Anda di halaman 1dari 8

7

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok

7.1. Mengapa Iklan, Promosi dan Pemberian Sponsor Rokok perlu Dilarang
1. Industri rokok mengatakan bahwa iklan tidak menimbulkan perokok baru, tetapi hanya mendorong perokok yang sudah ada untuk tetap mengkonsumsi rokok atau berpindah ke merk lain. Pernyataan ini tidak benar1. 2. Iklan dan promosi produk tembakau serta kegiatan olahraga dan kesenian yang disponsori oleh industri rokok bertujuan untuk menciptakan kondisi dimana penggunaan tembakau dianggap sebagai sesuatu yang normal, wajar dan dapat diterima . Hal ini mendorong anak-anak dan remaja untuk mencoba-coba merokok 2. 3. Mengarahkan Sasaran pada Remaja. Karena 80% dari perokok di Indonesia memulai kebiasaan merokok sebelum berusia 19 tahun, maka industri rokok secara agresif menargetkan remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung3. Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja. Pola merokok remaja sangatlah penting bagi Philip Morris (Laporan Philip Morris, 1981). 4. Iklan tembakau meningkatkan konsumsi di kalangan anak dan remaja dengan menciptakan lingkungan dimana penggunaan tembakau dianggap baik dan biasa. Dengan terjadinya 1 kematian diantara 2 konsumen mereka karena penyakit yang berhubungan dengan tembakau, maka menjadi sangat penting bagi industri tembakau untuk terus menarik perokok baru. Iklan, promosi, dan pemberian sponsor rokok menargetkan sasarannya pada remaja dengan menciptakan citra menyesatkan tentang rokok yaitu sebagai sesuatu yang trendy dan elegan. 5. Global Youth Tobacco Survey (GYTS). GYTS adalah suatu sistem pengawasan untuk melihat peningkatan penggunaan tembakau di kalangan anak dan remaja di seluruh dunia. GYTS di Indonesia tahun 2006 menunjukkan 93% anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di billboard, 83% melihat di majalah dan koran. Di Jakarta, 99,7% remaja melihat iklan rokok di televisi; 86,7% remaja melihat iklan rokok di media luar ruang; 76,2% remaja melihat iklan rokok di koran dan majalah dan 81% remaja pernah mengikuti kegiatan yang disponsori rokok. 6. Iklan secara efektif telah mempengaruhi persepsi remaja . Hampir 70% remaja memiliki kesan positif terhadap iklan rokok. 50% remaja perokok merasa dirinya lebih percaya diri seperti yang dicitrakan iklan rokok dan 37% remaja perokok merasa dirinya keren seperti yang dicitrakan iklan rokok 4.

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok |

97

Pada remaja putri terdapat persepsi pula bahwa perokok cenderung memiliki banyak teman (Koalisi Indonesia Sehat, 2008). 7. Iklan, promosi dan sponsor rokok berkontribusi pada perilaku remaja untuk merokok. 46,3% remaja berpendapat iklan rokok memiliki pengaruh besar untuk memulai merokok dan 41,5% remaja berpendapat keterlibatan dalam kegiatan yang disponsori industri rokok memiliki pengaruh untuk mulai merokok. 9% remaja perokok menyalakan rokoknya ketika melihat iklan rokok pada saat tidak merokok dan 8% remaja perokok menyatakan mereka kembali merokok setelah berhenti merokok karena mengikuti kegiatan yang disponsori industri rokok 5.
Sejak tahun 1989, laporan US Surgeon General telah merangkum dampak dari iklan rokok dalam meningkatkan konsumsi dengan cara 1. Mendorong anak-anak dan remaja untuk mencoba-coba merokok sehingga kemudian menjadi pengguna tetap. 2. Mendorong perokok untuk meningkatkan konsumsinya. 3. Mengurangi motivasi perokok untuk berhenti merokok. 4. Mendorong mantan perokok untuk mulai merokok lagi. 5. Membatasi diskusi terbuka dan menyeluruh tentang bahaya merokok akibat ketergantungan media pada pendapatan dari iklan rokok. 6. Menghambat upaya pengendalian tembakau karena ketergantungan organisasiorganisasi penerima sponsor pada perusahaan tembakau. 7. Menciptakan lingkungan dimana merokok diterima dan dianggap wajar tanpa menghiraukan peringatan bahaya rokok bagi kesehatan dengan cara pemasangan iklan di berbagai tempat, promosi dan pemberian sponsor.
Sumber : US Surgeon Generals Report 1989. Reducing the Health Consequences of Smoking; and Smoking and Health: A National Status Report 1990. http://www.cdc.gov/tobacco/sgrpage.htm#1980s

7.2.

Pemasaran Langsung Melalui Iklan di Media Elektronik, Cetak dan Luar Ruang

1. Industri rokok hampir memiliki kebebasan mutlak untuk memasarkan produknya dengan berbagai cara. Dalam laporan tahunan sebuah industri rokok besar di Indonesia secara jelas dinyatakan Industri tembakau di Indonesia memiliki kebebasan yang hampir mutlak untuk mengiklankan produk mereka dalam bentuk apapun dan melalui hampir semua jalur komunikasi (Laporan Tahunan Sampoerna 1995). 2. Sebelum tahun 1990, Indonesia telah melarang semua iklan rokok melalui televisi. Sejak larangan terhadap iklan di TV dicabut pada tahun 1990, hampir tidak ada pembatasan untuk mengiklankan tembakau di Indonesia. Dalam peraturan yang ada sekarang (PP 19/2003) hanya iklan pada siang hari yang dilarang yaitu dari jam 05.00 pagi sampai 21.30. Meskipun peraturan itu tergolong longgar namun ditemukan terjadi banyak pelanggaran oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Yayasan
Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok |

98

Lembaga Konsumen Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komnas Perlindungan Anak (KPA). 3. Peraturan larangan iklan rokok seperti tercantum dalam PP 19/2003 tidak sama dengan UU Penyiaran No 32 tahun 2002 . UU Penyiaran tidak mencantumkan larangan tentang jam tayang iklan rokok, hanya memberikan larangan untuk iklan rokok yang memperlihatkan wujud rokok. Hal ini bertentangan dengan larangan mengiklankan zat adiktif pada pasal sebelumnya. Komnas Perlindungan Anak (KPA) mengajukan yudisial review di Mahkamah Konstitusi, sebab rokok merupakan zat adiktif. 4. Media cetak dan media elektronik yang menggantungkan pendapatannya pada industri tembakau akan enggan untuk mempromosikan pesan-pesan penanggulangan tembakau karena takut kehilangan penghasilannya. Hal ini menciptakan ketidak seimbangan yang besar dalam penyediaan informasi yang akurat untuk konsumen. Meskipun belanja iklan rokok di televisi cukup besar, namun iklan rokok bukan pendapatan utama bagi televisi dan menduduki peringkat ke lima6. Industri rokok telah melakukan riset perilaku remaja sehingga diketahui karakteristiknya dan menjadi dasar beriklan. Remaja adalah kelompok dalam pencarian jati diri dan labil, cenderung berkelompok, memiliki jiwa petualangan dan bersifat memberontak. Iklan rokok sangat atraktif dan kreatif menyentuh sisi psikologis yang menunjukan citra berani, macho, trendi, keren , kebersamaan, santai, optimis, jantan, penuh petualangan, kreatif, kritis, perubahan, eksklusif, kemewahan, slim serta berbagai hal lain yang membanggakan dan mewakili suara hati anak muda dan remaja. Contoh yang jelas dan vulgar industri rokok menargetkan remaja adalah dikeluarkannya produk industri rokok dengan merek Bentoel Remaja dan dalam slogan iklannya disebutkan Pilihan remaja Indonesia 1987. Produk tersebut kemudian diprotes oleh banyak pihak sehingga peredarannya dihentikan. Pada saat ini, iklan rokok dalam menyasar anak-anak dan remaja melalui kemasan yang jauh lebih canggih, terlihat elegan dan tersamar. Menurut BPOM (2006), dari 14.249 iklan rokok, 9.230 iklan ditayangkan di televisi. Dari 10 (sepuluh) stasiun televisi yang dipantau, semuanya menayangkan iklan rokok. Tepat pukul 21.30, layar televisi segera dipenuhi iklan rokok. Saat comercial break yang berdurasi antara 5 -10 menit, sedikitnya ditayangkan 5 - 7 iklan rokok. Tetapi di luar waktu itu televisi tetap menayangkan iklan kegiatan-kegiatan yang disponsori industri rokok dan acara yang disponsori oleh industri rokok seperti acara musik, olahraga, seni dan budaya, keagamaan, berita dan lain-lain7.

Tabel. 7.1 Rekapitulasi Jumlah Tayangan di Televisi yang Disponsori oleh Industri
Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok |

99

Rokok
Jenis Acara

Musik Olahraga Film Seni & Budaya Keagamaan Berita Lain-lain Total/bulan

Jan 4 6 35 47

Feb 26 1 128 155

Mar 32 14 145 191

April 46 69

166 281

2007 Mei Juni 22 58 112 78 1 151 149 5 331 285 2,846

Juli 51 81 150 282

Ags 58 150 1 155 364

Sept 48 150 144 148 490

Okt 50 120 96 158 424

Sumber : Komnas Perlindungan Anak, 2008

Bentuk iklan langsung industri rokok di luar ruang sangat beragam, dari papan reklame raksasa, baliho, umbul-umbul hingga stiker. Iklan rokok tersebar di berbagai daerah dan dipasang di tempat-tempat strategis yang banyak dilewati dan menarik perhatian orang. L intasan jalan utama, pusat niaga, terminal atau stasiun, bandar udara, tempat
rekreasi, pintu gerbang perbatasan wilayah, jembatan penyeberangan, sekitar kampus atau sekolah, taman kota, halte bis, tempat pengisian BBM, petunjuk arah, pembatas jalan dan sebagainya menjadi penempatan iklan rokok.

Promosi pada kemasan rokok dilakukan dengan membuat kemasan rokok didesain sesuai dengan tema iklan di papan reklame dan di televisi atau
kegiatan yang disponsori, hal ini dilakukan untuk menguatkan pencitraan ( brand image ).

Point of sales adalah iklan dan promosi pada tempat penjualan rokok. Brand strechcing adalah promosi rokok melalui benda selain rokok.
Disamping itu, industri rokok juga sering membuat edisi khusus atau edisi terbatas ( limited edition ) untuk mencitrakan kesan ekslusif dan kebanggaan bagi konsumen loyalnya.

7.3. Iklan Tidak Langsung: Pemberian Sponsor, Promosi, Sampel Gratis, Iklan Komersial di Film
1. Pemberian Sponsor. Industri rokok di Indonesia mensponsori berbagai kegiatan olah raga, musik, film, seni-budaya dan bahkan keagamaan. Tren kebangkitan film Indonesia dimanfaatkan oleh industri rokok untuk memberikan sponsor. Dari hasil pemantauan selama 10 bulan pada tahun 2007 terdapat 1.350 kegiatan yang disponsori industri rokok atau hampir 5 kegiatan per hari. Tabel. 7.2 Kegiatan Luar Ruang yang Diselenggarakan/Disponsori Industri Rokok Januari - Oktober 2007 No 1 2 Jenis Kegiatan Musik Olahraga Jumlah 378 870

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok | 100

3 4 5 6

Film layar Lebar Seni dan Budaya Keagamaan Lain-lain Total

9 60 24 11 1,350

Sumber : Komnas Perlindungan Anak, 2008

2. Sampel Gratis, Kupon Diskon dan Penjualan Rokok Batangan . Pemberian sampel gratis, kupon diskon dan penjualan rokok batangan mendorong remaja untuk mencoba produk tembakau, tanpa informasi yang lengkap mengenai bahaya produk tembakau yang menyebabkan ketagihan. GYTS tahun 2006 di Indonesia menyatakan lebih dari seperlima (21,6%) pelajar laki-laki pernah mendapatkan tawaran rokok gratis dalam kegiatan yang disponsori industri rokok. Pembagian sampel gratis produk tembakau dilarang dalam peraturan yang ada (PP 19/2003). Sebagai tambahan, rokok juga dijual secara batangan sehingga lebih meningkatkan akses bagi remaja. 3. Iklan Terselubung di Film. Dalam film Indonesia, banyak dijumpai adegan merokok. Penggunaan aktor dan artis yang kharismatik merupakan cara yang ampuh untuk menarik perokok baru, terutama pada remaja.

7.4.

Pelarangan Iklan Sebagian (Parsial) adalah Tidak Efektif

1. Pengaruh iklan, promosi dan sponsor rokok sangat hebat dan menyebabkan kenaikan perokok anak dan remaja yang sangat cepat pada berbagai tingkat umur. Pada kelompok umur 15-19 tahun, prevalensi perokok meningkat dari 7,1% (1995) menjadi 12,7% (2001) dan 17,3% (2004) atau naik 144% selama tahun 1995 2004. Dari tahun 20012004 prevalensi perempuan perokok meningkat 9,5 lipat dari 0,2% menjadi 1,9%. Pada tahun yang sama peningkatan perokok pemula anak usia 5-9 tahun meningkat hampir 5 kali lipat, dari 0,4% menjadi 1,8%. 2. Studi di 102 negara menunjukkan bahwa larangan terbatas terhadap iklan produk tembakau mempunyai efek yang kecil atau bahkan sama sekali tidak mengurangi konsumsi tembakau. 3. Apabila larangan menyeluruh terhadap iklan mempunyai pengaruh terhadap penurunan konsumsi, maka larangan terbatas memberikan dampak yang sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Pemberlakuan larangan terbatas pada jenis media iklan tertentu hanya akan digunakan oleh pabrik rokok sebagai celah untuk melakukan promosi dengan cara lain.

7.5.

Pelarangan Iklan yang Kebebasan Berekspresi

Menyeluruh

Tidak

Melanggar

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok | 101

1. Industri tembakau mengklaim bahwa larangan iklan yang menyeluruh melanggar hak mereka untuk mempromosikan produknya. Pernyataan ini keliru karena tembakau adalah bahan adiktif dan berbahaya yang membebani sistem pelayanan kesehatan dengan penyakit dan kematian akibat rokok. Iklan akan sampai pada remaja yang belum bisa membuat keputusan rasional, dan merokok juga membahayakan orang lain disamping perokok sendiri. 2. Tembakau adalah Bahan Adiktif. Pemerintah mempunyai peran dalam membatasi iklan dan promosi bahan adiktif kepada masyarakat. Dengan dikenakannya cukai pada produk tembakau, pemerintah sebenarnya mengetahui bahwa tembakau adalah produk yang secara unik berbahaya dan tidak bisa diperlakukan sebagai produk biasa. Produk tembakau merupakan bahan adiktif kuat dan sangat berbahaya bila digunakan, walaupun legal dan digunakan secara luas. Sampoerna (Philip Morris) sendiri dalam website resminya juga telah mengakui bahwa rokok adalah adiktif dan berbahaya. 3. Tembakau Membunuh Separuh dari Penggunanya. Banyak orang masih belum mempunyai informasi yang lengkap tentang akibat jangka panjang dari merokok, juga tidak tahu betapa sulitnya untuk berhenti merokok kecuali mereka telah pernah mencobanya. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memberikan informasi pada masyarakat bahwa tembakau adalah zat adiktif dan bisa membunuh. Pemerintah harus dapat mengimbangi pemasaran industri rokok yang sangat agresif yang berusaha untuk menarik perokok baru dan perokok muda untuk mempertahankan usaha bisnisnya. 4. Iklan Tembakau Dipasarkan pada Anak-anak . Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa industri tembakau memasarkan produknya secara agresif kepada anak-anak. Khususnya di Indonesia, dimana hampir 80% perokok mulai merokok ketika masih anak-anak atau remaja dan umur mulai merokokpun cenderung menurun. Dalam UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 diwajibkan bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mempromosikan lingkungan sehat bagi anak-anak. 5. UU Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 113 ayat 2 menyebutkan bahwa zat adiktif (zat yang menimbulkan kecanduan) meliputi tembakau dan produk tembakau. UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 terdapat pasal 59 yang secara tegas menyebutkan anak harus dilindungi dari zat adiktif. Ayat 2 pada pasal 113 dari UU Kesehatan tersebut juga menjadi landasan hukum baru yang mempunyai implikasi pada UU Pers No 32 tahun 1999 dan UU Penyiaran No 32 tahun 2002. Baik UU Pers maupun UU Penyiaran tersebut menyatakan iklan dari produk yang bersifat adiktif dilarang.

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok | 102

DAFTAR PUSTAKA

Larangan Menyeluruh terhadap Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok | 103

Hastings G, MacFadyen L. Keep smiling no ones going to die. An analysis of internal documents from the tobacco industrys main UK advertising agencies. Centre for Tobacco Control Research, October 2000, dalam Fakta Tembakau Indonesia, Data Empiris untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah Tembakau, Departemen Kesehatan, 2004 WB Curbing The Epidemic, pp 50-1. http://www1.worldbank.org/tobacco/pdf/indonesian.pdf dalam Fakta Tembakau Indonesia, Data Empiris untuk Strategi Nasional Penanggulangan Masalah Tembakau, Departemen Kesehatan, 2004 Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2004 Ibid Ibid http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=66307 Komisi Nasional Perlindungan Anak dan SEATCA, Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok: Strategi Menggiring Anak Merokok, 2008

3 4 5 6 7

Anda mungkin juga menyukai