :: DJJ 12-11-12 : air ketuban (-), lendir darah (-), vulva oedem (-), bloodslim (-) kepala janin

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Darah Hb Hematokrit : 9.0 : 27.0 gr/dl % Page 24 of 27

Eritrosit Leukosit Trombosit Hormon TSHs Free T4 20.0)

: 5,60 : 15.9 : 326 : : <0.05 : >100.0

/uL /uL /uL uIU/mL pmol/L (0.25 - 5) (Euthyroidsm : 9.0

b. Pemeriksaan serologis : HbsAg (-) c. EKG E. RESUME Pasien G1P0A0 usia 28 tahun hamil 22 minggu datang ke IGD RSI Sultan Agung dengan keluhan badan terasa sangat lemas. Pasien juga mengeluhkan sering pusing dan deg degan. Pada saat hami ini, pasien juga merasa semakin kurus, sering merasa kepanasan dan tidak nafsu makan. Sekarang ini, pasien tidak merasa mual muntah. Mual muntah hanya dirasakan saat awal- awal kehamilan dulu. Pasien merasa takut, penyakit gondok yang diderita 3 tahu lalu berpengaruh terhadap kehamilannya. Pasien kemudian memeriksakannya ke bidan, dan dirujuk ke RSI Sultan agung semarang. F. DIAGNOSA wanita G1P0A0 usia 28 tahun, hamil 22 minggu, janin tunggal, hidup intra uterin, letak bokong, puki belum inpartu dengan hipertiroid gestasional. G. PROGNOSA Kehamilan : dubia ad malam Persalinan : dubia ad malam H. SIKAP 1. Pasien dirawat inap dan tirah baring 2. Pemberian infus RL 3. Dilakukan pengawasan 10 dengan baik: 4. Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 5. Medikamentosa : Inj. Deksametason 3 x 2 amp Inj. Ca glukonas1 amp Inj. Cefotaxim 2 x1 Page 25 of 27 : kesan NSR , reguler

I. EDUKASI o o

Cygest 400 mg 1 x1 pervaginam Nifedipine 3 x 10 mg Prophiltyurasil 3 x 1

Memberitahu kepada pasien mengenai penyakitnya dan kemugkinan terhadap dirinya maupun janinnnya. Memberitahu pasien tentang terminasi kehamilan yang mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John C., Rouse, Dwight J. & Spong, Catherine Y. eds. (2010) Williams Obstetrics. 23rd. United States : The McGraw Hill Companies, Inc. 2. De Groot, Leslie J., Green, Alex Stagnaro & Vigersky, Robert (2007) The Hormone Foundations Patient Guide to the Management of Maternal Hyperthyroidism Before,

Page 26 of 27

During, and After Pregnancy. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. Vol 92, No. 9 0. 3. Dumont, J.E., Opitz, R., Christophe, D., Vassart, G., Roger, P.P. & Maenhaut, C. (2008) The Phylogeny, Ontogeny, Anatomy and Regulation of the Iodine Metabolizing Thyroid. Belgium : IRIBHM, School of Medicine, University of Brussels. Germany : Leibniz-Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries, University of Berlin. 4. Girling, Joanna (2008) Thyroid Disease in Pregnancy. The Obstetrician & Gynaecologist, 10, pp. 237-243. 5. Inoue, Miho, Arata, Naoko, Koren, Gideon & Ito, Shinya (2009) Hyperthyroidism during Pregnancy. Canadian Family Physician, Vol 55 July, pp. 701-703. 6. Marx, Helen, Amin, Pina & Lazarus, John H. (2008) Hyperthyroidism and Pregnancy. British Medical Journal, Vol 336 March, pp. 663-667. 7. Rull, Gurvinder (2010) Hyperthyroidism in Pregnancy [Internet]. EMIS. Available from : http://www.patient.co.uk.htm [Accesed 22 March 2011].

Page 27 of 27

Anda mungkin juga menyukai