Anda di halaman 1dari 1

Konstruksi Globalisasi dan Neoliberalisme terhadap Tingkat Kesenjangan Negara-Negara di dunia dalam konsep Center-Periphery (Inti-Pinggiran) Globalisasi dari

perspektif kelompok neoliberal memang menyandarkan pandangannya bahwa kemajuan dunia harus diperoleh dengan memposisikan sistem pasar bebas yang tidak terbatas sebagai sumber tatanan. Globalisasi ekonomi dengan model neoliberal menjadi aturan baku bersama untuk disepakati sebagai tatanan mutakhir untuk mencapai kemakmuran suatu negara. Negara hanya memposisikan diri sebagai agen perubahan dari tekanan structural yang bekerja di lingkup global. Sehingga menjadikan integrasi ekonomi menjadi sebuah keniscayaan. Seperti yang dikatakan Susan Strange bahwa munculnya integrasi ekonomi internasional mempunyai beberapa tantangan bagi strategi ekonomi dan kebijakan sosial dari pemerintah nasional. Dalam keadaaan yang seperti ini, Negara mulai mengkampanyekan berbagai jalan keluar yang hampir seragam dengan memberikan intensif besar-besaran bagi pihak-pihak yang bisa mendongkrak pertumbuham ekonomi. Namun, dalam dimensi kultural, Negara kerap kali terjebak dalam kepanikan dan menganggap globalisasi bisa saja menjadi ancaman serius yang bakal merongrong, bahkan mendelegitimasi kewenangannya di sektor pembinaan kebudayaan. Dalam memahami globalisasi dan agenda-agenda yang menumpang di dalamnya, McGrew mebagi globalisasi ke dalam 3 kelompok kepentingan yaitu Pertama, kelompok neoliberal yang menyandarkan basis analisisnya atas interpretasi ekonomi dan menyanjung kemenangan pasar dunia yang integratif, prinsip perdagangan bebas dan kompetisi global. Kedua,kelompok radikal yang diilhami oleh banyak gagasan-gagasan ekonomi yang berciri kesenjangan seperti model inti-pinggiran. Ketiga, kelompok transformasionalis yang lebih menyoroti persoalan eksplorasi pada bentuk-bentuk hirarki sosial dalam tingkat global.1 Jika mengacu pada gagasan kedua McGrew di atas, maka pola kesenjangan yang hendak dikonstruksikan neoliberalisme melalui globalisasi menjadi sebuah pijakan kritis untuk memahami konteks negara dalam inti-pinggiran. Hubungan antara inti-pinggiran merupakan fakta yang bisa dilihat sebagai relasi dalam kehidupan ekonomi politik dalam konstelasi global. Dalam diskursus ini negara pinggiran yang dimaksud sedang berada pada tahap sedang berkembang sedangkan negara inti menjadi negara yang telah maju baik secara industrial maupun ekonomi. Korelasi dua kategori negara ini berusaha menjelaskan perbedaan dan ketimpangan yang signifikan dalam paradigma pembangunan negara. Seperti yang telah dijelaskan di awal tentang menguatnya ideologi pasar neoliberal yang telah mengiikis peran negara bangsa, maka ortodoksi neoliberal ini berusaha menggeser paradigma pembangunan menjadi paradigma globalisasi. Hal ini karena negara-negara pembangunan (developmental state) sedang ditransformasikan menjadi jenis baru negara yang serba diatur (regulatory state).2 Dalam hal ini, neoliberal melalui globalisasi telah memperlemah negara pembangunan dibandingkan harus memperkuat.

M. Faisal Aminuddin, Respon atas Globalisasi: Dinamika Ketergantungan Ekonomi dalam Pembangunan Indonesia, dalam M. Faisal Aminuddin,dkk., Globalisasi dan Neoliberalisme: Pengaruh dan Dampaknya bagi Demokratisasi Indonesia, Logung Pustaka, Yogyakarta, 2009, hal 45 2 Budi Winarno, Isu-Isu Global Kontemporer, CAPS, Yogyakarta, 2011, hal 80

Anda mungkin juga menyukai