J x t0 , u t0 , t0
tf
uT R t u
xT Q t x dt xT tf Fx tf (5.2)
to
di mana matriks Q(t) dan R(t) kontinyu, simetrik dan definit non negatif atau
BAB V
definit positif dan F adalah matriks definit non negatif. Permasalahan SISTEM OPTIMASI pengendalian optimal adalah men emukan fungsi pengendalian u
* (t),
di mana t
< t
< t f , yang memenuhi sistem dinamik di atas dengan meminimasi indeks performansi. Dalam sistem pengendalian berhirarki 2 level, maka optimasi dapat * (x(t),t) menjadi Jika diasumsikan t f finite, maka indeks performansi J dilakukan pada level pertama yaitu pengambil keputusan level pertama yang J* [x(t),t] = x T (t) K(t) x(t) (5.3) langsung berhubun gan dengan proses d an level kedua yan g mengkoordinasikan di mana K(t) adalah matriks simetrik. Jika K(t) tidak simetrik, dapat diganti beberapa pengambil keputusan pada level pertama. Pada sistem pengendalian T dengan matriks simetrik [K(t) + K (t)] tanpa mengubah indeks performansi. berhirarki optimasi lev el pertama menggunakan Linear Quadratic Regulator Persamaan Hamilton-Jacobi digunakan untuk memperoleh aksi (LQR), sedan gkan pada level kedua digunakan metode interaction prediction pengendalian optimal. Bentuk pertama dari persamaan Hamilton-Jacobi adalah untuk memberikan nilai baru pad a dan m sehin gga error interaksi semakin kecil sebagai berikut: sampai batas yang diinginkan. Metode pen yelesaian LQR diberikan oleh
dan
Davison,
diberikan oleh Takahara (1965). Dengan mensubstitusi persamaan-p ersamaan di atas diperoleh: &x xT K min u T Ru x T Qx 2 x T KAx V.1. OPTIMASI LEVEL PERTAMA Dengan menggunakan identitas: Jika diketahui suatu sistem dinamik: u T Ru x T Qx 2x T KAx x& =Ax + Bu 2 x T KBu (5.1) xT Q 2 x T KBu (5.5)
KBR
BT K
KA
A T K x (5.6) cost
diperoleh di mana A dan B adalah kontinyu dan mempun yai indeks performan si ( & x T Kx function ): xT Q KBR
1
BT K
KA
A T K x (5.7)
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
&( t) K
K ( t) A (t )
A T (t) K ( t) K ( t)B(t) R
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan: 1. Aksi pengendalian optimal diberikan oleh Kalman (1960), yaitu: u * ( t) R
1
(5.9)
Dari persamaan di atas, diperoleh sistem pengendalian optimal loop tertutup adalah: x &t At A t A t B tR
1
t BT t K t x t (5.11)
St K t x t Bt G t x t
2. Dengan men ggunakan solusi AMRE, nilai sub optimal dari indeks performansi diberikan oleh J * x t 0 (5.12) , t0 x T t0 K t x t0
Contoh 5.1.: Dari sistem pada contoh 3.1., tentukan aksi kendali optimal level pertama dengan menggunakan LQR dan nilai sub optimalnya jika diketahui t
0=
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
Penyelesaian: Mengacu pada persamaan 5.2 dan d engan t performansi sistem adalah:
0=
10
uT t Ru t
xT t Qx t dt
xT tf Fx tf (5.14)
Permasalahan pengendalian optimal adalah mencari aksi kendali optimal u*(t) dan nilai optimal indeks performansi sistem dengan meminimasi indeks performansi. Pen yelesaian permasalahan ini dilakukan dengan langkah-langk ah sebagai berikut: 1. Sesuai dengan persamaan 5.9. 5.10., maka aksi kendali optimal adalah u * (t) R
1
Mengacu pada persamaan 5.11, sistem optimal loop tertutup adalah & x (t) A t B t R
1
( t) BT (t) K( t) x (t)
x& (t)
At
2. K(t f ) dan G(t f ) diperoleh dengan menggunakan fungsi LQR pada Matlab. Dari perhitungan menggunakan Matlab, diperoleh K(t
0. 4584 0. 0746 0.0007 0. 0002 K 0 0 0 0 0 0 .0746 0 .3673 0.0081 0 .0018 0.0001 0 .0008 0.0001 0.0001 0.0001 0.0007 0.0081 0.0843 0.0129 0.0011 0.0085 0.0021 0.0004 0.0003 0 .0002 0 .0018 0 .0129 0 .0964 0.0121 0 .0948 0 .0253 0.0013 0.0011 0 0.0001 0.0011 0.0121 0.0949 0.0943 0.0252 0. 0013 0.0010 0 0 .0008 0 .0085 0 .0948 0 .0943 0 .7812 0 .2103 0 .0143 0 .0137 0 0.0001 0.0021 0.0253 0.0252 0.2103 0.3874 0.2458 0.2093 f)
(5.19)
dan
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
(5.20)
Jika elemen matriks G yang terlalu kecil diabaikan, maka diperoleh matriks struktur dari matriks G, yaitu:
g1 1 g2 1 0 0 SG 0 0 0 0 0 g1 2 g 22 g23 0 0 0 0 0 0 0 g3 2 g3 3 g4 3 0 0 0 0 0 0 0 g3 4 g4 4 0 g6 4 g7 4 0 0 0 0 0 0 g5 5 g65 g75 0 0 0 0 0 g 46 g5 6 g 66 g 76 0 0 0 0 0 g4 7 g5 7 g6 7 g7 7 g8 7 g9 7 0 0 0 0 0 0 g7 8 g8 8 g9 8 0 0 0 0 0 0 g7 9 g8 9 g9 9
(5.21)
G di
kelompok tersebut sama dengan dekomposisi berdasark an system yang telah dibahas pada bagian pertama.
3. Indeks performansi sub optimal diperoleh den gan menggunakan persamaan 5.12., yaitu J*= x Jika x0 = (1 1 1 1 1 1 1 1 1) maka
0.4584 0.0746 0.0007 J* 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 . 2 0.0002 0 0 0 0 0 0.0746 0 .3673 0.0081 0.0018 0.0001 0.0008 0.0001 0.0001 0.0001 0.0007 0.0081 0.0843 0.0129 0.0011 0.0085 0.0021 0.0004 0.0003 0.0002 0.0018 0.0129 0.0964 0.0121 0.0948 0.0253 0.0013 0.0011 0 0.0001 0.0011 0.0121 0.0949 0.0943 0.0252 0 0 0 0.0001 0.0004 0.0013 0.0013 0.0143 0. 2458 0.8249 0.3460 0 0.0001 0.0003 0.0011 0.0010 0.0137 0.2093 0.3460 0.5482 1 1 1 1 1 1 1 1 1 T 0T K
(5.22)
(5.23)
0.0008 0.0001 0.0085 0.0021 0.0948 0.0253 0.0943 0.0252 0.7812 0.2103 0.2103 0.3874
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
J* = 3.2180
(5.24)
Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh aksi kendali optimal yang meminimasi indeks performansi pada persamaan 5.14, di mana G(t) = G(t persamaan 5.20 dan nilai sub optimal indeks performansi adalah 3.2180. Jadi, dengan memberikan aksi kendali optimal, di mana aksi k endali optimal ini merupakan umpan balik state yang diperoleh dengan meminimasi indeks performansi, maka level pertama sistem menjadi optimal.
f)
pada
II.5.2. OPTIMASI LEVEL KEDUA Dalam pengendalian sistem pengendalian berhirarki, maka pencapaian feasible optimal control diantara subsistem hasil dekomposisi adalah hal yang
teramat penting. Untuk sistem dengan dua level pengendalian, maka o ptimasi level pertama berpengaruh terhadap level kedua. Jika diberikan sistem:
x&t
Ax t
Bu t ,
x t0
yang akan diminimasi, x T Qx u T Ru dt (5.26)
x 0 (5.25)
o ,t f adalah
o adalah
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
mi t
A(5.28) xj t ij
j 1 j i
yang menggamb arkan interaksi dari subsistem ke-i dengan N-1 subsistem yang lainnya. Matriks Q i dan R
i adalah
i yang
antiblok-diagonal, maka akan terbentuk indeks performansi sistem yang terdekomposisi adalah:
N
i 1
1 T x t f Fi x i t f 2 i
1t x i T t Q i xi t 2
f
ui T t R i ui t
mT t Si m i t dt i (5.29)
Dalam dekomposisi sistem linear terinterkoneksi secara luas ini, faktor coupling antar subsistem merupak an interaksi variabel-variabel m akan digantikan oleh vektor parameter koordinasi dan dinyatakan oleh S
i( i (t).
Interaksi ini
=(
i ,,
T N)
), di mana i = 1,,N.
Gambar 5.1. memperlihatkan struktur pengendalian dua level suatu sistem skala besar. Dengan cara ini, pada iterasi ke-k (atau langkah pertukaran informasi), tiap pen gendali lokal i menerima dua) untuk mendapatkan solusi S tersebut ke koordinator. Minimasi fungsi dari beberapa variabel terdapat dalam area umum dari optimasi sehingga dibutuhkan metode minimasi yang tepat. Beberapa metode optimasi yan g terkenal berdasar pada gr adien fungsional f(x) dari vektor x = (x1 ,x2,.., x
T N ) yang k i ( i ), ik dari
dan mengirimkankan y
dari solusi
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
metode steepest descent merupakan satu skema yang banyak dipakai. Dalam metode ini, arah pencarian optimum (minimum atau max imum) diberikan oleh s = - g(k) , di mana s (k) adalah arah yang dicari selama k iterasi dan g
(k) = (k)
f(x
(k)/
x(k) )
adalah vektor gradien. Di sini, pencarian metode dalam arah steepest descent, objective function akan berkurang untuk secep atnya menuju x steepest descent x
(k) (k) .
Dalam metode
biasanya jatuh di nilai yang terlalu jauh dari solusi hasil reliable dan tidak efisien.
k+1
= -C I T pI (t)
Level kedua
y1 k
1k ik Nk
yik
yNk
S1 (
) S
( i) S
Level Pertama
Metode Interaction pred iction adalah metod e lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan level kedua. Metode ini menggunakan fungsi Hamiltonian pada permasalahan level pertama untuk mendapatkan parameter sistem yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan level kedua. Fungsi Hamilton dari sistem terdekomposisi di atas adalah: Hi 1 2 x i T t Qi x i t 1 2 ui T t R i ui t
T i
mi
N T j j 1 j 1
A j i xi
pT A i xi i
B i ui
C i zi
(5.30)
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
pi t
Ki t xi t
gi t (5.31)
Two Point
dan dengan penyederh anaan penyelesaian permasalahan TPBV ( Boundary Value ), diperoleh, K& t i g&t i Ki t Ai Ai AiT K i t
T
K i t Si K i t K i t mi t
N
Q i (5.32) AT ji
T j
Si K i t
gi t
t (5.33)
j 1 j i
i (tf )
p t
i
Fx t
i i
dan dengan menggunakan persamaan 5.31 diperoleh: Ki (tf ) = F dan g i (tf ) = 0 (5.35)
Dari formulasi ini, aksi pengendalian u(t) pada optimasi level pertama adalah: ui t Ri
1
Bi T K i t x i t
R i 1 B i T g i t (5.36) update
vektor kordinasi ( ) yang b aru. Untuk tujuan ini, dengan memperhatikan fungsi Hamiltonian pada persamaan 5.30, persamaan-persamaan berikut adalah penyelesaian dari permasalahan level kedua:
Hi mi
i
CT pi i
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
Hi
i
mi
Aij x j
0 (5.37)
j 1 j i
Ai j x j
j 1 j i
Maka, prosedur koordinasi level kedua pada iterasi ke-(k+1) adalah sebagai berikut: CT pi t i (5.39) N Aij xj
j 1 j i k
k 1
mi t
Interaction prediction
dapat
1. Persamaan diff erensial matriks riccati orde N dengan kondisi akhir pada persamaan 5.35 dapat diselesaikan dan mendapatkan serta menyimpan K di mana i=1,2, . . . , N dan t 2. Dengan nilai awal
io (t) o< i (t),
t < t f.
diselesaikan dengan kondisi akhir pada persamaan 5.35. Dari langkah ini g diperoleh dan nilainya disimpan. 3. Dengan hasil yang diperoleh pada langkah 1 dan 2, maka persamaan state berikut dapat diselesaikan. x& t
i
SK t x t
i i i
S t g t
i i
m t ,
i
x 0
i
x (5.40)
i
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
menggunakan hasil pada langkah 3 dan persamaan 5.39 sampai error inter aksi menjadi cukup kecil. Dan perhitungan error interaksi adalah:
T N tf
mi t
N j 1 j i
Aij xj t t
mi t
N j 1 j i
Aij xj t
dt
(5.41)
i 1 t 0
Error
di mana
Dari formulasi ini, setelah beberapa kali iterasi dan diperoleh error interaksi yang cukup kecil, maka diperoleh vektor koordinasi pengendalian u i di mana i=1..N optimal.
i,
state x i , aksi
Contoh 5.2.: Dari sistem pada contoh 3.1., dapatkan optimasi level kedua sistem jika diberikan nilai awal sebagai berikut: waktu awal (t
0)
f)
= 10
i0 yang
nilai awal x i (0) yang menyatakan x pada t=0, m iterasi ke-0 dan Nilai awal x
i (0), 0 i yang
menyatakan m pad a
m i0 dan
1 1 1 1
10 =
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
50 = 60 = 0
1 1
m50 = 1/12 m60 = 3/12 m70 = 1/12 m80 = 2/12 m90 = 2/12
=1 =1 1
90 =
Ki (t) diperoleh dari hasil perhitungan pada optimasi level pertama. langkah integrasi ( 0.1
t ) yang digunakan untuk mencari error interaksi adalah
langkah iterasi (h) yang digun akan untuk menghitung persamaan differensial adalah 0.1, sehingga dilakukan 100 iterasi karena t
f =10
Penyelesaian: Penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan lan gkah-lan gkah sebagai berikut: 1. Mencari g(t) Jika persamaan 5.33 diaplikasikan pada model sistem dengan harga awal awal dan m(t) ditentukan serta matriks A yang dip eroleh dari mod el sistem, maka diperoleh persamaan g(t) sebagai berikut: t & t g 1 g & t 2 a11 a 22 k 11 t k 22 t
T
g1 t
T
k 1 t z1 k 2 t z2 t a 21
1
g2 t
& t g 3
a33
k33 t
g3 t
k3 t z3 t
a32
a34
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
g4 t g5 t g6 t g7 t g8 t g9 t
k4 t z4 t k5 t z5 t k6 t z6 t k7 t z7 t k8 t z8 t k9 t z9 t
t t t t t t
a46
a65
a67
a89 a98
t t
(5.42)
2. Mencari State Dengan men ggun akan informasi g(t) di atas dan persamaan 5.40, diperoleh persamaan x (t) sebagai berikut:
x & t 1 & t x 2
& t x 3
a11 a22
a 33
k11 t x1 t k22 t x2 t
k 33 t x 3 t
g1 t g2 t
g3 t
m1 t m2 t
m3 t
x & t 4
x & t 5 & t x 6 & t x 7 & t x 8 x & t 9
a44
a 55 a66 a77 a 88 a 99
k44 t x4 t
k 55 t x 5 t k 66 t x 6 t k 77 t x 7 t k 88 t x 8 t k 99 t x 9 t
g4 t
g5 t g6 t g7 t g8 t g9 t
m4 t
m5 t m6 t m7 t m8 t m9 t (5.43)
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
3. Memberikan nilai baru vektor koordinasi dan m(t) Untuk memberikan nilai baru p ada vektor koordinasi dan m(t) setelah iterasi, maka p(t) perlu dicari sesuai dengan persamaan 5.31. Dengan menggunakan x(t) dan g(t) yang diperoleh dari iterasi sebelumnya, pad a iterasi sebelumnya, diperoleh persamaan p(t) sebagai berikut:
p1 t p2 t
p3 t
K11 t x1 t K22 t x2 t
K 33 t x 3 t
g1 t g2 t
g3 t
p4 t
p5 t p6 t p7 t p8 t p9 t
K44 t x4 t
K55 t x 5 t K 66 t x 6 t K 77 t x 7 t K 88 t x 8 t K99 t x 9 t
g4 t
g5 t g6 t g7 t g8 t g9 t (5.44)
Dengan p(t) yang dihasilkan di atas, maka vektor koordinasi diberi nilai baru sesuai dengan persamaan 5.39. Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut: t t
k 1
c11 p1 t c22 p 2 t
k 1
k 1
c33 p3 t
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
k 1
c44 p 4 t
k 1
tk tk t t
k 1
k 1
Dengan menggunakan x(t) pada iterasi sebelumnya diperoleh m(t) yang baru, yaitu:
m1 t m2 t
m3 t m4 t m5 t m6 t m7 t m8 t m9 t
0 A21 x2
A 32 x 2 A 43 x 3 A56 x 6 A64 x 4 A76 x 6 A 87 x 7 A97 x 7 A 89 x 9 A98 x 8 (5.46) A65 x 5 A 67 x 7 A 34 x 4 A 46 x 6
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
Error interaksi dicari dengan menggunak an persamaan 5.41. Pada sistem pengendalian proses pembuatan semen menggunakan DCS di atas, diperoleh persamaan error interaksi: et 1 t
t
f
m t dt
t01
t01
m2 t
A 2 1 x t dt t dt
t
t 04
m3 t
A 32 x 2 t A5 6 x
t
A 34 x
t dt
t 06
m4 t m6 t m t
8
A 43 x 3 t A6 4 x 4 t A x t
87 7
A46 x
t06
M5 t t dt
t dt
t7
0
A6 5 x 5 t
A 67 x
tf t8
0
t7
0
m7 t t
A 76 x
t dt
tf t9
0
A x t dt
89
m t
9
A x
97
A x t dt
98
(5.47) Dengan men ggun akan bahasa pemrograman Turbo Pascal 7.0, mak a permasalahan di atas dapat diselesaikan. Program melakukan iterasi sampai error interaksi menjadi cukup kecil. Saat error interaksi cukup kecil, program menyimpan nilai x Saat
i (t),
m i (t),
i,
interaksi yang cukup kecil (0.0134). Error interaksi yang cukup kecil ini diperoleh pada iterasi ke-25. Karena error interaksi tersebut diperoleh pada iterasi ke-25 maka dan m(t) yang digunakan adalah sedangkan x i (t) dan u i (t) yang digunakan adalah x
i dan i (t)
i (t)
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
4= 5=
Nilai m m1 = 0.000000 m2 = 0.000032 m3 = 0.000289 m4 = 0.000551 m5 = 0.000351 m6 = 0.000579 m7 = 0.000351 m8 = 0.000455 m9 = 0.000425
i (t)
(5.49) Error interaksi iterasi k e-1 sampai iterasi ke-25 terdapat pada Gambar 5.2. State (x i (t)) iterasi ke-25 terdapat pada Gambar 5.3., dan aksi kendali (u ke-25 terdapat pada Gambar 5.4. Pada iterasi ke-25, state x
1 sampai i (t))
iterasi
dengan x
9 menunjukkan
perilaku yang
sama, di mana nilain ya turun secara eksponensial dari 1 yang merupakan nilai
LARGE SCALE SYSTEM Course by Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT Dept. of Electrical Engineering Diponegoro University
awal (x i (0)) mendekati 0. Hal ini terjadi, karena tidak ada referensi yang menjadi tujuan x i . State x 1 sampai dengan x
9
berhasil mencapai
i dan
iterasi ke-24.
Vektor koordinasi ini dipengaruhi oleh state (persamaan 5.31 dan 5.39 ), sehingga apabila x i mendekati nol, maka
i mendekati
i yang
merupakan p engaruh dari sub sistem lain ke sub sistem i, sehingga apabila state sub sistem lain mendekati nol, maka m
i mendekati
nol.
Aksi kendali u i pada iterasi ke-25 nilain ya naik dari nilai negatif menuju ke nol. Hal ini terjadi karena aksi kendali dipengaruhi state. Jadi pada iterasi ke25, u i mendekati nol karena x
i mendekati
nol.
Error interaksi menjadi semakin kecil seiring dengan b ertambahnya iterasi. Pada iterasi pertama, er ror interaksi = 6.0668, dan nilain ya semakin turun sampai pada iterasi ke-5 nilain ya dibawah 1 (0.6973) dan pada iterasi ke-25 nilainya = 0.0134. Karena nilai ini sudah cukup kecil, maka iterasi diberhentikan. Dengan metode interaction prediction , level kedua sistem tersebut dapat
dioptimasi. Error interaksi yang dihasilkan dari metode ini menggambarkan besarn ya error yang terjadi pada interaksi antara satu sub sistem dengan sub sistem lain. Apabila error interaksinya cukup kecil, maka sistem tersebut optimal. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, error interaksi yang cukup kecil terjadi pada iterasi ke-25 sehingga sistem tersebut optimal pada iterasi ke-25. Vektor koordinasi yang digunakan ad alah vektor koordinasi iterasi ke-24 (persamaan 6.16). Hal ini terlihat juga pada perilaku state yang mencapai harga yang mendekati nol untuk semua sub sistem. steady state pada