3
PERHITUNGAN DAN ANALISIS HIDROLOGI
3.1 HIDROLOGI
Perencanaan pekerjaan konstruksi sipil (civil work design) memerlukan perhitungan dan analisis hidrologi seperti perencanaan jalan raya, lapangan terbang, bangunan air, drainase, dan jenis pekerjaan lainnya.Dalam perencanaan sistem drainase, perhitungan dan analisis hidrologi menjadi sangat penting karena dalam perencanaan infrastrukturnya sangat terkait dengan parameter hidrolis. Analisis hidrologi merupakan analisis komplek, hal ini disebabkan oleh faktor ketidakpastian hidrologi, keterbatasan teori, dan rekaman data.Hujan merupakan kejadian yang sulit diprediksi, yang dalam konteks ini didefenisikan bahwa kita tidak dapat memperkirakan secara pasti seberapa besar hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu tertentu. Persipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfir ke bumi dalam segala bentuknya dalam siklus hidrologi.Jika uap air yang menkondensasi dan jatuh ke bumi dalam bentuk cair disebut hujan (rainfall). Limpasan permukaan sebagai dasar perencanaan drainase diprediksi berdasarkan intensitas hujan yang terjadi dalam suatu wilayah yang direspon oleh lahan dimana hujan terjadi yang pada akhirnya menghasilkan besaran debit tertentu.
Kekomplekan fenomena tersebut disederhanakan menggunakan beberapa pendekatan teoritis yang logis sehingga debit limpasan permukaan dapat diprediksi.
3.1.1
POLIGON THIESSEN
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan adalah hujan yang terjadi hanya pada satu tempat / titik tertentu (point rainfall).Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat ukur belum dapat menggambarkan hujan yang terjadi pada wilayah tersebut.Gambaran hujan yang terjadi pada suatu wilayah adalah hujan kawasan (areal rainfaal)yang diperoleh dari harga rata rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang terdapat di dalam dan atau sekitar kawasan tersebut.Metode pendekatan untuk menghitung curah hujan rata rata adalah (1) rata rata aljabar, (2) poligon thiessen, dan (3) isohyet. Dalam perhitungan hujan kawasan (areal rainfall) Kota Metro digunakan metode poligon thiessen. Metode tersebut memenuhi syarat, sebagai berikut : Perhitungan menggunakan 4 (empat) stasiun penakar hujan Luas wilayah Kota Metro 6.874 ha (< 500 km2) Topografi Kota Metro relatif datar
Uraian
Sta. Penakar Hujan Cukup Sta. Penakar Hujan Terbatas Sta. Penakar Hujan Tunggal
Metode
Isohyet, Poligon Thiessen, Rata Rata Aljabar Rata Rata Aljabar, Poligon Thiessen Hujan Titik Isohyet
2
Luas DAS
Poligon Thiessen Rata Rata Aljabar Rata Rata Aljabar Poligon Thiessen Isohyet
Topografi
Merujuk pada tabel di atas, sebenarnya dari luasan Kota Metro, perhitungan hujan wilayah dapat dilakukan dengan metode rata rata aljabar.Namun dengan pertimbangan agar perhitungan lebih mencerminkan sebaran stasiun penakar hujan (3 stasiun penakar hujan berada di luar Kota Metro), maka perhitungan hujan wilayah menggunakan metode poligon thiessen. Perhitungan hujan wilayah Kota Metro menggunakan 4 (empat) stasiun penakar hujan dengan rincian 1 (satu) stasiun berada di hulu(bendung Argoguruh) dan 3 (tiga) lainnya berada di sekitar Kota Metro.Rincian stasiun penakar hujan yang digunakan dalam perhitungan hujan wilayah Kota Metro diuraikan dalam tabel berikut. Tabel 3.2 Stasiun Hujan Digunakan dalam Perhitungan Hujan Wilayah
ID R 106 PH 104 PH 101 PH 109 Koordinat (UTM_WGS 1984) X Y 520281 535178 528002 538453 9427104 9439932 9437742 9437460 Lokasi Argoguruh Punggur Kab. Lampung Tengah Trimurjo Kab. Lampung Tengah Pekalongan Kab. Lampung Timur
Perhitungan hujan wilayah dilakuan untuk mendapatkan nisbah pengaruh hujan / faktor pemberat (weight factor) yang terjadi di masing masing stasiun penakar hujan terhadap hujan wilayah.Hasil perhitungan weight factor masing masing stasiun penakar hujan terhadap hujan wilayah Kota Metro diilustrasikan dan dirinci dalam gambar dan tabel berikut.
520000
525000
530000
535000
540000
9440000
Sta Penakar Hujan Batas Kota Metro Poligon Thiessen 12.04 % 22.43 % 23.11 % 42.42 %
# Y
9440000 # Y
PH 104 Punggur
# Y
PH 101 Trimurjo
# Y
PH 109 Pekalongan
9435000
9435000
9430000
9430000
N
R 106 Argoguruh
# Y
W S
520000
525000
530000
535000
540000
12 Kilometers
3.1.2
Untuk kebutuhan perhitungan debit banjir rencana, diperlukan seri data hujan harian maksimum dari setiap stasiun penakar hujan yang digunakan dalam analisis. Terdapat 2 (dua) macam seri data hujan yang lazim digunakan dalam analisis frekuensi, yaitu : Data Maksimum Tahunan; setiap tahun hanya diambil satu besaran maksimum. Jumlah data dalam seri data akan sama dengan panjang data tersedia. Dengan metode ini besaran data maksimum kedua dalam tahun tertentu mungkin lebih besar dari besaran data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan dalam analisis. Hal ini, oleh beberapa ahli, dianggap tidak realistis apalagi mengingat bahwa perhitungan permulaan tahun hidrologi tidak selalu seragam, sebagian berdasar pada musim dan sebagian lainnya berdasar pada tahun masehi.
Seri Parsial;dengan menetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dan dijadikan sebagai bagian seri data. Data yang digunakan dalam analisis adalah sesuai dengan panjang data dan diambil dari besaran data yang paling besar. Dalam hal ini dimungkinkan dalam 1 (satu) tahun data diambil lebih dari 1 (satu) data, sementara tahun yang lain tidak ada data yang diambil.
Dalam penentuan seri data hujan harian maksimum Kota Metro digunakan metode seri parsial berdasarkan 4 (empat) stasiun penakar hujan.
1990
84.89
1991
87.45
1992
98.26
1993
98.91
1994
45.45
1995
56.59
1996
66.90
1997
44.02
1998
61.13
1999
115.64
2000
90.98
2001
2002
1 3
11 11
81.48
2 11 71 72 59 67 66.90 3 13 41 24 81 25 39.64 1997 1 3 30 39 58 21 34.67 44.02 3 2 30 46 84 25 44.02 6 7 19 31 4 62 21 27.87 1998 5 11 62 49 70 26 45.66 61.13 8 30 70 42 40 0 27.09 11 3 89 17109 69 61.13 PH 104 PH R 75 106 PH 101 Hujan Harian Hujan Harian Kejadian 1999 10 14 50 63 66 72 65.87 115.64 Rata Punggur Pekalongan Argoguruh Trimurjo Rata - Rata Maksimum 11 20 147 98 77 69 86.67 (mm) Rata (mm) 0.120 0.224 0.231 0.424 Tahun Bulan Tgl 12 21 119 115 108 119 115.64 1989 2 9 100 93 133 75 95.45 95.45 2000 4 7 91 88 64 108 90.98 90.98 5 25 187 31 120 88 94.53 5 10 58 59 54 66 60.77 12 3 93 99 21 71 68.38 9 30 66 34 25 12 26.52 1990 3 14 98 38 80 72 69.3584.89 2001 9 20 123 86 57 89 84.89 12 8 93 99528179.921991 1 4 82 55 85 108 87.45 87.45 2002 1 11 52 122 63 79 81.48 81.48 11 7 82 57 49 58 58.37 3 11 72 70 72 91 79.40 12 20 135 44 39 61 61.01 9 18 50 0 48 18 24.54 1992 1 1 74 50 74 127 91.10 98.26 2003 3 14 91 107 85 44 73.37 87.39 2 16 156 47 67 126 98.26 4 6 60 87 44 119 87.39 12 31 76 72 75 110 89.08 12 17 72 63 72 57 63.41 1993 1 15 109 70 72 126 98.91 98.91 2004 1 11 76 62 62 76 69.62 69.62 2 21 127 27 46 124 84.58 3 2 63 56 56 63 59.81 3 19 91 44 27 112 74.58 4 9 61 78 78 61 68.74 1994 1 15 34 36 43 31 35.27 45.45 2005 2 31 72 44 44 72 59.25 66.54 2 16 64 37 74 23 42.95 3 17 71 56 56 71 64.17 3 2 37 45 86 26 45.45 7 6 72 60 60 72 66.54 1995 1 21 75 18 58 50 47.68 56.59 2006 1 15 80 35 35 80 59.51 80.02 2 17 150 32 26 60 56.59 2 3 70 92 92 70 80.02 4 7 52 20 58 21 33.15 4 10 60 31 31 60 46.79 1996 1 8 90 38 46 58 54.59 66.90 11 71 72 data hilang59 67 66.90 Sumber :2Hasil Perhitungan, 2011 (beberapa di generalisasi) 3 13 41 24 81 25 39.64 1997 1 3 30 39 58 21 34.67 44.02 3 2 30 46 84 25 44.02 Dari data hujan maksimum di atas, selanjutnya diurutkan (ranking) dan disusun 7 19 31 4 62 21 27.87 seri harian yang akan digunakan 1998 data 5 hujan 11 maksimum 62 49 Kota Metro 70 26 45.66 dalam 61.13 8 30 70 42 40 0 27.09 perhitungan dan analisis selanjutnya. 11 3 89 17 75 69 61.13 1999 10 14 50 63 66 72 65.87 115.64 11 20 147 98 77 69 86.67 12 21 119 115 108 119 115.64 2000 4 7 91 88 64 108 90.98 90.98 5 10 58 59 54 66 60.77 9 30 66 34 25 12 26.52 2001 2002 1 11 52 122 63 79 81.48 81.48 3 11 72 70 72 91 79.40 9 18 50 0 48 18 24.54 2003 3 14 91 107 85 44 73.37 87.39 4 6 60 87 44 119 87.39 12 17 72 63 72 57 63.41 2004 1 11 76 62 62 76 69.62 69.62 3 2 63 56 56 63 59.81 4 9 61 78 78 61 68.74 2005 2 31 72 44 44 72 59.25 66.54 3 17 71 56 56 71 64.17 7 6 72 60 60 72 66.54 2006 1 15 80 35 35 80 59.51 80.02 2 3 70 92 92 70 80.02 4 10 60 31 31 60 46.79
3.1.3
Selanjutnya disusun seri data hujan maksimum yang akan digunakan dalam analisis distribusi frekuensi. Perhitungan distribusi frekuensi dalam hidrologi dikenal : Distribusi normal Distribusi log-normal Distribusi pearson III Distribusi log-pearson III Distribusi gumbel.
Untuk memperkirakan kesesuaian distribusi seri data hujan, dilakukan perhitungan parameter statistik seri data hujan, meliputi : Nilai rerata, Standar deviasi, Koefesien variasi, Koefesien skweness, dan Koefesien kurtosis.
(xi - x)
(xi - x)
1,580.1889 530.3711 500.6543 382.8485 347.7210 231.5134 227.7380 174.1987 133.8732 132.3077 116.3616 81.0225 75.6220 31.3584 17.0918 16.3076 12.3557 1.7082 6.3168 39.1798 42.6481 51.0176 56.3809 80.7876 87.3967 100.2649 137.2354 155.6975 217.6376 221.1131 228.4855 258.3005 268.1763 276.7121 306.6055 372.3180 453.2451 7,952.7614
62,815.0210 12,214.3319 11,202.2931 7,491.0117 6,484.0507 3,522.6069 3,436.7920 2,299.1505 1,548.9605 1,521.8709 1,255.2041 729.3036 657.6159 175.6022 70.6616 65.8544 43.4313 -2.2327 -15.8762 -245.2409 -278.5153 -364.4015 -423.3488 -726.1342 -817.0383 -1,003.9755 -1,607.6792 -1,942.7747 -3,210.7084 -3,287.9224 -3,453.7256 -4,151.3359 -4,391.6789 -4,603.0130 -5,368.7101 -7,184.0783 -9,649.3848 62,805.9877
2,496,996.95179 281,293.45315 250,654.73245 146,572.99554 120,909.90130 53,598.45049 51,864.59495 30,345.19079 17,922.02762 17,505.33522 13,540.01395 6,564.64381 5,718.68829 983.34669 292.13117 265.93761 152.66397 2.91810 39.90203 1,535.05481 1,818.85786 2,602.79599 3,178.80919 6,526.63334 7,638.18004 10,053.04172 18,833.56465 24,241.70981 47,366.12001 48,890.98123 52,205.60213 66,719.14911 71,918.52509 76,569.57966 94,006.94421 138,620.69594 205,431.08781 4,373,381.21151
koef. variasi (CV) = 0.1959 koef. skweness (CS) = 0.5617 koef. Kurtosis (CK) = 2.8638
Berdasarkan nilai parameter statistik di atas, jenis distribusi frekuensi yang mungkin sesuai dengan seri data hujan maksimum Kota Metro adalah distribusi Log-Pearson III dan Gumbel.
3.1.4
DISTRIBUSI FREKUENSI
Analisis distribusi frekuensi dilakukan menggunakan pendekatan distribusi yang sesuai (Gumbel dan Log-Pearson III) untuk mendapatkan hujan rancangan dengan kala ulang (return period) tertentu sebagai dasar penentuan debit banjir rencana. A. Distribusi Log-Pearson III Pearson telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Fleksibilitas distribusi tersebut yang melatarbelakangi tetap dipakainya metode pendekatan distribusi Log-Pearson III. Terdapat 3 (tiga) parameter penting dalam distribusi Log-Pearson III, yaitu : (1) harga rata rata; (2) simpangan baku; dan (3) koefesien kemencengan (skweness). Jika koefesien kemencengan sama dengan nol, maka distribusi kembali ke distribusi LogNormal. Persamaan untuk mendapatkan parameter Log-Pearson III, sebagai berikut : Harga rata - rata
Simpangan baku
Koefesien kemencengan
10
11
B. Distribusi Gumbel
12
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret harga ekstrim mempunyai distribusi eksponensial ganda.
Jika
maka
Hubungan probabilitas dengan kala ulang dapat dinyatakan dalam persamaan : , jika persamaan tersebut disubtitusikan ke persamaan eksponensial ganda di atas, maka diperoleh :
Dalam penggambaran pada kertas probabilitas, Chow (1964) menyarankan menggunakan persamaan : , jika jumlah populasi terbatas (sampel), maka dapat didekati dengan persamaan :
Dengan : S = standar deviasi K = faktor probabilitas YTr = reduced varied Yn = reduced mean (bergantung jumlah sampel) Sn = reduced standard deviation (bergantung jumlah sampel)
13
3.1.5
HUJAN RANCANGAN
Hujan rancangan ditentukan berdasarkan besaran besaran parameter distribusi Log-Pearson III dan Gumbel serta kala ulang (return period) tertentu. A. Hujan Rancangan Distribusi Log-Pearson III Koefesien kemencengan / skweness (CS) adalah 0,2437. Sehingga dilakukan perhitungan nilai faktor probabilitas (K) dan peluang kejadian untuk beberapa periode ulang pada koefesien skweness 0,2437.
14
tahun
tahun
5 tahun
15
tahun
B. Hujan Rancangan Distribusi Gumbel Perhitungan hujan rancangan distribusi Gumbel menggunakan persamaan :
Jika
dan
, maka :
16
Tr = 2 tahun
Tr = 10 tahun
Tr = 25 tahun
Tr = 50 tahun
17
Dari perhitungan hujan rancangan di atas, didapat variasi besaran hujan rancangan untuk masing masing metode perhitungan dan kala ulang. Suripin (2003) memberikan kriteria untuk perhitungan debit banjir rencana dengan kala ulang tertentu dirujukkan pada target rencana perbaikkan. Target rencana perbaikan saluran drainase tentu sangat tergantung pada tingkatan saluran; tersier, skunder, dan primer. Dalam perhitungan debit banjir rencana Kota Metro digunakan, kriteria kala ulang sebagai berikut : Debit banjir rencana untuk saluran tersier menggunakan kala ulang 10 tahun Debit banjir rencana untuk saluran skunder menggunakan kala ulang 25 tahun, dan Debit banjir rencana untuk saluran primer menggunakan kala ulang 50 tahun Sehingga hujan rancangan yang digunakan dalam analisis selanjutnya adalah : R24 = 98,29 mm untuk saluran tersier R24 = 110,72 mm untuk saluran skunder R24 = 119,24 mm untuk saluran primer
3.2.1
INTENSITAS HUJAN
18
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman hujan per satuan waktu. Apabila data hujan tersedia adalah data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Mononobe, sebagai berikut :
R24 = hujan harian maksimum (mm) Perkiraan lamanya hujan didekati dengan persamaan waktu konsenterasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (outlet) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak menyumbangkan aliran ke outlet. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah persamaan yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), dinyatakan sebagai :
Dengan : tc L S = waktu konsentrasi (jam) = panjang saluran utama dari hulu sampai outlet (km) = kemiringan saluran
Dari peta Kota Metro didapat panjang sungai rerata 11 km dengan kemiringan dasar saluran (S) 0,001625. Maka waktu konsentrasi didapat :
19
Selanjutnya dilakukan perhitungan intensitas hujan untuk berbagai kala ulang menggunakan persamaan Mononobe. Perhitungan ditabulasikan dalam tabel berikut.
K a laUla ng R 2 4(m m ) t (ja m ) (ta hun) 10 25 50 98.29 110.72 119.94 4.982 4.982 4.982
3.2.2
KOEFESIEN PENGALIRAN
Koefesien pengaliran (C) ditentukan oleh jenis penggunaan lahan dimana air hujan jatuh. Berdasarkan RTRW Kota Metro (2010), tata guna lahan Kota Metro diklasifikasikan dalam 5 (empat) jenis penggunaan lahan yaitu : a. Permukiman b. Pertanian Lahan Kering c. Sawah d. Ruang Terbuka Hijau e. Badan Air
Masing masing jenis penggunaan lahan memiliki nilai koefesien pengaliran berbeda, yang dapat dirujukkan pada tabel berikut. Tabel 3.12 Koefesien Pengaliran No 1 2 3 4 5 Penggunaan Lahan Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air Koefesien Pengaliran (C) 0,65 0,50 0,35 0,25 0,05
20
3.2.3
Perhitungan debit banjir rencana (Qpeak) dilakukan mengikuti pembagian zona drainase, sehingga mencerminkan komposisi luasan penggunaan lahan setiap zona ditinjau. Tabel 3.13 Komposisi Penggunaan Lahan Zona Raman
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
21
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
22
No Peng g una a nL a ha n 1 2 3 4 5 Permukiman Pertanian Lahan Kering Sawah Ruang Terbuka Hijau Badan Air
Jum la h
3.2.4
Debit banjir rencana (Qpeak) untuk saluran primer menggunakan kala ulang 25 tahun. Dengan merujuk pada tabel komposisi penggunaan lahan di atas, debit banjir rencana dihitung dengan persamaan :
No 1 2 3 4 5 6 7
23
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Zona Primer Raman a Raman b Bunut 1a Bunut 1b Bunut 2a Bunut 2b Bunut 2c Bunut 3a Bunut 3b Batanghari 1a Batanghari 1b Batanghari 2a Batanghari 2b Batanghari 2c Sekampung a Sekampung b Sekampung c
I (mm/jam) 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159 13,159
Ci . Ai (ha) 167,753 261,161 99,682 83,754 124,392 238,102 228,200 424,341 261,531 228,000 213,717 266,269 226,249 112,195 158,612 120,934 156,683
Q (m3/s) 6,132 9,547 3,644 3,062 4,547 8,704 8,342 15,512 9,560 8,334 7,812 9,733 8,270 4,101 5,798 4,421 5,727
3.3 HIDROLIKA
Analisis hidrolika dilakukan untuk memprediksi kapasitas saluran eksisting dan dimensi kebutuhan berdasarkan debit banjir rencana masing masing zona dimana saluran berada. Analisis dilakukan untuk mengetahui apakah saluran eksisting mampu mengalirkan debit banjir rencana. Jika hasil perhitungan menunjukkan saluran tidak mampu mengalirkan debit banjir rencana, maka akan dilakukan perhitungan hidrolis untuk mendapatkan dimensi yang sesuai dengan debit banjir rencana dan memenuhi persyaratan hidrolis berlaku.
24
3.3.1
Koefesien kekasaran manning adalah tetapan / konstanta yang mendeskripsikan kekasaran dinding dan dasar saluran, sehingga nilai koefesien kekasaran manning sangat tergantung dari material penyusun dinding / dasar saluran. Disamping itu koefesien kekasaran manning, sebenarnya akan berubah terhadap waktu sesuai dengan kondisi saluran. Jika saluran tidak terawat maka besaran koefesien manning akan meningkat, atau dengan kata lain kapasitas saluran akan menurun berbanding lurus dengan kecepatan aliran yang terjadi. Tabel 3.22 Harga Koefesien Kekasaran Manning (n) No 1 Tipe Saluran dan Jenis Bahan Gorong Gorong Gorong gorong lurus & bebas kotoran Gorong gorong lengkung dengan gangguan Beton dipoles Saluran pembuang dengan bak kontrol 2 Tanah, lurus, dan seragam Bersih / baru Bersih telah melapuk Berkerikil Berumput / dengan gangguan 3 Saluran alam Bersih lurus Bersih, berkelok Banyak tanaman pengganggu Dataran banjir berumput Saluran di belukar
Sumber : Chow dalam Suripin, 2003
25
3.3.2
KECEPATAN ALIRAN
Jika kecepatan aliran rata rata dipilih kurang dari atau sama dengan kecepatan maksimum diijinkan (V V max), maka saluran dianggap stabil. Kebanyakan investigator mengkaitkan dengan tekstur tanah / material lining saluran dalam menetapkan kecepatan maksimum diijinkan. Fortier dan Scobey (dalam Simon dan Senturk, 1992) mengusulkan kecepatan maksimum diijinkan berdasarkan tekstur tanah dimana saluran digali dan harga koefesien kekasaran manning (n).
Tabel 3.23 Kecepatan Maksimum Diijinkan Kecepatan Maksimum (m/s) No Material dimana saluran digali Pasir halus (kolloidal) Geluh kepasiran kolloidal) (non n Air Jernih 0,46 0,53 0,61 0,61 0,76 0,76 0,76 1,14 1,14 1,14 1,22 1,22 1,52 1,83 Air Mengangkut kolloid 0,76 0,76 0,91 1,07 1,07 1,07 1,52 1,52 1,52 1,52 1,68 1,83 1,68 1,83 Air Mengangkut non kolloid 0,4 0,61 0,61 0,61 0,69 0,61 1,14 0,91 1,52 0,91 1,52 1,98 1,98 1,52
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
0,020 0,020 0,020 0,020 O,020 0,020 0,020 0,025 0,030 0,025
Geluh kelempungan (non kolloidal) Lempung Alluvial (non kolloidal) Geluh Abu vulkanik Kerikil halus Liat terjal Geluh-krakal terseleksi (non kolloidal) Liat alluvial Liat-krakal (kolloidal) terseleksi (non
26
Pengujian kecepatan aliran dalam saluran menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Robert Manning (1889) yang akhirnya diperbaiki dan merupakan persamaan kecepatan aliran yang paling banyak digunakan. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut :
Dengan : V = kecepatan aliran (m/s) n = koefesien kekasaran manning (s/m1/3) R = jari jari hidrolis (m) S = kemiringan dasar saluran
3.3.3
KAPASITAS SALURAN
Kapasitas saluran adalah kemampuan saluran mengalirkan sejumlah air dalam waktu tertentu. Kapasitas saluran dapat diperkirakan dengan persamaan :
Dengan : Q = debit aliran (m3/s) A = luas pemampang basah (m2) V = kecepatan aliran (m/s)
Jari jari hidrolis (R) merupakan perbandingan antara luas penampang (A) dan keliling basah (P), . Sehingga persamaan jari jari hidrolis tergantung
27
pada dimensi saluran. Saluran drainase Kota Metro eksisting dan rencana terdiri dari saluran berbentuk trapesium dan persegi.
B
1 m h
(a) Saluran Trapesium (b) Saluran Persegi Gambar 3.2 Tipikal Saluran Drainase Kota Metro
Untuk saluran berbentuk trapesium, persamaan jari jari hidrolis dapat diturunkan sebagai berikut : Luas penampang basah (A)
28
Untuk saluran berbentuk persegi, persamaan jari jari hidrolis dapat diturunkan sebagai berikut : Luas penampang basah (A)