Tujuan : 1. Evaluasi korban dengan cepat dan tepat 2. Resusitasi & stabilisasi korban sesuai prioritas. 3. Menentukan kebutuhan korban cukup/melebihi fasilitas yang ada. 4. Mengatur cara rujukan antar rumah sakit. 5. Menjamin bahwa penanganan korban sudah optimum.
ATLS terdiri dari Initial Assesment. Initial Assesment adalah penilaian awal yang cepat tepat dan sistematis terhadap pasien trauma. Initial Assesment terdiri dari 10 langkah, yaitu:
1. Persiapan
a. Fase pra-rumah sakit RS diinformasikan sebelum penderita dibawa dari tempat kejadian. Penjagaan airway, kontrol pendarahan, imobilisasi penderita & pengiriman ke RS terdekat. Mengumpulkan keterangan : waktu kejadian, sebab & riwayat penderita, mekanisme kejadian b. Fase rumah sakit Lakukan perencanaan sebelum penderita tiba.
Persiapkan : ruangan / daerah resusitasi, perlengkapan airway & sudah dicoba, ringers lactate yg sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring.
2. Triase
Pemilihan korban berdasarkan kebutuhan ABCnya, tingkat cedera, serta fasilitas yang ada. Golongan/pelabelan pasien adalah sebagai berikut; Golongan Nol (hitam) : Pasien sudah tidak dapat diselamatkan lagi (meninggal seketika). Golongan Pertama (merah) : Pasien yang paling diutamakan untuk ditolong, biasanya pasien yang cedera berat seperti cedera maksilofasial, cedera thorax, cedera abdomen, dimana semua cedera tersebut disertai dengan syok hipovolemik. Luka bakar yang berat dan fraktur terbuka juga termasuk dalam pelabelan golongan pertama. Golongan Kedua (kuning) : Biasanya pasien dengan trauma seperti fraktur ekstremitas, cedera abdomen, cedera thorax yang semuanya tanpa disertai syok hipovolemik. Golongan Ketiga (hijau) : Pasien dengan trauma ringan, misalnya hanya terdapat erosi-erosi pada kulitnya.
lehernya dalam keadaan sangat gelisah, bisa ditemukan sianosis. * Obstruksi airway parsial : yaitu penghambatan jalan nafas karena: Cairan seperti darah, cairan serosa. Terdengar bunyi gurgling atau seperti orang berkumur-kumur. Lidah Jatuh kebelakang, terdengar bunyi snoring atau seperti orang mengorok. Penyempitan laring/trakea. Biasanya karena edema di daerah leher. Terdengar bunyi crowing atau bunyi high pitched karena penyempitan tersebut.
Pada Airway juga harus diperhatikan kontrol servikal , karena harus dipastikan ada trauma atau fraktur servikal/tidak. Trauma dari Os. pasien trauma inhalasi. Clavicula keatas sudah dianggap
Pada korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui mekanisme terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera leher, patut dicurigai mengalami
cedera leher. Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika. Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang) sambil melakukan control pada jalan napas korban.
meliputi: fungsi paru baik, dinding dada dan lihat ada sesak atau
tidak, lihat ada trauma di thorax atau tidak, tanda-tanda sianosis juga
Tanda-tanda pernafasan yang memadai (adekuat) Dada dan perut bergerak naik turun seirama dengan pernafasan Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut/hidung Penderita tampak nyaman Frekuensi cukup Tanda-tanda pernafasan tidak adekuat Gerakan dada kurang baik Ada suara nafas tambahan
Sianosis Frekuensi kurang atau lebih Perubahan status mental (gelisah) Tanda-tanda tidak adanya pernafasan Tidak ada gerakan dada atau perut Tidak terdengar aliran udara mulut atau hidung Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
- C : CIRCULATION. Setelah melakukan penangan pada system pernapasan, sistem sirkulasi dapat segera dinilai dengan cara : - Memeriksa denyut nadi (radialis atau carotis). Pada orang dewasa dan anak-anak, denyut nadi diraba padaarteri radialis dan arteri carotis (medial dari M. Sternocleidomastoideus). Sedangkan pada bayi, meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas. Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60100 kali/menit. Bila kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi frekuensi denyut jantung adalah 85-200 kali/menit sedangkan pada anak-anak adalah 60-140 kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi merupakan tanda diagnostic yang buruk. Menilai warna kulit Meraba suhu akral dan kapilari refill Periksa perdarahan itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai
Selain
kurangnya perfusi oksigen ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Pemeriksaan sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian jalan napas dan system pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan napas, nadi radialis maupun nadi carotis dapat pula teraba. Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan bebat tekan. Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap terjadinya shock. Penanganan luka secara baik dilakukan setelah korban stabil. Jika ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas. Penderita akan ditemukan dalam keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak berdenyut, maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian resusitasi jantung paru (RJP, CPR). Kesimpulan Circulation dengan kontrol perdarahan; 1.Penilaian - Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal - Mengetahui sumber perdarahan internal - Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan masif segera. pertanda diperlukannya resusitasi - Periksa tekanan darah
D : Dissability. Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap rangsang nyeri, atau pasien tidak
sadar). Tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan Glasgow Coma Scale, maka sistem AVPU pada keadaan ini lebih jelas dan cepat: - Awake (A) - Verbal response (V) - Painful response (P) - Unresponsive (U)
Exposure. hipotermia.
Tanggalkan
pakaian
pasien
dan
cari
apakah
ada
4. Resusitasi Prinsip : resusitasi yang agresif & pengelolaan cepat dari keadaan yang mengancam hidup. Mutlak bila ingin penderita tetap hidup. A. Airway Harus dijaga dengan baik, dapat menggunakan Jaw thrust / Chin lift bila lidah jatuh kebelakang. Perasat helmnich bila tersedak, dan finger sweep bila ada cairan. Pasien sadar dipakai naso-pharyngeal airway Pasien tidak sadar/tidak ada gag refleks dipakai oro-pharyngeal airway Jika ragu airway definitif
B. Breathing/ventilasi/oksigenasi
Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway tergganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi/ kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-trakeal baik oral maupun nasal. Surgical airway (crico-thyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endo-trakeal teknis C. Circulation (dengan kontrol pendarahan) Pada saat datang penderita diinfus cepat dgn 2-3 liter cairan kristaloid (RL) Kateter yang dipakai harus ukuran yang besar Besar arus (tetesan infus) tergantung dari besar kateter IV Bila tidak ada respon diberikan darah se-golongan tidak memungkinkan karena kontra-indikasi/masalah
A. Anamnesis A M P L E : Alergi : Medikasi (obat yg diminum saat ini) : Past illnes ( penyakit penyerta)/ pregnancy : Last meal : Event/ environment (lingkungan) yg berhubungan dgn kejadian
perlukaan B. Pemeriksaan fisik - Kepala - Maxilo-facial - Leher - Thorax - Abdomen - Perineum/vagina/rektum - Muskulo-skeletal - Pemeriksaan neurologis lengkap
hemodinamika penderita dlm keadaan stabil. 1. CT Scan (head, thorax, abdomen) 2. Pemeriksaan rontgen dengan kontras 3. Foto ekstremitas & vertebrae 4. Endoskopi dan USG (transesofageal, bronkoskopi, esofagoscopi, urografi)
9. Penanganan definitif
Dimulai setelah primary survey dan sekunder selesai. Misalnya menangani keluhan-keluhan pasien lain (selain yang trauma berat). Atau tindakan operatif, serta konsultasi ke dokter spesialis, termasuk dalam tahap ini.
10.
Catat data pasien di rekam medik. Bila fasilitas RS kurang memadai untuk menangani pasien trauma, dapat dirujuk ke RS yang lebih lengkap fasilitasnya.