Anda di halaman 1dari 2

BAB I PENDAHULUAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang.1 Pengurangan jumlah sel darah merah menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin dalam darah tepi, sel darah putih yang berkurang jumlahnya menyebabkan pasien mudah terkena infeksi, pengurangan pembentukan platelet menyebabkan darah sukar membeku.1,2 Anemia aplastik adalah sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang.2 Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.3 Anemia aplastik jarang ditemukan. Sekitar 2000 pasien didiagnosis menderita anemia aplastik setiap tahunnya di Amerika Serikat. Estimasi insidensi di Eropa adalah sekitar 2 kasus per 1 juta penduduk, dan insidensi anemia aplastik ini 2 sampai 3 kali lipat lebih tinggi di Asia Timur.1 Puncak kejadian anemia aplastik adalah pada umur 10-25 tahun dan >60 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara insidensi pada laki-laki dan perempuan.4 Gejala-gejala anemia aplastik yang timbul akan sesuai dengan jenis sel-sel darah yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan

menimbulkan gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah, letih, lesu, pucat, pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan dan palpitasi. Bila terjadi leukositopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi, penampakan klinis yang paling sering nampak adalah demam dan nyeri. Dan bila terjadi trombositopenia maka akan mudah mengalami pendarahan seperti perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.7 Diagnosis pasti pada anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan darah tepi (blood smear) dan pemeriksaan BMA (Bone Marrow Aspiration).5 Terapi anemia aplastik dapat dibagi menjadi terapi primer dan terapi suportif. Terapi primer secara umum terdiri dari transplantasi sumsum tulang dan terapi imunosupresif. Terapi suportif berupa transfusi sesuai dengan sel hemopoetik yang dibutuhkan.6 Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.7 Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus anemia aplastik pada seorang anak laki-laki berumur 10 tahun yang dirawat di bangsal anak RSUD Ulin Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai