Anda di halaman 1dari 77

1 Sepuluh menit sebelum pukul sebelas siang langit menurunkan hujan salju yang l ebat, yang segera menyelimuti

kota. Salju yang lembut mengubah jalan-jalan Manha ttan yang sudah membeku menjadi berwarna kelabu. Angin Desember yang sedingin. e s menghalau penduduk yang habis berbelanja untuk Hari Natal bergegas-gegas pulan g ke apartemen atau rumah masing-masing. Di Lexington Avenue seorang laki-laki k urus jangkung berjas hujan plastik warna kuning berjalan tergesa-gesa di tengah arus orang banyak. Jalannya cepat, tapi tidak seperti pejalan kaki lainnya yang bergegas-gegas untuk melarikan diri dari hawa dingin. Kepalanya terangkat tinggi , dan tampaknya dia tidak mempedulikan beberapa orang lewat yang menabraknya. Ya , kini dia sudah bebas setelah mengalami masa pencucian yang lama. Dan kini dia pulang ke rumah untuk mengatakan kepada Mary bahwa semua sudah selesai. Masa lam pau sudah mati dan dikubur, dan masa depan mereka gemilang penuh warna keemasan. Dalam pikirannya terbayang betapa muka istrinya akan berseri-seri setelah dia menyampaikan berita ini. Keti ka dia sampai ke sudut 59th Street, lampu penyeberangan ganti menjadi merah. Dia pun berhenti bersama orang banyak yang tidak sabar. Tidak berapa jauh dari temp atnya seorang Sinterklas Bala Keselamatan berdiri di atas sebuah ketel besar. Di a memasukkan tangannya ke dalam saku mencari-cari uang kecil, persembahan untuk dewa keberuntungan. Saat itu dia merasakan seseorang menampar panggungnya. Tampa ran yang tiba-tiba dan sangat keras ini mengguncangkan tubuhnya. Rupanya ada pem abuk yang mencoba bersikap ramah. Atau Brace Boyd. Bruce tidak menyadari kekuata nnya sendiri, dan punya kebiasaan yang kekanak-kanakan untuk menyakitinya. Tapi sudah setahun lebih dia tidak pernah lagi menemui Bruce. Laki-laki berjas hujan kuning ini mulai menoleh untuk melihat siapa yang memukulnya, tetapi dia merasa heran karena lututnya lemas dan menekuk. Perlahan-lahan, di luar kemauannya, tub uhnya roboh ke trotoar. Rasa sakit di punggungnya mulai meluas. Bernapas pun ter asa sulit sekali. Dia sadar bahwa orang banyak terus berjalan melangkahi mukanya , seakan-akan digerakkan oleh kehidupan di dunia mereka sendiri. Pipinya mulai t erasa beku karena menempel ke trotoar yang dingin. Dia tahu bahwa dia tidak bole h berbaring di situ. Dia mencoba membuka mulutnya untuk minta tolong, namun yang keluar justru cairan berwarna merah yang panas membanjir ke salju. Dia tertegun melihat darahnya sendiri mengalir di trotoar menuju ke got. Rasa sakitnya kini semakin menyiksa. Tetapi dia tidak begitu mempedulikannya, sebab tiba-tiba dia t eringat akan kabar baiknya. Ya, kini dia bebas. Dia akan memberi tahu Mary bahwa dia sudah bebas. Matanya dipejamkan karena lelah terus-menerus melihat langit p utih yang menyilaukan, Kini salju yang turun sudah berubah menjadi hujan air es, tetapi dia tidak merasakan apa-apa lagi. Carol Roberts mendengar suara pintu ru ang penerima tamu terbuka dan menutup kembali. Dua orang laki-laki masuk. Sebelu m Carol melihat pun, dia sudah bisa menebak siapa mereka. Yang seorang berumur k ira-kira empat puluh lima tahun. Tubuhnya besar, tingginya satu meter sembilan p uluh dan berotot kekar. Kepalanya besar. Matanya berwarna biru baja dan cekung, mulutnya keras. Laki-laki satunya lebih muda. Mukanya tajam, sensitif. Matanya c oklat dan tajam. Kedua laki-laki ini sangat berlainan, tapi menurut pandangan Ca rol mereka tidak ubahnya seperti saudara kembar. Mereka adalah polisi. Itulah ya ng bisa ditebak oleh Carol.Waktu mereka berjalan mendekati meja tulisnya, Carol bisa merasakan keringatnya mulai membasahi ketiaknya. Pikiran Carol kalut sekali . Seketika pikirannya melayang ke mana-mana, memikirkan segala hal yang bisa mem buatnya celaka. Chick? Tapi sudah lebih dari enam bulan kekasihnya ini tidak per nah lagi membuat kerusuhan. Sejak malam itu, ketika Chick melamarnya dan berjanj i akan keluar dari gang anak-anak muda. Sammy? Dia di Angkatan Udara dan sedang bertugas di seberang lautan. Dan seandainya ada sesuatu menimpa diri kakaknya, p asti bukan kedua binatang ini yang dikirim untuk menyampaikan berita. Tidak, mer eka pasti datang untuk menangkapnya. Dia memang membawa ganja dalam dompet, dan ada orang yang mengadukannya. Tapi mengapa harus berdua? Carol mencoba meyakinka n dirinya bahwa polisi tidak bisa mengusiknya lagi. Dia sudah bukan lagi pelacur kulit hitam dari Harlem yang bisa didesak-desak. Ya, dia sudah bukan pelacur la gi. Sekarang dia resepsionis yang bekerja untuk psikoanalis terbesar di Amerika.

Tetapi ketika kedua laki-laki ini semakin mendekat, rasa panik Carol meningkat. Kenangan masa lampau yang pahit masih sangat membekas pada ingatannya. Bertahun -tahun dia bersembunyi di dalam apartemen yang penuh sesak dan bau, sementara pe negak hukum kulit putih merenggutkan ayah, kakak perempuan atau saudara sepupuny a. Namun pergolakan pada pikirannya tidak kelihatan pada air muka Carol. Sekilas pandang kedua detektif hanya melihat seorang gadis Negro yang masih muda dan ca ntik, mengenakan rok yang potongannya bagus. Suaranya tenang dan resmi. "Apa yan g bisa saya bantu untuk Anda?" Kemudian Letnan Andrew McGreavy, detektif yang le bih tua, melihat keringat yang makin meluas di bawah ketiaknya. Secara otomatis dia mengingat-ingat ini sebagai informasi yang penting untuk digunakan di masa y ang akan datang. Resepsionis Dokter pikirannya tegang. McGreavy mengeluarkan dom pet dengan lencana yang tersemat pada bagian luarnya. "Letnan McGreavy, Seksi Se mbilan Belas." Dia menunjuk kepada pamernya. "Detektif Angeli. Kami dari Bagian Pembunuhan." Pembunuhan? Otot pada lengan Carol mulai berdenyut-denyut dengan se ndirinya. Chick! Dia pasti membunuh orang. Dia melanggar janji kepadanya dan kem bali ikut gang. Dia ikut merampok dan menembak orang, atauapakah dia yang tertemb ak? Apakah dia mati? Itukah sebabnya mereka datang untuk memberitahukan ini kepa danya? Carol merasakan keringatnya mengalir semakin deras. Tiba-tiba dia menyada ri keadaannya. McGreavy melihat ke mukanya, tapi Carol tahu benar bahwa polisi i ni memperhatikan keringatnya. Baik dia sendiri maupun orang seperti McGreavy tid ak memerlukan kata-kata. Seketika mereka saling mengenal begitu mereka bertemu. Mereka sudah saling mengenal selama ratusan tahun. "Kami ingin bertemu dengan Do kter Judd Stevens," kata detektif yang lebih muda. Suaranya lemah lembut dan sop an, sesuai dengan rupa lahiriahnya. Untuk pertama kalinya Carol mem perhatikan b ahwa detektif ini membawa bungkusan kertas cokfat yang tidak begitu besar, diika t dengan tali. Hanya sesaat waktu yang diperlukan untuk meresapkan kata-katanya. Jadi ini bukan persoalan Chick. Atau Sammy. Atau ganja. "Maaf," kata Carol, ham pir tidak bisa menyembunyikan kelegaannya. "Dokter Stevens sedang bersama pasien ." "Ini hanya akan makan waktu beberapa menit," kata McGreavy, "Kami ingin menga jukan beberapa pertanyaan kepadanya." Dia berhenti bicara sebentar. "Kami bisa m enanyai dia di sini, atau di markas polisi." Carol memandang kedua jpolisi sesaa t, tidak mengerti. Mengapa dua orang detektif dari Bagian Pembunuhan ingin menan yai Dokter Stevens? Apa pun perkiraan polisi, Dokter tidak mungkin melakukan kes alahan. Carol sudah mengenal baik dokter ini. Berapa lama? Empat tahun. Perkenal an mereka diawali pada suatuvmalam di pengadilan... Waktu itu pukul tiga pagi, d an cahaya lampu di ruang pengadilan membuat setiap orang kelihatan pucat serta t idak sehat. Ruang pengadilan ini sudah tua dan tidak terurus, penuh dengan busuk nya bau ketakutan yang terkumpul selama bertahun-tahun seperti menumpuknya cat y ang mengelupas. Nasib Carol waktu itu sungguh sial sekali, sebab yang mengadili dia Hakim Murphy lagi. Baru dua minggu yang lalu dia berhadapan dengan hakim ini , dan dibebaskan dengan hukuman percobaan. Pelanggaran pertama. Artinya, itu per tama kalinya bangsat-bangsat menangkapnya. Kali ini dia sadar bahwa hakim akan m enjatuhkan hukuman kepadanya. Perkara yang diajukan sebelum perkaranya sudah ham pir selesai. Seorang laki-laki jangkung dan tampak berwatak tenang berdiri di mu ka hakim dan mengatakan sesuatu tentang kliennya, laki-laki gemuk yang tangannya diborgol dan sekujur badannya gemetar. Carol menaksir pasti laki-laki jangkung yang tenang ini seorang pembela, seorang tukang ngomong. Wajahnya yang penuh ras a percaya diri sudah menunjukkan hal itu. Mujur benar laki-laki gemuk ini punya pembela seperti dia. Sedangkan dia sendiri tidak dibela oleh siapa pun. Akhirnya Carol mendengar namanya dipanggil. Dia berdiri, merapatkan lutut supaya tidak g emetar. Petugas pengadilan mendorong Carol maju ke depan. Seorang juru tulis men yerahkan berkas tuduhan kepada hakim. Hakim Murphy melihat kepada Carol, kemudia n ke kertas di hadapannya. "Carol Roberts. Menjual diri di jalan, gelandangan, m emiliki mariyuana dan melawan waktu ditangkap.Tuduhan yang terakhir omong kosong belaka. Polisi mendorongnya, dan dia menyepak kemaluannya. Bagaimanapun juga, d ia warga negara "Beberapa minggu yang lalu kau di sini bukan, Carol?" Carol memb uat suaranya kedengaran tidak pasti. "Saya rasa itu benar, Yang Mulia." "Dan aku memberimu hukuman percobaan." "Benar, Tuan." "Berapa umurmu?" Seharusnya dia ta hu mereka akan bertanya. "Enam belas. Hari ini ulang tahun saya yang keenam bela s. Selamat ulang tahun kepadaku," kata Carol. Kemudian tangisnya meledak, terus

tersedu-sedu sampai tubuhnya terguncang-guncang. Seorang laki-laki jangkung yang kelihatan pendiam sedang berdiri dekat meja di tepi ruangan, mengumpulkan beber apa helai kertas dan memasukkannya ke dalam tas. Waktu Carol menangis tersedu-se du, laki-laki ini mengawasinya sebentar. Kemudian dia bicara kepada Hakim Murphy . Hakim mengumumkan bahwa sidang ditunda untuk istirahat, dan kedua laki-laki in i masuk ke kamar hakim. Lima belas menit kemudian petugas pengadilan mengawal Ca rol masuk ke kamar hakim. Di dalam, laki-laki yang pendiam ini sedang bercakap-c akap dengan hakim. "Kau gadis yang mujur, Carol," kata Hakim Murphy. "Kau akan d iberi kesempatan sekali lagi. Pengadilan menyerahkan kau kepada penjagaan pribad i Dokter Stevens." Jadi laki-laki jangkung ini bukan tukang ngomongdia seorang du kun. Carol tidak peduli seandainyapun orang yang membawanya ini adalah Jack the Ripper. Yang penting dia keluar dari ruang pengadilan yang bau sebelum mereka ta hu itu bukan hari ulang tahunnya. Dokter membawa Carol ke apartemennya. Sepanjan g perjalanan dalam mobil Dokter mengajak Carol mengobrol. Diberinya Carol kesemp atan menguatkan harinya dan berpikir. Akhirnya mobil dihentikan di muka gedung a partemen modern di 71 st Street yang menghadap ke East River. Di gedung ini ada penjaga pintu dan operator lift. Mereka menegur Dokter dengan sikap biasa saja. Dari sikap mereka orang bisa menarik kesimpulan bahwa Dokter sudah biasa pulang pukul tiga pagi bersama pelacur umur enam belas tahun. Belum pernah Carol meliha t apartemen yang sebagus ini. Ruang duduknya bercat putih, dilengkapi dengan dua buah sofa panjang berlapis kain tweed. Di antara kedua sofa ada sebuah meja kop i besar berlapis kaca tebal. Di atas meja ada papan catur besar, buah caturnya u kiran Venesia. Lukisan modern bergantungan di dinding. Di ruang tengah ada monit or televisi jarak dekat yang menunjukkan pintu masuk ke lobi. Di sudut ruang dud uk ada bar dari kaca buram, dengan rak berisi gelas dan guci kristal. Melalui je ndela, Carol bisa melihat jauh di bawah beberapa perahu kecil sedang menyusuri E ast River. "Pengadilan selalu membuat saya lapar," kata Judd. "Mari kita makan u ntuk merayakan tahunmu." Diajaknya Carol ke dapur. Di situ Carol bisa melihat Do kter dengan pandainya masak dadar telur Meksiko, kentang goreng Prancis, kue pan ggang Inggris, selada, dan kopi. "Ini salah satu keuntungan menjadi bujangan," k atanya. "Saya bisa memasak kapan saja saya mau." Jadi dia seorang bujangan tanpa teman wanita di rumah. Kalau dia cukup cerdik, ini bisa menjadi tambang emas, p ikir Carol. Setelah dia selesai melahap makanannya, Dokter mengantarkannya ke ka mar tamu. Kamar tidur untuk tamu dindingnya bercat biru. Di situ ada sebuah temp at tidur besar dengan seprai biru berbintik-bintik. Di dekatnya ada sebuah lemar i pakaian Spanyol yang rendah terbuat dari kayu hitam dan pegangannya dari perun ggu. "Kau bisa tidur di sini," kata Dokter. "Saya akan mencarikan piyama untukmu ." Waktu melihat berkeliling dalam kamar yang begitu bagus, Carol berpikir, Caro l sayang, kau dapat rezeki nomplok! Laki-laki ini mencari perempuan kulit hitam. Dan kaulah yang terpilih untuk memberikan kesenangan kepadanya. Carol membuka p akaian dan menghabiskan waktu setengah jam berikutnya di kamar mandi. Keluar dar i kamar mandi dia hanya memakai handuk untuk membungkus tubuhnya yang montok dan berkilat-kilat. Di atas tempat tidur dilihatnya piyama milik Dokter yang disiap kan untuknya. Dia tertawa mengerti dan membiarkan piyama tetap di tempatnya. Han duk dilemparkannya, lalu dia berjalan ke ruang duduk. Dokter tidak ada di situ. Carol menjengukkan kepalanya ke balik pintu ruang belajar. Dokter sedang duduk m enghadapi meja tulis besar, dengan lampu antik tergantung di atasnya. Ruang bela jar Dokter penuh dengan buku yang memenuhi rak dari lantai sampai ke langit-lang it. Carol berjalan ke belakang Dokter dan mencium lehernya. "Mari kita mulai, Sa yang," bisik Carol. "Saya sudah tidak kuat lagi menahannya." Dia merapatkan tubu hnya ke tubuh Dokter. "Tunggu apa lagi? Kalau kita tidak segera mulai, saya bisa gila." Sesaat Dokter memandang Carol dengan matanya yang kelabu tua. "Kau belum cukup mendapat kesulitan?" Dia bertanya dengan suara lembut. "Bukan salahmu kal au kau dilahirkan sebagai orang Negro. Tapi siapa yang menyuruh kau menjadi anak putus sekolah, pengisap ganja, dan melacurkan diri pada umur enam belas tahun?" Carol terbelalak, keheranan. Apakah dia telah salah omong? pikirnya. Mungkin un tuk merangsang berahinya, dokter ini harus mencam-bukinya dulu. Atau mungkin dia suka main-main sebagai pendeta cabul. Dia akan berdoa di atas kemaluannya yang hitam, mengampuni dosanya, dan kemudian menidurinya. Carol mencoba sekali lagi. Dia mengulurkan tangan ke antara pangkal paha Dokter dan mengelusnya sambil berb

isik, "Ayolah, Sayang, bangunlah." Dokter Stevens melepaskan diri dengan sikap l embut dan mendudukkan Carol di kursi. Belum pernah Carol sebingung itu. Dokter i ni tidak punya tampang homoseks, tapi, siapa tahu di zaman sekarang ini.... "Apa kegemaranmu, Sayang? Katakan apa yang paling kausukai dan saya akan menuruti ke hendakmu." "Baiklah," kata Dokter. "Mari kita omong-omong." "Maksudmumengobrol}" "Betul." Mereka pun bercakap-cakap. Sepanjang malam. Bagi Carol ini malam paling aneh yang pernah dilewatkannya. Dokter Stevens berbicara melompat-lompat dari s atu soal ke soal lainnya, menyelidiki, mengujinya. Dokter menanyakan pendapatnya mengenai Vietnam, pemukiman Negro, dan kerusuhan mahasiswa. Setiap kali Carol m engira bahwa dia sudah tahu apa yang dikehendaki Dokter, Dokter sudah mengganti bahan percakapan lagi. Banyak sekali yang mereka bicarakan. Banyak di antaranya yang belum pernah didengar oleh Carol, di samping persoalan yang sudah sangat di kenalnya. Berbulan-bulan kemudian Carol masih sering berbaring dengan mata nyala ng, mencoba mengingat-ingat percakapan yang mengubah dirinya. Ya, mana gerangan mantera ajaib yang berhasil mengubah dirinya? Tapi Carol tidak bisa menemukannya ) sebab akhirnya dia sadar bahwa sama sekali tidak ada mantera ajaib. Yang dilak ukan Dokter Stevens sederhana saja. Dia hanya mengajaknya bicara. Benar-benar me ngajaknya bicara. Tak seorang pun pernah berbuat begitu sebelumnya. Dokter ini m emperlakukannya sebagai manusia yang sederajat, yang pendapat dan perasaannya be nar-benar diperhatikan. Dan seketika pada malam itu tiba-tiba Carol menyadari ke telanjangannya, lalu dia cepat-cepat masuk untuk memakai piyama. Dokter mengikut inya ke kamarnya dan duduk di tepi tempat tidur, dan mereka meneruskan bercakapcakap. Mereka membicarakan Mao Ze Dong, hula hop, dan pil anti hamil. Mereka jug a berbicara tentang memiliki ayah dan ibu yang tidak pernah menikah. Carol mence ritakan kepadanya segala hal yang belum pernah diceritakannya kepada siapa pun d alam hidupnya. Segala hal yang selama ini terpendam dalam bawah sadarnya. Dan ke tika pada akhirnya dia tertidur, Carol merasakan dirinya sudah kosong sama sekal i. Rasanya dia seperti habis menjalani operasi besar, dan bisa yang ada di dalam tubuhnya sudah dialirkan ke luar semua. Paginya, sesudah sarapan, Dokter member inya uang seratus dollar. Carol ragu-ragu menerimanya. Kemudian akhirnya dia ber kata, "Saya bohong. Kemarin bukan hari ulang tahun saya." "Saya tahu." Dokter St evens tersenyum. "Tapi kita tidak akan mengatakannya kepada Hakim." Nada suarany a berubah. "Kau boleh menerima uang ini dan pergi dari sini. Tak ada yang akan m engganggumu, sampai saat kau ditangkap polisi lagi." Dia berhenti bicara sebenta r. "Saya butuh resepsionis. Saya rasa kau bisa menjadi resepsionis yang baik." C arol memandang Dokter dengan rasa tidak percaya. "Dokter keliru. Saya tidak bisa steno atau mengetik." "Kau bisa kalau sekolah lagi." Carol memandangnya sesaat. Kemudian dengan sungguh-sungguh dia berkata, "Itu belum pernah saya pikirkan. K edengarannya hebat sekali." Carol sudah tidak sabar lagi, ingin segera kabur dar i apartemen Dokter dan memamerkan lembaran ratusan dollar-nya kepada teman-teman nya di Toko Fishman di Harlem. Di situlah kelompoknya biasa kumpul-kumpul. Dia b isa bersenang-senang selama seminggu dengan uang yang didapatnya. Dia berjalan m asuk ke Toko Fishman, seakan-akan tidak pernah pergi ke mana-mana. Dilihatnya wa jah-wajah kasar yang biasa, dan percakap an kotor yang memekakkan telinga. Dia s udah kembali ke lingkungannya lagi. Tetapi dia selalu memikirkan apartemen Dokte r. Bukan perabotannya yang membuat perbedaan. Apartemennya begitubersih. Dan tent eram. Ya, apartemen Dokter Stevens seperti pulau kecil di dunia lain. Dan Dokter sudah menawarkan paspor untuk memasukinya. Apa ruginya kalau dia menerima tawar an Dokter? Dia bisa mencoba untuk iseng-iseng saja. Untuk membuktikan bahwa Dokt er keliru, bahwa dia takkan berhasil. Tapi Carol sendiri merasa heran ketika dia masuk sekolah di waktu malam. Kamarnya yang lama ditinggalkan. Kamar yang dilen gkapi dengan wastafel karatan, cermin pecah, dipan reyot, dan tirai jendela hija u yang dekil ini punya peranan tersendiri. Di situlah dia memainkan sandiwaranya . Di situ dia bisa menjadi putri cantik anak jutawan dari Paris, London, atau Ro ma. Laki-laki yang menidurinya pangeran tampan yang kaya, dan setengah mati ingi n mengawininya. Dan setelah laki-laki ini puas dan meninggalkannya, khayalannya pun mati. Sampai kesempatan berikutnya, Carol meninggalkan kamar dengan semua pa ngerannya tanpa menoleh-noleh lagi, dan kembali hidup dengan orangtuanya. Dokter Stevens memberinya tunjangan selama dia sekolah. Dokter juga hadir waktu pembag ian ijazah, matanya bersinar-sinar karena bangga. Sekarang ada orang yang percay

a kepadanya. Dia seorang yang berarti. Siang hari dia bekerja, dan malamnya meng ambil kursus sekretaris. Setelah tamat dari kursus ini, dia bekerja pada Dokter Stevens dan mampu menyewa apartemen sendiri. Selama empat tahun Dokter Stevens s elalu memperlakukannya dengan sopan, sama seperti sikap yang ditunjukkannya pada malam pertama perkenalan mereka. Mula-mula Carol mengira akan mendengar komenta r Dokter yang mengingatkan mengenai keadaan dirinya dulu dan sudah menjadi apa d ia sekarang. Tetapi ternyata jauh dari itu, dan akhirnya dia sadar bahwa Dokter selama ini melihat dirinya sebagaimana keadaannya sekarang. Yang dilakukan Dokte r hanya membantu dia mencapai cita-citanya. Kapan saja Carol mempunyai kesulitan , Dokter selalu menyediakan waktu untuk membicarakannya. Akhir-akhir ini dia ber maksud menceritakan kepada Dokter apa yang terjadi antara dia dengan Chick. Dia akan menanyakan pendapat Dokter, apakah dia perlu mem-beritahu Chick. Tapi maksu dnya ini belum juga disampaikan. Dia ingin Dokter Stevens merasa bangga akan dir inya. Dia akan melakukan apa saja untuk Dokter yang baik hati ini.... Dan sekara ng kedua polisi dari Bagian Pembunuhan ingin menanyai Dokter yang begitu baik ha ti kepadanya. McGreavy menjadi tidak sabar. "Bagaimana, Nona?" Dia bertanya. "Sa ya mendapat perintah untuk tidak mengganggunya kalau dia sedang bersama pasien," kata Carol. Dia melihat perasaan yang terpancar dari mata McGreavy. "Akan saya telepon dia." Carol mengangkat telepon dan menekan bel interkom. Setelah sunyi s elama tiga puluh detik, terdengar suara Dokter Stevens melalui telepon. "Ya?" "A da dua orang detektif ingin bertemu dengan Dokter. Mereka-dari Bagian Pembunuhan ." Carol bersiap-siap kalau-kalau mendengar perubahan pada suara Dokter... kegug upan... ketakutan. Tapi tidak ada yang lain dalam suaranya ketika dia berkata, " Suruh mereka menunggu." Hubungan telepon pun putus. Rasa bangga menjalari perasa an Carol. Mereka mungkin bisa saja membuat dirinya panik, tapi tidak mungkin bis a membuat Dokter kehilangan ketenangannya. Dia mengangkat mukanya dengan berani. "Anda dengar sendiri apa katanya." "Berapa lama lagi pasiennya di sana?" tanya Angeli, detektif yang lebih muda. Carol melihat ke jam di atas meja tulis. "Dua puluh lima menit lagi Isi pasiennya yang terakhir untuk hari ini." Kedua detekti f saling bertukar pandang. "Kami akan menunggu," kata McGreavy sambil menghela n apas. Mereka duduk di kursi. McGreavy memperhatikan Carol. "Rasanya-saya sudah m engenalmu, katanya. Tapi Carol tidak mudah terkecoh. Orang ini sedang memancingmancing penyelidikan. "Anda sudah tahu bagaimana kata orang," jawab Carol. "Kami semua kelihatannya mirip." Tepat dua puluh menit kemudian, Carol mendengar pint u samping kantor Dokter yang menuju ke gang terbuka. Dan beberapa menit kemudian pintu masuk ke kantor Dokter terbuka. Dokter Judd Stevens keluar. Dia ragu-ragu sebentar waktu melihat McGreavy. "Kita sudah pernah bertemu," kata Dokter. Tapi dia tidak ingat di mana. McGreavy mengangguk pasif. "Yah.. saya Letnan McGreavy ." Dia menunjuk pamernya. "Detektif Frank Angeli." Judd dan Angeli berjabatan ta ngan. "Silakan masuk." Dokter mengajak kedua detektif masuk ke kantornya, dan pi ntu ditutup. Carol melihat kepada mereka, mencoba memikirkan ada persoalan apa g erangan. Detektif yang bertubuh besar rupanya tidak.senang kepada Dokter Stevens . Tapi mungkin itu sudah wataknya. Carol hanya yakin kepada satu hal. Pakaiannya harus dikirim ke tukang cuci. *** Kantor Dokter Judd Stevens diberi perabotan s eperti ruang duduk dalam rumah di pedalaman Prancis. Tidak ada meja tulis. Yang ada hanya kursi malas empuk, meja di sudut, dan lampu antik beberapa buah. Di uj ung ruangan ada pintu samping menuju ke gang. Lantai ruangan dihampari dengan pe rmadani Edward Field yang indah, dan di sebuah sudut ada sebuah sofa berlapis ka in sutra. McGreavy memperhatikan di dinding tidak ada diploma satu pun. Tapi seb elum datang ke situ dia sudah mengecek dulu. Kalau mau, Dokter Stevens bisa meme nuhi dinding kantornya dengan diploma dan sertifikat. "Ini pertama kalinya saya masuk ke kantor psikiater," kata Angeli, sangat kagum. "Ingin sekali ,saya punya rumah seperti, ini." "Ini membuat pasien saya merasa tenteram," kata Judd mener angkan dengan enaknya. "Dan jangan keliru, saya psikoanalis." "Maaf," kata Angel i. "Apa bedanya?" "Bedanya kira-kira lima puluh dollar per jam," kata McGreavy. "Pengetahuan patner saya tidak begitu banyak." Patner. Secara tiba-tiba Judd ter ingat kembali. Patner McGreavy mati tertembak dan McGreavy sendiri luka waktu ad a perampokan di toko minuman keras empat tahun yang laluataukah lima tahun yang l alu? Waktu itu penjahat bernama Amos Ziffren ditangkap karena melakukan perampok an. Pengacara Ziffren mengajukan pembelaan dengan mengatakan kliennya tidak bers

alah karena menderita penyakit jiwa. Judd dipanggil sebagai saksi ahli untuk mem eriksa Ziffren. Dia mendapat hasil pemeriksaan bahwa Ziffren menderita kegilaan yang sangat parah. Atas kesaksian Judd, Ziffren dibebaskan dari hukuman mati dan dikirim ke rumah sakit jiwa. "Sekarang saya ingat Anda siapa," kata Judd. "Perk ara Ziffren. Anda mendapat tiga peluru, dan patner Anda terbunuh." "Saya juga in gat kembali siapa Anda," kata McGreavy. "Anda yang membebaskan pembunuhnya." "Se karang Anda ada keperluan apa?" "Kami perlu sedikit informasi, Dokter," kata McG reavy. Dia mengangguk kepada Angeli. Angeli mulai membuka ikatan bungkusan yang dibawanya. "Kami ingin Anda mengenali benda yang kami bawa," kata McGreavy. Kata -katanya diucapkan dengan hati-hati, tanpa menunjukkan perasaan apa pun. Angeli sudah membuka bungkusannya. Dia mengangkat sehelai jas hujan plastik berwarna ku ning. "Anda pernah melihat ini sebelumnya?" "Kelihatannya seperti milik saya," k ata Judd keheranan. "Memang, ini milik Anda. Nama Anda tertulis di dalamnya." "I tu Anda temukan di mana?" "Menurut Anda, kira-kira kami menemukannya di mana?" S ikap kedua orang ini sudah tidak seramah tadi. Air muka mereka sudah berubah sam a sekali. Judd memperhatikan McGreavy sesaat. Kemu dian dari meja rendah yang pa njang dia mengambil pipanya, terus diisi dengan tembakau. "Saya rasa sebaiknya A nda menerangkan saja ada apa ini sebenarnya,,, katanya dengan tenang. "Tentang j as hujan ini, Dokter Stevens," kata McGreavy. "Kalau ini benar milik Anda, kami ingin tahu bagaimana ini jatuh ke tangan orang kin." "Tentang itu tidak ada yang luar biasa. Tadi pagi gerimis waktu saya datang ke sini. Mantel hujan saya seda ng dicuci, jadi saya memakai jas hujan plastik kuning ini. Biasanya jas ini hany a saya pakai kalau saya pergi memancing. Salah seorang pasien saya tidak membawa jas hujan. Karena hujan salju sangat lebat, saya meminjamkan jas hujan ini kepa danya." Dia berhenti bicara, tiba-tiba kelihatan kuatir. "Apa yang terjadi denga n dia?" "Terjadi dengan siapa?" tanya McGreavy. "Pasien sayaJohn Hanson." 'Tunggu ," kata Angeli lunak. "Anda tepat mengenai sasaran. Tuan Hanson tidak bisa menge mbalikan jas hujan ini sendiri, karena dia mati." Judd terperanjat.."Mati?" "Ada orang yang menikam punggungnya," kata McGreavy. Judd melihat kepadanya dengan p andangan tidak percaya. McGreavy mengambil jas hujan dari tangan Angeli dan memb aliknya. Judd melihat robekan lebar pada belakang jas hujan. Belakang jas hujan ini juga berbekas darah berwarna merah kehitaman. Kepala Judd mendadak pusing. " Siapa orang yang ingin membunuh dia?" "Kami berharap Anda bisa mengatakannya kep ada kami, Dokter Stevens," kata Angeli. "Siapa lagi yang lebih tahu daripada psi koanalis-nya?" Judd menggeleng-gelengkan kepalanya tidak berdaya. "Kapan ini ter jadinya?" McGreavy menjawab pertanyaannya. "Pukul sebelas siang tadi. Di Lexingt on Avenue, kira-kira satu blok dari kantor Anda. Beberapa puluh orang pasti meli hat dia jatuh. Tapi mereka ingin segera pulang untuk menyiapkan pesta Hari Natal , jadi mereka biarkan saja dia menggeletak di salju dan kehabisan darah sampai m ati." Judd berpegangan pada tepi meja, buku-buku jarinya kelihatan memutih. "Puk ul berapa Hanson berada di sini tadi pagi?" tanya Angeli. "Pukul sepuluh." "Bera pa lama pembicaraan Anda dengan dia, Dokter?" "Lima puluh menit." "Setelah seles ai dia terus pergi?" "Ya. Ada pasien lainnya yang menunggu." "Apakah Hanson kelu ar melalui ruang penerima tamu?" "Tidak. Pasien saya masuk melalui kantor reseps ionis dan pergi melalui pintu itu." Judd menunjuk ke pintu samping yang menuju k e gang. "Dengan cara demikian antara pasien tidak saling bertemu." McGreavy meng angguk. "Jadi Hanson dibunuh beberapa menit setelah meninggalkan tempat ini. Men gapa dia datang menemui Anda?" Judd ragu-ragu. "Maaf. Saya tidak bisa membicarak an hubungan antara dokter dengan pasien." "Tapi dia dibunuh orang," kata McGreav y. "Mungkin Anda bisa membantu kami menemukan pembunuhnya." Pipa Judd sudah pada m apinya. Dengan tenang dia menyalakannya kembali. "Sudah berapa lama dia datang menemui Anda?" Kali ini yang bertanya Angeli. Kerjasama yang biasa antara pasan gan polisi. "Tiga tahun." "Apa kesulitannya?" Judd ragu-ragu. Dia teringat kemba li kepada wajah John Hanson pagi tadi. Gembira, selalu tersenyum, ingin segera m enikmati kebebasan yang baru diperolehnya. "Dia homoseks." "Perkara homoseks lag i," kata McGreavy kesal. "Dia dulu homoseks," kata Judd. "Sekarang Hanson sudah sembuh. Pagi tadi saya mengatakan kepadanya bahwa dia sudah tidak perlu datang m enemui saya lagi. Dia sudah siap untuk kembali kepada keluarganya. Dia punya ist ri dan dua orang anak." "Homoseks berkeluarga?" tanya McGreavy. "Banyak yang beg itu." "Mungkin salah seorang teman mainnya tidak ingin melepaskan dia. Mereka be

rtengkar. Pacarnya ini marah dan menikam punggungnya." Judd berpikir. "Itu mungk in," katanya sambil merenung. "Tapi saya tidak percaya." "Mengapa tidak, Dokter Stevens?" tanya Angeli. "Sebab sudah lebih dari setahun Hanson tidak memerlukan kontak homoseks lagi. Saya rasa yang lebih mungkin seseorang mencoba merampoknya . Hanson bukan orang yang suka bertengkar." "Homoseks yang berani kawin," kata M cGreavy dengan suara berat. "Hanya satu hal yang tidak cocok dengan teori peramp okan. Dompetnya sama sekali tidak disentuh, padahal uang di dalamnya lebih dari seratus dollar." Dia memperhatikan reaksi Judd. Angeli berkata, "Kalau kita menc ari orang gila, mungkin akan lebih mudah." "Belum tentu," Judd menyanggah. Dia b erjalan ke jendela. "Lihatlah orang banyak di sana. Satu di antara dua puluh ora ng pernah gila, sekarang gila, atau di masa yang akan datang harus masuk rumah s akit jiwa." "Tapi bukankah orang gila...?" "Dia tidak perlu secara lahiriah keli hatan gila," Judd menerangkan. "Untuk setiap kasus kegilaan yang nyata, sekurang -kurangnya ada sepuluh yang diagnosanya tidak bisa ditemukan." McGreavy memperha tikan Judd dengan rasa tertarik yang tidak ditutup-tutupi. "Anda tahu benar tent ang watak manusia bukan, Dokter?" "Yang namanya watak manusia itu tidak ada," ka ta Judd. "Seperti halnya dengan watak binatang, sesungguhnya juga tidak ada. Cob alah cari persamaan antara kelinci dengan harimau. Atau tupai dengan gajah." "Be rapa lama Anda berpraktek sebagai psiko-analis?" tanya McGreavy. "Dua puluh tahu n. Mengapa?" McGreavy mengangkat bahu. "Anda laki-laki yang tampan. Saya berani bertaruh banyak pasien yang jatuh cinta kepada Anda, bukan?" Pancaran mata Judd dingin. "Saya tidak mengerti tujuan pertanyaan Anda." "Jangan pura-pura, Dok. An da pasti tahu. Kita sama-sama laki-laki yang berpengalaman. Seorang laki-laki ho moseks masuk ke sini, dan ternyata dokter tempat dia mengadukan kesulitannya mas ih muda dan tampan." Nada suaranya berubah menjadi ramah, "Masa Anda tidak tahu, apakah Hanson tergerak berahinya bila melihat Anda, padahal dia selama tiga tah un berobat kepada Anda?" Judd melihat kepadanya tanpa menunjukkan perasaannya. " Jadi itu pemikiran yang ada di kepala Anda sebagai laki-laki berpengalaman, Letn an?" McGreavy tetap tenang. "Itu bisa terjadi. Dan saya masih bisa menyebutkankemungkinankemungkinan lain yang bisa terjadi. Anda tadi mengatakan bahwa Anda t elah memberi tahu Hanson agar tidak usah bertemu lagi dengan dia. Mungkin dia me rasa tidak senang. Dia sudah bergantung kepada Anda selama tiga tahun. Anda bert engkar dengan dia." Muka Judd gelap karena marah. Angeli mencoba mencairkan kete gangan. "Anda mungkin bisa memikirkan seseorang yang punya alasan kuat untuk mem benci dia, Dokter? Atau seseorang yang mungkin dibencinya?" "Kalau memang ada," kata Judd, "saya akan mengatakannya kepada Anda. Saya merasa mengetahui segala-g alanya yang bisa diketahui tentang John Hanson. Dia laki-laki yang periang. Dia tidak pernah membenci siapa pun, dan saya tidak "tahu apakah ada orang yang memb encinya." "Mujur benar dia. Anda pasti dokter yang hebat sekali," kata McGreavy. "Kami akan membawa arsip mengenai dirinya yang ada pada Anda." "Tidak bisa." "K ami bisa mendapatkan surat perintah dari pengadilan." "Terserah Anda. Dalam cata tannya, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa yang bisa membantu Anda." "Jadi, apa salahnya kalau Anda memberikannya saja kepada kami?" tanya Angeli. "Itu bisa me rugikan istri dan anak-anak Hanson. Anda melangkah di jalan yang salah. Pada akh irnya nanti akan Anda temukan bahwa Hanson dibunuh oleh orang yang tidak dikenal nya." Saya tidak percaya," McGreavy memotong. Angeli membungkus kembali jas huja n itu dan mengikatnya. "Kami akan mengembalikan ini kepada Anda setelah kami sel esai melakukan beberapa tes lagi." "Ambil saja," kata Judd. McGreavy membuka pin tu yang menuju ke gang. "Kami akan menghubungi Anda, Dokter" Dia berjalan ke lua r. Angeli mengangguk kepada Judd dan keluar mengikuti McGreavy. Judd masih tetap berdiri dengan pikiran kacau ketika Carol masuk. "Semua beres?" Carol bertanya ragu-ragu. "Seseorang membunuh John Hanson." "Membunuh dia?" "Dia ditikam," kata Judd. "Ya, Tuhan! Mengapa?" "Polisi tidak tahu." "Ngeri benar!" Carol melihat m ata Dokter memancarkan rasa sakit. "Ada sesuatu yang bisa saya lakukan, Dokter?" "Tolong tutupkan saja pintu kantor, Carol. Saya akan pergi mengunjungi Nyonya H anson. Saya ingin menyampaikan berita ini sendiri." "Jangan kuatir. Saya akan me ngurus segala-galanya," kata Carol. "Terima kasih." Dan Judd pun pergi. Tiga pul uh menit kemudian Carol sudah selesai membenahi semua arsip. Dia sedang mengunci laci meja tulisnya ketika pintu gang terbuka. Waktu sudah menunjukkan pukul ena m sore, dan gedung sudah tertutup. Carol mengangkat mukanya ketika laki-laki yan

g masuk ke kantor itu tersenyum dan berjalan menghampirinya. Wajah Mary Hanson seperti boneka. Mungil, cantik, serba habis. Secara lahiriah d ia lembut, ciri wanita Selatan yang lemah-gemulai. Tapi bila dilihat lebih menda lam, dia keras seperti batu granit. Judd bertemu dengan dia seminggu setelah sua minya memulai terapi. Mary histeris, marah-marah karena suaminya menjalani terap i ini. "Mengapa Anda tidak senang suami Anda menjalani analisis?" "Saya tidak in gin teman-teman mengatakan saya kawin dengan orang gila," kata Mary kepada Judd. "Katakan supaya dia menceraikan saya saja. Sesudah itu dia boleh berbuat sesuka hatinya." Judd menerangkan bahwa perceraian dalam keadaan semacam itu bisa meng hancurkan John sama sekali. "Tidak ada lagi yang bisa dihancurkan," pekik Mary. "Kalau saya tahu dia banci, apakah saya mau kawin dengan dia? Dia perempuan." "P ada setiap laki-laki selalu terdapat kadar kewanitaan," kata Judd. "Demikian jug a pada setiap wanita selalu terdapat kadar kelaki-lakian. Dan dalam persoalan su ami Anda, ada problem psikologis yang sangat sulit untuk dipecahkan. Tapi dia ma u berusaha, Nyonya Hanson. Saya rasa Anda dengan anak-anak patut membantunya." L ebih dari tiga jam Judd memberi penjelasan dengan sabar kepada Mary. Akhirnya de ngan segan Mary setuju untuk menunda perceraiannya. Bulan-bulan berikutnya Mary menjadi tertarik, dan kemudian ikut terlibat dalam perjuangan suaminya. Sebenarn ya Judd sudah membuat ketentuan tidak mau merawat sepasang suami-istri bersama-s ama. Tapi Mary mendesak ingin menjadi pasien, dan ternyata kemudian itu bahkan b anyak membantu. Mary mulai memahami dirinya sendiri, dan menyadari segi kegagala nnya sebagai seorang istri. Setelah itu kemajuan John ke arah kesembuhan menjadi jauh lebih cepat. Dan sekarang Judd datang berkunjung untuk memberitahukan bahw a John dibunuh tanpa alasan. Mary memandangnya, tidak bisa mempercayai apa yang dikatakannya. Dia yakin bahwa itu hanyalah lelucon yang mengerikan. Tapi akhirny a dia mulai menyadari kebenarannya. "Dia tidak akan kembali lagi kepadaku!" jeri tnya. "Dia tidak akan kembali lagi kepadaku!" Mary mulai menarik-narik pakaianny a dengan histeris, seperti binatang yang terluka. Pada saat itu anak kembarnya y ang berusia enam tahun masuk. Setelah itu suasana menjadi kalut sekali. Judd ber hasil menenangkan kedua anak itu, dan mengantarkan mereka ke rumah seorang tetan gga. Kemudian Nyonya Hanson diberinya obat penenang, dan dokter keluarga ditelep onnya. Setelah yakin tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Judd pergi. Dia masuk k e mobilnya, dan mobil dijalankan tanpa tujuan. Pikirannya tenggelam dalam renung an. Hanson sudah berjuang mati-matian, dan pada saat kemenangannya.... Ini benar -benar kematian yang sia-sia. Mungkinkah dia diserang oleh seorang homoseks? Bek as pacarnya yang frustrasi karena Hanson meninggalkannya? Tentu saja hal itu mun gkin terjadi, tapi Judd tidak percaya. Letnan McGreavy mengatakan bahwa Hanson d ibunuh satu blok dari kantornya. Kalau si pembunuh seorang homoseks yang marah k epadanya, dia pasti mengajak Hanson bertemu di suatu tempat yang sunyi. Mungkin untuk membujuk Hanson agar kembali kepadanya, atau menyesali tindakan Hanson men inggalkannya, baru kemudian membunuhnya ketika dia gagal membujuknya. Dia tidak mungkin langsung menikam punggungnya di jalan yang ramai dan kemudian kabur. Di sebuah tikungan jalan Judd melihat boks telepon umum. Tiba-tiba dia teringat kep ada janjinya untuk makan malam bersama Dokter Peter Hadley dan istrinya, Norah. Suami-istri ini sahabatnya yang paling karib, tapi saat ini dia tidak ingin bert emu dengan siapa pun. Judd menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu masuk ke bo ks telepon dan memutar nomor Hadley. Norah yang menjawab teleponnya. "Kau terlam bat! Kau di mana?" "Norah," kata Judd, "malam ini aku terpaksa membatalkan janji denganmu." "Tidak bisa!" kata Norah dengan suara melengking. "Di sini ada gadis berambut pirang yang sexy dan ingin sekali bertemu denganmu." "Kau bisa mempert emukan kami lain kali," kata Judd. "Sekarang aku benar-benar tidak bisa. Tolong sampaikan permintaan maafku kepada Peter." "Biasa, dokter!" Norah mendengus. "Tu nggu sebentar, kupanggilkan sahabatmu." Peter bicara di telepon. "Ada yang tidak beres, Judd?" Judd ragu-ragu. "Hanya terlalu lelah hari ini, Peter. Akan aku ce ritakan kepadamu besok pagi." "Kau rugi tidak jadi bertemu dengan gadis Skandina via yang asyik. Maksudku cantik." "Akan kutemui lain kali," Judd berjanji. Dia m endengar suara bisikan yang tergesa-gesa, kemudian Norah bicara lagi di telepon. "Dia akan makan malam di sini pada perayaan Natal, Judd. Kau mau datang?" Judd ragu-ragu. "Kita bicarakan lain kali saja, Norah. Aku menyesal sekali tidak bisa

datang malam ini." Telepon diletakkan. Ingin sekali dia mendapatkan cara yang t epat untuk menghentikan usaha Norah sebagai mak comblang. Judd menikah waktu mas ih duduk di tingkat terakhir di perguruan tinggi. Elizabeth mengambil jurusan il mu pengetahuan sosial. Orangnya hangat, cerdas, dan penang. Mereka berdua sama-s ama masih muda, saling mencintai, dan penuh rencana yang hebat untuk anak-anak m ereka kelak. Dan pada Hari Natal pertama setelah mereka menikah, Elizabeth denga n anaknya yang masih dalam kandungan tewas pada kecelakaan mobil. Setelah kemati an istrinya, Judd mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan. Akhirnya dia menjadi salah seorang psikoanalis yang terkemuka. Tapi dia masih tidak tahan merayakan H ari Natal bersama orang lain. Dia sadar bahwa itu salah, tapi dia merasa bahwa H ari Natal milik Elizabeth dan anaknya. Pintu boks telepon dibuka. Dia baru tahu bahwa ada seorang gadis berdiri di luar, menunggu untuk memakai telepon. Gadis i ni masih muda dan cantik, memakai sweater ketat dan rok mini serta jas hujan ber warna terang. Dia melangkah ke luar. "Maaf," katanya. Gadis itu tersenyum hangat kepadanya. "Tidak apa-apa." Dia melihat air muka gadis itu berubah menjadi sayu . Sudah sering dia melihat air muka seperti ini. Rasa kesepian berusaha mencari jalan untuk menembus benteng yang tanpa disadarinya telah didirikannya. Seandain ya Judd sadar bahwa dia memiliki sesuatu yang menarik hati wanita, perasaan ini terpendam jauh dalam bawah sadarnya. Dia tidak pernah menganalisa apa sebabnya. Baginya ini lebih merupakan hambatan daripada segi yang menguntungkan, yang memb uat para pasien wanita jatuh cinta kepadanya. Kadang kala ini bahkan menimbulkan kesulitan. Dia meninggalkan gadis ini dengan anggukan ramah. Si gadis berdiri d alam hujan, mengawasi Judd masuk ke mobil dan menjalankannya pergi. Mobil dibelo kkan ke East River Drive dan menuju ke Merritt Parkway. Satu setengah jam kemudi an dia sudah sampai ke Connecticut Turnpike. Salju di New York kotor seperti lum pur, tapi badai salju yang sama dengan ajaibnya mengubah pemandangan di Connecti cut seindah kartu pos bergambar. Dia terus menjalankan mobil melalui Westport da n Danbury, dengan sengaja pikirannya dipusatkan ke jalan yang dilalui. Setiap ka li pikirannya kembali kepada John Hanson, dipaksanya otaknya memikirkan persoala n lain. Dalam gelap dia terus menembus daerah pedesaan Connecticut. Beberapa jam kemudian setelah pikirannya lelah, barulah dia membelokkan mobilnya untuk pulan g. Mike, penjaga pintu yang bermuka merah, biasanya memberikan sambutan ramah ke padanya. Tapi waktu itu dia kelihatan penuh pikiran dan seperti seorang yang bel um pernah kenal. Ada kesulitan rumah tangga, pikir Judd. Biasanya Judd bercakapcakap dengan Mike mengenai anak lakilakinya yang sudah remaja dan anak perempuan nya yang sudah menikah. Tapi malam ini Judd tidak ingin bercakap-cakap. Judd han ya minta supaya Mike memasukkan mobilnya ke garasi. "Baik, Dokter Stevens," Mike rupanya akan menambahkan sesuatu, tapi mengurungkan niatnya. Judd masuk ke gedu ng apartemen. Ben Katz, manager apartemen, sedang berjalan di lobi. Dia melihat Judd, melambaikan tangan dengan gugup, lalu cepat-cepat menghilang ke dalam apar temennya. Kenapa mereka malam ini? pikir Judd. Ataukah ini hanya karena kegelisa hanku saja? Dia masuk ke dalam lift. Eddie, operator lift, mengangguk. Selamat s ore, Dokter Stevens." "Selamat sore, Eddie." Eddie menelan ludah dan membuang mu ka malu-malu. "Ada apa?" tanya Judd. Eddie cepat-cepat menggeleng dan tetap memb uang muka. Ya, Tuban, pikir Judd. Calon pasienku tambah lagi. Gedung apartemen i ni tiba-tiba saja penuh dengan mereka. Eddie membuka pintu lift dan Judd keluar. Dia mulai melangkah menuju apartemennya. Karena tidak mendengar suara pintu lif t menutup, dia menoleh. Eddie sedang memandangnya. Waktu Judd mau bicara, Eddie cepat-cepat menutup pintu lift. Judd pergi ke apartemennya, membuka pintu dan ma suk. Semua lampu dalam apartemennya menyala. Letnan McGreavy sedang membuka sebu ah laci dalam ruang duduk. Angeli keluar dari kamar tidur. Judd sangat marah. "S edang apa kalian di sini?" "Menunggu Anda, Dokter Stevens," jawab McGreavy. Judd berjalan menghampirinya dan menghempaskan laci hingga menutup, hampir menjepit jari McGreavy. "Bagaimana kalian masuk ke sini?" "Kami punya surat perintah peng geledahan," kata Angeli. Judd memandangnya tidak percaya. "Perintah penggeledaha n? Untuk apartemen saya?" "Anda boleh tidak menjawab pertanyaan kami," sela Ange li, "tanpa didampingi pengacara. Juga perlu Anda ketahui bahwa apa saja yang And a katakan bisa digunakan sebagai bukti yang memberatkan Anda." "Anda ingin meman ggil pengacara?" tanya McGreavy. "Saya tidak perlu pengacara. Saya sudah bilang, saya meminjamkan jas hujan kepada John Hanson pagi tadi, dan saya tidak melihat

nya lagi sampai Anda membawanya ke kantor saya sore tadi. Saya tidak mungkin mem bunuh dia. Sepanjang hari saya melayani pasien. Nona Roberts bisa memberi kesaks ian." McGreavy dan Angeli bertukar pandang. "Di mana Anda setelah meninggalkan k antor sore tadi?" tanya Angeli. "Mengunjungi Nyonya Hanson." "Itu kami tahu," ka ta McGreavy. "Sesudah itu?" Judd ragu-ragu. "Saya berkeliling-keliling dengan mo bil." "Ke mana?" "Saya pergi ke Connecticut." "Di mana Anda berhenti untuk makan malam?" tanya McGreavy. "Saya tidak berhenti. Saya tidak lapar." "Jadi, tidak a da orang yang melihat Anda?" Judd berpikir sesaat. "Saya rasa tidak ada." "Mungk in Anda berhenti untuk mengisi bensin di suatu tempat," Angeli memberi saran. "T idak," kata Judd. "Saya tidak berhenti untuk mengisi bensin. Mengapa harus diket ahui ke mana saya pergi malam ini? Hanson dibunuh tadi pagi." "Apakah Anda kemba li ke kantor lagi setelah meninggalkannya sore tadi?" tanya McGreavy dengan suar a tenang. "Tidak," kau Judd. "Mengapa?" "Kantor Anda ada yang mendobrak." "Apa? Oleh siapa?" "Kami tidak tahu," kata McGreavy. "Saya ingin Anda ikut kami ke san a untuk melihat-lihat. Anda bisa mengatakan kepada kami kalau-kalau ada sesuatu yang hilang." "Tentu saja," jawab Judd. "Siapa yang melaporkan?" enjaga malam," kata Angeli. "Anda menyimpan sesuatu yang berharga di kantor, Dokter? Uang? Obat bius? Atau sesuatu yang lain?" "Uang sedikit," kata Judd. "Tidak ada obat bius. Tidak ada yang pantas untuk dicuri. Ini tidak masuk akal." "Betul," kata McGrea vy. "Mari kita berangkat!" Di dalam lift Eddie melihat kepada Judd dengan pandan gan minta maaf. Judd membalas pandangannya dan mengangguk tanda mengerti. Tentun ya polisi tidak bisa mencurigai dirinya telah mendobrak kantornya sendiri. Rupan ya McGreavy bertekad mencelakakannya karena ke-matian pamernya dulu. Tapi itu ka n sudah lima tahun yang lalu! Mungkinkah selama ini McGreavy terus-menerus murun g dan menyalahkannya? Menunggu kesempatan untuk melakukan pembalasan? Ada sebuah mobil preman milik polisi diparkir dekat pintu masuk. Mereka naik mobil dan per gi ke kantor. Dalam perjalanan mereka berdiam diri. Setelah sampai ke gedung per kantoran, Judd tanda tangan pada register di lobi. Bigelow, penjaga kantor, meli hat kepadanya dengan pandangan aneh. Ataukah itu hanya perasaannya saja? Mereka naik lift ke lantai lima belas, kemudian berjalan di gang ke kantor Judd. Polisi berpakaian seragam berdiri di muka pintu. Dia mengangguk kepada McGreavy dan me nepi. Judd mengambil kunci dari sakunya. "Pintu tidak dikunci," kata Angeli. Dia membuka pintu dan mereka masuk, Judd yang paling depan. Ruang resepsionis porak -poranda. Semua laci ditarik ke luar, dan segala macam kertas berserakan di lant ai. Judd terbelalak keheranan, terkejut karena keadaan dalam kantornya kacau-bal au. "Menurut Anda, apa kira-kira yang mereka cari, Dokter?" tanya McGreavy. "Say a tidak tahu," kata Judd. Dia berjalan ke pintu dalam dan membukanya, McGreavy m engikuti di belakangnya. Dalam kantornya dua meja terbalik. Sebuah lampu pecah m enggeletak di lantai, dan darah membasahi permadani. Di ujung ruangan tubuh Caro l Roberts menggeletak, tangan dan kakinya terkembang. Dia dalam keadaan telanjan g bulat. Tangannya diikat dengan kawat. Kelihatan ada bekas-bekas air keras disi ramkan ke muka, buah dada, dan antara pangkal pahanya. Jari tangan kanannya pata h. Mukanya hancur dan tidak mudah dikenali lagi. Pada mulurnya tersumpal sapu ta ngan. Kedua detektif itu memperhatikan Judd ketika dia melihat ke mayat Carol. " Anda kelihatan pucat," kata Angeli. "Duduklah!" Judd menggeleng-gelengkan kepala dan menarik napas panjang beberapa kali. Pada saat dia berbicara, suaranya berg etar karena marah. "Siapa-siapa yang melakukan semua ini?" "Itulah yang harus An da katakan kepada kami, Dokter Stevens," kata McGreavy. Judd melihat kepadanya. "Tidak ada orang yang ingin melakukan ini kepada Carol. Dia tidak pernah menyaki ti siapa pun dalam hidupnya." "Saya rasa sudah tiba waktunya Anda mulai menyanyi kan lagu lain," kata McGreavy.Tidak ada orang yang ingin menyakiti Hanson, tapi ternyata dia ditikam punggungnya. Tidak ada orang yang ingin menyakiti Carol, ta pi nyatanya tubuhnya disiram air keras dan disiksa sampai mati." Nada kata-katan ya menjadi keras. "Dan Anda mengatakan tidak ada orang yang ingin menyakiti mere ka. Anda ini sebenarnya bagaimanatuli, bodoh, atau buta? Gadis ini bekerja pada A nda selama empat tahun. Anda seorang psiko-analis. Anda mencoba mengatakan bahwa Anda tidak tahu atau tidak peduli kehidupan pribadinya?" "Tentu saja saya tahu, " kata Judd kesal. "Dia punya pacar, dan dia akan menikah...." "Chick. Kami suda h bicara dengan dia." "Tapi tidak mungkin dia berbuat begini. Dia anak yang baik dan mencintai Carol." "Kapan terakhir kalinya Anda melihat Carol dalam keadaan

hidup?" tanya Angeli. "Saya sudah mengatakan. Ketika saya meninggalkan tempat in i untuk menemui Nyonya Hanson. Saya minta kepada Carol agar dia menutup kantor." Suaranya terputus dan dia menelan ludah, lalu menarik napas panjang. "Anda bere ncana menerima pasien lagi hari ini?" "Tidak." "Anda berpendapat ini mungkin dil akukan oleh seorang maniak? tanya Angeli. "Ini pasti perbuatan seorang maniak, t api biarpun seorang maniak yang melakukannya, pasti punya suatu motif. "Itulah ya ng saya pikirkan,kata McGreavy. Judd melihat ke tempat tubuh Carol tergeletak. K ini tubuhnya seperti boneka yang rusak, tidak dipakai lagi dan dibuang. Sungguh menyedihkan sekali. "Berapa lama lagi dia akan dibiarkan begitu? tanya Judd mara h. "Sekarang juga dia akan dibawa," kata Angeli. "Pemeriksa mayat dan anak-anak dari Bagian Pembunuhan sudah menyelesaikan tugasnya." Judd menoleh kepada McGrea vy. "Anda membiarkan dia seperti ini supaya saya melihat?" "Yah," kata McGreavy. "Saya akan mengajukan pertanyaan lain. Adakah sesuatu di sini yang sangat diing inkan seseorang sehingga dia" dia menunjuk kepada Carol "mengalami peristiwa seper ti ini? 'Tidak." "Bagaimana tentang catatan mengenai pasien Anda?" Judd menggele ng. "Tidak ada apa-apanya." "Ah, Anda rupanya tidak begitu suka bekerja sama den gan kami bukan, Dokter?" tanya McGreavy. "Anda tidak berpendapat bahwa saya sang at menginginkan Anda menemukan siapa yang melakukan perbuatan ini?" Judd balik b ertanya. "Kalau ada sesuatu dalam arsip saya yang bisa membantu penyelidikan, sa ya pasti akan mengatakan kepada Anda. Saya mengenal baik semua pasien. Tidak seo rang pun di antara mereka yang mungkin membunuh Carol. Ini pasti dilakukan oleh orang luar." "Bagaimana Anda bisa yakin bahwa ini tidak dilakukan oleh orang yan g ingin mendapatkan arsip Anda?" "Arsip saya tidak disentuh-sentuh." McGreavy me lihat kepadanya dengan rasa tertarik yang makin besar. "Bagaimana Anda tahu?" di a bertanya. "Anda bahkan belum melihatnya." Judd berjalan ke dinding di ujung ru angan. Kedua detektif itu memperhatikan dia menekan suatu bagian pada bawah dind ing. Dinding pun terbuka, dan tampak rak yang dibuat dalam tembok. Rak ini penuh dengan pita rekaman. "Saya selalu merekam setiap pembicaraan dengan pasien," ka ta Judd. "Saya menyimpan pitanya di sini." "Tidak mungkinkah mereka menyiksa Car ol untuk memaksanya mengatakan di mana tempat penyimpanan pita rekaman itu?" "Is i rekaman pita ini tidak ada yang mungkin berguna bagi orang lain. Pasti ada mot if lain dalam pembunuhan ini." Judd melihat ke mayat Carol lagi. Amarahnya tak t ertahankan, tapi dia merasa tidak berdaya. "Anda harus menemukan siapa yang mela kukan perbuatan ini!" "Saya memang akan terus berusaha sampai pembunuhnya tertan gkap," kata McGreavy. Dia melihat kepada Judd. Di muka gedung perkantoran tempat Judd berpraktek, jalan lengang dan angin dingin bertiup. McGreavy menyuruk Ange li mengantarkan Judd pulang. "Saya masih ada urusan yang harus diselesaikan," ka ta McGreavy. Dia menoleh kepada Judd. "Selamat malam, Dokter." Judd mengawasi po lisi yang bertubuh tinggi besar ini berjalan meninggalkan mereka. "Mari kita ber angkat," kata Angeli. "Saya beku kedinginan." Judd duduk di depan di sisi Angeli , dan mobil pun dijalankan. "Saya harus memberi tahu keluarga Carol," kata Judd. . "Kami sudah ke sana." Judd mengangguk lemas. Dia masih ingin menemui mereka s endiri, tapi itu bisa menunggu. Sejenak keduanya terdiam. Dalam hati Judd bertan ya-tanya, apa gerangan urusan McGreavy di malam selarut itu. Seakan bisa membaca pikiran Judd, Angeli berkata, "McGreavy polisi yang baik. Dia berpendapat sehar usnya Ziffren mendapat hukum an di kursi listrik karena membunuh pamernya." "Tap i Ziffren gila." Angeli mengangkat bahu. "Saya percaya, Dokter." Tapi McGreavy t idak percaya, pikir Judd. Dia ganti memikirkan Carol. Teringat olehnya kecerdasa n serta bakti dan kebanggaan gadis ini kepada pekerjaannya. Renungannya tergangg u oleh kata-kata Angeli, dan ternyata mereka sudah sampai ke depan gedung aparte men tempat tinggalnya. Lima menit kemudian Judd sudah berada dalam apartemennya. Tidur sudah tidak terpikirkan lagi olehnya. Dia menuang brendi dan membawanya k e ruang belajar. Teringat kembali olehnya waktu Carol masuk ke situ dulu. Tubuhn ya telanjang bulat dan dia amat cantik. Waktu itu Carol merapatkan tubuhnya yang hangat dan menggiurkan ke tubuhnya. Waktu itu sikapnya dingin saja dan menjauh. Sebab dia tahu hanya dengan cara itu dia bisa menolong Carol. Carol tidak tahu sama sekali dorongan apa yang menyebabkan dia tidak mau main cinta dengannya. At aukah dia tahu? Dia mengangkat gelas brendinya dan menghabiskan isinya. Keadaan di kamar mayat sama saja seperti kamar mayat di mana-mana. Yang berbeda pada kam ar mayat ini, di atas pintu ada daun mistletoe yang dipasang sebagai hiasan Nata

l. Ada seorang yang terlalu bersemangat menyambut hari besar, pikir McGreavy ata u mungkin juga selera humor orang ini keterlaluan. McGreavy tidak sabar menunggu di gang, sampai otopsi selesai dilakukan.Waktu pemeriksa mayat melambai kepadan ya,dia segera masuk ke ruang otopsi yang serba putih. Pemeriksa mayat mencuci ta ngannya di wastafel besar yang putih. Dia seorang yang bertubuh kecil. Suara dan gerak-geriknya seperti burung. Suaranya tinggi, dan gerakannya serba cepat. Dia menjawab semua pertanyaan McGreavy dengan cepat, lalu cepat-cepat pula pergi. M cGreavy tetap di situ selama beberapa menit, merenungkan apa yang baru saja dike tahuinya. Kemudian dia ke luar, ke udara malam yang dingin, untuk mencari taksi. Tak ada taksi satu pun. Sialan! Rupanya mereka semua sedang berlibur di Bermuda . Bisa-bisa dia harus berdiri terus di situ sampai badannya membeku. Tiba-tiba s ebuah mobil polisi lewat. McGreavy menghentikannya dan menunjukkan tanda pengena lnya kepada polisi kroco yang memegang kemudi. Dia memberi perintah supaya polis i itu mengantarkannya ke markas Seksi Sembilan Belas. Ini melanggar peraturan, t api peduli amat. Malam masih panjang dan dingin; Waktu McGreavy berjalan masuk k e markas seksi, Angeli sudah menunggunya. "Mereka baru saja selesai melakukan ot opsi pada mayat Carol Roberts," kata McGreavy. "Dia sedang hamil." Angeli memand angnya keheranan. "Dia sedang hamil tiga bulan. Sudah terlambat untuk melakukan pengguguran tanpa risiko, tapi kandungannya belum kelihatan." "Itu ada sangkut-p autnya dengan pembunuhnya?" "Pertanyaan yang bagus," kata McGreavy. "Misalnya di a dihamili oleh pacarnya dan mereka bermaksud menikahlalu kenapa repot-repot haru s menggugurkannya? Mereka bisa menikah dan punya anak beberapa bulan kemudian. H al seperti itu terjadi setiap hari. Sebaliknya, misalnya dia dihamili oleh pacar nya dan pacarnya ini tidak mau menikahinya itu pun bukan hal yang luar biasa. Ca rol bisa saja punya anak walaupun tanpa suami. Itu terjadi dua kali sehari sepan jang tahun." "Kita sudah bicara dengan Chick. Dia ingin mengawini Carol." "Saya tahu," kata McGreavy. "Maka itulah sebabnya kita harus mencari kemungkinan-kemun gkinan lain yang mungkin terjadi. Seorang gadis kulit hitam mengandung. Dia memb eritahukan keadaannya kepada ayahnya, dan si ayah membunuhnya." "Dia pasti gila. " "Atau sangat cerdik. Saya lebih suka berpendapat bahwa dia sangat cerdik. Coba lah tinjau dari segi ini: misalkan Carol pergi menemui si ayah dan memberitahuka n kabar buruk ini, dan mengatakan kepadanya bahwa dia tidak mau menggugurkan kan dungannya. Dia ingin memiliki anaknya. Mungkin dia akan menggunakan keadaannya i tu untuk memaksa ayahnya agar mengawininya.... "Tapi mungkin juga orang yang men ghamili Carol tidak bisa mengawininya, sebab dia sendiri sudah punya istri. Atau mungkin dia orang kulit putih. Katakanlah misalnya seorang dokter yang terkenal dan prakteknya sangat laris. Kalau hal seperti itu sampai terdengar ke luar, na manya akan hancur. Siapa yang akan mau berobat kepada psikoanalis yang menghamil i pegawainya yang berkulit hitam dan terpaksa mengawininya?" "Stevens seorang do kter," kata Angeli. "Ada selusin cara untuk membunuh Carol tanpa membangkitkan k ecurigaan." "Mungkin ya," kata McGreavy. "Mungkin juga tidak. Tapi kalau ada sed ikit kecurigaan dan penyidikan bisa sampai kepada dirinya, dia akan mendapat kes ulitan besar untuk melepaskan diri. Misalkan dia membeli racunini pun akan mudah diketahui dari catatan penjualan di apotek. Seandainya dia membeli tali atau pis auini pun bisa dilacak. Tapi sekarang coba simak cara yang bagus mi. Seorang gila masuk tanpa alasan dan membunuh resepsionisnya. Dia menjadi majikan yang sangat sedih, dan minta kepada polisi agar menemukan pembunuhnya." "Kedengarannya sepe rti perkara yang tanpa landasan." "Saya belum lagi selesai. Mari kita tinjau pas iennya, John Hanson. Dia pun dibunuh tanpa alasan oleh orang gila yang tidak dik enal. Baiklah, kau saya beritahu, Angeli. Saya tidak percaya kepada istilah kebe tulan. Dua kebetulan seperti itu dalam sehari membuat saya gelisah. "Maka saya b ertanya kepada diri sendiri, apa gerangan hubungan antara kematian John Hanson d engan Carol Roberts? Tiba-tiba saya merasa bahwa itu bukan sekadar kebetulan sem ata-mata. . "Misalkan Carol masuk ke kantornya dan memberitahukan kepada majikan nya ini bahwa dia akan menjadi ayah. Mereka bertengkar dengan serunya dan Carol berusaha memerasnya. Carol mengatakan bahwa dia harus mengawininya, harus member inya uangatau apa saja.... "John Hanson kebetulan sedang menunggu di kantor luar, mendengarkan. Mungkin Stevens tidak tahu bahwa Hanson mendengar sesuatu, sampai dia berbaring di sofa. Di situlah Hanson mengancam akan mengadukannya. Atau ber usaha memaksanya agar mau tidur dengannya." "Semua itu hanya dugaan." "Tapi semu

a cocok. Waktu Hanson pergi, Dokter menyelinap keluar dan membunuhnya supaya tid ak bisa bicara lagi. Kemudian dia harus kembali dan melenyapkan Carol. Dia senga ja membuatnya supaya kelihatan seolah-olah seorang gila yang melakukan itu semua . Kemudian dia pergi menemui Nyonya Hanson, dan terus ke Connecticut. Sekarang p roblemnya sudah berhasil dipecahkan. Dia bisa duduk tenang sementara polisi jung kir-balik mencari orang gila yang sebenarnya tidak ada. "Saya tidak bisa menerim a kesimpulan lni, kata Angeli."Kau mencoba membuat perkara pembunuhan tanpa bukt i konkret sedikit pun." "Apa yang kausebut konkret tanya McGreavy. "Mayat dua or ang masih kurang konkret? Yang seorang wanita hamil, yang bekerja pada Stevens. Satunya lagi salah seorang pasiennya, dibunuh hanya sejauh satu blok dari kantor nya. Orang ini datang kepada Stevens untuk mendapatkan perawatan karena dia homo seks. Waktu saya minta ikut mendengarkan rekamannya, dia tidak memperbolehkan. M engapa? Siapa yang dilindungi oleh Dokter Stevens? "Saya bertanya kepadanya, apa kah orang yang mendobrak masuk ke kantornya ini mungkin mencari-cari sesuatu. De ngan demikian mungkin kita bisa menyusun teori bahwa Carol memergoki mereka, dan mereka menyiksanya untuk menemukan sesuatu yang misterius ini. 'Tapi apa katany a? Tidak ada apa pun yang misterius. Rekamannya sama sekali tidak berguna bagi s iapa pun. Dalam kantornya sama sekali tidak ada obat bius. Tidak ada uang. Jadi kita harus mencari orang gila terkutuk. Betul? Tapi sayang sekali saya tidak mau dikelabui. Saya rasa yang kita cari Dokter Judd Stevens sendiri." "Saya rasa ka u berusaha mencelakakan dia," kata Angeli perlahan. Mata McGreavy memerah karena marah. "Sebab dia memang bersalah melakukan kejahatan. "Kau akan menangkap dia? " "Saya akan mengulur talinya dulu," kata McGreavy. "Biar Dokter Stevens gantung diri dengan tali yang saya berikan, dan saya bisa menggali semua rahasianya. Sa ya harus yakin dulu, supaya setelah saya tangkap dia tidak mungkin terlepas lagi ." McGreavy berbalik dan keluar. Angeli memandangnya dengan otak penuh pikiran. Kalau dia hanya berpangku tangan, kemungkinan besar McGreavy akan berusaha menah an Dokter Stevens. Dia tidak boleh membiarkan itu sampai terjadi. Dalam hati dia bertekad akan bicara kepada Kapten Bertelli keesokan harinya. Paginya halaman d epan semua surat kabar memuat berita utama tentang penyiksaan Carol Roberts samp ai mati. Judd ingin sekali meminta kepada operator telepon untuk menghubungi sem ua pasiennya, membatalkan janji mereka hari ku. Dia belum tidur, dan matanya san gat berat karena mengantuk. Tapi setelah dia memeriksa daftar pasien, dia meliha t bahwa itu tidak bisa dilakukan. Dua orang pasien akan kalut kalau pertemuan me reka ditunda. Tiga orang di antara mereka pasti akan kesal sekali. Sedangkan lai n-lainnya memang masih bisa diatasi. Maka akhirnya dia memutuskan akan meneruska n prakteknya seperti biasa. Ini sebagian untuk kebaikan pasiennya sendiri, dan s ebagian lagi demi dirinya. Kerja merupakan terapi yang baik sekali, untuk mencob a mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja terjadi. Judd datang ke kantor lebih awal daripada biasanya. Walaupun demikian gang menuju kantornya sudah penu h dengan reporter surat kabar dan televisi, serta wartawan foto. Dia tidak berse dia menerima mereka, atau memberikan suatu pernyataan. Akhirnya dia berhasil men yuruh mereka semua pergi. Dibukanya pintu masuk ke kantornya perlahan-lahan, hat inya berdebar-debar. Tapi permadani yang berlumuran darah ternyata sudah disingk irkan, dan segala-galanya sudah dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Kantor ke lihatan normal kembali. Hanya sekarang Carol sudah tidak bisa lagi masuk ke dala m, tersenyum manis dan penuh gairah hidup. Judd mendengar pintu luar terbuka. Pa siennya yang pertama sudah datang. Harrison Burke seorang laki-laki yang sudah b erambut putih tapi masih tetap kelihatan gagah dan tampan. Dia merupakan prototi p seorang eksekutif pada sebuah perusahaan besar, dan itu memang benar. Dia waki l presiden pada International Steel Corporation. Waktu pertama kali Judd melihat Burke, dalam hati dia bertanya-tanya apakah jabatan membentuk rupa seseorang, a taukah rupa orang yang menyebabkan dia bisa menduduki suatu posisi dalam pekerja an. Suatu hari kelak dia bermaksud menulis buku tentang nilai wajah manusia. Bag aimana wajah seorang dokter dalam merawat pasien, wajah pengacara di ruang penga dilan, wajah seorang aktris... semua hanya gambaran permukaan, bukan nilai dasar . Burke berbaring di sofa, dan Judd memusatkan perhatian kepadanya. Dulu Burke d ikirim kepada Judd oleh Dokter Peter Hadley, dua bulan yane lalu. Dalam waktu se puluh menit saja sudah cukup bagi Judd untuk merasa yakin bahwa Harrison Burke s eorang penderita paranoid dengan tendensi ke arah pembunuhan. Semua koran pagi m

emuat berita utama tentang pembunuhan yang dilakukan di kantor ini semalam, tapi Burke tidak menyebut-nyebut persoalan itu. Itu ciri khas dari kondisinya. Perha tiannya hanya terpusat kepada dirinya.sendiri. "Dulu kau tidak percaya kepada sa ya," kata Burke. "Tapi sekarang saya punya bukti bahwa mereka mengejar-ngejar sa ya.* "Saya rasa kita sudah memutuskan untuk meninjau persoalan ini dengan pikira n terbuka, Harrison," Judd menjawab dengan hati-hati. "Ingat, kemarin kita sudah sependapat bahwa imajinasi bisa memainkan...." "Ini bukan imajinasi!" teriak Bu rke. Dia bangkit dan duduk tegak, kedua tangannya dikepalkan. "Mereka mencoba me mbunuh saya!" "Mengapa kau tidak kembali tiduran saja dan mencoba menenangkan di ri?" Judd memberi saran dengan lemah-lembut. Burke bangkit berdiri. "Hanya itu y ang kaukatakan? Kau bahkan tidak mau mendengarkan bukti pernyataan saya!" Matany a disipitkan. "Bagaimana saya tahu kau bukan salah seorang dari mereka?" "Kau ta hu benar saya bukan salah seorang dari mereka," kata Judd. "Saya sahabatmu. Saya berusaha menolongmu." Dalam hati Judd merasakan kekecewaan seakan menikamnya. K emajuan yang dikira sudah mereka peroleh bulan yang lalu kini sudah lenyap semua . Kini dia kembali berhadapan dengan penderita paranoid yang dulu, seperti waktu pertama kali dia masuk ke kantornya dua bulan yang lalu. Burke memulai karierny a di perusahaan International Steel sebagai pengantar surat. Dalam waktu dua pul uh lima tahun wajahnya yang tampan dan pembawaannya yang supel membuatnya hampir mencapai puncak tangga jabatan dalam perusahaan. Satu anak tangga lagi, dia aka n sampai ke jabatan sebagai presiden perusahaan. Tapi kemudian peristiwa yang me ngerikan terjadi. Empat tahun yang lalu istri dan ketiga anaknya tewas dalam keb akaran di rumah mereka di Southampton. Burke waktu itu sedang berada di Kepulaua n Bahama dengan selirnya. Dia merasa sangat terpukul oleh tragedi ini, lebih dar i yang bisa dibayangkan orang. Karena dia dididik sebagai orang Katolik, maka di a tidak bisa melepaskan diri dari rasa bersalah. Dia pun mulai murung, dan makin lama makin menjauhi teman-temannya. Tiap malam dia selalu berdiam di rumah, mer enungkan siksaan yang diderita istri dan anak-anaknya yang terbakar hidup-hidupse mentara itu pada bagian lain dalam otaknya dia membayangkan dirinya tidur lambat yang diputar terus-menerus dalam otaknya. Burke menyalahkan dirinya sendiri sep enuhnya karena kematian keluarganya. Seandainya dia ada di rumah, dia pasti akan bisa menyelamatkan mereka. Pikiran ini lama kelamaan menjadi obsesi baginya. Di a merasa sebagai makhluk buas yang jahat. Dia tahu, dan Tuhan juga pasti tahu. T entu saja semua orang pun tahu! Mereka pasti membencinya, sama seperti dia membe nci dirinya sendiri. Memang mereka tersenyum kepadanya dan berpura-pura menaruh simpati, tapi dia tahu mereka menunggu untuk menjebaknya. Tapi dia terlalu cerdi k bagi mereka. Dia tidak lagi makan di ruang makan untuk para eksekutif, dan mul ai makan siang di kantornya sendiri. Hampir setiap orang dihindarinya sebisa-bis anya. Dua tahun yang lalu perusahaan butuh presiden baru. Tapi Harrison Burke di lewati begitu saja, dan perusahaan mengangkat presiden dari luar. Setahun kemudi an pos wakil presiden pun kosong, tapi lowongan ini pun diberikan kepada orang l ain. Kini Burke punya bukti bahwa ada komplotan yang ingin melawan dirinya. Dia mulai memata-matai semua orang di sekelilingnya. Di waktu malam dia menyembunyik an tape recorder dalam kantor eksekutif lainnya. Enam bulan yang lalu dia ketahu an. Hanya karena masa kerjanya yang lama dan jabatannya yang tinggi saja maka di a tidak sampai dipecat. Presiden perusahaan berusaha ingin membantu dan menguran gi tekanan jiwanya. Maka dia mulai mengurangi beban tanggung jawab yang dipegang Burke. Tapi ini bahkan tidak menolong. Burke bahkan menjadi semakin yakin bahwa mereka ingin mencelakakan dirinya. Mereka takut kepadanya, sebab dia lebih pint ar daripada mereka. Kalau dia menjadi presiden, mereka semua akan kehilangan pek erjaan karena mereka orang yang tolol. Burke mulai membuat kesalahan lebih banya k. Kalau dia ditegur karena kesalahannya, dengan marah dia membantah telah membu at kesalahan ini. Seseorang dengan sengaja telah mengubah laporannya, mengganti angka dan statistik, berusaha mendiskreditkannya. Tidak lama kemudian dia mulai berpikir bahwa bukan hanya orang dari perusahaan saja yang ingin mencelakakannya . Ada juga mata-mata dari luar. Dia merasa selalu dibuntuti di jalanan. Mereka m enyadap teleponnya, membaca surat-suratnya. Dia takut makan, jangan-jangan orang meracunnya. Berat badannya menjadi turun drastis sekali. Presiden perusahaan ya ng merasa sangat kuatir mengatur pertemuan antara Burke dengan Dokter Peter Hadl ey. Dia mendesak Burke agar memenuhi pertemuan ini. Setelah berbicara selama set

engah jam dengan dia, Dokter Hadley menelepon Judd. Buku catatan Judd yang beris i janji pertemuan dengan pasien sudah penuh, tapi Peter mengatakan bahwa kasus B urke sangat gawat. Judd terpaksa menerima Burke, walaupun dengan rasa segan. Kin i Harrison Burke berbaring di sofa yang berlapis kain sutera, kedua tangannya ma sih terkepal. "Coba ceritakan buktimu." "Mereka mendobrak masuk ke rumah saya se malam. Mereka datang untuk membunuh saya. Tapi saya terlalu pintar bagi mereka. Sekarang saya tidur di ruang belajar, dan saya pasang kunci ekstra pada semua pi ntu. Maka mereka tidak bisa mendekati saya." "Kau melaporkan pendobrakan rumahmu kepada polisi?" tanya Judd. "Tentu saja tidak! Polisi berkomplot dengan mereka. Mereka mendapat perintah untuk menembak saya. Tapi mereka tidak bisa berbuat be gitu kalau di sekeliling saya ada orang lain. Maka saya tetap berada di tengah o rang banyak." "Saya gembira kau menyampaikan informasi ini," kata Judd. "Apa yan g akan kaulakukan?" tanya Burke penuh semangat. "Saya mendengarkan baik-baik sem ua yang kaukatakan," kata Judd. Dia menunjuk ke tape recorder. "Saya merekam sem ua kata-katamu. Jadi kalau mereka sampai membunuhmu, kita punya bukti tentang ko mplotan mereka." Muka Burke berseri-seri. "Ya, Tuhan, bagus sekali! Rekaman! Itu benar-benar akan membuat mereka mampus!" "Mengapa kau tidak berbaring lagi?" Ju dd menyarankan. Burke mengangguk dan berbaring kembali di sofa. Dia memejamkan m atanya. "Saya lelah sekali. Sudah berbulan-bulan saya tidak tidur. Saya tidak be rani memejamkan mata. Kau tidak tahu bagaimana rasanya dikejar-kejar semua orang ." Aku tidak tahu f Pikirannya melayang kepada McGreavy. "Apakah pelayanmu tidak mendengar ada orang masuk?" tanya Judd. "Saya belum menceritakan?" kata Burke. "Saya memecatnya dua minggu yang lalu." Judd mengingat-ingat kembali pembicaraan yang lalu dengan Harrison Burke. Tiga hari yang lalu dia baru menceritakan tent ang pertengkaran dengan pelayannya. Kalau begitu pengertian Burke tentang waktu sudah kacau. "Saya rasa kau belum pernah menceritakannya," kata Judd dengan tena ng. "Kau yakin dua minggu yang lalu kau memecat pelayanmu?" "Saya tidak mungkin membuat kesalahan," Burke memotong. "Kaukira bagaimana saya bisa menjadi wakil p residen pada salah sebuah perusahaan yang terbesar di dunia? Tak lain dan tak bu kan karena saya punya otak yang sangat cerdas, Dokter. Jangan lupa." "Mengapa ka u memecat dia?" "Dia mencoba meracun saya." "Bagaimana caranya?" "Dengan sepirin g ham dan telur. Dibubuhi arsenikum." "Kau mencicipi?" tanya Judd. "Tentu saja t idak," Burke mendengus. "Lantas bagaimana kau tahu makanan itu mengandung racun? " "Saya bisa mencium bau racun." "Kau mengatakan apa kepadanya?" Air muka Burke memancarkan rasa puas. "Saya tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya saya gebuki sam pai setengah mati." Rasa frustrasi melanda pikiran Judd. Kalau diberi waktu, dia yakin akan bisa menolong Harrison Burke. Tapi waktu sudah hampir tidak ada lagi . Dalam psikoanalisis selalu ada bahaya, yaitu di bawah kesempatan pelepasan isi hati sebebas-bebasnya penutup tipis akan meledak terbuka. Semua nafsu dan emosi primitif yang selama ini tersimpan akan terlepas semua, seperti binatang buas d i waktu malam. Pelepasan secara lisan merupakan langkah pertama" dalam perawatan . Tapi dalam kasus Burke, ini berbalik seperti bumerang. Pembicaraan mereka tela h melepaskan semua kebencian laten yang selama ini terkunci dalam pikirannya. Da lam seuap pembicaraan kelihatannya Burke selalu mendapat kemajuan. Selama ini di a sudah sependapat dengan Judd bahwa tidak ada komplotan yang akan membuat dia c elaka. Dia hanya bekerja terlalu berat, dan emosinya terlalu lelah. Judd merasa bahwa dia sudah berhasil menuntun Burke ke satu titik di mana dia bisa mulai mel akukan analisis lebih dalam serta menuju sasaran pokoknya, yaitu menyerang akar dari problemnya. Tapi ternyata dengan cerdiknya selama ini Burke terus-menerus b erdusta. Dia hanya menguji Judd, berusaha menjebaknya, untuk mengetahui apakah d ia salah seorang dari mereka. Harrison Burke laksana bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Tidak ada kerabat terdekat yang bisa dihubungi. Apakah Judd harus menghubungi presiden perusahaannya, untuk memberitahukan apa yang dipikirkannya? Kalau dia berbuat begitu, masa depan Burke pasti akan hancur. Burke pasti akan dikirim ke rumah sakit jiwa. Apakah dia tidak keliru membuat diagnosa bahwa Burk e penderita paranoid yang bisa membunuh? Dia ingin mendapatkan kesimpulan lain s ebelum menghubungi presiden perusahaan Burke, tapi Burke sendiri tidak bisa diaj ak bekerjasama. Judd sadar bahwa dia harus bisa mengambil keputusan sendiri. "Ha rrison, saya ingin kau berjanji," kata Judd. "Janji apa?" tanya Burke waspada. " Kalau mereka berusaha melakukan tipu muslihat kepadamu, cara yang mereka lakukan

adalah memancingmu agar melakukan suatu tindakan kekerasan, supaya kau bisa dit angkap dan dikurung.... Tapi saya tahu kau cukup cerdik sehingga tidak mungkin t erpancing. Maka bagaimanapun juga mereka memancing kemarahanmu, saya ingin kau b erjanji untuk tidak berbuat apa-apa terhadap mereka. Dengan cara demikian mereka tidak akan bisa mencelakakanmu." Mata Burke bersinar-sinar. "Ya, Tuhan, kau ben ar," katanya. "Jadi itulah rencana mereka! Nah, kita terlalu cerdik bagi mereka, bukan?" Di luar, Judd mendengar pintu ruang penerima tamu membuka dan menutup. Dia melihat ke jam tangannya. Pasien berikutnya sudah datang. Judd mematikan tap e recorder dengan tenang. "Saya rasa sudah cukup untuk hari ini," katanya. "Kau merekam semuanya dengan tape recorder?" tanya Burke ingin tahu. "Setiap kata," k ata Judd. "Tak ada orang yang akan mencelakakanmu." Dia ragu-ragu sebentar. "Say a rasa hari ini kau tidak usah berangkat ke kantor. Mengapa kau tidak pulang dan istirahat saja?" "Saya tidak bisa," bisik Burke, suaranya mengandung rasa takut . "Kalau saya tidak datang ke kantor, nama saya akan dicopot dari pintu dan diga nti dengan nama orang lain." Dia mencondongkan badannya ke arah Judd. "Hati-hati ! Kalau mereka tahu kau sahabat saya, mereka pun akan berusaha mencelakakanmu." Burke berjalan ke pintu menuju gang. Dia membukanya sedikit, lalu mengintip ke k edua ujung gang. Kemudian dengan cepat dia menyelinap ke luar. Judd termenung se bentar. Dia merasa sedih memikirkan apa akibat dari apa yang harus dilakukan ter hadap kehidupan Harrison Burke. Mungkin kalau Burke datang kepadanya enam bulan lebih awal.... Tiba-tiba pikiran yang melintas secara sekonyong-konyong membuatn ya menggigil. Apakah Harrison Burke sudah menjadi pembunuh? Mungkinkah dia terli bat dalam kematian John Hanson dan Carol Roberts? Burke dan Hanson, kedua-duanya sama-sama apasien. Kemungkinan besar mereka sudah pernah bertemu. Beberapa kali selama bulan-bulan yang terakhir kedatangan Burke selalu disusul dengan kedatan gan Hanson. Dan Burke pernah terlambat lebih dari sekali. Bisa jadi dia bertemu dengan Hanson di gang. Pertemuan mereka yang berkali-kali ini dengan mudahnya bi sa membangkitkan penyakit paranoid Burke. Burke bisa curiga bahwa Hanson membunt utinya dan mengancam keselamatannya. Sedangkan mengenai Carol, Burke melihat dia setiap kali datang ke kantor. Apakah jiwanya yang sakit menyebabkan Burke selal u merasa terancam oleh kehadiran Carol, dan perasaan ini hanya bisa dihilangkan dengan menghilangkan nyawa Carol. Berapa lama sebenarnya Burke menderita sakit j iwa? Istri dan ketiga anaknya meninggal dalam kecelakaan kebakaran rumah. Kecela kaan? Benarkah itu hanya kecelakaan belaka? Entah dengan cara apa dia harus meny elidikinya. Dia berjalan ke pintu menuju ruang resepsionis dan membukanya. "Sila kan masuk!" katanya. Anne Blake bangkit berdiri dengan anggunnya dan berjalan me nghampiri Judd. Senyum hangat menghiasi wajahnya. Sekali lagi Judd merasakan hat inya kacau, seperti ketika pertama kalinya melihat wanita ini. Itulah pertama ka linya dia merasakan reaksi emosi yang mendalam terhadap wanita, sejak kematian E lizabeth. Antara Anne Blake dengan Elizabeth sama sekali berbeda. Elizabeth bera mbut pirang, bertubuh mungil, dan bermata biru. Anne Blake berambut hitam, matan ya ungu dengan bulu mata yang hitam dan panjang. Tubuhnya tinggi, dengan lekuk-l ekuk yang sempurna. Wajah Anne Blake menunjukkan bahwa dia wanita yang cerdas. K ecantikannya anggun, seperti kecantikan wanita bangsawan, yang menyebabkan seaka n dia tidak bisa didekati. Tapi matanya memancarkan kehangatan. Suaranya rendah dan lemah-lembut, sedikit parau. Anne kira-kira berumur dua puluh lima tahun. Ti dak bisa diragukan lagi, dia wanita paling cantik yang pernah dilihat oleh Judd. Tapi bukan kecantikannya yang menarik hati Judd. Ada suatu daya yang sulit dite rangkan hakikatnya, yang menarik Judd dengan kuat sekali kepadanya. Entah mengap a, rasanya seakan-akan Judd sudah mengenal Anne selama hidupnya. Perasaan yang d isangkanya sudah lama mati tiba-tiba muncul kembali, dengan kekuatan yang membua tnya sangat heran. Anne muncul di kantor Judd tiga minggu yang lalu, tanpa janji pertemuan sebelumnya. Carol menerangkan bahwa jadwal sudah penuh dan Dokter tid ak mungkin menerima pasien lagi. Tapi Anne dengan tenang bertanya apakah dia bis a menunggu. Dia duduk di kantor luar selama dua jam. Akhirnya Carol kasihan kepa danya, dan mengantarkan Anne kepada Judd. Demi melihat Anne, seketika Judd meras akan reaksi emosional yang sangat kuat. Begitu kuatnya perasaan itu, sehingga se lama beberapa menit dia tidak bisa menangkap apa yang dikatakan Anne. Dia ingat waktu itu dia mempersilakan pasiennya duduk dan memperkenalkan namanya. Namanya Anne Blake. Dia wanita yang sudah berumah tangga. Judd menanyakan apa kesulitany

a. Anne kelihatan ragu-ragu dan mengatakan dia tidak begitu yakin. Bahkan dia ti dak begitu yakin apakah dia punya kesulitan. Seorang dokter kawannya mengatakan bahwa Judd psikoanalis yang paling pintar. Tapi waktu Judd menanyakan siapa nama dokter itu, Anne kelihatan tersipu-sipu. Jangan-jangan Anne hanya menemukan nam anya dalam buku petunjuk telepon, pikir Judd. Judd mencoba menerangkan betapa pe nuh jadwalnya, sehingga tidak mungkin menerima pasien baru. Ditawarkannya seteng ah lusin nama psikoanajis yang cukup beken. Tapi dengan tenang Anne memaksa ingi n dirawat olehnya. Akhirnya Judd terpaksa menerima. Di luar Anne kelihatan norma l, kecuali sedikit rasa tertekan. Judd yakin bahwa problemnya relatif sederhana, mudah dipecahkan. Dia telah melanggar aturannya sendiri, yaitu menerima pasien tanpa rekomendasi dari dokter lainnya. Dia juga terpaksa menggunakan waktu makan siangnya supaya bisa memberikan perawatan kepada Anne. Selama tiga minggu Anne datang dua kali seminggu. Dari pertemuan-pertemuan ini Judd tidak mengetahui leb ih banyak daripada yang diketahuinya pada pertemuan mereka yang perta ma. Dia ha nya tahu lebih banyak tentang dirinya sendiri. Bahwa dia jatuh cinta untuk perta ma kalinya sejak Elizabeth meninggal. Pada terapi mereka yang pertama, Judd bert anya kepada Anne apakah dia mencintai suaminya. Judd merasa benci kepada dirinya sendiri karena mengharapkan jawaban tidak dari Anne. Tapi Anne menjawab, "Ya. D ia laki-laki yang baik hati dan kuat sekali." "Anda berpendapat dia merupakan pe ngganti tokoh ayah?" tanya Judd. Anne memandangi Judd dengan matanya yang ungu. "Tidak. Saya tidak mencari tokoh ayah. Di masa kanak-kanak kehidupan rumah tangg a keluarga saya sangat bahagia." "Di mana Anda dilahirkan?" "Di Revere, kota kec il dekat Boston." "Kedua orangtua Anda masih hidup?" "Ayah masih hidup. Ibu meni nggal karena serangan jantung ketika saya berumur dua belas tahun." "Apakah hubu ngan antara ayah dan ibu Anda baik?" "Ya. Mereka saling mencintai." Ini kelihata n pada dirimu, pikir Judd. Selama ini dia banyak menyaksikan rasa sakit, penyimp angan kejiwaan, dan penderitaan. Melihat Anne di situ seperti merasakan udara se gar di musim semi. "Anda punya saudara?" "Tidak. Saya anak tunggal. Anak yang ru sak karena dimanja." Anne tersenyum kepadanya. Senyumnya ramah dan terbuka, tulu s dan tanpa maksud apa-apa. Anne bercerita kepadanya bahwa dia hidup di luar neg eri bersama ayahnya, yang bekerja di Kementerian Luar Negeri. Setelah ayahnya me nikah lagi dan pindah ke California, dia bekerja di kantor PBB sebagai penerjema h. Anne fasih berbicara Prancis, Italia, dan Spanyol. Dia bertemu dengan calon s uaminya di Kepulauan Bahama ketika sedang berlibur. Calon suaminya ini punya per usahaan konstruksi. Mula-mula Anne tidak tertarik kepadanya, tapi dia seorang ya ng berpendirian teguh dan pandai membujuk. Dua bulan setelah pertemuan mereka, A nne pun menikah dengan dia. Sekarang mereka hidup berumah tangga sudah selama en am bulan. Mereka tinggal di New Jersey. Hanya itu saja yang bisa diketahui Judd mengenai diri Anne dalam enam kali kunjungan. Dia masih belum tahu sedikit pun a pa problem Anne. Dia punya hambatan emosi, yang menyebabkan dia tidak bisa membi carakannya. Judd teringat kembali kepada beberapa pertanyaan yang diajukan ke An ne pada terapi pertama. "Apakah problem Anda menyangkut suami Anda, Nyonya Blake ? Tidak ada jawaban. Apakah hubungan Anda berdua serasi, secara fisik?" "Ya." Te rsipu-sipu. "Anda punya kecurigaan suami Anda memiliki hubungan dengan wanita la in?" "Tidak." Marah. Judd kebingungan. Dicobanya memikirkan cara pendekatan terb aik untuk meruntuhkan tembok benteng pertahanannya. Dia memutuskan untuk memakai teknik tembakan beruntun: dia akan menyinggung setiap kategori pokok sampai men emukan apa yang dicarinya. "Anda bertengkar karena soal keuangan? "Tidak. Dia de rmawan sekali." "Problem dengan mertua atau saudara ipar?" "Dia yatim-piatu. Dan ayah saya tinggal di California." "Anda atau suami Anda pernah menjadi pecan-du obat bius?" "Tidak." "Anda punya kecurigaan suami Anda seorang homoseks?" Anne tertawa kecil, hangat. "Tidak." Judd terus mendesak, sebab itu memang harus dila kukannya. "Apakah Anda pernah melakukan hubungan seks dengan wanita?" "Tidak." K urang senang kepada pertanyaannya. Judd menyinggung soal minuman keras, sikap di ngin dalam hubungan seksual, kehamilan yang mungkin ditakutkannyaapa saja yang bi sa dipikirkannya. Setiap kali Anne hanya memandangi Judd dengan matanya yang cer dik, dan menggelengkan kepala. Waktu Judd mencoba terus mendesaknya, Anne berkat a, "Sabarlah dengan diri saya. Biarlah saya melakukan dengan cara saya sendiri." Dengan orang lain, Judd mungkin sudah putus asa. Tapi dia tahu bahwa dia harus menolong Anne. Dan dia harus terus bertemu dengan wanita yang menarik hatinya in

i. Judd membiarkan Anne bicara tentang bahan percakapan yang dipilihnya sendiri. Anne sudah melancong ke selusin negara dengan ayahnya, dan bertemu dengan berba gai orang yang mempesona. Pikiran Anne cerdas dan mempunyai selera humor yang ta k terduga-duga. Ternyata mereka punya selera yang sama dalam hal bacaan, musik, dan drama. Sikap Anne ramah dan hangat,tp judd tidak bisa menemukan tanda-tanda yang paling kecil sekalipun bahwa Anne juga tertarik kepadanya. Sungguh ironis. Selama bertahun-tahun bawah sadarnya mengatakan bahwa dia ingin mencari wanita y ang seperti Anne. Sekarang tiba-tiba wanita yang didambakannya tiba-tiba muncul. Tapi dia harus membantu memecahkan kesulitannya, dan mengirimkan wanita ini kem bali kepada suaminya. Kini ketika Anne masuk ke ruang prakteknya, Judd memindahk an kursinya ke dekat sofa dan menunggu sampai Anne berbaring. "Hari ini tidak," kata Anne perlahan. "Saya hanya datane untuk melihat kalau-kalau saya bisa menol ong." Judd melihat kepadanya, sesaat tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Selama d ua hari'ini emosinya sangat tegang, sehingga simpati Anne yang tak terduga-duga membuatnya terperanjat. Sambil memandang Anne Judd merasakan dorongan impuls ing in menceritakan segala-galanya yang menimpa dirinya. Ya, Judd ingin sekali mence ritakan rasa takut yang mencekamnya, tentang McGreavy dengan kecurigaannya yang sinting. Tapi Judd sadar tidak bisa berbuat begitu. Dia dokter, dan Anne pasienn ya. Masih ada yang lebih buruk daripada itu. Dia jatuh cinta kepada Anne, padaha l Anne istri orang yang bahkan tidak dikenalnya. Anne berdiri memandanginya. Jud d mengangguk, tidak berani mengatakan apa pun. "Saya sangat suka kepada Carol," kata Anne. "Mengapa orang sampai hati membunuhnya?" Apakah polisi tidak bisa men duga} pikir Judd dengan perasaan getir. Kalau saja Anne tahu! Anne memandang cur iga kepadanya. "Polisi punya beberapa teori," kata Judd. "Saya bisa memahami bag aimana perasaan Anda. Saya hanya datang untuk mengatakan bahwa saya pun ikut mer asa sedih. Bahkan saya tidak tahu pasti apakah Anda ada di kantor hari ini. "Tad inya saya memang tidak berniat membuka kantor," kata Judd. "Tapiyah, di sinilah s aya sekarang. Karena kita berdua sudah di sini, mengapa kita tidak bercakap-caka p sedikit tentang diri Anda?" Anne ragu-ragu. "Saya tidak yakin apakah masih ada yang bisa dibicarakan." Judd merasakan hatinya terlonjak. Ya, Tuhan, tolong jan gan biarkan dia mengatakan saya tidak akan melihatnya lagi. "Saya akan pergi ke Eropa dengan suami saya minggu depan." "Hebat sekali," kata Judd. "Saya kuatir s aya hanya membuang-buang waktu Anda, Dokter Stevens. Saya minta maaf." "Aduh, ja ngan minta maaf," kata Judd. Dia merasakan suaranya menjadi serak. Anne akan men inggalkannya. Tapi tentu saja Anne tidak mengetahui bagaimana perasaannya. Dia m emang kekanak-kanakan. Pikirannya sadar akan hal ini, namun hatinya merasa sakit karena Anne akan pergi. Untuk selama-lamanya. Anne membuka dompet dan mengeluar kan uang. Dia sudah biasa membayar dengan uang tunai pada setiap kunjungannya. S edangkan pasien lainnya semua membayar dengan cek. "Tidak usah," kata Judd cepat -cepat. "Anda datang ke sini sebagai sahabat. Sayamerasa berterima kasih." Judd m elakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya terhadap pasien lain. "Saya ingi n Anda datang ke sini sekali lagi," katanya. Anne memandanginya dengan tenang. " Mengapa?" Sebab aku tidak tahan berpisah denganmu begitu cepat, pikir Judd. Seba b aku tidak akan bertemu lagi dengan wanita yang seperti kau. Sebab aku ingin se kali seandainya kita bertemu dari dulu. Sebab aku cinta padamu. Judd berkata ker as-keras, "Saya rasa kita bisamembuat satu kesimpulan. Bicaralah sedikit $0: lagi untuk meyakinkan bahwa Anda benar-benar sudah bisa mengatasi kesulitan Anda." A nne tersenyum nakal. "Maksud Anda saya harus datang untuk ujian akhir?" "Kurang lebih begitu," kata Judd. "Anda mau datang?" "Kalau Anda menghendaki tentu saja saya mau datang." Anne berdiri. "Saya belum pernah memberi Anda kesempatan untuk memahami saya lebih dalam. Tapi saya tahu Anda dokter yang hebat. Kalau suatu h ari kelak saya memerlukan pertolongan, saya tentu akan datang kepada Anda." Anne mengulurkan tangannya, dan Judd menyambutnya. Jabatan tangannya erat dan hangat . Sekali lagi Judd merasakan arus getaran yang mengalir di antara mereka, tapi s angat heran karena Anne rupanya tidak merasakan apa-apa. "Saya akan menemui Anda hari Jumat," kata Judd. Judd memperhatikan Anne berjalan ke pintu samping menuj u ke gang, kemudian terperenyak ke kursi. Belum pernah dia merasa kesepian yang begitu dalam selama hidupnya. Tapi dia tidak bisa duduk berpangku tangan di situ . Peristiwa yang baru saja terjadi harus ditemukan jawabannya. Kalau McGreavy ti dak bisa menemukannya, dia sendiri yang harus menemukan, sebelum McGreavy mengha

ncurkan dirinya. Ditinjau dari sisi negatifnya, McGreavy menaruh kecurigaan bahw a dia melakukan dua pembunuhan. Padahal dia tidak bisa membuktikan bahwa dia tid ak melakukannya. Setiap saat dia bisa ditangkap. Kalau ini sampai terjadi, berar ti kehidupan profesinya akan hancur. Kini dia juga jatuh cinta kepada wanita yan g mempunyai suami, yang hanya akan ditemuinya lagi satu kali.... Judd memaksa di rinya meninjau persoalan dari sisi positifnya. Tapi dia tidak bisa menemukan sua tu apa pun. Sisa hari itu berjalan seakan dia berada di bawah air. Satu dua pasi en menyinggung-nyinggung tentang pembunuhan Carol. Tapi pasien yang keadaannya l ebih gawat hanya bisa memikirkan kesulitannya sendiri. Judd mencoba memusatkan p erhatian, tapi pikirannya terus melayang ke mana-mana. Dia terus-menerus berusah a menemukan jawaban terhadap peristiwa yang baru saja terjadi. Dia bermaksud mem utar beberapa rekaman nanti, kalau-kalau dia bisa menemukan sesuatu yang selama ini lolos dari perhatiannya. Pada pukul tujuh pasien yang terakhir sudah keluar, Judd berjalan ke lemari minuman dan menuangkan segelas scotch. Rasa minuman ker as yang tanpa campuran ini seperti menghantamnya, dan tiba-tiba dia teringat bah wa sejak pagi belum makan. Teringat akan makanan membuat Judd merasa sakit. Dia duduk terperenyak ke kursi, memikirkan kembali kedua peristiwa pembunuhan. Menur ut riwayat kasus para pasien yang ada padanya, tak seorang pun pasien yang mungk in bisa membunuh. Mungkin seorang pemeras berusaha mencuri pita rekaman. Tapi bi asanya pemeras memiliki sifat pengecut. Mereka hanya memanfaatkan kelemahan oran g lain. Seandainya Carol memergoki seorang pencuri yang mendobrak masuk dan penc uri ini membunuhnya, pembunuhan pasti dilakukan dengan cepatdengan satu pukulan. Tidak mungkin pencuri ini menyiksanya dulu. Pasti ada penjelasan lain yang lebih masuk akal. Judd duduk di kantornya lama sekali, perlahan-lahan otaknya memikir kan peristiwa yang terjadi dalam dua hari ini. Akhirnya dia menghela napas dan m enghentikan lamunannya. Dia melihat ke jam dinding dan terkejut karena malam ter nyata sudah tiba. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat saat Judd meningg alkan kantornya. Waktu dia keluar dari lobi ke jalan, angin yang sedingin es men ghantamnya. Salju sudah mulai turun lagi. Di langit salju yang seperu cabikan ka pas berputar-putar, mengaburkan segala-galanya. Kota kelihatan seperti lukisan d i atas kanvas yang catnya belum kering dan berleleran. Gedung pencakar langit da n jalan-jalan tampak seakan meleleh menjadi cairan kelabu dan putih. Sebuah papa n yang besar dan berwarna merah putih di sebuah toko di seberang Lexington Avenu e mengingatkan: KESEMPATAN BERBELANJA TINGGAL 6 HARI SEBELUM NATAL Natal. Judd c epat-cepat mengalihkan pikirannya dari Hari Natal dan mulai berjalan. Jalanan su dah lengang. Di kejauhan hanya kelihatan seorang pejalan kaki, bergegas-gegas pu lang untuk menemui istri atau kekasihnya. Judd mulai memikirkan apa gerangan yan g sedang dilakukan Anne. Mungkin dia di rumahnya, sedang membicarakan peristiwa siang tadi dengan suami tercinta. Atau mungkin mereka sudah di tempat tidur, dan .... Sudah, berhenti katanya kepada dirinya sendiri. Di jalan yang berangin tida k ada satu pun mobil yang lewat. Maka sebelum sampai ke tikungan Judd mulai meny eberang seenaknya, menuju ke garasi tempat dia memarkir mobilnya di siang hari. Waktu dia sampai di tengah jalan, dia mendengar suara di belakangnya. Serta-mert a dia menoleh. Sebuah mobil sedan besar berwarna hitam tanpa lampu meluncur ke a rahnya, rodanya slip di atas lapisan salju. Mobil sudah dekat sekali, tidak ada tiga meter jauhnya. Pemabuk tolol, pikir Judd. Mobilnya slip dan dia bisa mencel akakan dirinya sendiri. Judd melompat ke trotoar untuk menyelamatkan diri. Hidun g mobil meluncur ke arahnya, dan mobil digas. Judd sudah terlambat menyadari bah wa mobil dengan sengaja mencoba menabraknya. Yang terakhir diingatnya ialah sesu atu yang keras menghantam dadanya, dan terdengar suara keras seperti halilintar. Jalan yang gelap tiba-tiba terang-benderang oleh kembang api yang terasa meleda k dalam kepalanya. Seketika dalam saat yang singkat itu, tiba-tiba Judd mengetah ui jawaban segala-galanya. Kini dia tahu mengapa John Hanson dan Carol Roberts d ibunuh. Judd merasakan kepuasan yang luar biasa. Dia harus menceritakannya kepad a McGreavy. Kemudian cahaya ini segera padam, yang masih ada tinggal kesunyian d an kegelapan yang basah. Dari luar, markas polisi Seksi Sembilan Belas kelihatan seperti gedung sekolah bertingkat empat yang kuno dan sudah dimakan cuaca. Dind ingnya terbuat dari bata merah. Bagian depannya dilapis semen, dan bagian di baw ah atapnya putih karena kotoran burung dara beberapa generasi. Seksi Sembilan Be las bertanggung jawab atas keamanan daerah Manhattan dari 59th Streer sampai 86t

h Street, dan dari Fifth Avenue sampai ke East River. Telepon dari rumah sakit y ang melaporkan kecelakaan tabrak lari sampai ke markas polisi beberapa menit set elah pukul sepuluh. Laporan ini segera diteruskan ke kantor detektif. Malam itu Seksi Sembilan Belas sangat sibuk. Karena cuaca dingin, maka kejahatan dari jeni s pemerkosaan dan perampokan meningkat. Jalan yang lengang berubah menjadi padan g belantara yang membeku. Di situlah para penjahat menunggu mangsanya, orang yan g berjalan di daerah itu sendirian. Hampir semua detektif sedang keluar untuk me ngambil tindakan berdasarkan laporan. Kantor detektif kosong, kecuali Detektif F rank Angeli dan seorang sersan polisi. Keduanya sedang menginterogasi orang yang dicurigai melakukan pembakaran dengan sengaja. Waktu telepon berdering, Angeli yang mengangkatnya. Yang menelepon adalah perawat rumah sakit kota, yang merawat pasien korban tabrak lari. Si pasien minta bicara dengan Letnan McGreavy. McGre avy kebetulan sedang pergi ke Bagian Arsip. Ketika perawat itu menyebutkan nama pasiennya, Angeli mengatakan bahwa dia akan segera datang. Angeli sedang meletak kan telepon ketika McGreavy masuk. Angeli cepat-cepat menceritakan kepadanya ten tang laporan dari rumah sakit. "Sebaiknya kita segera pergi ke rumah sakit," kat a Angeli. "Dia bisa menunggu. Yang pertama-tama saya ingin bicara dengan kapten di seksi tempat terjadinya kecelakaan." Angeli memperhatikan McGreavy memutar no mor. Dalam hati dia bertanya-tanya apakah Kapten Bertelli mengatakan kepada McGr eavy tentang pembicaraan mereka. Percakapan Angeli dengan Kapten Bertelli singka t saja dan langsung ke pokok persoalan. "Letnan McGreavy polisi yang baik," kata Angeli waktu itu, "tapi saya rasa dia terpengaruh oleh apa yang terjadi lima ta hun yang lalu." Kapten Bertelli melihat kepadanya lama-lama dengan pandangan din gin. "Kau menuduh dia mau memfitnah Dokter Stevens?" "Saya tidak menuduhkan apa pun kepadanya, Kapten. Saya hanya berpikir sebaiknya Kapten waspada terhadap sit uasi ini." "Oke, saya akan tetap waspada." Dan percakapan mereka pun berakhir. P embicaraan telepon McGreavy memakan waktu tiga menit. Sementara itu McGreavy men g-geram-geram dan membuat catatan. Angeli berjalan mondar-mandir tidak sabar. Se puluh menit kemudian baru kedua detektif ini naik mobil dinas menuju rumah sakit . Kamar Judd di lantai enam, di ujung gang yang panjang dan berbau khas rumah sa kit. Perawat yang menelepon ke markas seksi mengantarkan kedua detektif itu ke k amar Judd. "Bagaimana keadaannya, Suster?" tanya McGreavy. "Dokter akan menerang kan kepada Anda," jawab perawat itu dengan tegas. Kemudian dia meneruskan, "Ajai b juga orang ini tidak mati. Mungkin dia menderita gegar otak, luka di bagian tu lang iga dan lengan kiri." "Apakah dia sadar?" tanya Angeli. "Ya. Kami mendapat kesulitan besar menahannya di tempat tidur." Perawat menoleh kepada McGreavy. "D ia terus-menerus mengatakan harus bertemu dengan Anda." Mereka pun masuk ke kama r pasien. Dalam kamar ada enam buah tempat tidur, berisi pasien. Perawat menunju kkan tempat tidur di sudut ruangan yang ditutup dengan tirai. McGreavy dan Angel i mendekati tempat tidur itu dan melangkah ke balik tirai. Judd berbaring di tem pat tidur, bertelekan di atas sikunya. Kepala dan bahunya bertumpu di atas banta l yang tinggi. Mukanya pucat, dan ada perban lebar pada dahinya. Lengan kirinya disandang dengan kain yang berwarna putih. McGreavy bicara. "Saya dengar Anda me ndapat kecelakaan." "Ini bukan kecelakaan," kata Judd. "Ada orang yang mencoba m embunuh saya." Suaranya lemah dan bergetar. "Siapa?" tanya Angeli. "Saya tidak t ahu, tapi semua cocok." Dia menoleh kepada McGreavy. "Pembunuh-pembunuh itu tida k mengejar John Hanson atau Carol. Sayalah yang mereka inginkan." McGreavy meman danginya keheranan. "Mengapa Anda berpendapat begitu?" "Hanson terbunuh karena d ia memakai jas hujan saya yang berwarna kuning. Mereka pasti melihat saya masuk ke gedung memakai jas hujan itu. Ketika Hanson keluar memakai jas hujan saya, me reka mengira bahwa Hanson adalah saya." "Itu mungkin," kata Angeli, "Tentu," kat a McGreavy. Dia menoleh kepada Judd. "Dan setelah tahu bahwa mereka salah membun uh orang lain, mereka masuk ke kantor. Pakaian Anda dibuka dan mereka tahu bahwa Anda sebenarnya gadis kecil berkulit hitam. Maka mereka marah sekali sehingga m enyiksa Anda sampai mati." "Carol dibunuh karena mereka menemukan dia di sana ke tika datang untuk membunuh saya," kata Judd. McGreavy memasukkan tangannya ke sa ku mantel dan mengeluarkan catatan. "Saya telah bicara dengan kapten polisi di s eksi tempat terjadinya kecelakaan." "Itu bukan kecelakaan." "Menurut laporan pol isi, Anda berjalan seenaknya." Judd melihat kepadanya. "Berjalan seenaknya?" Dia mengulangi dengan suara lemah. "Anda berjalan di tengah jalan, Dokter." "Tidak

ada mobil satu pun, jadi saya...." "Ada sebuah mobil," McGreavy memberi koreksi. "Hanya Anda tidak melihat saja. Waktu itu hujan salju dan orang hampir tidak bi sa melihat sama sekali. Anda tiba-tiba saja berada di tengah jalan. Sopir mengin jak rem, mobil slip dan meluncur terus sehingga menabrak Anda. Kemudian dia pani k dan kabur." "Bukan begitu kejadiannya, dan lampu depan mobil tidak dinyalakan. " "Dan Anda berpendapat bahwa itu merupakan bukti bahwasanya orang yang mengemud ikan mobil inilah yang membunuh Hanson dan Carol Roberts?" "Ada orang berusaha m embunuh saya," Judd mengulangi dengan keras kepala. McGreavy menggelengkan kepal a. "Itu tidak ada gunanya, Dokter." "Apa yang tidak ada gunanya?" tanya Judd. ." Anda benar-benar mengira saya akan mulai mencari-cari pembunuh khayalan sementar a Anda mengalihkan pandangan orang dari diri Anda .sendiri?" Nada suara McGreavy tiba-tiba berubah keras. "Anda tahu bahwa resepsionis Anda hamil?" Judd memejam kan mata dan meletakkan kepalanya ke bantal kembali. Jadi itulah yang ingin dika takan Carol kepadanya. Tadinya dia juga sudah setengah menduga. Dan kini McGreav y mengira.... Dia membuka matanya. "Tidak," katanya lemah. "Saya tidak tahu." Ke pala Judd mulai berdenyut-denyut lagi. Rasa sakitnya datang kembali. Dia menelan ludah untuk melawan rasa pusing yang akan menelannya. Ingin sekali dia menekan bel untuk memanggil perawat, tapi dia tidak ingin memberikan kepuasan kepada McG reavy. "Saya sudah memeriksa semua arsip," kata McGreavy. "Apa yang akan Anda ka takan kalau saya bilang bahwa resepsionis Anda yang manis dan sedang hamil dulu menjadi pelacur sebelum bekerja pada Anda?" Kepala Judd rasanya semakin berdenyu t-denyut, sakitnya kian tak tertahankan. "Apakah Anda tahu itu, Dokter Stevens? Anda tidak perlu menjawab. Saya yang akan menolong Anda menjawab pertanyaan saya . Anda tahu, sebab Anda sendiri yang mengambilnya dari ruang pengadilan empat ta hun yang lalu. Waktu itu dia ditangkap karena tuduhan menjual diri. Nah, bukanka h itu agak keterlaluan? Seorang dokter yang terhormat menyewa pelacur sebagai re sepsionis di kantor kelas tinggi?" "Tak seorang pun dilahirkan sebagai pelacur," kata Judd. "Saya berusaha menolong memberi kesempatan hidup kepada anak berumur enam belas tahun." "Dan di samping itu punya piaraan gadis kulit hitam?" "Kau b angsat berpikiran busuk!" McGreavy tertawa dengan sinis. "Ke mana Anda membawa C arol setelah memungutnya dari pengadilan di waktu malam?" "Ke apartemen saya." " Dan dia tidur di sana?" "Ya." McGreavy meringis. "Anda hebat benar! Anda mengamb il seorang pelacur muda yang cantik dari pengadilan dan mengajaknya bermalam di apartemen Anda. Apa yang Anda cari-teman main catur? Kalau benar Anda tidak tidu r dengan dia, kemungkinan besar Anda homoseks. "Selanjutnya coba tebak siapa yan g berhubung89 an dengan Anda? Ini tepat sekali. John Hanson. Sedangkan kalau And a tidur dengan Carol, kemungkinan besar Anda tidur terus dengan dia sampai akhir nya dia hamil. "Dan sekarang Anda berani berbohong dan menceritakan dongeng tent ang orang gila yang menabrak Anda dan kabur, dan berkeliling ke mana-mana membun uhi orang?" McGreavy berbalik dan meninggalkan ruangan, mukanya merah karena mar ah. Angeli memperhatikan Judd, kelihatan cemas. "Anda tidak apa-apa?" "Anda haru s menolong saya," kata Judd. "Ada orang berusaha membunuh saya." Suaranya terden gar seperti ratapan di telinganya. "Siapa yang mungkin punya motif untuk membunu h Anda, Dokter?" "Saya tidak tahu." "Anda punya musuh?" "Tidak." "Anda pernah ti dur dengan istri orang, atau gadis yang punya pacar?" Judd menggeleng, dan seket ika menyesal karena melakukan gerakan ini, "Adakah warisan dalam keluarga Andaseh ingga kerabat yang ingin mendapat warisan ini mungkin berniat menyingkirkan Anda ?" "Tidak." Angeli menghela napas. "Baiklah. Jadi tidak ada motif yang memungkin kan orang ingin membunuh Anda. Bagaimana tentang pasien Anda? Saya rasa sebaikny a Anda memberikan daftarnya kepada kami, supaya mereka bisa kami cek." "Saya tid ak bisa berbuat begitu." "Yang saya minta hanya nama mereka." "Menyesal sekali," Judd sudah mulai mendapat kesulitan untuk bicara. "Seandainya saya dokter gigi atau dokter spesialis kaki mungkin saya bisa memberikan daftar nama pasien kepad a Anda. Tapi tidakkah Anda tahu? Pasien saya semuanya orang yang punya problem k ejiwaan. Hampir semuanya problem yang serius. Kalau Anda mulai menginterogasi me reka, bukan hanya mereka yang Anda hancurkan. Anda juga menghancurkan kepercayaa n mereka terhadap saya. Saya tidak akan bisa merawat mereka lagi. Saya tidak bis a memberikan daftar nama mereka." Judd terbaring lemas, kehabisan tenaga. Bebe r apa saat lamanya Angeli memandangi Judd sambil berdiam diri. Kemudian dia bertan ya, "Apa istilah bagi orang yang mengira bahwa semua orang akan membunuhnya?" "P

aranoid," jawab Judd. Dia melihat perasaan yang terpancar dari air muka Angeli. "Anda tidak mengira saya...." "Bayangkan seandainya Anda adalah saya," kata Ange li. "Seandainya saya berbaring di situ sekarang, berbicara seperti Anda, dan And a dokter saya. Apa kesimpulan yang akan Anda tarik?" Judd memejamkan mata karena rasa sakit yang luar biasa pada kepalanya. Didengarnya suara Angeli yang meneru skan bicara, "Saya ditunggu McGreavy." Judd membuka matanya. "Tunggu____Beri say a kesempatan untuk membuktikan bahwa saya tidak bohong." "Bagaimana?" "Siapa pun yang mencoba membunuh saya pasti akan mencoba lagi. Saya ingin ada orang yang m enemani saya. Jadi kalau mereka mencoba lagi, dia bisa menangkap mereka." Angeli memandangi Judd."Dokter Stevens, kalau benar-benar ada orang yang ingin membunu h Anda, semua polisi di dunia takkan bisa mencegahnya. Kalau mereka tidak bisa m embunuh Anda sekarang, mereka akan berhasil membunuh Anda besok pagi. Kalau mere ka tidak berhasil membunuh Anda di sini, mereka akan bisa membunuh Anda di tempa t lain. Tidak peduli Anda raja atau presiden, atau hanya orang biasa. Benang keh idupan sangat kecil. Untuk memutuskannya hanya dibutuhkan waktu sedetik." "Tidak adasama sekali tidak ada yang bisa Anda lakukan?" "Saya bisa memberi Anda sediki t nasihat. Gantilah kunci pintu apartemen Anda. Periksa setiap jendela apakah se mua sudah dikunci dengan semestinya. Jangan memasukkan siapa pun ke dalam aparte men, kecuali kalau Anda kenal baik dengan orang itu. Jangan menerima tukang anta r barang, kecuali kalau Anda sendiri merasa memesan sesuatu." Judd mengangguk, t enggorokannya' kering dan sakit. "Di gedung apartemen Anda ada pintu dan operato r lift," Angeli meneruskan. "Apakah Anda bisa mempercayai mereka?" "Penjaga pint u sudah bekerja di situ selama sepuluh tahun. Operator lift bekerja di situ dela pan tahun. Saya percaya penuh kepada mereka." Angeli mengangguk-angguk. "Bagus," katanya. "Mintalah agar mereka selalu waspada. Kalau mereka selalu waspada, ora ng luar sulit bisa menyelinap ke apartemen Anda. Bagaimana tentang kantor Anda? Apakah Anda akan memakai resepsionis baru?" Judd membayangkan seandainya seorang asing duduk menghadapi meja tulis Carol, duduk di kursinya. Dia merasakan kemar ahannya bangkit. "Dalam waktu dekat tidak." "Anda bisa mempekerjakan resepsionis laki-laki," kata Angeli. "Akan saya pikirkan." Angeli berbalik akan pergi, kemu dian berhenti. "Saya punya gagasan," katanya ragu-ragu. "Tapi ini hanya untung-u ntungan." "Apa?" Judd kesal karena suaranya penuh semangat. "Orang yang membunuh pamer McGreavy yang dulu...." "Ziffren." "Dia benar-benar gila?" "Ya. Dia dikir im ke Rumah Sakit Matteawan yang khusus untuk penjahat berpenyakit jiwa." "Mungk in dia menyalahkan Anda karena menyebabkannya dikirim ke sana. Saya akan mengece k tentang dirinya. Hanya untuk meyakinkan bahwa ia tidak melarikan diri atau sud ah dibebaskan. Telepon saya besok pagi-pagi." "Terima kasih kata Judd dengan gem bira. "Itu sudah menjadi tugas saya. Seandainya nanti ternyata Anda sendiri yang melakukan pembunuhan, saya akan membantu McGreavy menangkap Anda." Angeli berba lik lagi akan pergi. Tapi dia berhenti sejenak. "Jangan katakan kepada McGreavy bahwa saya mengecek Ziffren untuk membantu Anda." 'Tidak." Mereka saling terseny um. Angeli pergi. Judd sendirian lagi. Kalau tadi pagi situasinya sangat buruk, sekarang bahkan jauh lebih buruk lagi. Judd sadar bahwa sebenarnya pagi ini juga dia bisa ditangkap karena dicurigai melakukan pembunuhantapi ternyata ini tidak terjadi, yang disebabkan oleh sifat McGreavy. McGreavy ingin membalas dendam, sa ngat ingin membalas dendam. Maka dia sabar menunggu sampai mendapat bukti yang t erakhir. Mungkinkah peristiwa tabrak lari yang dialaminya hanya kecelakaan belak a? Ketika itu memang jalan berlapis salju dan sangat licin. Secara kebetulan mob il sedan ini bisa slip dan meluncur ke arahnya. Tapi kalau memang hanya kecelaka an, mengapa lampu depan mobil tidak dinyalakan? Dan dari mana mobil yang datang secara begitu tiba-tiba? Kini Judd yakin benar bahwa dirinya diincar oleh pembun uhdan pembunuh ini. akan mencoba lagi. Dengan kesimpulan ini, dia terlelap tidur. Keesokan harinya pagi-pagi benar Peter dan Norah Hadley datang ke rumah sakit u ntuk menengok Judd. Mereka mengetahui kecelakaan yang menimpa sahabatnya dari be rita pagi. Umur Peter sebaya dengan Judd, tapi badannya lebih kecil daripada Jud d dan kurus sekali. Mereka berasal dari kota yang sama di Nebraska, dan sekolah kedokteran bersama-sama. Norah seorang wanita Inggris. Rambutnya pirang, dan pay udaranya agak terlalu besar untuk tinggi badannya yang satu meter enam puluh. Si fat Norah periang dan menyenangkan. Setelah bercakap-cakap selama lima menit den gan dia, orang akan merasa bahwa mereka seperti sudah lama saling mengenal. "Rup

amu mengerikan sekali," kata Peter, sambil memperhatikan Judd dengan cermat. "It u yang saya sukai, Dokter. Sikap seorang dokter sejati terhadap pasien." Pusing kepala Judd hampir hilang sama sekali. Rasa sakit pada tubuhnya juga sudah berku rang, yang tertinggal hanya rasa pegal-pegal. Norah mengulurkan seikat bunga. "K ami membawakanmu bunga. Sayang," katanya. "Kasihan sekali, anak yang baik." Nora h mencium pipinya. "Bagaimana terjadinya?** tanya Peter. Judd ragu-ragu. "Ini ke celakaan tabrak lari." "Kau mendapat kecelakaan beruntun, bukan? Saya sudah memb aca tentang Carol. Kasihan." "Mengerikan sekali," kata Norah. "Saya suka sekali kepadanya." Judd merasakan tenggorokannya seperti tercekik. "Saya juga." "Apakah ada kemungkinan bangsat yang melakukannya bisa ditangkap?" tanya Peter. "Mereka sedang berusaha." ''Dalam koran pagi disebutkan bahwa Letnan McGreavy hampir bi sa menahan pelakunya. Kau tahu tentang hal itu?" "Sedikit," jawab Judd ringkas. "McGreavy selalu mengupayakan agar aku bisa mengikuti perkembangannya." "Kau tid ak akan tahu betapa hebatnya polisi sebelum kau benar-benar membutuhkan mereka," kata Norah. "Dokter Harris mengizinkan saya melihat hasil Rontgenmu. Beberapa l uka memar yang cukup parahtapi tidak ada kemungkinan gegar otak. Satu dua hari la gi kau sudah bisa keluar dari sini." Tapi Judd tahu bahwa dia tidak boleh membua ng-buang waktu. Selama setengah jam mereka mengobrol mengenai hal-hal yang ringa n-ringan. Mereka hati-hati sekali supaya tidak menyinggung-nyinggung ke-matian C arol Roberts. Peter dan Norah tidak tahu bahwa John Hanson pasien Judd. Karena a lasannya sendiri, McGreavy merahasiakan bagian cerita ini supaya tidak bocor kep ada pers. mengkhayalkan memiliki kebencian terhadap di-rinya. Yang mungkin bisa masuk ke dalam k ategon mi hanya dua orang, yaitu Harrison Burke dan Amos Ziffre n, orang yang membunuh pamer McGrea-vy. Kalau Burke mempunyai alibi, maka dia ak an memusatkan perhatiannya kepada Ziffren. Tekanan jiwa yang dideritanya sedikit demi sedikit mulai berkurang. Dia merasa bahwa dia harus melakukan sesuatu. Tib a-tiba dia merasa tidak sabar lagi ingin segera meninggalkan rumah sakit. Dia pu n menekan bel untuk memanggil perawat. Kepada perawat dia mengatakan ingin berte mu dengan Dokter Harris. Sepuluh menit kemudian Dokter Harris masuk ke kamarnya. Dokter Seymour Harris bertubuh kecil, dengan mata berwarna biru yang bersinar-s inar dan beberapa helai rambut hitam mencuat di pelipisnya. Judd mengenal dia su dah lama, dan sangat menghormatinya. "Nah! Sang Putri Tidur sudah bangun. Keadaa nmu buruk sekali." jud sudah bosan mendengar pertanyaan semacam itu Mengapa tida k istirahat dulu di sini beberapa hari? Akan saya kirim beberapa orang perawat s exy untuk menemanimu." "Terima kasih, Seymour. Saya benar-benar harus segera men inggalkan tempat ini." Dokter Harris menghela napas. "Oke. Kau seorang dokter. K alau saya sendiri, saya tidak akan membiarkan kucing saya berkeliaran kalau kead aannya seperti kau." Dia memandangi Judd dengan tajam. "Ada sesuatu yang bisa sa ya lakukan untuk membantumu?" Judd menggeleng. "Akan saya suruh Miss Bedpan meng ambilkan pakai an m u." Tiga pulu|i menit kemudian gadis dari bagian penerima ta mu memanggilkan taksi untuknya. Dan pada pukul sepuluh lima belas, Judd sudah be rada di kantornya. 6 Pasiennya yang pertama, Teri Washburn sudah menunggu di gan g. Dua puluh tahun yang lalu Teri merupakan salah seorang bintang film terbesar di Hollywood. Dalam sekejap mata kariernya jatuh, kemudian dia menikah dengan se orang penebang pohon dari Oregon dan menghilang. Sampai sekarang Teri sudah meni kah lima atau enam kali. Kini dia tinggal di New York dengan suaminya yang terak hir, seorang importir. Ketika Judd berjalan di gang, Teri melihat kepadanya deng an marah. "Wah...," katanya. Tapi Teri tidak jadi meneruskan kata-katanya setela h melihat muka Judd. "Kau kelihatan babak belur seperti habis dipukuli orang." " Hanya kecelakaan kecil. Maaf saya terlambat." Dia membuka pintu dengan kunci dan mempersilakan Teri masuk ke kantor resepsionis. Meja tulis dan kursi Carol yang kosong segera menyita pandangannya. "Saya membaca tentang Carol," kata Teri. Su aranya kedengaran tajam. "Apakah itu pembunuhan karena seks?" "Bukan," kata Judd pendek. Dia membuka pintu menuju ke ruang prakteknya. "Beri saya waktu sepuluh menit." Judd masuk ke ruang prakteknya. Setelah melihat daftar pasiennya untuk h ari itu, dia mulai memutar nomor telepon. Pertemuannya dengan pasien yang lain a kan dibatalkan. Tapi dia hanya bisa menghubungi tiga orang pasien. Dada dan tang annya terasa sakit setiap kali dia bergerak, dan kepalanya mulai berdenyut-denyu t lagi. Dari laci diambilnya dua butir Darvan, kemudian ditelannya dengan segela s air. Lalu dia berjalan ke pintu menuju ruang resepsionis. Pintu dibuka, dan Te

ri dipersilakan masuk. Dikuatkan-nya hatinya untuk menyingkirkan segala-galanya dari pikirannya selama lima puluh menit ini, kecuali problem pasiennya. Teri ber baring di sofa dengan rok tersibak ke atas, dan mulai bicara. Dua puluh tahun ya ng lalu Teri Washburn adalah wanita yang sangat menggiurkan. Bahkan sekarang pun tanda-tanda bekas kecantikannya masih nampak. Matanya lebar, lembut, dan memanc arkan pandangan polos. Di sekeliling mulutnya yang lembut mulai kelihatan keruta n-kerutan, namun kelihatan tetap indah. Buah dadanya masih bulat dan kencang di balik biusnya yang ketat. Judd menduga Teri mendapat suntik? an silikon, tapi di a masih menunggu Teri mencer^ takannya sendiri. Bagian tubuhnya yang lain ,uga m asih bagus, dan bentuk kakinya benar-benar indah. Hampir semua pasien wanita Jud d merasa bahwa mereka mencintainya. Tapi itu sudah biasa, hubungan pasiendokter y ang bisa berubah menjadi hubungan pasienpelindungkekasih. Walaupun demikian kasus Teri lain lagi. Sejak detik pertama dia masuk ke ruang praktek Judd, Teri berusa ha membuat affair cinta dengan dokter yang tampan ini. Teri berusaha merayu Judd dengan segala macam cara, dan dalam hal ini dia seorang yang ahli. Akhirnya Jud d memberinya peringatan, kalau Teri tidak bisa menjaga tingkah lakunya dia akan dikirim kepada dokter lain. Sejak itu sikap Teri berubah menjadi baik. Tapi dia terus berusaha mempelajari watak Judd, berusaha menemukan titik kelemahannya. Du lu seorang dokter Inggris mengirimkan Teri kepadanya, setelah terjadi skandal ti ngkat internasional yang sangat buruk di Antibes. Seorang kolumnis gosip Prancis menuduh Teri berakhir pekan dengan raja kapal Yunani yang terkenal di kapal pes iarnya, dan ketika raja kapal yang menjadi tunangannya ini terbang ke Roma untuk urusan bisnis, Teri tidur dengan ketiga saudara laki-lakinya. Cerita ini segera dipetieskan. Si kolumnis mencabut tulisannya, dan kemudian dipecat dengan diamdiam. Pada terapi yang pertama dengan Judd, Teri membuat bahwa cerita itu memang benar-benar terjadi. "Rasanya ajaib sekali," kata Teri ketika itu. "Saya merasa selalu membutuhkan seks setiap saat. Saya tidak pernah merasa puas." Dia menggo sok-gosok pahanya dan makin menaikkan roknya, sambil melihat kepada Judd dengan pandangan polos. "Kau tahu apa yang saya maksudkan, Sayang?" tanyanya. Sejak kun jungannya yang pertama, banyak sekali yang diketahui Judd mengenai diri Teri. Di a berasal dari sebuah kota tambang kecil di Pennsylvania. "Ayah saya orang Polan dia yang bodoh. Dia bersenang-senang dengan minuman keras murah-an setiap malam Minggu dan memukuli ibu saya tanpa mengenal belas kasihan." Ketika berumur tiga belas tahun Teri sudah memiliki tubuh seorang wanita dewasa dan wajah secantik b idadari. Dia tahu, bahwa dia bisa mendapat uang dengan pergi ke balik penggalian bersama pekerja tambang. Akhirnya ayah Teri mengetahui hal ini. .Dia masuk ke p ondoknya sambil berteriak-teriak dalam bahasa Polandia, dan menyuruh ibu Teri ke luar. Pintu dikuncinya, dan dengan ikat pinggang dia mulai memukuli Teri. Setela h puas memukuli, Teri i diperiksanya* . untid nuwu Judd memperhatikan Teri ketik a dia berbaring sambil menceritakan riwayatnya itu, wajahnya hampa dari perasaan ............... ....^..-w i^^ii "Itulah terakhir kalinya saya meiibpfcAyabrdan; Ibu." "Kau melarikan diri?" tanya Judd. Teri memutar badannya di atas sofa terke jut. "Apa?" "Setelah kau diperkosa ayahmu...." "Melarikan diri?" kata Teri. Dia mendongak-kan kepalanya dan tertawa gelak-gelak. "Saya merasa senang. Saya terpa ksa pergi karena diusir flm." Judd mulai menyetel tape recorder untuk merekam pe mbicaraan. "Apa yang ingin kaubica-rakan?" Dia bertanya. "Persetubuhan," kata Te ri. "Mengapa kita tidak menganalisa jiwamu saja dan menyelidiki mengapa kau begi tu jujur." Judd tidak mengacuhkan kata-kata Teri. "Mengapa kau berpendapat bahwa kematian Carol mungkin ada hubungannya dengan soal seks?" "Sebab segala hal men gingatkan saya kepada seks, Manis." Teri menggeliat dan roknya naik makin tinggi . "Turunkan rokmu, Teri." Teri memandanginya dengan mata tidak berdosa. "Maaf... . Sayang sekali kau tidak ikut pesta ulang tahun yang hebat pada malam Minggu, D ok." "Coba ceritakan." Teri ragu-ragu, dan suaranya mengandung kesedihan yang ti dak seperti biasanya. "Kau tidak akan benci kepada saya?" "Saya sudah mengatakan kau tidak perlu minta persetujuan kepada saya. Persetujuan yang kaubu-tuhkan ha nya dari dirimu sendiri. Benar atau salah hanyalah aturan yang kita buat sendiri , supaya kita bisa ambil bagian dalam permainan bersama orang lain. Tanpa aturan , takkan ada permainan. Tapi jangan lupaaturan hanya buatan manusia." Sejenak sun yi. Kemudian Teri berbicara. "Pestanya sungguh meriah. Suami saya mendatangkan b and." Judd menunggu. Teri memutar badannya untuk melihat kepadanya. "Kau yakin t

idak akan kehilangan penghargaan terhadap saya?" "Saya ingin menolongmu. Kita se mua pernah melakukan perbuatan yang memalukan. Tapi itu bukan merupakan bukti ba hwa kita akan terus berbuat begitu." Teri memperhatikan Judd sebentar, kemudian berbaring di sofa. "Apakah saya pernah menceritakan bahwa saya curiga suami saya , Harry, impoten?" "Ya," jawab Judd. Teri terus-menerus menceritakan soal ini. " Dia belum pernah benar-benar melakukannya sejak kami menikah. Dia selalu mengemu kakan dalih.... Yah" Mulutnya dikerutkan dengan perasaan sedih. "Nah... pada mala m Minggu itu saya bersetubuh dengan anak-anak band sementara Harry melihat." Ter i mulai menangis. ,. Judd memberikan sehelai tisu dan tetap duduJ* memperhatikan Ten. Tidak ada orang yang pernah memberikan sesuatu kepada Teri tanpa meminta i mbalan yang berlipat ganda sesudahnya. Waktu mula-mula pergi ke Hollywood, Teri bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran drive-in. Upahnya sebagian besar dipa kai untuk membayar les drama picisan. Seminggu kemudian pelatihnya mengajak Teri tinggal bersamanya- Teri disuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan lat ihan diberikan kepadanya di tempat tidur. Beberapa minggu kemudian Teri sadar ba hwa dia takkan mendapat peranan dalam drama mana pun juga. Maka pelatih drama in i ditinggalkannya, dan dia bekerja sebagai kasir di toko obat dalam sebuah hotel di Beverly Hills. Seorang direktur perfilman muncul pada malam Natal untuk memb elikan hadiah bagi istrinya. Dia memberikan kartu nama kepada Teri dan menyuruh dia agar meneleponnya. Seminggu kemudian Teri mengikuti tes untuk main film. Dia sangat kikuk dan tidak terlatih, tapi punya tiga hal yang menguntungkan baginya . Wajah dan tubuhnya sensasional, kamera menyukainya, dan direktur studio memeli haranya., Pada tahun pertama Teri Washburn muncul dalam peranan kecil pada selus in film. Dia mulai mendapat surat penggemar. Peranannya semakin besar. Pada akhi r tahun pelindungnya meninggal karena.serangan gantung, dan Teri takut jangan-ja ngan, studio memecatnya. Tapi ternyata direktur yang baru memanggilnya, dan meng atakan bahwa dia punya rencana besar untuknya. Dia mendapat kontrak baru, kenaik an gaji, dan apartemen yang lebih besar dengan kamar tidur mewah. Lama-lama Teri bisa berperan dalam film kelas B. Karena filmnya laris, maka akhirnya Teri Wash burn mulai membintangi film kelas A. Semua ini sudah lama berselang. Kini Judd m erasa kasihan kepada Teri yang sedang berbaring di sofa, berusaha menahan sedu-s edannya. "Kau mau minum?'* tanya Judd. "Tid-dak," kata Teri. "Saya tidak apa-apa ." Dia mengeluarkan saputangan dari dalam tasnya dan membersitkan hidungnya. "Ma af," katanya, "saya bertingkah seperti orang tolol." Dia bangkit dan duduk di so fa. Judd tetap duduk sambil berdiam diri, menunggu Teri bisa menguasai perasaann ya. "Mengapa saya menikah dengan orang-orang seperti Harry?" "Itu pertanyaan yan g sangat penting. Kau punya gagasan apa sebabnya?" "Mana saya tahu?" teriak Teri . "Kau psikiater. Kalau saya tahu mereka begitu, tentunya kau tahu saya tidak ak an menikah dengan mereka, bukan?" "Bagaimana pendapatmu?" Teri terbelalak, terke jut dengan pertanyaan itu. "Jadi kau tetap mengira saya akan mau?" Dia berdiri d engan muka menunjukkan kemarahan. "Kau anjing busuk! Kaukira saya senang bewetubuh dengan anak-anak band?" "Kau senang?" Dengan kemarahan menyala-nyala Teri me ng- I angkat sebuah tempat bunga, dan dilemparkannya kepada Judd. Tempat bunga i tu hancur menghantam meja. "Itu cukup sebagai jawaban?" "Tidak. Harga pot itu du a ratus dollar. Saya akan memasukkannya ke dalam rekeningmu." Teri memandangi Ju dd dengan rasa tidak berdaya. "Apakah saya benar-benar menye-nanginya?" bisiknya . "Katakan saja." Suara Teri bahkan makin pelan. "Saya pasti sakit," katanya. "Y a, Tuhan, saya sakit. Tolonglah saya, Judd. Tolonglah saya!" Judd berjalan mengh ampirinya. "Kau harus membantu saya untuk memberikan pertolongan kepadamu." Teri mengangguk, membisu. "Sekarang saya ingin kau pulang. Pikirkanlah bagaimana per asaanmu, Teri. Bukan waktu kau melakukan hal-hal itu, tapi sebelumnya. Pikirkan mengapa kau ingin melakukannya. Setelah kau mendapatkan jawabannya, kau akan mem ahami banyak sekali tentang dirimu. Teri melihat kepada Judd sesaat, kemudian ke tegangan wajahnya mengendur. Dia mengeluarkan saputangan dan membersit hidungnya lagi. ".Kau orang yang hebat, Charlie Brown," katanya. Dia mengambil dompet dan sarung tangannya. "Sampai jumpa lagi minggu depan." "Ya," kata Judd. "Sampai ju mpa lagi minggu depan." Dia membuka pintu ke gang, dan Teri keluar. Judd tahu ja waban untuk problem Teri, tapi membiarkan saja agar Teri bisa menemukannya sendi ri. Teri harus tahu bahwa dia tidak bisa membeli cinta, bahwa cinta harus diberi kan secara sukarela. Dan dia takkan bisa menerima kenyataan bahwa cinta bisa dib

erikan secara sukarela sebelum yakin bahwa dirinya pantas menerima cinta itu. Se belum hal itu dia mengerti, Teri akan terus berusaha membeli cinta dengan satu-s atunya alat pembayar yang dia miliki: tubuhnya. Judd bisa memahami penderitaan y ang dirasakan Teri, rasa putus asa dan kebencian kepada diri sendiri. Judd sanga t kasihan kepadanya. Tapi satu-satunya cara untuk menolong Teri hanyalah dengan bersikap resmi dan tidak terlalu akrab. Dia tahu bahwa bagi semua pasien dia sep erti orang yang sombong, jauh dari kesulitan mereka, dan memakai kebijaksanaan d ari kahyangan. Tapi ini adalah bagian yang vital untuk kepentingan terapi. Sedan gkan pada- kenyataannya, Judd sangat prihatin memikirkan problem semua pasiennya . Mereka pasti akan merasa takjub kalau tahu bahwa iblis yang mengejar-ngejar me reka sering kali muncul dalam mimpi buruk Judd sendiri. Sebelum menjadi psikoana lis, Judd harus berpraktek dulu selama dua tahun sebagai psikiater. Selama enam bulan pertama dalam prakteknya ini j Judd terus-menerus menderita sakit kepala. Se- ] mua gejala yang diderita pasiennya dialaminya 1 sendiri. Setelah hampir se tahun berlalu, barulah 3 dia bisa belajar menyalurkan dan mengontrol < emosinya. Setelah menyimpan rekaman Teri Washburn : dan menguncinya, Judd segera mulai me mikirkan kesulitannya sendiri. Dia berjalan menghampiri telepon dan menghubungi bagian informasi. Ditanyakannya nomor telepon markas polisi Seksi Sembilan Belas . Operator telepon menghubungkannya dengan Kantor Detektif. Judd mendengar suara bas McGreavy di telepon. "Letnan McGreavy." "Tolong sambungkan dengan Detektif Angeli." "Tunggu sebentar." Judd mendengar suara gemeretak waktu McGreavy meleta kkan telepon di meja. Sesaat kemudian terdengar suara Angeli. "Detektif Angeli." "Di sini Judd Stevens, Saya ingin tahu apakah Anda sudah mendapat informasi." S esaat terasa ada keragu-raguan. "Saya sudah mengecek," kata Angeli dengan hati-h ati. "Anda hanya perlu menjawab dengan 'ya' atau 'tidak'." Hati Judd berdebar-de bar. Rasanya berat benar untuk mengajukan pertanyaan berikutnya. "Apakah Ziffren masih di Matteawan?" Rasanya lama sekali baru Angeli menjawab. "Ya. Dia masih d i sana." .'"iifcfeii Gelombang kekecewaan melanda Judd. "Oh. Begitu." "Menyesal s ekali." "Terima kasih," kata Judd. Perlahan-lahan dia meletakkan telepon. Jadi k emungkinan yang masih ada tinggal Harrison Burke. Harrison Burke, penderita para noid yang sudah parah dan yakin bahwa semua orang akan membunuhnya. Apakah Burke memutuskan untuk mengambil tindakan lebih aulu? John Hanson meninggalkan ruang praktek Judd pukul sepuluh lima puluh menit pada hari Senin, dan dibunuh beberap a menit kemudian. Judd harus menyelidiki apakah pada saat yang sama Harrison Bur ke pun berada di kantornya. Dia mencari nomor telepon kantor Burke, kemudian mem utar telepon. "International Steel." Suara yang mengangkat teleponnya kedengaran jauh, resmi, dan otomatis. "Tolong hubungkan saya dengan Tuan Harrison Burke." "Tuan Harrison Burke.... Silakan tunggu sebentar...." Judd berharap yang mengang kat teleponnya adalah sekretaris Burke. Tapi kalau sekretarisnya kebetulan sedan g keluar sebentar dan Burke sendiri yang mengangkat telepon itu.... "Kantor Tuan Burke." Yang menjawab suara wanita. , . . , " "Ini Dokter Judd Stevens. Bisakah Anda memberi saya sedikit keterangan?" "Oh, ya, Dokter Stevens!" Suaranya terde ngar 1 mengandung rasa lega, bercampur dengan kese- J dihan. Dia pasti tahu bahw a Judd adalah psikoa-1 nalis yang merawat Burke. Apakah gadis ini 1 mengharapkan sekali pertolongannya? Apa yang j dilakukan Burke sehingga sekretarisnya merasa tidak senang? "Ini tentang rekening Tuan Burke...." Judd memulai. "Rekeningnya? " Si sekretaris kedengaran terperanjat. Judd cepat-cepat meneruskan. "Resepsioni s sayasudah tidak di sini lagi, dan saya mencoba membereskan pembukuan. Saya meli hat ada rekening atas nama Tuan Burke untuk pertemuan pukul setengah sepuluh har i Senin yang lalu. Tolong Anda periksa agendanya untuk hari itu." 'Tunggu sebent ar," kata si sekretaris. Sekarang suaranya mengandung rasa tidak senang. Judd bi sa membaca pikirannya. Majikannya terancam penyakit gila, dan dokternya hanya me ngejar uang saja. Beberapa menit kemudian sekretaris Burke bicara lagi. "Saya ku atir resepsionis Anda membuat kekeliruan, Dokter Stevens," katanya pedas. "Tuan Burke tidak mungkin datang ke kantor Anda pada hari Senin pagi." "Anda yakin?" d esak Judd. "Pada buku resepsionis saya tertulissembilan tiga puluh sampai...." "S aya tidak peduli apa yang tertulis di bukunya, Dokter." Sekarang dia benar-benar marah, kesal karena Judd keras kepala. "Pada hari Senin itu Tuan Burke rapat st af sepanjang hari. Rapat mulai pukul delapan." "Apakah tidak mungkin dia meningg alkan rapat barang satu jam?" "Tidak, Dokter," jawab sekretaris Burke. "Tuan Bur

ke tidak pernah meninggalkan kantornya di siang hari." Suaranya mengandung tuduh an. Kau tidak tahu bahwa dia sakit? Apa yang kaulakukan untuk menolongnya} "Perl u saya sampaikan kepada Tuan Burke bahwa Anda menelepon?" "Tidak perlu," kata Ju dd. "Terima kasih." Dia ingin menambahkan kata-kata untuk meyakinkan, untuk meng hibur, tapi tidak ada yang bisa dikatakannya. Telepon diletakkan. Yah, begitulah . Dia menemui jalan buntu; Kalau bukan Ziffren atau Harrison Burke yang mencoba membunuhnyamaka tidak ada lagi orang yang punya motif sehingga ingin membunuhnya. Dia kembali ke awal lagi. Seseorang atau beberapa orangmembunuh resepsionis dan s alah seorang pasiennya. Kecelakaan tabrak lari mungkin hanya kecelakaan belaka, tapi mungkin juga disengaja. Pada saat peristiwa itu terjadi, rasanya seperti di sengaja. Tapi benarkah demikian? Kalau diteliti lebih saksama, Judd mengakui kep ada dirinya sendiri bahwa dia terpengaruh oleh beberapa peristiwa pada hari-hari terakhir ini. Dalam kondisi perasaannya sekarang, dengan mudah dia bisa mengang - I gap kecelakaan biasa menjadi sesuatu yang mengandung kejahatan. Kini jelasla h sudah bahwa tak seorang pun] mempunyai motif untuk membunuhnya. Hubungannya de ngan para pasien baik sekali, dan hubungan dengan teman-temannya cukup hangat. S epanjang pengetahuannya dia belum pernah menyakiti siapa pun juga. Telepon berde ring. Seketika Judd mengenali suara Anne yang serak-serak basah. "Anda sibuk?" " Tidak. Saya masih cukup punya waktu." Tidak ada nada prihatin pada suaranya. "Sa ya membaca di surat kabar bahwa Anda tertabrak mobil. Saya bermaksud menelepon A nda kemarin-kemarin, tapi tidak tahu harus ke mana." Judd membuat suaranya keden garan gembira. "Tidak begitu serius. Untuk pelajaran supaya saya tidak berjalan seenaknya." "Surat kabar memberitakan bahwa itu kecelakaan tabrak lari." "Ya." " Apakah mereka menemukan orang yang melakukannya?" "Tidak. Mungkin hanya anak-ana k muda yang ingin keluyuran." Dengan sedan besar hitam tanpa menyalakan lampu de pan. "Apakah Anda yakin tentang hal itu?" tanya Anne. Pertanyaan ini mengejutkan Judd. "Apa maksud Anda?" "Saya sendiri tidak begitu mengerti." Suaranya kedenga ran tanpa kepastian. "Ini hanya karena Carol telah dibunuh. Dan sekarangkejadian i ni. Jadi dia pun menarik satu kesimpulan. "Ini ini rasanya seperti ada orang gila lepas dan berkeliaran." "Kalau memang ada," Judd memberikan keyakinan, "polisi pasti akan segera menangkapnya." "Apakah Anda terancam bahaya?" Hati Judd terasa hangat. "Tentu saja tidak." Kemudian keduanya berdiam diri, kikuk. Banyak yang ingin dikatakan, tapi Judd tidak bisa mengatakannya. Dia tidak boleh salah menaf sirkan sikap ramah sebagai sesuatu yang lebih dari rasa cemas seorang pasien ter hadap keselamatan dokternya. Anne tipe orang yang akan memberikan perhatian kepa da siapa saja yang mendapat kesulitan. Tidak lebih dari itu. "Kita akan bertemu hari Jumat?" tanya Judd. "Ya." Suaranya mengandung nada yang aneh. Apakah Anne a kan mengubah keputusannya. "Baiklah, kita sudah membuat janji," kata Judd cepatcepat. Tapi tentu saja itu bukan janji untuk kencan. Itu hanya merupakan janji p ertemuan dalam bisnis. "Ya. Sampai jumpa, Dokter Stevens. "Sampai jumpa, Nyonya Blake. Terima ku* atas telepon Anda. Terima kasih banyak. Judd meletakkan telepo n. Lalu dia memikirkan Anne. Dalam hati dia bertanya-tanya apakah suami Anne sad ar bahwa dia laki-laki yang sangat beruntung. Seperti apa kira-kira suami Anne? Dari pembicaraan Anne yang tidak seberapa, Judd bisa membayangkan seorang laki-l aki yang menarik dan penuh pengertian. Dia pasti seorang yang sportif, cerdas, u sahawan yang berhasil, yang menyumbangkan uangnya untuk kemajuan seni. Kedengara nnya suami Anne tipe laki-laki yang j bisa disukai Judd sebagai sahabat. Dalam k eadaan yang berbeda. Apa gerangan problem Anne, yang menyebabkan Anne takut memb icarakannya dengan suaminya sendiri? Atau bahkan psikoanalisnya? Melihat j watak Anne, problemnya pasti rasa bersalah yang sangat besar karena hubungan gelap se belum atau setelah dia menikah. Judid tidak bisa membayangkan Anne melakukan hub ungan gelap untuk mengejar kesenangan. Mungkin dia akan menceritakan problemnya Jumat yang akan datang. Pada pertemuan mereka yang terakhir kalinya. Sisa sore i tu berlangsung dengan cepatnya. Judd menerima pasien yang janji pertemuannya tid ak bisa dibatalkan. Setelah pasien terakhir meninggalkan ruang prakteknya, Judd mengambil rekaman Harrison Burke pada terapinya yang terakhir. Pita rekaman dipu tarnya, dan sambil mendengarkan sekali-sekali Judd membuat catatSetelah selesai, tape recorder dimatikannya. Tidak ada pilihan lain lagi. Besok pagi dia hams me nelepon atasan Burke, untuk memberitahukan kondisi pasiennya ini. Judd melihat k e jendela, dan terkejut ketika menyadari bahwa hari sudah mulai malam. Kini suda

h hampir pukul delapan. Sehabis memusatkan perhatian kepada pekerjaannya, tiba-t iba dia merasakan tubuhnya pegal-pegal dan lelah. Tulang rusuknya sakit dan leng annya mulai berdenyut-denyut nyeri. Dia sebaiknya segera pulang dan berendam dal am air panas. Semua pita rekaman disimpannya, kecuali rekaman Burke yang dikunci dalam laci meja. Dia akan menyerahkan pita ini kepada psikiater pengadilan. Set elah memakai mantelnya dan sudah separuh jalan menuju ke pintu, tiba-tiba telepo n berdering. Judd menghampiri telepon dan mengangkatnya. "Dokter Stevens." Tapi tidak ada jawaban dari orang yang meneleponnya. Judd mendengar bunyi napasnya sa ja, berat mendengus-dengus. "Hallo?" Tidak ada jawaban. Judd meletakkan telepon. Sejenak dia berdiri membisu, mengerutkan dahi. Salah sambungs pikirnya menarik kesimpulan. Semua lampu kantor dimatikannya. Semua pintu dikunci, kemudian dia b erjalan ke lift. Penyewa ruang perkantoran /ainnya sudah pulang dari tadi. Waktu itu masih belum terlalu malam, para pekerja yang mendapat giliran tugas malam b elum lagi datang. Kecuali Bigelow, penjaga malam, dalam gedung itu tidak ada ora ng lain saru pun. Judd berjalan ke lift dan menekan tombol. Lampu tombol tidak m enyala. Dia menekan sekali lagi. Lampu tetap tidak menyala. Saat itu semua lampu di gang padam. 7 Judd berdiri di muka lift, gelombang kegelapan melandanya. Dia bisa merasakan jantungnya melemah, kemudian mulai berdenyut makin cepat. Rasa t akut tiba-tiba mencekamnya. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku untuk mencari -cari korek api. Korek apinya tertinggal di kantor. Mungkin di lantai bawah ada lampu menyala. Perlahan-lahan dan dengan hati-hati, dia berjalan meraba-raba ke pintu yang menuju ke tangga. Pintu didorongnya membuka. Tangga gelap-gulita. Jau h di bawah, dia melihat cahaya senter bergerak naik ke tangga. Sambil berpeganga n pada Pagar, Judd mulai melangkah turun dalam gelap. Demi melihat cahaya senter dia merasa lega. Pasti tu Bigelow, si penjaga malam. "Bigelow!" teriaknya. "Bige low! Ini Dokter Stevens!" Suaranya bergema ke mana-mana, dipantulkan oleh tembok gedung. Orang y*ng mr* "enter terus naik tangga tanpa mengeluarkan suara, makin t inggi. 'Siapa itu?" tanya Judd. Yang menjawab hanya gema suaranya sendiri, Dan t iba-tiba Judd tahu siapa yang sedang menaiki tangga. Para pembunuhnya. Sekurangkurangnya mereka berdua. Seorang mematikan listrik dari pusarnya di lantai bawah , sementara yang seorang lagi memblokir tangga untuk mencegah dia melarikan diri . Cahaya senter semakin dekat, hanya dua atau tiga tingkat di bawahnya, dan naik dengan cepat. Sekujur badan Judd dingin karena takut. Jantungnya mulai berdetak cepat sekali, dan kakinya terasa lemas. Cepat-cepat dia berbalik dan naik tangg a kembali menuju kantornya. Dia membuka pintu dan berdiri memasang telinga. Baga imana kalau ada orang menunggunya di gang yang gelap? Bunyi langkah kaki naik ta ngga kini terdengar makin kencang. Mulut Judd terasa kering. Dia nekat, lari sep anjang gang yang gelap-gulita. Setelah sampai ke pintu lift, dia mulai menghitun g pintu-pintu kantor. Waktu sampai ke kantornya, Judd mendengar pintu tangga mem buka. Kunci terlepas dari jarinya yang gemetar dan jatuh ke lantai. Judd merasa kalut sekali dan meraba-raba lantai mencarinya. Akhirnya kunci itu ketemu juga. Pintu ke ruang resepsionis dibukanya. Dia masuk, dan pintu dikunci kembali di be lakangnya. Tak seorang pun bisa membuka pintu kalau tidak menggunakan kunci khus us. Dari gang di luar, Judd bisa mendengar bunyi langkah kaki makin mendekat. Di a masuk ke ruang kantornya sendiri dan memutar tombol lampu. Tidak menyala. Dala m gedung sama sekali tidak ada aliran listrik. Pintu dalam dikuncinya, kemudian dia menghampiri telepon. Dia meraba-raba telepon dan memutar nomor operator. Tig a deringan panjang berbunyi, kemudian terdengar suara operator. Hanya itulah hub ungan Judd dengan dunia luar. Judd bicara perlahan. "Operator, ini keadaan darur at. Ini Dokter Judd Stevens. Saya ingin bicara dengan Detektif Frank Angeli di m arkas polisi Seksi Sembilan Belas. Tolong segera!" "Tunggu sebentar. Nomor Anda? " Judd memberikan nomor teleponnya kepada operator. "Segera saya sambungkan." Ju dd mendengar suara seseorang mencoba membuka pintu dari gang ke kantornya. Merek a tidak bisa masuk dari situ, sebab di luar tidak ada tombolnya. "Cepat, Operato r!" "Sabar, tunggu sebentar," terdengar jawaban yang tenang dan tidak tergesa-ge sa. Terdengar suara berdering di telepon, kemudian operator telepon polisi bicar a. "Seksi Sembilan Belas." Hati Judd melonjak. "Detektif Angeli," katanya. "Ini penting sekali!" "Detektif Angeli... silakan tunggu sebentar." Di luar di gang, sesuatu sedang terjadi. Judd 1-71 bisa mendengar orang berbisik. Seorang yang la in menyusul orang yang pertama. Apa yang mereka rencanakan? Suara yang sudah dik

enal terdengar di telepon. "Detektif Angeli tidak ada. Ini pamernya, Letnan McGr eavy. Bisakah...." . "Ini Judd Stevens. Saya ada di kantor. Lampu padam semua da n ada orang berusaha mendobrak masuk ke kantor untuk membunuh saya!" Di ujung sa na terasa ada kesunyian yang mencekam. "Dengar, Dokter," kata McGreavy. "Mengapa Anda tidak datang saja ke sini dan kita bisa bicara...." "Saya tidak bisa ke sa na," Judd hampir berteriak. "Ada orang berusaha membunuh saya!" Sekali lagi suny i. McGreavy tidak percaya, dan tidak akan menolongnya. Di luar, Judd mendengar p intu dibuka. Kemudian terdengar suara orang di kantor resepsionis. Mereka sudah masuk ke kantor resepsionis! Mustahil mereka bisa masuk tanpa kunci. Tapi dia me ndengar mereka bergerak, berjalan mendekati pintu kantornya. Suara McGreavy terd engar lagi di telepon, tapi Judd mendengar pun tidak. Sekarang sudah terlambat. Dia meletakkan telepon ke tempatnya. Sekarang takkan ada bedanya walaupun seanda inya McGreavy mau datang. Para pembunuh sudah berada di sini! Benang kehidupan s angat tipis, untuk memutuskannya hanya dibutuhkan waktu sedetik. Rasa takut yang mencekamnya berubah menjadi kemarahan yang menyala-nyala. Dia tidak mau dibanta i seperti Hanson dan Carol. Dia akan melawan. Tangannya meraba-raba dalam kegela pan di sekelilingnya mencari senjata yang bisa digunakan. Asbak... pembuka surat ... tak ada gunanya. Pembunuhnya pasti membawa pistol. Rasanya seperti mengalami mimpi buruk. Dia akan dibunuh tanpa alasan oleh pembunuh tak berwajah. Judd men dengar mereka makin dekat ke pintu dalam, dan dia sadar hidupnya hanya tinggal s atu atau dua menit lagi. Tapi kemudian dengan tenang dia menyelidiki pikirannya sendiri yang terakhir, seakan-akan dia pasiennya sendiri. Dia memikirkan Anne, d an rasa kehilangan yang menyakitkan memenuhi hatinya. Dia memikirkan semua pasie nnya, dan memikirkan betapa mereka membutuhkannya. Termasuk Harrison Burke. Teri ngat kembali oleh Judd bahwa dia belum sempat memberi tahu atasan Burke tentang keadaannya. Dia menyimpan pita rekamannya di tempat yang bisa.... Hatinya terlon jak. Mungkin dia punya senjata untuk melawan! Judd mendengar tombol pintu diputa r. Pintunya dikunci, tapi tidak terlalu suik untuk membukanya. Pintu masuk ke ka ntor dalam sangat tipis. Cepat-cepat dia meraba-raba dalam gelap, berjalan ke me ja tempat dia menyimpan pita rekaman Burke. Terdengar pintu berderak karena oran g yang di luar mencoba mendorong paksa. Kemudian dia mendengar suara orang mengo rek-ngorek kunci. Mengapa mereka tidak mendobrak pintu saja) pikirnya. Jauh di d alam benaknya dia merasa bahwa jawaban pertanyaan ini sangat penting, tapi sekar ang dia tidak punya waktu untuk memikirkannya. Dengan tangan gemetar dia membuka laci yang berisi pita rekaman. Kardus tempatnya direnggutkan, kemudian dia berj alan ke tape recorder dan mulai memasang pita itu. Kemungkinan berhasil memang s angat tipis, tapi hanya itulah satu-satunya kesempatan yang dimilikinya. Judd be rdiri sambil memusatkan perhatian, mencoba mengingat-ingat percakapannya dengan Burke. Tekanan pada pintu makin kuat. Judd cepat-cepat berdoa dalam hati. "Maaf karena lampunya padam," kata Judd keras-keras. "Tapi saya yakin mereka akan bisa memperbaikinya dalam beberapa menit, Harrison. Mengapa kau tidak berbaring saja dan rileks?" Suara di pintu tiba-tiba berhenti. Judd sudah selesai memasang pit a pada tape recorder. Ditekannya tombol on. Tapi tidak terjadi apa-apa. Tentu sa ja! Semua aliran listrik dalam gedung mati. Dia mendengar mereka mulai mengorekngorek kunci lagi. Rasa putus asa dan takut mencekamnya. "Nah, begitu lebih baik ," katanya keras-keras. "Berbaringlah yang enak saja." Dia mencari-cari korek ap i di meja, menemukan dan menyalakan sebatang. Batang korek api yang menyala dide katkan ke tape recorder. Ada tombol yang bertuliskan battery. Dia memutar tombol ini, kemudian menekan tombol on lagi. Saat itu terdengar bunyi berdetak pada ku nci, dan kelihatannya orang yang di luar itu hampir berhasil. Pertahanannya yang terakhir sudah tidak ada lagi! Dan saat itu pula suara Burke terdengar lantang dalam ruangan. "Hanya itu yang kaukatakan? Kau bahkan tidak mau mendengarkan buk ti saya! Bagaimana saya tahu kau bukan salah seorang dari mereka?" Judd kaku sep erti patung, tidak berani bergerak. Jantungnya gemuruh seperti halilintar. "Kau tahu benar saya bukan salah seorang dari mereka," kata suara Judd dari pita reka man. "Saya sahabatmu. Saya berusaha menolongmu.... Coba ceritakan buktimu." "Mer eka mendobrak masuk ke rumah saya semalam," kata suara Burke. "Mereka datang unt uk membunuh saya. Tapi saya terlalu pintar bagi mereka. Sekarang saya tidur di r uang belajar, dan saya memasang kunci ekstra pada semua pintu. Maka mereka tidak bisa mendekati saya." Suara di luar tidak kedengaran lagi. Suara Judd dalam pit

a rekaman terdengar lagi. "Kau melaporkan pendobrakan rumahmu kepada polisi?" "T entu saja tidak! Polisi berkomplot dengan mereka Mereka mendapat perintah untuk me-nembak saya. Tapi mereka tidak bisa berbuat bezit kalau di sekeliling saya ada orang lain. Maka saya tetap berada di tengah orang banyak "Sara gembira kau meny ampaikan informasi ini" "Apa yang akan kaulakukan?" "Saya mendengarkan baik-baik semua yang kaukatakan," kata suara Judd. "Saya" saat itu otak Judd memberi perin gatan. Kata-kata selanjutnya adalah"merekam semua kata-katamu." Cepat-cepat dia m ematikan tape recorder, "mengingat-ingat semua kata-katamu,? katanya keras-keras. "Dan kita akan melakukan yang sebaik-baiknya untuk mengatasi ini." . Judd berhe nti bicara. Dia tidak bisa memutar tape recorder lagi, sebab dia tidak tahu suar a akan mulai berbunyi dari mana. Harapan satu-satunya hanya orang yang di luar s udah merasa yakin bahwa Judd sedang bersama pasien di ruang prakteknya. Kalaupun seandainya mereka percaya, apakah itu akan mencegah maksudnya? "Kasus seperti i ni," kata Judd, makin meningkatkan suaranya, "hanyalah persoalan biasa saja, Ham son." Dia berseru menyatakan rasa tidak L k r'Saya harap lamPu lekas-lekas menya la lembah. Saya tahu sopirmu menunggu di depan. Mungkm dia heran, apa yang terja di di sini, TuddT u ^ atas **tuk memeriksanya/' bi a men7 11 ^ dan mendengarkan. Dia mendengar suara orang berbisik-bisik di luar Apa yang mereka putuskan? Dari kejauhan P!n. i' tprdenear suara lengkingan sirene makin y jalan terdengar suar a lengking; mendekat. Suara bisikan berhenu. juuu mcma t^linza baik-baik untuk me ndengarkan suara sang -ji j pintu ditutup, tapi tidak mendengar apa-apa. Apakah mereka masih di luar, menunggu? Lengkingan sirene makin kencang. Mobil yang memb unyikan sirene berhenti di muka gedung perkantoran. Dan tiba-tiba semua lampu me nyala. 8 "Minum?" McGreavy menggelengkan kepala dengan wajah muram, memperhatika n Judd. Judd menuangkan scotch untuk kedua kalinya, sementara McGreavy mengawasi tanpa komentar. Tangan Judd masih gemetar. Setelah kehangatan minuman keras men jalari tubuhnya, Judd mulai merasakan ketegangannya mengendur. McGreavy sampai k e kantor Judd dua menit setelah lampu menyala kembali. Dia datang bersama seoran g sersan polisi yang tampak bebal. Sersan itu duduk sambil mengisi buku catatann ya. McGreavy bicara. "Mari kita ulangi sekali lagi, Dokter Stevens." Judd menghe la napas panjang dan mulai bercerita lagi. Suaranya dibuat setenang mungkin dan perlahan. "Saya mengunci kantor dan berjalan ke lift. Lampu gang padam. Saya men gira mungkin lampu di lantai bawah menyala, dan saya mulai berjalan menuruni tan gga." Judd berhenti sebentar, teringat kembali olehnya rasa takut yang tadi dial aminya. "Saya melihat seseorang naik tangga membawa senter. Saya berseru memangg ilnya. Saya kira dia Bigelow, penjaga malam. Tapi ternyata bukan." "Siapa dia?" "Tadi saya sudah bilang," kata Judd, "saya tidak tahu. Mereka tidak menjawab." " Mengapa Anda yakin mereka datang untuk membunuh Anda?" Jawaban marah sudah hampi r disemburkannya, tapi Judd bisa menahannya. Pnting sekali membuat supaya McGrea vy percaya kepadanya. "Mereka mengikuti saya ke kantor." "Anda berpendapat ada d ua orang yang mencoba membunuh Anda?" "Paling sedikit dua," kata Judd. "Saya men dengar mereka berbisik-bisik." "Anda tadi mengatakan, waktu Anda masuk ke kantor resepsionis Anda mengunci pintunya. Benar?" "Ya." "Dan setelah Anda masuk ke ru ang praktek Anda, pintu yang menuju ke kantor resepsionis pun Anda kunci pula." "Ya." McGreavy berjalan menghampiri pintu yang menghubungkan kantor resepsionis dengan ruang praktek Judd. "Apakah mereka mencoba mendobrak pintu ini?" "Tidak," Judd mengakui. Dia teringat tadi merasa sangat heran karenanya. "Baik," kata Mc Greavy. "Kalau Anda mengunci kantor resepsionis yang menuju ke gang, untuk membu kanya dari luar diperlukan kunci khusus." Judd ragu-ragu. Dia tahu ke mana arah pembicaraan McGreavy. "Ya,*' jawabnya. "Siapa lagi yang punya kunci untuk membuk a pintu ini selain Anda." Judd merasakan mukanya memerah. "Carol." Suara McGreav y terdengar ramah. "Bagaimana mengenai orang yang tugasnya membersihkan kantor? Bagaimana mereka bisa masuk?" "Kami membuat persetujuan khusus dengan mereka. Ca rol datang pagi-pagi sekali seminggu tiga kali dan membukakan pintu bagi mereka. Mereka selesai membersihkan ruangan sebelum pasien pertama datang." "Itu rasany a merepotkan. Mengapa mereka tidak bisa masuk ke kantor ini, padahal mereka bisa masuk ke semua kantor lainnya." "Sebab arsip yang saya simpan di sini sifatnya rahasia. Saya lebih suka repot begitu daripada membiarkan orang asing masuk ke s ini waktu tidak ada siapa pun." McGreavy melihat kepada Sersan, ingin meyakinkan apakah dia menuliskan semua dalam buku catatan. Setelah yakin, dia kembali mema

ndang Judd. "Waktu kami masuk ke kantor resepsionis, pintunya tidak dikunci. Kun cinya utuhtidak ada tanda-tanda bekas dicongkel." Judd diam saja. McGreavy meneru skan. "Anda baru saja mengatakan bahwa yang punya kunci untuk membuka pintu ini Anda sendiri dengan Carol. Ku n yang dipegang Carol ada pada kami. Coba pikirkan lagi, Dokter Stevens. Siapa lagi yang punya kunci pintu ini?" "Tidak ada lagi." "Kalau begitu, menurut pendapat Anda bagaimana orang-orang ini masuk?" Tiba-tib a Judd mengerti. "Mereka membuat duplikat kunci Carol setelah membunuhnya." "Itu mungkin," McGreavy sependapat. Bibirnya menyunggingkan senyuman. "Kalau mereka membuat duplikat kunci Carol, kami pasti akan menemukan bekas parafin pada kunci nya. Saya akan minta laboratorium membuat tes." Judd mengangguk. Dia merasa suda h membuat satu kemenangan, tapi rasa puasnya tidak bertahan lama. "Jadi menurut pendapat Anda," kata McGreavy, "dua orang laki-lakisementara ini kita anggap tida k ada wanita yang terlibatmembuat duplikat kunci supaya bisa masuk ke kantor dan membunuh Anda. Benar?" "Benar," kata Judd. "Lalu tadi Anda mengatakan pula bahwa waktu Anda masuk ke ruang praktek Anda, pintu Anda kunci. Betul?" "Ya," kata Ju dd. Suara- McGreavy hampir terdengar lemah-lembut. "Tapi kami menemukan bahwa pi ntu itu pun tidak dikunci." ' "Mereka pasti juga punya kunci untuk membu"Lalu sete lah mereka bisa membuka pintu, mengapa mereka tidak membunuh Anda?" "Saya sudah mengatakan. Mereka mendengar suara dari tape recorder dan____" "Kedua pembunuh y ang kejam ini sudah bersusah-payah memadamkan lampu, menjebak Anda di sini, berh asil masuk ke kantor Anda, dan kemudian lenyap begitu saja tanpa mengusik sehela i rambut pun dari kepala Anda?" Suaranya mengandung penghinaan. Judd merasakan k emarahannya bangkit. "Apa maksud Anda?" "Akan saya jelaskan, Dokter. Saya berpen dapat tidak ada seorang pun datang ke sini, dan saya tidak percaya ada orang yan g mencoba membunuh Anda." "Anda tidak perlu percaya kepada saya," kata Judd mara h. "Bagaimana tentang lampu yang padam? Dan bagaimana tentang penjaga malam, Big elow?" "Dia ada di lobi." Jantung Judd berhenti berdenyut sebentar. "Mati?" "Dia belum mati ketika mempersilakan kami masuk. Ada korsleting pada sekering pusat. Bigelow pergi ke lantai bawah berusaha memperbaikinya. Dia baru saja selesai me mperbaiki ketika saya datang." Judd memandang ke arah McGreavy dengan tertegun. "Oh," katanya akhirnya. "Saya tidak tahu apa yang Anda mainkan, Dokter Stevens," kata McGreavy. "Tapi sejak saat ini jangan ganggu saya lagi." Dia berjalan ke p intu. "Dan saya minta, jangan panggil saya lagisaya yang akan memanggil Anda." Se rsan menutup buku catatannya dan mengikuti McGreavy keluar. Pengaruh minuman ker as sudah tidak terasa lagi. Kini Judd merasa jiwanya sangat tertekan. Dia tidak tahu lagi tindakan apa selanjutnya yang harus diambil. Dirinya ada di dalam teka -teki yang tidak ada jawabannya. Ya, dia merasa seperti anak-anak dalam cerita y ang berteriak "serigala". Tapi di sini serigalanya hantu yang kejam dan tidak ke lihatan, dan setiap kali McGreavy datang mereka rupanya sudah lenyap tanpa bekas . Hantu ataukah.... Ada satu kemungkinan lain. Kemungkinan ini begitu mengerikan , sehingga dia tidak bisa memaksa dirinya untuk mengakui. Tapi dia harus mengaku i kemungkinan ini. Dia harus menerima kemungkinan bahwa dirinya penderita parano id. Pikiran yang sangat tertekan bisa melahirkan ilusi yang kelihatannya nyata s ekali. Dia bekerja terlalu keras. Selama bertahun-tahun dia tidak pernah mengamb il cuti. Kematian Hanson dan Carol bisa menjadi katalisator yang menyebabkan pik irannya kalut, dirinya terjerumus ke jurang emosi sehingga dia menilai kejadian berikutnya secara berlebih-lebihan dan meleset dari kebenaran Fend en ta paranoid hidup di dunianya sendiri dan kejadian sehari-hari yang biasa dianggap sebagai bahaya yang selalu mengancam. Sekarang ambillah misal kecelakaan mobil yang lalu . Kalau itu memang usaha untuk membunuhnya dengan sengaja, tentunya orang yang m engemudikan mobil itu akan turun dan menyelesaikan tugasnya. Juga kedua orang ya ng datang ke kantornya malam ini. Dia tidak tahu mereka membawa pistol atau tida k. Tidakkah seorang penderita paranoid akan mengira mereka datang untuk membunuh nya? Lebih logis untuk menarik kesimpulan bahwa mereka pencuri biasa. Buktinya s etelah mendengar suara orang di dalam kantor, mereka segera kabur. Tentunya kala u mereka pembunuh, mereka akan membuka pintu yang sudah terbuka kuncinya dan mem bunuhnya. Bagaimana dia bisa mengetahui mana yang benar? Kini dia tahu bahwa min ta tolong kepada polisi tidak ada gunanya lagi. Tidak ada yang bisa dimintai per tolongan. Sebuah gagasan mulai terbentuk. Gagasan yang lahir dari rasa putus asa dan kenekatan. Walaupun demikian, semakin lama dia memikirkannya, gagasan ini m

akin masuk akal. Dia mengambil buku petunjuk telepon dan mulai membuka-buka hala man kuning. 9 Pukul empat sore berikutnya Judd pergi meninggalkan kantornya. Dia naik mobil menuju ke sebuah alamat di West Side bawah. Ternyata yang ditujunya sebuah gedung apartemen tua yang sudah hampir runtuh. Waktu menghentikan mobilny a di muka gedung bobrok ini, Judd mulai merasa menyesal. Mungkin dia salah alama t. Tapi kemudian dilihatnya ada papan merek pada jendela di apartemen lantai sat u: Norman Z. Moody Detektif Swasta Dijamin Memuaskan sak ton Judd turun dari mob il. Udara sangat dingin dan berangin, dan menurut ramalan cuaca hujan salju akan turun. Dia berjalan cepat-cepat melintasi trotoar yang berlapis es, masuk ke se rambi gedung. Ruangan serambi berbau campuran antara masakan basi dengan air ken cing. Judd menekan tombol bel listrik yang bertuliskan "Norman Z. Mood Dia n men n Moody-1'*, dan sesaat kemudian bel berdering. Dia melangkah masuk dan menemuk an apartemen nomor 1. Tulisan yang tertera di pintunya: Norman Z. Moody Detektif Swasta Tekan Bel dan Masuk Judd menekan bel dan masuk. Moody jelas sekali orang yang tidak mau membuang-buang uang untuk membeli barang mewah. Kantornya sepert i sarang tikus. Segala macam barang tetek-bengek memenuhi setiap bagian ruangan. Di sebuah sudut berdiri penyekat ruangan. Jepang yang sudah cabik-cabik. Di dek atnya ada sebuah lampu India, dan di muka lampu ada meja Denmark modern yang ter gores-gores. Surat kabar dan majalah ada di mana-mana. Pintu ke ruangan dalam te rbuka, dan Norman Z. Moody muncul. Tinggi badannya sekitar satu meter enam puluh dua, dan beratnya pasti seratus lima puluh kilogram. Kalau berjalan seperti bol a yang menggelinding, mengingatkan Judd kepada patung Buddha yang hidup. Mukanya bulat, ramah, dengan mata biru pucat yang lebar dan bening. Kepalanya botak sam a sekali, dan bentuknya seperti telur. Umurnya sulit ditebak. 'Tuan Stevenson?" Moody menegurnya. "Dokter Stevens," kata Judd. "Mari duduk, mari duduk," kata si Buddha dengan aksen Selatan. Judd melihat berkeliling mencari tempat duduk. Dia memindahkan setumpuk majalah binaraga dan majalah porno yang sudah tua dari kur si berlapis kulit yang sudah robek-robek, dan duduk dengan hati-hati. Moody dudu k di kursi goyang yang sangat besar. "Nah, baiklah! Apa keperluan Anda?" Judd sa dar bahwa dia membuat kesalahan. Melalui telepon dengan hati-hati dia memberikan nama lengkapnya kepada Moody. Nama yang selama beberapa hari terakhir ini mengi si setiap halaman depan surat kabar. Dan dia berhasil mendapatkan satu-satunya d etektif swasta dalam kota yang bahkan mendengar namanya saja belum pernah. Dia m ulai memikirkan suatu dalih untuk pergi meninggalkan detektif ini. "Siapa yang m emberikan rekomendasi tentang diri saya?" tanya Moody. Judd ragu-ragu, tidak ing in menyinggung perasaannya. "Saya mendapatkan nama Anda dari halaman kuning buku telepon." Moody tertawa. "Saya tidak tahu harus berbuat apa tanpa halaman kunin g," katanya. "Penemuan terbesar sesudah arak jagung." Dia tertawa lagi. Judd ban gkit berdiri. Sudah jelas dia berhadapan dengan orang sinting. "Maaf, saya menga mbil waktu Anda, Tuan Moody," katanya. "Saya akan memikirkan ini lebih masak lag i sebelum saya...." "Tentu, tentu. Saya mengerti," kata Moody. "Walaupun demikia n Anda harus membayar untuk janji pertemuan ini." 'Tentu saja," kata Judd. Dia m emasukkan tangan ke sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. "Berapa?" "Li ma puluh dollar." "Lima puluh...?" Judd menelan ludah dengan marah, menghitung b eberapa helai uang dan menguiurkannya kepada Moody. Moody menghitung uang ku den gan cermat. 'Terima kasih banyak," kata Moody. Judd berjalan ke pintu, merasa se perti orang bodoh. "Dokter...." Judd menoleh. Moody tersenyum kepadanya dengan r amah, sambil memasukkan uang ke dalam saku rompinya. "Karena Anda sudah memberi saya lima puluh dollar," katanya lem ah-J embut, "lebih baik Anda duduk dan menc eritakan kepada saya apa kesulitan Anda. Saya selalu mengatakan tidak ada yang l ebih meringankan daripada mengeluarkan semua yang menyesakkan dada." Ironis seka li, kenyataan bahwa kata-kata ini keluar dari mulut orang gemuk yang sinting ini . Judd hampir-hampir tertawa karenanya. Selama hidupnya Judd membaktikan dirinya untuk mendengarkan orang mengeluarkan semua yang menyesakkan dada. Dia memperha tikan Moody sejenak. Apa ruginya? Mungkin membicarakan kesulitannya dengan orang lain akan membantu meringankan penderitaannya. Perlahan-lahan dia kembali ke , kursinya dan duduk. "Anda kelihatan seakan sedang menanggung beban dunia, Dok. S aya selalu mengatakan empat bahu lebih baik daripada dua." Judd tidak yakin akan tahan mendengarkan beberapa buah pepatah lagi yang akan diucapkan Moody. Moody memperhatikannya. "Apa yang mendorong Anda untuk datang ke sini? Wanita, atau ua

ng? Saya selalu mengatakan kalau Anda menghindari wanita dan uang, berarti Anda sudah memecahkan sebagian besar problem dunia." Moody melihat kepadanya, menungg u jawaban. "Sayasaya rasa ada orang mencoba membunuh saya." Mata Moody yang biru berkejap-kejap. "Anda merasa?" Judd tidak mengacuhkan pertanyaannya. "Mungkin An da bisa memberitahu saya nama orang yang mengambil spesialisasi menyelidiki hal semacam itu." "Tentu saja saya bisa," kata Moody. "Norman 2. Moody. Yang terbaik di negeri ini." Judd menghela napas putus asa. "Mengapa tidak Anda ceritakan sa ja kepada saya, Dok?" Moody memberi saran. "Mari kita lihat apakah kita berdua b isa mempelajarinya sebentar." Mau tidak mau Judd tersenyum. Kedengarannya hampir persis sama dengan yang biasa dikatakannya. Silakan tiduran saja dan katakan ap a yang ada dalam pikiran Anda. Baiklah, mengapa tidak? 1 %Q Judd menghela napas panjang, lalu menceritakan kepada Moody semua peristiwa pada hari-hari yang tera khir ini. Waktu berbicara, Judd lupa bahwa Moody ada di hadapannya. Dia benar-be nar bicara kepada dirinya sendiri, mengatakan hal-hal membingungkan yang telah t erjadi. Tapi Judd hati-hati sekali, tidak mengatakan kepada Moody mengenai kecem asan terhadap kewarasan jiwanya sendiri. Setelah Judd selesai bercerita, Moody m emperhatikannya dengan wajah gembi"Anda rupanya punya problem -yang rumit juga. Mungkin memang ada orang yang mencoba membunuh Anda, atau Anda takut jangan-jang an Anda menjadi penderita schizophrenia." Judd memandangnya dengan rasa heran. S kor satu nol untuk Norman Z. Moody. Moody meneruskan. "Anda mengatakan ada dua o rang detektif yang sedang menangani kasus ini. Anda ingat nama mereka?" Judd rag u-ragu. Dia merasa enggan terlibat terlalu dalam dengan orang ini. Yang diingini nya hanya keluar cepat-cepat dari tempat itu. "Frank Angeli," jawabnya, "dan Let nan McGreavy." Seketika air muka Moody kelihatan hampir berubah sama sekali. "Al asan apa kira-kira yang menyebabkan orang harus membunuh Anda, Dok?" "Saya tidak tahu. Sepanjang pengetahuan saya, saya tidak punya musuh satu pun." rapa musuh di sekelilingnya. Saya selalu mengatakan musuh memberikan sedikit garam kepada r oti kehidupan." Judd menahan diri supaya air mukanya tidak berubah. "Punya istri ?" "Tidak," jawab Judd. "Apakah Anda homoseks?" Judd menghela napas. "Dengar, sa ya sudah diinterogasi oleh polisi dan...." "Yah. Tapi Anda sudah membayar kepada saya untuk membantu Anda," kata Moody tidak peduli. "Meminjamkan uang kepada or ang lain?" "Hanya rekening bulanan yang biasa." "Bagaimana tentang para pasien A nda?" "Bagaimana tentang mereka?" "Baiklah. Saya selalu mengatakan kalau Anda me ncari kulit kerang, pergilah ke pantai. Pasien Anda semua orang gila. Benar?" "S alah," jawab Judd singkat. "Mereka orang yang punya problem." "Problem emosional yang tidak bisa mereka pecahkan sendiri. Adakah kemungkinan salah seorang di an tara mereka mempunyai problem yang bersangkutan dengan diri Anda? Bukan karena a lasan yang sebenarnya, tapi mungkin orang yang mengkhayalkan punya dendam terhad ap Anda." . "Itu mungkin. Kecuali satu nal. Sebagian besar oasien saya ada di ba wah perawatan saya selama setahun atau lebih. Dalam waktu selama ,tu saya bisa m engenal mereka dengan baik, sama seperti orang lain yang bergaul akrab selama it u." "Apakah mereka tidak pernah marah kepada Anda?" tanya Moody dengan nada polo s. "Kadang-kadang. Tapi kita tidak mencari orang yang marah, bukan? Kita mencari penderita paranoid yang suka membunuh, yang sekurang-kurangnya sudah membunuh d ua orang dan beberapa kali berusaha membunuh saya." Dia ragu-ragu sebentar, kemu dian memaksa dirinya meneruskan. "Kalau saya punya pasien seperti itu dan tidak tahu, maka Anda sedang berhadapan dengan psi-koanaiis paling tolol yang pernah h idup di dunia." Beberapa saat lamanya mereka saling berpandangan. "Saya selalu m engatakan, 'Yang pertama harus didahulukan/ " kata Moody dengan gembira. "Yang p ertama harus kita lakukan adalah menyelidiki apakah benar ada orang ingin meleny apkan Anda, ataukah Anda gila. Betul begitu, Dok?" Dia tersenyum lebar, supaya k ata-katanya tidak menyinggung perasaan. "Bagaimana caranya?" tanya Judd. "Gampan g," kata Moody. "Problem Anda ialah Anda berdiri di tempat hinggapbase pertama da n memukul bola yang dilambungkan ke arah Anda, tapi Anda tidak tahu apakah ada o rang yang melambungkan bola ini. Mula-mula sekali kita harus mengetahui apakah s edang ada permainan bola. Kemudian kita akan menyelidiki siapa-siapa pemainnya. Anda punya mobil?" "Ya." Judd sudah melupakan maksudnya meninggalkan Moody dan m encari detektif swasta lain. Kini dia sadar bahwa di balik wajah polos dan badan nya yang gendut, Moody sebenarnya mempunyai otak yang cerdas serta kemampuan van g luar biasa. "Saya rasa saraf Anda terlalu tegang," kata 'Moody. "Saya ingin A

nda mengambil liburan sebentar." "Kapan?" "Besok pagi." "Itu tidak mungkin," Jud d protes. "Saya mempunyai janji dengan pasien yang jadwalnya...." Moody tidak pe duli. "Batalkan saja." "Tapi apa perlunya...." "Apakah saya harus mengatakan kep ada Anda bagaimana Anda sebaiknya melakukan urusan Anda sendiri?" tanya Moody. " Setelah Anda meninggalkan tempat ini, saya ingin Anda langsung pergi ke agen par iwisata. Mintalah agar mereka memesankan tempat untuk Anda di..."dia berpikir seb entar "Grossinger. Itu sebuah tempat yang indah di puncak Pegunungan Catskills... . Apakah ada bengkel di gedung apartemen tempat tinggal Anda?" "Ada." "Oke. Suru h mereka mereparasi mobil Anda untuk perjalanan ini. Anda pasti tidak ingin mobi l Anda mogok dalam perjalanan." "Apakah ini tidak bisa saya lakukan minggu depan saja? Besok pagi saya penuh dengan...." "Setelah Anda memesan tempat, kembalila h ke kantor dan teleponlah semua pasien Anda. Katakan kepada mereka bahwa Anda p unya keperluan mendadak, dan Anda akan kembali minggu OO depan." "Saya benar-ben ar ndak bisa," kata Judd. "Lagi pula ini...." "Lebih baik Anda juga menelepon An geli," Moody meneruskan. "Saya tidak ingin polisi mencari-cari Anda sementara An da pergi." "Mengapa saya harus melakukan ini?" tanya Judd. "Untuk melindungi uan g Anda yang lima puluh dollar. Ah, ya, saya jadi teringat. Saya akan butuh uang sebanyak dua ratus dollar lagi sebagai panjar. Ditambah lima puluh dollar sehari dan ganti pengeluaran." Moody mengangkat tubuhnya yang besar dari kursi goyang. "Saya ingin Anda berangkat besok pagi-pagi benar," katanya, "supaya bisa sampai di atas sana sebelum gelap. Anda bisa berangkat kira-kira pukul tujuh pagi?" "S aya... saya rasa bisa. Saya akan menemukan apa setelah sampai di sana?" "Kalau A nda mujur, sehelai kartu skor." Lima menit kemudian Judd naik ke mobilnya dengan kepala penuh pikiran. Dia mengatakan kepada Moody bahwa dia tidak bisa pergi me ninggalkan pasiennya dengan pemberitahuan yang begitu mendadak. Tapi dia sadar b ahwa itu harus dilakukan. Dia sudah menyerahkan nasibnya ke tangan detektif swas ta. Ketika dia mulai menjalankan mobil, matanya menangkap tulisan* pada papan me rek di jendela Moody. Dijamin Puas Mudah-mudahan dia benar, pikir Judd murung. P ersiapan perjalanan bisa dilakukan dengan lancar. Judd mampir ke agen pariwisata di Madison Avenue. Mereka memesankan kamar untuknya di Grossinger. Dia juga dib eri peta jalan dan bermacam-macam brosur berwarna tentang Pegunungan Catskills. Kemudian Judd menelepon agen teleponnya sendiri, meminta mereka menghubungi semu a pasiennya untuk membatalkan pertemuan sampai pemberitahuan yang akan datang. D ia menelepon markas polisi Seksi Sembilan Belas dan minta bicara dengan Detektif Angeli. "Angeli sedang cuti sakit," kata suara yang tidak dikenal. "Anda ingin nomor telepon rumahnya?" "Ya." Beberapa menit kemudian Judd bisa bicara dengan A ngeli. Dari suara Angeli, rupanya dia sedang sakit selesma. "Saya memutuskan unt uk pergi Juar kota .j selama beberapa hari," kata Judd. Saya akan berangkat besok pagi. Saya ingin mengetahui bagaimana pendapat Anda?" Sejenak sunyi sementara A ngeli berpikir. "Mungkin ini gagasan yang baik. Anda akan pergi ke mana?" "Saya ingin bermobil pergi ke Grossinger." "Baiklah," kata Angeli. "Jangan kuatir. Say a akan menjelaskan kepada McGreavy." Dia ragu-ragu. "Saya mendengar apa yang ter jadi di kantor Anda semalam.'* "Maksud Anda mendengar dari McGreavy," kata Judd. "Apakah Anda bisa melihat orang yang mencoba membunuh Anda?" Jadi akhirnya Ange li percaya kepadanya. 'Tidak." "Sama sekali tidak ada yang bisa membantu kami me nemukan mereka? Warna kulit, umur, tinggi badan?" "Menyesal sekali," jawab Judd. "Waktu itu gelap." Angeli mendengus. "Oke. Saya akan terus mencari. Mungkin say a sudah mendapat kabar baik setelah Anda kembali. Hati-hatilah, Dok"Baik," jawab Judd penuh rasa terima kasih. Dia pun meletakkan telepon. Kemudian dia menelepo n majikan Harrison Burke, dan dengan singkat menerangkan keadaan Burke. Tidak ad a pilihan lain kecuali membereskan persoalan ini secepat-cepatnya. Lalu Judd men elepon Peter, menerangkan bahwa dia harus ke luar kota selama seminggu. Dia mint a kepada Peter agar mengatur apa yang perlu untuk Burke, Peter menyanggupinya, d an setuju dengan rencana liburannya. Sekarang semua beres. Yang paling menggangg u pikiran Judd ialah dia tidak bisa bertemu dengan Anne pada hari Jumat. Mungkin dia tidak akan melihat Anne lagi untuk selama-lamanya. Waktu naik mobil kembali ke apartemennya, Judd memikirkan Norman 2. Moody. Dia sudah punya gagasan tenta ng apa kira-kira yang akan dilakukan Moody. Dia disuruh oleh Moody memberi tahu semua pasien bahwa dia akan pergi. Dengan cara ini Moody memasang perangkap, den gan Judd sendiri sebagai umpannya. Kalau salah seorang pasiennya benar-benar pem

bunuh -kalau memang ada pembunuhmaka pembunuh ini akan masuk ke dalam perangkap. Moody menyuruhnya meninggalkan alamat tempatnya berlibur pada agen teleponnya da n juga pada penjaga pintu gedung apartemen. Dia mengusahakan benar-benar supaya setiap orang tahu ke mana Judd akan pergi. Waktu Judd menghentikan mobil di muka gedung apartemen, Mike sudah siap menyambutnya. . "Saya akan pergi melancong be sok pagi, Mike, Judd memberi tahu Mike. "Tolong antarkan mobil ke bengkel supaya direparasi dan diisi tangkinya." "Akan saya urus, Dokter Stevens. Pukul berapa mobil akan Anda perlukan?" "Saya akan berangkat pukul tujuh pagi." Judd merasaka n Mike mengawasinya ketika dia berjalan ke dalam apartemen. Setelah masuk ke apa rtemennya, Judd mengunci semua pintu. Tidak lupa semua jendela diceknya dengan c ermat. Kelihatannya semua beres. Dia menelan dua butir pil codeine, membuka paka ian dan mandi dengan air panas. Badannya direndam dengan air panas, dan dia mera sakan ketegangannya mulai lenyap dari punggung dan lehernya. Dia berbaring rilek s dalam bak mandi, berpikir. Mengapa Moody mengingatkan jangan sampai mobilnya m ogok di jalan? Karena kemungkinan besar dia bisa diserang di jalan yang sunyi di Pegunungan Catskills? Dan apa yang bisa dilakukan Moody seandainya benar dia di serang? Moody tidak mau menerangkan rencananyakalau memang dia punya rencana. Mak in lama dipikirkan, judd makin yakin bahwa dia sedang berjalan ke sebuah perangk ap. Moody mengatakan bahwa 'perangkap ini dipasang untuk menjebak orang-orang ya ng akan mengejar Judd. Tapi tidak peduli berapa kali dia memikirkannya, kesimpul annya selalu sama: bahwa perangkap ini dibuat untuk menjebak Judd sendiri. Tapi mengapa? Apa keuntungan yang akan diperoleh Moody kalau dia terbunuh? Ya, Tuhan! pikir Judd. Aku mengambil sebuah nama secara untung-untungan dari Buku Petunjuk Telepon Manhattan, dan aku yakin dia ingin agar aku terbunuh! Aku penderita par anoid/ Judd mulai merasakan matanya terpejam. Pil dan mandi air panas sudah mula i memberikan pengaruh sebaik-baiknya. Dia bangkit dari bak mandi dengan badan le mas. Hati-hati sekali dia menyeka bagian tubuhnya yang luka dengan handuk tebal sampai kering. Kemudian dipakainya sepasang piyama. Sebelum naik ke tempat tidur , jam listrik disetelnya agar berdering pada pukul enam. Pegunungan Catskills, p ikirnya. Sebuah nama yang bagus. Dan dia pun terlelap tidur. Tidurnya nyenyak se kali, seperti orang yang kehabisan tenaga. Pada pukul enam pagi jam berdering. S eketika Judd terbangun. Begitu dia bangun, pikirannya langsung bekerja meneruska n pikiran sebelumnya. Aku tidak percaya kepada rentetan kebetulan dan aku tidak percaya salah seorang pasienku adalah seorang pembunuh. Maka, kalau aku bukan pe nderita paranoid, aku akan menjadi penderita paranoid. Dia perlu konsultasi deng an psikoanalis lainnya, tidak boleh ditunda-tunda lagi. Sebaiknya dia telepon Do kter Robbie saja. Dia tahu itu berarti kariernya sebagai psikoanalis akan berakh ir, tapi itu tidak bisa dicegah lagi. Kalau dia memang menderita paranoid, dia h arus dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Apakah Moody sudah curiga bahwa dia berhada pan dengan orang yang otaknya kurang waras?] Itukah sebabnya dia menyarankan unt uk ambili liburan? Bukan karena Moody percaya ada orang yang akan membunuhnya, m elainkan karena i melihat gejala keruntuhan saraf pada dirinya. Mungkin keputusa n yang paling bijaksana adalah mengikuti saran Moddy, dan pergi ke Pegunungan Ca tskills selama beberapa hari. Seorang diri, tanpa beban apa pun yang memberat*! nya, dia akan bisa mencoba menilai dirinya dengan tenang. Dia bisa mencoba memik irkan kapan otaknya mulai tidak beres, kapan dia mulai kehilangan pegangan denga n kenyataan. Kemudian, setelah kembali, dia akan menemui Dokter Robbie dan menye rahkan diri di bawah perawatannya. Judd merasa sangat berat mengambil keputusan ini. Tapi setelah keputusan yang menyakitkan itu diambil, Judd merasa lebih tena ng. Dia pun berpakaian. Ke dalam kopor kecil dimasukkannya pakaian ganti cukup u ntuk lima hari, kemudian kopor itu dijinjingnya ke lift. Eddie belum lagi mulai bertugas, dan dia harus menjalankan lift sendiri. Judd turun ke bengkel di lanta i bawah. Sesampainya di sana dia melihat berkeliling mencari Wih, pekerja bengke l. Tapi Wilt tidak dilihatnya. Bengkel kosong, tidak ada seorang pun di situ. Ju dd melihat mobilnya diparkir di sebuah sudut, dekat tembok. Dia berjalan mengham pirinya. Kopornya diletakkan di tempat duduk belakang, lalu dia membuka pintu de pan dan duduk di belakang kemudi. Ketika Judd menarik kunci kontaknya, tahu-tahu seorang laki-laki muncul di sebelahnya. Jantung Judd berhenti berdetak sesaat. "Anda tepat dengan rencana." Ternyata itu Moody, "Saya tidak tahu Anda akan mele pas kepergian saya," kata Judd. Moody memandangnya dengan muka berseri-seri. Waj

ahnya yang mirip wajah malaikat menyunggingkan senyuman. "Saya tidak bisa berbua t yang lebih baik dan saya tidak bisa tidur." Tiba-tiba Judd merasa berterima ka sih karena taktik yang diambil Moody untuk mengatasi keadaan. Moody tidak menyeb utkan kenyataan bahwa Judd berpenyakit jiwa. Dia hanya memberikan saran dengan c erdiknya agar Judd bermobil ke pedalaman dan istirahat. Baiklah, sekurang-kurang nya Judd bisa berpura-pura bahwa segala-galanya berjalan normal. "Saya mengambil kesimpulan bahwa Anda benar. 4Saya akan bermobil ke pegunungan dan melihat kala u-kalau bisa mendapatkan karcis untuk menonton bola." "Ah, Anda tidak perlu perg i ke mana-mana untuk mendapatkan itu," kata Moddy. "Itu semua sudah diurus." Jud d melihat kepadanya dengan pandangan hampa. "Saya tidak mengerti." "Ini sederhan a saja. Saya selalu mengatakan kalau orang ingin menemukan dasar dari apa pun, d ia harus mulai menggali." "Tuan Moody...." Moody menyandar ke pintu mobil. "Anda tahuJ apa yang saya anggap membingungkan dalam problem Anda, Dok? Rupanya seper ti setiap lima menit orang mencoba membunuh Anda barangkali. Sekarang barangkali ini membuat saya terpesona. Kita tidak punya pegangan apa pun ; sebelum mengetah ui apakah Anda berpenyakit gila, atau benar-benar ada orang yang berusaha i meng ubah Anda menjadi mayat." Judd melihat kepada Moody. "Tapi Pegunungan Catskills. ..," katanya lemah. "Ah, Anda tidak perlu pergi ke Pegunungan J Catskills, Dok." Moody membuka pintu mobil. , "Silakan turun di sini." Kebingungan, Judd turun d ari mobil. "Ketahuilah, semua itu hanya iklan belaka, j Saya selalu mengatakan k alau orang ingin menangkap ikan hiu, maka dia harus menuangkan I darah dulu ke a ir." Judd memperhatikan muka Moody. "Saya kuatir Anda takkan sampai ke Pegununga n Catskills," kata Moody dengan lem ah-lem- I but. Dia berjalan memutari tutup m esin mobil, memutar kuncinya dan tutup mesin dibukanya. Judd berjalan ke sisinya . Tiga batang dinamit direkatkan dengan plester pada distributor. Dua utas kawat tipis dihubungkan dengan kontak mesin. "Dipasangi dinamit," kata Moody. Judd me lihat kepadanya, sangat heran. "Tapi bagaimana Anda...." Moody nyengir. "Saya su dah bilang, saya tidak bisa tidur. Saya datang ke sini sekitar tengah malam. Say a menyuap penjaga malam supaya pergi bersenang-senang, dan saya menunggu dalam g elap. Untuk menyuap penjaga malam saya mengeluarkan uang dua puluh dollar," dia menambahkan. "Saya tidak ingin Anda kelihatan seperti orang murahan." Judd tibatiba merasa kagum kepada laki-laki gendut ini. "Anda melihat orang yang memasang nya?" "Tidak. Dinamit sudah dipasang sebelum saya datang ke sini. Pada pukul ena m pagi tadi saya rasa tidak ada lagi orang yang akan datang melihat, maka saya m emeriksanya." Moody menunjuk ke arah dua utas kawat. "Kawan-kawan Anda benar-ben ar cerdas dan cerdik. Mereka memasang peledak kedua, supaya dinamit juga akan me ledak kalau Anda membuka tutup mesin selebar-lebarnya. Demikian juga dinamit aka n meledak kalau Anda memutar kunci kontak. Dinamit yang dipasang di sini cukup u ntuk melenyapkan separuh bengkel." judd riba-riba merasakan perutnya mulas Moody memandanginya dengan rasa kasihan. "Bergembiralah," katanya. "Lihatlah kemajuan vang kita capai. Kita sudah mengetahui dua hal. Yang pertama, kita tahu bahwa A nda tidak gila> Dan yang kedua../'senyum lenyap dari wajahnya-"kita tahu bahwa se seorang ingin sekali membunuh Anda, Dokter Stevens." 10 Mereka duduk dalam apart emen Judd, bercakap-cakap. Moody yang gendut duduk di sofa besar. Hati-hati seka li Moody mengumpulkan bagian-bagian bom yang sudah dijinakkan dalam bagasi mobil nya sendiri. "Apakah tidak lebih baik Anda membiarkannya saja di situ supaya pol isi bisa memeriksanya?*' tanya Judd. "Saya selalu mengatakan bahwa hal yang pali ng membingungkan di dunia ini ialah terlalu banyak informasi." "Tapi itu bisa me rupakan bukti bagi Letnan McGreavy bahwa saya tidak bohong." "Benar begitu?" Jud d memahami pendapat Moody. $isa saja McGreavy menuduh Judd sendiri yang memasang dinamit itu pada mobilnya. Walaupun demikian Judd masih bingung bahwa ada detek tif swasta yang menahan buku dari polisi Dia berpendapat bhwa Moody seperti sebua h gunung es yanj besar. Sebagian besar dari pribadinya ^ bawah permukaan, di bal ik topeng seorang desa yang bodoh. Tapi kini ketika mendengarkan Moody berbicara , Judd merasa senang sekali. Dia tidak gilai dan dunia tidak tiba-tiba penuh den gan kebetulan 1 yang mengerikan. Ternyata memang ada pembunuh yang sedang berkel iaran. Pembunuh yan sebenar-benarnya. Dan entah karena alasan apa,] pembunuh itu memilih Judd sebagai sasarannya.] Ya, Tuhan, pikir Judd, alangkah mudahnya* ego kita bisa dihancurkan. Beberapa menit yang ] lalu hampir saja dia yakin bahwa di rinya penderita 1 paranoid. Dia berutang budi banyak sekali kepada Moody. "... A

nda dokter," kata Moody. "Saya hanyalah orang kebanyakan. Saya selalu mengatakan kalau ingin madu, orang harus mencari sarang lebah." Judd mulai bisa memahami b ahasa Moody. "Anda menginginkan pendapat saya mengenai orang atau orang-orang ya ng kita cari." "Itulah dia," kata Moody dengan muka berseri-seri. "Apakah kita s edang berurusan dengan seseorang yang gila membunuh yang lepas dari rumah gila.. .." Rumah sakit jiwa, pikir Judd secara otomatis. "... ataukah lebih dari itu?" "Lebih dari itu," kata judd seketika. "Mengapa Anda berpendapat begitu, Dok?" "P ertama, dua orang masuk ke kantor saya semalam. Saya mungkin bisa saja mempercay ai teori adanya seorang gila, tapi dua orang gila bekerja bersama-sama adalah ha l yang mustahil." Moody mengangguk sependapat. "Saya mengerti. Teruskan." "Kedua , otak yang tidak waras mungkin bisa memiliki obsesi, tapi selalu bekerja dengan satu pola tertentu. Saya tidak tahu mengapa John Hanson dan Carol Roberts dibun uh. Tapi, kalau saya tidak salah, saya dimaksudkan sebagai korban yang ketiga da n terakhir." "Mengapa Anda berpendapat bahwa Anda dimaksudkan sebagai korban yan g terakhir?" tanya Moody sangat tertarik. "Sebab," jawab Judd, "kalau seharusnya ada pembunuhan lain, maka ketika pertama kalinya mereka gagal membunuh saya, me reka akan meneruskan membunuh siapa saja yang ada dalam daftarnya. Tapi kenyataa nnya tidak demikian. Mereka memusatkan perhatian untuk berusaha membunuh saya." "Ketahuilah," kata Moody senang sekali, "Anda punya bakat untuk menjadi detektif ." Judd mengerutkan dahi. "Ada beberapa hal yang tidak masuk akal." "Apa misalny a?" "Pertama, tentang motifnya," kata Judd. "Saya tidak kenal dengan siapa pun y ang...." "Kita akan kembali membicarakannya nanti. Apa lagi?" "Kalau orang ini b enar-benar ingin sekali membunuh saya, maka waktu mobil menabrak saya, yang perl u dilakukan sopirnya hanya kembakjagi dan melindas saya. Waktu itu saya ,aruh pi ngsan. "Ah! Di situlah peranan Tuan Benson." Judd melihat kepadanya dengan panda ngan hampa. Tuan Benson adalah saksi kecelakaan Anda,*' Moody menerangkan. "Saya mengetahui namanya dari laporan polisi, dan menemui dia setelah Anda meninggalk an kantor saya. Untuk naik taksi saya mengeluarkan uang tiga dollar lima puluh s en. Oke?** Judd mengangguk, tidak bisa mengeluarkan suara. "Tuan Bensondia adalah pedagang kulit berbulu. Dia menjual mantel yang bagus-bagus. Kalau Anda ingin m embelikan sesuatu untuk pacar, saya bisa mengusahakan korting. Oh, ya, j pada ha ri Selasa malam terjadinya kecelakaan, dia ] keluar dari gedung perkantoran temp at saudara iparnya bekerja. Dia pergi ke sana untuk mengantarkan pil, sebab saud aranya, Matthew, yang menjadi pedagang Kitab Suci sedang kena flu. 1 Saudara ipa rnya ini yang akan membawa pil j pemberian Tuan Benson pulang." Judd menahan kes abarannya. Walaupun seandainya Norman Z. Moody ingin terus duduk di j situ dan m enyebutkan Pernyataan Hak-hak Azasi j Manusia selengkapnya, dia akan mendengarka n, j "Setelah Tuan Benson mengantarkan pil itu, dia j keluar dari gedung tepat k etika mobil itu sedang meluncur ke arah Anda. Tentu saja pada waktu itu i dia ti dak tahu bahwa itu adalah Anda." "Mobil itu meluncur agak ke samping, dan dari t empat Tuan Benson kelihatannya mobil itu slip. waktu melihat bahwa mobil menabra k Anda, dia mulai berlari untuk melihat kalau-kalau bisa menolong. Mobil waktu i tu sedang mundur untuk menabrak Anda sekali lagi. Sopirnya melihat Tuan Benson, dan mobil di larikannya cepat-cepat seperti kelelawar keluar dari neraka." Judd menelan ludah. "Jadi kalau Tuan Benson tidak kebetulan lewat...." "Yah," kata Mo ody perlahan, "Anda boleh mengatakan bahwa kita tidak akan bertemu. Anak-anak ya ng di mobil itu tidak main-main. Mereka memang ingin membunuh Anda, Dok." "Bagai mana tentang serangan ke kantor saya? Mengapa mereka tidak mendobrak pintu?" Moo dy terdiam sesaat, berpikir. "Itu membingungkan," katanya kemudian. "Mereka bisa saja mendobrak pintu dan membunuh Anda dengan siapa pun yang bersama Anda, kemu dian lari tanpa ada yang melihat. Tapi waktu mengira Anda tidak sendirian, merek a pergi. Ini tidak cocok dengan lain-lainnya." Beberapa saat Moody duduk sambil menggigit bibirnya. "Kecuali kalau...." katanya. "Kecuali kalau apa?" Pancaran s pekulatif kelihatan pada wajah Moody. "Saya masih bingung...." Dia menghela napa s. "Sementara Ini baiklah jangan dikatakan dulu. Saya punya sedikit dugaan, tapi rasanya tidak masuk akal sebelum kita menemukan motirnva." judd mengangkat bahu tidak berdaya. *'Sava j tidak kenal dengan siapa pun yang punya motif j untuk m embunuh saya/' Moody berpikir sesaat. "Dok. mungkinkah Anda punya rahasia yang A nda beritahukan kepada pasien Anda. Hanson, dan Carol Roberts? Sesuatu yang hany a diketahui oleh Anda berup?" Judd menggeleng. "Rahasia yang saya miliki hanya r

ahasia profesi tentang pasien saya. Dan tidak satu pun dari riwayat kasus mereka yang mungkin akan menyebabkan pembunuhan. Tak seorang pun di antara pasien saya menjadi agen rahasia, mata-mata asing, atau buronan polisi. Mereka hanya orang biasa sajaibu rumah tangga, usahawan, pegawai bankorang-orang dengan problem yang tidak dapat mereka atasi sendiri." Moody memandangi Judd dengan tenang. "Jadi An da yalun benar dalam kelompok kecil Anda tidak ada orang yang gila membunuh?" Su ara Judd tegas sekali. "Positif. Kemarin mungkin saya tidak begitu yakin. Terus terang, saya mulai berpikir bahwa saya menderita paranoid dan Anda hanya menghib ur saya." Moody tersenyum kepadanya. "Pikiran itu melintas pada otak saya juga," katanya, "Setelah Anda menelepon saya untuk mengadakan janji pertemuan, saya me lakukan pengecekan terhadap diri Anda. Saya menelepon dua orang dokter sahabat b aik saya. Anda mempunyai reputasi sebagai psikoanalis yang terkemuka." Rupanya p anggilan 'Tuan Stevenson" hanya bagian dari topeng Moody sebagai orang kampung y ang bodoh. "Kalau kita pergi kepada polisi sekarang," kata Judd, "dengan apa yan g kita ketahui, sekurang-kurangnya kita bisa meminta mereka mulai mencari siapa yang mendalangi semua ini.*' Moody memandanginya agak keheranan. "Anda berpendap at begitu? Yang kita ketahui sekarang belum cukup banyak untuk melangkah ke situ bukan, Dok?" Memang benar. "Saya tidak akan putus asa," kata Moody. 'Saya rasa kita mendapat kemajuan pesat. Kita sudah mempersempit medan penyelidikan dalam w aktu singkat." Nada frustrasi terasa pada suara Judd. 'Tentu saja. Pembunuhnya p asti salah seorang yang tinggal di benua Amerika ini." Sesaat Moody duduk sambil menatap langit-langit. Akhirnya dia menggelengkan kepala. "Keluarga," katanya s ambil menghela napas. "Keluarga?" "Doksaya percaya kepada Anda ketika Anda mengat akan mengenai baik semua pasien Anda. Kalau Anda mengatakan mereka tidak mungkin melakukan perbuatan ini, saya harus percaya kepada Anda. Itu sarang lebah Anda sendiri, dm Anda-lah yang menjaga madunya." Dia mencondongkan badannya ke depan. "Tapi coba katakan kepada saya. Kalau Anda menerima pasien, apakah Anda mengint erviu keluarganya?" Tidak. Kadang-kadang keluarganya bahkan tidak tahu bahwa dia mendapat perawatan psikoanalisis.** Moody menyandar kembali, kelihatan puas. "N ak, kalah dia,** katanya. Judd melihat kepadanya. "Anda berpendapat bahwa anggot a keluarga salah satu pasien berusaha membunuh saya?" "Mungkin." "Mereka pun tid ak punya motif, sama seperti si pasien sendiri. Lebih tidak mungkin." Moody bang kit berdiri dengan susah-payah. "Anda tidak mungkin mengetahuinya, bukan, Dok? B aiklah, akan saya katakan apa yang ingin saya lakukan. Berikan kepada saya dafta r semua pasien yang Anda temui selama empat atau lima minggu terakhir ini. Apaka h Anda bisa memenuhi permintaan saya?" Judd ragu-ragu, "Tidak," akhirnya dia ber kata. "Hubungan dokter dengan pasien yang harus dirahasiakan? Saya rasa sudah ti ba waktunya Anda menyimpang sedikit. Jiwa Anda sedang terancam." "Saya rasa Anda mengikuti jalan yang salah. Apa yang sudah terjadi tidak ada hubungannya dengan pasien saya atau keluarganya. Kalau salah seorang anggota keluarga pasien ada y ang gila, itu kan segera diketahui dalam ptmoananna,- juvUI menggelengkan kepala. "Maaf, Tuan Moody. Saya harus melindungi pasien.'* "Anda tadi mengatakan bahwa dalam arsip Anda tidak ada yang penting." 'Tidak ada yang penting bagi kita." Ju dd memikirkan beberapa hal yang terdapat dalam arsip. John Hanson mencari kelasi di bar yang ramai di Third Avenue. Teri Washburn main cinta dengan anak-anak ba nd. Evelyn Warshak, pelacur berumur empat belas tahun.... "Maaf," kata Judd lagi . "Saya tidak bisa memperlihatkan arsip saya kepada Anda." Moody mengangkat bahu . "Oke," katanya. "Oke. Kalau begitu Anda harus melakukan sebagian dari tugas sa ya." "Apa yang harus saya lakukan?" Keluarkan semua rekaman wawancara Anda denga n pasien selama bulan terakhir ini. Dengarkan baik-baik setiap rekaman. Tapi kal i ini Anda tidak mendengarkan selaku seorang dokterdengarkanlah rekaman itu denga n Anda berlaku sebagai seorang detektif. Carilah apa saja yang kedengarannya aga k aneh." "Itu sudah saya lakukan. Memang itu tugas saya. "Lakukan sekali lagi. D an tetap waspada. Saya tidak ingin kehilangan Anda sebelum kasus ini bisa dipeca hkan." Moody mengambil mantelnya dan mulai memakainya, penampilannya kelihatan s eperti gajah yang sedang menari balet. Biasanya gerak-gerik orang gemuk agak lam ban, pikir Judd. Tapi rupanya itu tidak berlaku bagi Tuan Moody. "Anda tahu apa yang paling istimewa dari seluruh persoalan ini?" tanya Moody setelah berpikir s ejenak. "Sebelumnya Anda sudah menarik kesimpulan, bahwa ada dua orang yang ingi n membunuh Anda. Mungkin lebih masuk akal kalau hanya satu orang yang ingin mele

nyapkan Andatapi mengapa harus dua orang?" "Saya tidak tahu." Moody memperhatikan nya sesaat, menimbang-nimbang. "Ya, Tuhan!" Akhirnya dia berkata. "Ada apa?" "Mu ngkin ini hanya dugaan gila. Tapi kalau saya tidak salah, mungkin lebih dari dua orang yang ingin membunuh Anda." Judd menatap Moody tidak percaya. "Maksud Anda ada sekelompok orang gila ingin membunuh saya? Itu tidak masuk akal." Air muka Moody makin lama kelihatan makin memancarkan kegembiraan. "Dokter, mungkin saya bisa menebak siapa wasit dalam permainan bola ini." Dia melihat kepada Judd, mat anya bersinar-sinar. "Saya belum tahu pasti apa sebabnyatapi mungkin saya tahu si apa orangnya." v.ffSiapa?" Moody menggelengkan - kepala. "Anda akan mengirim say a ke rumah gila kalau saya mengatakan ini. Saya selalu mengatakan kalau orang in gin menembakkan mulutnya, dia harus tahu lebih dulu bahwa mulutnya berisi. Baikl ah, saya akan melakukan latihan dulu agar mengenai sasaran yang tepat. Kalau ter nyata nanti saya berada pada jalan yang benar, Anda akan saya beritahu." "Mudahmudahan Anda tidak keliru," kata Judd dengan sungguh-sungguh. Moody memandanginy a sesaat. 'Tidak, Dok. Kalau Anda masih sayang kepada jiwa Anda berdoalah semoga saya keliru." Dan Moody pun pergi. Judd naik taksi ke kantor. Waktu itu hari Jum at siang, dan kesempatan berbelanja tinggal tiga hari sebelum Natal. Jalan penuh dengan orang yang pergi berbelanja. Mereka semua mengenakan pakaian tebal untuk ' menahan angin dingin yang meniup dari arah Sungai Hudson. Jendela toko-toko ke lihatan meriah dan terang-benderang, penuh dengan pohon Natal yang lampunya diny alakan dan patung ukiran Kelahiran Sang Bayi. Damai di bumi. NataJ. Dan Elizabet h, dengan anak dalam kandungannya. Suatu hari kelakkalau dia selamatdia akan menca pai kedamaiannya sendiri, membebaskan dirinya dari masa lampau yang sudah mati d an melangkah ke masa datang. Dia tahu bersama Anne dia bisa.... Judd dengan tega s menghentikan lamunannya. Mengapa dia harus mengkhayalkan wanita yang sudah men ikah, yang akan segera pergi dengan suaminya yang tercinta? Taksi berhenti di mu ka gedung perkantoran. Judd turun dan dengan gelisah melihat ke sekelilingnya. T api apa yang dicari-carinya? Dia tidak tahu apa senjata yang akan digunakan si p embunuh, dan siapa orang yang akan menggunakannya. Setelah sampai di kantornya, Judd mengunci pintu luar. Dia berjalan ke rak tempat menyimpan pita rekaman, dan membukanya. Rak disusun secara kronologis, dan diberi nama setiap pasien. Dia m emilih rekaman yang paling baru, dan membawanya ke tape recorder. Hari itu semua pertemuan dengan pasien dibatalkan. Maka dia bisa memusatkan perhatian untuk me ncoba mencari petunjuk. Mungkinkah ada teman atau keluarga pasiennya yang terlib at? Dia merasa bahwa saran Moody terlalu berlebih-lebihan. Tapi dia sangat mengh argai Moody, sehingga tidak bisa mengabaikan sarannya begitu saja. Waktu memasan g pita rekaman pertama, Judd teringat terakhir kalinya dia menggunakan tape reco rder int. Benarkah baru semalam? Ingatan ini datang kembali dengan rasa ngeri ya ng tajam menikam. Seseorang berusaha membunuhnya di ruangan ini, tempat mereka m embunuh Carol. Tiba-tiba Judd sadar bahwa dia belum memikirkan pasiennya yang di rumah sakit, tempat dia bekerja sekali seminggu. Mungkin karena pembunuhan terja di di lingkungan tempatnya berpraktek, bukan di rumah sakit. Walaupun demikian.. .. Dia berjalan ke bagian rak yang diberi tanda KLINIK. Beberapa pita rekaman di periksanya, kemudian dia memilih setengah lusin. Pita yang pertama dipasangnya p ada tape recorder. Rose Graham. "... hanya kecelakaan, Dokter. Nancy sering mena ngis. Dia memang anak yang cengeng. Jadi kalau saya memukulnya, itu demi kebaika nnya sendiri, bukan f" "Apakah Anda pernah berusaha menyelidiki mengapa Nancy se ring menangis?" Suara Judd bertanya. "Karena dia manja. Ayahnya sangat memanjaka nnya, kemudian pergi meninggalkan kami. Nancy selalu berpikir bahwa dia anak Pap a. Tapi seberapa besar kasih sayang Harry sebenarnya kalau dia kabur begitu saja f" "Anda dengan Harry tidak pernah menikah, bukan?" "Yah... Ini sudah biasa, sa ya rasa Anda juga sudah tahu. Rencananya kami akan menikah" "Berapa lama Anda hi dup bersama?" "Empat tahun." "Setelah Harry meninggalkan Andai selang berapa lam a Anda mematahkan lengan Nancy?" "Kira-kira seminggu, saya rasa. Saya tidak berm aksud mematahkannya* ini hanya karena dia tidak mau berhenti menangis, maka saya akhim'vd mengambil rel tirai dan mulai memukuli\dmi^ "Apakah Anda berpendapat ba hwa Harry lebih mencintai Nancy daripada mencintai Andar "Tidak. Harry tergila-g ila kepada saya." "Kalau begitu menurut Anda mengapa dia meninggalkan Anda f*9 " Karena dia laki-laki Anda tahu laki-laki itu apa? Binatang! Kalian semua! Seharu snya semua laki-laki dibantai seperti babi!" Dia tersedu-sedu. Judd mematikan ta

pe recorder dan merenungkan Rose Graham. Wanita ini seorang penderita psikosomat ik, dan dua kali dia memukuli anaknya yang berumur enam tahun sampai hampir mati . Tapi pola pembunuhan yang terjadi tidak cocok dengan kegilaan Rose Graham. Dia memasang rekaman pasiennya di klinik berikutnya. Alexander Fallon. "Polisi meng atakan Anda menyerang Tuan Champion dengan pisau, Tuan Fallon." "Saya hanya mela kukan yang diperintahkan kepada saya" "Seseorang menyuruh Anda membunuh Tuan Cha mpion?* "Dia menyuruh saya membunuhnya?" "Dkr "Tuhan." "Mengapa Tuhan menyuruh A nda membunuhnya?** "Karena Champion orang yang jahat. Dia seorang aktor. Saya me lihat dia di panggung. Dia mencium wanita ini. Aktris ini. Di muka banyak penont on. Dia menciumnya dan..." Sunyi. "Teruskan." "Dia menyentuhbuah dadanya" "Itu me mbuat Anda marah?" "Tentu saja. Itu membuat saya sangat marah. Anda tidak menger ti apa artinya? Dia tahu di mana titik nafsu aktris ini. Waktu keluar dari teate r, saya merasa baru keluar dari Sodom dan Gomora. Mereka harus dihukum." "Jadi A nda memutuskan membunuh dia?" "Saya tidak memutuskan. Tuhan yang memutuskan. Say a hanya melakukan perintah" "Apakah Tuhan sering bicara kepada Anda?" "Hanya kal au ada tugas yang harus saya lakukan. Dia memilih saya sebagai alat-Nya, sebab s aya suci. Anda tahu apa yang menyebabkan saya suci? Anda tahu apa yang paling me nyucikan di dunia ini? Membunuh yang jahat!" Alexander Fallon, umur tiga puluh l ima, pembantu pemanggang roti sebagai kerja sambilan. Dia dikirim ke rumah sakit jiwa selama enam bulan, kemudian dilepaskan. Mungkinkah Tuhan menyuruh dia memb inasakan Hanson, seorang homoseks, dan Carol, bekas pelacur, dan Judd, pelindung mereka? . Judd menarik kesimpulan bahwa itu tidak mungkin. Proses pemikiran Fal lon terjadi secara singkat, dalam kejutan sesaat yang terasa menyakitkan. Sedang kan pembunuhan yang sudahi terjadi rupanya direncanakan oleh suatu organtsa- i s i yang rapi. Dia memutar beberapa buah rekaman lagi dari 1 klinik. Tapi semua ti dak ada yang memiliki pola \ yang dicarinya. Tidak. Tidak mungkin si pembu- \ nu h salah seorang pasien klinik. Dia memeriksa arsip rekaman pasiennya di tempatny a berpraktek lagi, dan sebuah nama i menarik perhatiannya. Dia memasang rekamann ya pada tape recorder. Skeet Gibson. "Pagi, Dockie. Anda senang denganhari indah yang sengaja saya ciptakan untuk Anda?" "Hari ini rupanya Anda sedang merasa ge mbi"Kalau saya lebih gembira lagi, mereka mungkin akan mengurung saya. Apakah An da melihat pertunjukan saya semalam?" 'Tidak. Menyesal sekali, saya tidak sempat ." "Saya benar-benar hebat. Jack Gould menyebut saya 'pelawak yang paling dicint ai di dunia?. Pantaskah saya membantah pendapat seorang jenius seperti Jack Goul d? Seharusnya Anda mendengar sambutan penonton! Mereka bertepuk sampai seperti o rang lupa daratan. Anda tahu hal itu membuktikan apa?" "Bahwa mereka bisa membac a kartu 'tepuk tangan'i" t*j> "Anda cerdik, benar-benar setan, Anda. Itulah yang saya sukaipengerut kepala yang pu selera humor. Yang terakhir saya temui orang m embosankan. Berjenggot lebat, dan benar-benar membuat saya sebal.** "Mengapa?" " Karena dia wanitai** Tertawa keras. "Kali ini saya bisa mengalahkan Anda, bukan? Sekarang serius, salah satu alasan mengapa saya begitu gembira ialah karena say a baru saja menaruh uang sejuta dollarhitunglah: sejuta dollaruntuk menolong anakanak di Biafra." "Tidak heran kalau Anda begitu gembira." "Tentu saja. Ceritanya dimuat pada halaman depan semua surat kabar di seluruh dunia." "Apakah itu pent ing?" "Apa maksud Anda, 'Apakah itu penting?' Berapa orang yang bisa menaruh uan g sebanyak itu? Tiuplah puputmu, Peter Pan. Saya gembira mampu menaruh uang seba nyak itu." "Anda selalu mengatakan 'menaruh'. Apakah maksud Anda 'memberikan'?" "Menaruh uangmemberikanapa bedanya? Orang menaruh uang sejuta dollarmemberikan seju ta dollardan mereka menjilat pantatnya.... Saya sudah mengatakan bahwa hari ini u lang tahun perkawinan saya?" "Belum. Selamat ulang tahun." "Terima kasih. Lima b elas tahun yang hebat. Anda belum pernah bertemu dengan Sally. Lante ing cantik yang pernah berjalan di bumi Tuhan ini. Saya benar-benar mujur dengan perkawinan kami. Anda tahu seperti apa kesulitan dengan ipar biasanya? Nab, Sally punya du a saudara laki-laki, Ben dan Charley. Saya sudah menceritakan kepada Anda tentan g mereka. "Ben penulis untuk pertunjukan TV saya, dan Charley jnenjadi produser. Mereka berdua orang jenius. Sampai saat ini saya sudah tujuh tahun di udara. Da n kami selalu termasuk sepuluh terbesar menurut Nielsen. Saya cukup cerdik untuk mengawini anggota keluarga seperti itu, huh? "Wanita pada umumnya menjadi gemuk dan ceroboh setelah berbasil menjerat suami. Tapi Sallysemoga Tuhan memberkatiny asekarang bahkan lebih langsing daripada waktu kami menikah. Gadis yang hebat!...

. Punya rokok?" "Ini. Saya kira Anda sudah berhenti merokok?9 "Saya hanya ingin menunjukkan kepada diri saya sendiri bahwa saya memiliki kemauan keras, maka say a berhenti merokok. Sekarang saya merokok karena saya ingin.... Kemarin saya mem buat kontrak baru. Saya benar-benar sangat menguntungkan mereka. Apakah waktu sa ya sudah habis?" "Belum. Apakah Anda merasa gelisah, Skeet?" "Terus terang, Mani s, saya merasa dalam kondisi yang sangat sempurna sehingga tidak tahu untuk apa saya datang ke sini lagi." "Tidak ada kesulitan lagi?" "Saya? Dunia ini kulit ke rang saya, dan saya Diamond Jim Brady. Saya harus meneruskan resepnya kepada And a. Anda benar-benar menolong saya. Anda sahabat saya. Dengan uang seperti yang A nda dapatkan, mungkin saya him membuat usaha sendiri, huh?.... Saya jadi teringa t kepada cerita orang yang pergi ke seorang psikoanalis, tapi dia begitu kalut s ehingga hanya berbaring di sofa dan tidak mengatakan apa-apa. Setelah satu jam s i pengerut kepala berkata, 'Ongkosnya lima puluh dollar.' Nah, demikian berlangs ung terus selama dua tahun dan orang ini tetap tidak mengatakan apa-apa. Akhirny a suatu hari orang ini membuka mulutnya dan berkata, Dokterboleh saya bertanya?' 'Tentu saja,' jawab si Dokter. Dan orang ini bertanya, 'Anda butuh patner?' " Te rtawa keras. "Anda mau memberikan suntikan aspirin atau apa?" "Tentu saja. Anda merasa sakit kepala lagi?" "Tidak ada yang tidak bisa diatasi, Kawan.... Terima kasih. Tapi itu akan membantu." "Menurut pendapat Anda apa yang menyebabkan saki t kepala ini?" "Hanya ketegangan bisnis pertunjukan yang biasa saja.... Tadi sia ng kami melakukan pembacaan naskah." "Itu yang membuat Anda tegang?" "Saya? Pers etan, tidak f Kenapa saya harus tegang? Kalau leluconnya jelek, saya mengernyitk an dahi dan mengedipkan mata kepada penon173 ton, dan mereka pun mau menelannya. Tidak peduli sejelek apa pun pertunjukannya, si Skeet selalu berbau harum seper ti bunga mawar." "Mengapa Anda mengira bahwa A nda sakit kepala setiap mingguf** "Sialan, mana saya tabu? Yang jadi dokter kan Anda. Anda yang mengatakan kepada saya. Saya tidak membayarmu supaya duduk saja selama satu jam mengajukan pertan yaan yang tolol. Ya, Tuhan, kalau menyembuhkan sakit kepala biasa saja tidak bis a, mengapa mereka membiarkan orang tolol seperti kau berkeliaran mengacaukan hid up orang? Di mana kau mendapat ijazah doktermu? Di sekolah dokter hewan? Saya ti dak akan mempercayakan kucing saya kepadamu. Kau dukun palsu! "Satu-satunya alas an mengapa mula-mula saya \ datang ke sini hanya karena saya diberaki Sally, i H anya dengan cara itu saya bisa menghindari dia. Kau tahu bagaimana definisi nera ka? Kawin dengan sundal kurus kering jelek selama lima belas tahun. Kalau kau me ncari orang lebih j banyak untuk ditipu, ambillah kedua iparku yang tolol: Ben d an Charley. Ben, penulis saya, tidak bisa membedakan pangkal dan ujung pada penj si!dan saudaranya bahkan lebih tolol.... "Mudah-mudahan keduanya segera mampus . Mereka ingin mencelakakan saya. Kaukir a saya suka padamu? Kau orang yang busu k! Kau orang sombong sialan, duduk di situ dan melihat ke bawah kepada setiap or ang. Kau. sendiri tidak punya kesulitan, bukan f Kau tahu apa sebabnya? Sebab ka u tidak ada di dunia yang nyata. Kau ada di luarnya. Yang kaulakukan hanya duduk sepanjang hari mencuri uang dari orang sakit. Nah, saya yang akan menghancurkan mu, Bangsat. Kau akan saya laporkan kepada AM A..." Tersedu-sedu. "Ingin sekali saya tidak membaca naskah sialan ini." Sunyi. "Nahtenang saja. Sampai minggu depa n, Sayang." Judd mematikan tape recorder. Skeet Gibson, pelawak Amerika yang pal ing disukai, sebenarnya harus sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa sepuluh tahun yang lalu. Kegemarannya memukuli gadis panggung muda yang berambut pirang dan b erkelahi di rumah minum. Skeet bertubuh kecil, tapi dia bekas petinju bayaran da n tahu benar cara menyakiti orang. Salah satu olahraga yang paling disukainya ia lah masuk ke bar yang ramai, memancing seorang homoseks masuk ke kamar kecil dan memukulinya sampai pingsan. Beberapa kali Skeet ditangkap polisi, tapi perkaran ya selalu dipetieskan. Bagaimanapun juga, dia pelawak yang paling dicintai di Am erika. Penyakit gila Skeet cukup parah sehingga bisa membunuh, dan kalau marah d ia sanggup membunuh orang. n demikian Judd berpendapat bahwa n L Sak cukup berdar ah dingin sehingga mau SSun Was dendam. Dan Judd vak EL di situlah letak kuna per bannya Siap, .* , berusaha membunuhnya, bukan mm tuea yang wluJ n_, , . . rdoroog ol eh panasnya nafsu Pembunuh uu melakukan usahanya secara metodis dan dengan darah dingin. Benar-benar seorang gila. Tapt bukan orang gua yang terdorong oleh 11 T elepon berdering. Ternyata agen teleponnya. Mereka bisa menghubungi semua pasien , kecuali Anne B lake. Judd mengucapkan terima kasih kepada operator dan meletak

kan telepon. Jadi hari ini Anne akan tetap datang. Pikiran Judd merasa terganggu karena kebahagiaan tak beralasan yang disebabkan oleh ingatan akan bertemu deng an Anne. Dia harus ingat bahwa Anne hanya datang karena dia memintanya, selaku d okter. Judd duduk sambil memikirkan Anne.... Betapa sedikitnya yang dia ketahui tentang diri Anne.... Dia memasang pita rekaman Anne pada tape recorder dan mend engarkannya. Itu rekaman kunjungan Anne yang pertama. "Sudah merasa enak. Nyonya Blake. Ya, terima kasih" "Cukup rileksi" "Ya." "Tapi tangan Anda mengepali^ "Mu ngkin saya sedikit tegang. Karena apa t" Lama sekali sunyi. "Ceritakan tentang k ehidupan rumah tangga Anda. Anda menikah selama enam bulan." "Ya." "Teruskan." " Saya menikah dengan laki-laki )'ar7S hebat. Kami tinggal di sebuah rumah yang in dah." "Seperti apa rumahnya?" "Seperti rumah di pedalaman Prancis... tempat yang sangat indah. Ada jalan taman yang panjang memutar menuju ke rumah. Tinggi di p uncak atap ada ayam jago perunggu yang lucu, ekornya sudah hilang. Saya rasa ada pemburu yang menembaknya sudah lama berselang. Tanah kami kira-kira seluas lima are, sebagian besar ditanami pohon. Saya senang berjalan-jalan di sekitar tanah kami. Rasanya seperti hidup di pedesaan." "Anda senang alam pedesaan?? "Senang sekali." "Suami Anda juga?*' "Saya rasa dia juga suka." "Biasanya orang tidak ak an membeli tanah seluas lima are di pedalaman kalau tidak mencintai alam pedesaa n." "Dia mencintai saya. Dia membelinya untuk saya. Dia sangat dermawan" "Mari k ita bicara tentang dia." Sunyi. "Apakah dia tampan?" "Anthony tampan sekali" Jud d merasakan tikaman kecemburuan yang tak beralasan, dan menyimpang dari profesin ya. "Anda berdua serasi secara fisik?" Pertanyaan ini seperti ujung lidah menyen tuh gigi yang sakit. "Ya." Judd bisa membayangkan seperti apa Anne di tempat tid ur: menyenangkan, penuh sifat kewanitaan dan penyerahan. Ya, Tuhan, pikirnya, ja ngan teruskan bahan percakapan ini. "Anda ingin punya anak?" "Oh, ya." "Suami An da juga?" "Ya, tentu saja." Lama sekali sunyi, hanya terdengar suara pita yang b erputar. Kemudian, "Nyonya Blake, Anda datang menemui saya karena Anda punya pro blem yang gawat. Ini menyangkut suami Anda, bukan?" au Sunyi. "Nah, saya menduga pasti demikian. Dari apa yang sudah Anda katakan kepada saya tadi, Anda saling mencintai. Anda berdua saling setia, sama-sama ingin mempunyai anak. Anda tingga l di rumah yang indah. Suami Anda sukses, tampan, dan sangat memanjakan Anda. An da baru menikah selama enam bulan. Saya kuatir ini seperti lelucon usang: 'Apa p roblem saya, Dokter?'" Sunyi lagi, kecuali bunyi pita yang berputar. Akhirnya An ne bicara. "Ini... ini bagi saya sangat sulit dibicarakan. Saya mengira akan bis a membicarakannya dengan orang lain, tapi..." Judd masih ingat benar, waktu itu Anne memutar tubuhnya di sofa agar bisa melihat] kepadanya dengan matanya yang l ebar. "... ternyata lebih sulit. Ketahuilah"--sekarang Anne berbicara lebih cepa t, berusaha mendo- f b rak tembok pemisah yang menyebabkan dia terdiam"saya ikut mendengar sesuatu dan saya ] soya dengan mudah bisa salah menarik kesim- j pulan. " "Sesuatu yang ada hubungannya dengan kehi- j dupan suami Anda? Tentang seorang wanita?" \ "Bukan." "Bisnisnya?** "Ya...." "Anda merasa dia berdusta tentang se suatu? Berusaha mengalahkan seseorang dalam urusan bisnis?" "Sesuatu seperti itu ." Sekarang Judd merasa mendapat landasan yang lebih kuat. "Dan itu menyebabkan kepercayaan Anda kepadanya mulai goyah. Anda melihat sisi lain dari pribadinya, yang sebelumnya tidak pernah Anda lihat." "Sayasaya tidak bisa membicarakannya. B ahkan berada di sini saja menyebabkan saya merasa tidak setia terhadapnya. Tolon g jangan tanyakan apa-apa lagi kepada saya hari ini, Dokter Stevens." Dengan kal imat ini pembicaraan mereka berakhir. Judd mematikan tape recorder. Jadi rupanya suami Anne main kayu dalam urusan bisnis. Bisa jadi dia menipu dalam urusan pem bayaran pajak. Atau menekan perusahaan lain sehingga bangkrut. Maka cukup wajar kalau Anne merasa kalut karenanya. Anne wanita yang perasa. Kepercayaan kepada s uaminya pasti goyah. Judd memikirkan suami Anne sebagai orang yang mungkin bisa menjadi tertuduh. Dia punya usaha konstruksi. Judd tidak pernah bertemu dengan d ia. Tapi apa pun juga problem bisnis yang melibatkan diri suami Anne, Judd tidak yakin bahwa itu ada hubungannya dengan John Hanson, Carol Roberts, atau Judd se ndiri. Bagaimana dengan Anne sendiri? Mungkinkah wanita ini seorang psikopat? Se orang yang gila membunuh? Judd bersandar ke kursinya dan berusaha memikirkan Ann e secara objektif. Dia tidak mengetahui apa pun tentang Anne, kecuali yang dikat akannya sendiri. Latar belakangnya mungkin tidak nyata, hanya karangannya sendir i. Tapi apa untungnya kalau dia berbuat demikian? Kalau ini hanya permainan sand

iwara untuk menutup-nutupi pembunuhan, pasti harus ada motifnya. Kenangan akan w ajah dan suara Anne memenuhi pikiran Judd. Dia tahu bahwa Anne tidak mungkin ada sangkut-pautnya dengan semua ini. Dia berani mempertaruhkan nyawanya untuk memb ela kesimpulan ini. Ironi dari kalimatnya membuat Judd tersenyum. Dia bangkit da n mengambil pita rekaman Teri Washburn. Mungkin di situ masih ada sesuatu yang l olos dari perhatiannya. Akhir-akhir ini Teri mendapat waktu terapi tambahan atas permintaannya sendiri. Apakah Teri mendapat tekanan baru yang belum dikatakan k epadanya? Karena terlalu sibuk memikirkan soal seks, maka kemajuan Teri sulit di ketahui dengan cepat. Walaupun demikianmengapa tiba-tiba saja Teri mendesak minta sering bertemu dengannya? Judd mengambil salah satu pita rekaman secara untunguntungan, dan menyetelnya. "Mari kita bicara tentang perkawinanmu, Teri. Kau sud ah menikah sebanyak lima kali." "Enam, tapi siapa yang peduli f" "Kau setia kepa da suami-suamimu ?' Tertawa. "Kau membangkitkan nafsu saya saja. Tidak satu pun laki-laki di dunia yang bisa memuaskan saya. Ini secara fisik." "Apa yang kaumak sudkan dengan 'secara fisik'?' "Maksud saya mengenai pembawaan fisik saya, keada an jasmani saya. Saya punya lubang yang gatal dan harus selalu disumbat setiap s aat." "Kau percaya itu?' "Bahwa lubang saya harus selalu disumbat?" "Bahwa secar a fisik kau berbeda dengan wanita yang lain." "Tentu saja. Dokter di studio meng atakan begitu kepada saya. Ini ada hubungannya dengan suatu kelenjar atau apa." Dia berhenti sebentar. "Dt tempat tidur dia payah." "Saya sudah memeriksa semua catatanmu. Secara fisiologis tubuhmu normal dalam segala-galanya." "Persetan den gan catatan, Charley. Mengapa kau tidak membuktikan sendiri?' "Kau pernah merasa mencintai seseorang, Teri?* "Saya rasa saya bisa jatuh cinta kepadamu*** Sunyi. "Jangan memandangi saya begitu rupa. Ini bukan salah saya. Saya sudah bilang, i ni karena pembawaan jasmani saya. Saya selalu kelaparan." "Saya percaya. Tapi bu kan jasmanimu yang kelaparan, melainkan emosimu." "Saya tidak pernah bersetubuh karena emosi. Kau mau merangsang emosi saya?' "Tidak." "Lalu kau mau apa?' "Meno longmu." "Mengapa kau tidak datang ke sini saja dan duduk di sisi saya?' "Waktu sudah habis untuk hari ini." Judd mematikan tape recorder. Dia teringat dengan d ialog mereka ketika Teri menceritakan mengenai kariernya sebagai bintang besar, dan pada waktu itu dia bertanya mengapa Teri meninggalkan Hollywood. "Saya menam par seorang konyol dalam pesta mabuk-mabukan," kata Teri waktu itu. "Dan ternyat a dia seorang Tuan Besar. Akibatnya dia mendepak saya keluar dari Hollywood." Ju dd tidak mendesak lebih jauh pada waktu itu, i sebab dia lebih tertarik kepada l atar belakang \ kehidupan rumah tangganya. Dan bahan perca-1 kapan itu pun tidak pernah disinggung-singgung \ lagi. Kini Judd merasakan keragu-raguan kecil me-j narik-nariknya. Seharusnya dulu dia menyelidiki J lebih lanjut. Dia memang tida k pernah merasa i tertarik kepada Hollywood, kecuali dengan rasa tertarik sepert i yang dirasakan oleh Dokter Louis j Leaker atau Margaret Mead kepada penduduk a sk i Patagonia, misalnya. Siapa yang tahu mengenai Teri Washburn, bintang film y ang menggiurkan? Norah Hadley seorang penggemar bioskop, j Judd pernah melihat k oleksi majalah film di rumahnya, dan menggoda Peter mengenai koleksi ini. Waktu itu sepanjang sore Norah mati-matian mempertahankan Hollywood. Judd mengangkat t elepon dan memutar sesuatu "Halo," kata judd. "Juddl" Suara Norah sangat ramah d an hangat. "Kau menelepon untuk mengatakan kau akan datang makan malam di sini." "Itu akan segera saya lakukan/' "Sebaiknya begitu," kata Norah. "Saya sudah ber janji kepada Ingrid. Dia cantik sekali." Judd yakin bahwa Ingrid memang cantik. Tapi tidak seperti kecantikan Anne. "Sekali lagi kau membatalkan kencan dengan d ia, kita akan perang dengan Swedia." "Itu takkan terjadi lagi.** "Kau sudah tida k teringat kecelakaan itu lagi?" "Oh, ya." "Itu sungguh peristiwa yang mengerika n.** Ada nada ragu-ragu dalam suara Norah. "Judd... tentang Hari Natal. Aku dan Peter ingin sekali kau merayakannya bersama kami. Ayolah!" Judd merasakan dadany a sesak seperti dulu lagi. Tiap tahun mereka selalu membujuk Judd. Peter dan Nor ah adalah sahabat Judd yang paling dekat. Mereka amat khawatir mengenai Judd yan g selalu melewatkan malam Natal sendirian, berjalan di tengah orang yang tidak d ikenal, membaurkan diri di tengah orang banyak, memaksa dirinya terus bergerak s upaya lelah dan tidak bisa berpikir lagi. Ya, setiap tahun Judd seperti mengulan gi hari berkabung, membiarkan dirinya dicekam kesedihan, sampai kesedihan mencab ik-cabik tubuhnya. Kau terlalu mendramatisir kesedihanmu, kata Judd kepada dirin ya sendiri. "Judd...." Judd mendehem. "Maaf, Norah." Judd tahu bahwa Norah sanga

t memikirkan keadaannya. "Mungkin Natal yang akan datang." Norah berusaha menyem bunyikan rasa kecewanya. "Baiklah. Akan aku katakan kepada Peter." "Terima kasih ." Tiba-tiba Judd teringat maksudnya menelepon Norah. "Norahkau tahu siapa Teri W ashburn?" 'Teri Washburn? Bintang film? Mengapa kau-tanyakan dia?" "Sayasaya meli hat dia di Madison Avenue pagi tadi." "Dia sendiri? Sungguh?" Norah kedengaran s eperti anak-anak yang sangat gembira. "Bagaimana rupanya? Tua? Muda? Kurus? Gemu k?" "Kelihatannya dia masih cantik. Dulu dia bintang film yang cukup besar, buka n?" "Cukup besar? Teri Washburn bintang film yang terbesar dan dalam segala-gala nya, kalau kau tahu maksudku." "Apa yang menyebabkan gadis seperti dia meninggal kan Hollywood?" "Sebenarnya dia tidak meninggalkan Hollywood. Dia didepak ke lua r." Jadi Teri tidak bohong. Judd merasa lebih senang. "Kalian para dokter selalu membenamkan kepala dalam pasir, bukan? Teri Washburn terlibat dalam salah satu skandal paling panas di Hollywood." "Benar?" kata Judd. "Apa yang terjadi?" "Dia membunuh pacarnya." 12 Hujan salju mulai turun lagi. Dari jalan sejauh lima bel as lantai di bawahnya, suara lalu lintas mengambang ke atas dan diperlunak oleh salju yang beterbangan seperti kapas dalam angin dingin. Di kantor yang lampunya menyala di seberang jalan dia melihat seorang sekretaris sedang menurunkan tira i jendela, mukanya tampak samar-samar. "Norah yang kaukatakan benar?" "Kalau suda h sampai kepada soal Hollywood, kau sedang berbicara dengan ensiklopedi berjalan , Sayang. Teri hidup bersama dengan pimpinan Studio Continental, tapi di samping itu Teri juga mempunyai simpanan seorang asisten sutradara. Suatu malam Teri me mergoki pacar gelapnya ini berbuat serong, maka pacarnya ini d i tikamnya sampai mati. Pimpinan studio berusaha mati-matian merahasiakan insiden ini, membayar b anyak orang agar peristiwa ini bisa dianggap sebagai kecelakaan. Sebagian dari p ersetujuan yang harus dipenuhi ialah Teri harus meninggalkan Hollywood dan tidak kembali lagi untuk selama-lamanya. Dan Teri memang tidak pernah kembali ke sana lagi." Judd memandang hampa ke arah telepon. "Judd, kau masih mendengarkan ?" " Ya, saya masih mendengarkanmu.** "Kau kedengaran aneh." "Di mana kau mendengar s emua-ini?" "Mendengar? Ceritanya dimuat di semua surat kabar dan majalah film. S emua orang tahu tentang peristiwa itu." Kecuali dia! "Terima kasih, Norah," kata Judd. "Sampaikan salamku kepada Peter.** Dia meletakkan telepon. Jadi itulah "i nsiden kecil" yang menyebabkan Teri harus meninggalkan Hollywood. Teri Washburn membunuh orang, dan tidak pernah menceritakan kepadanya. Dan kalau dia sudah per nah membunuh.... Judd mengambil catatan dan menuliskan 'Teri Washburn". Telepon berdering. Judd mengangkatnya. "Dokter Stevens...." "Hanya mengecek apakah Anda baik-baik saja." Yang meneleponnya Detektif Angeli. Suaranya masih parau karena pilek. Judd merasa berterima kasih. Ada orang yang selalu mendampinginya, "Ada s esuatu yang baru?" Judd ragu-ragu. Rasanya dia tidak perlu merahasiakan tentang bom yang dipasang di mobilnya. "Mereka mencoba lagi." Judd menceritakan kepada A ngeli tentang Moody dan bom yang dipasang pada mesin mobilnya. "Ini akan kinkan McGreavy," kata Judd menutup ceritam "Di mana bomnya sekarang?" tanya Angeli pen uh rasa ingin tahu. Judd ragu-ragu. "Sudah dibongkar." "Sudah diapakanV tanya ng eli tidak percaya. "Siapa yang melakukan?" "Moody. Katanya itu tidak penting." " Tidak pentingl Dia kira Dinas Kepolisian ini untuk apa? Mungkin kami bisa menget ahui siapa yang memasang bom ini dengan melihatnya. Kami punya arsip tentang M.O ." "M.O.?" "Modus operandi. Orang punya kebiasaan mengikuti pola tertentu dalam pekerjaannya. Kalau mereka melakukan sesuatu dengan suatu cara pada kesempatan p ertama, kemungkinan mereka akan terus memakai cara itusaya tidak perlu menerangka nnya kepada Anda." 'Tidak usah," kata Judd, tenggelam dalam pikirannya. Tentunya Moody juga tahu tentang, hal itu. Adakah suatu alasan mengapa dia tidak ingin m enunjukkan bom kepada McGreavy. "Dokter Stevensbagaimana Anda sampai memakai Mood y?" "Saya menemukan namanya dalam halaman kuning." Bahkan untuk mengatakannya sa ja kedengarannya sudah menggelikan. Judd bisa mendengar Angeli menelan ludah. "O h. Kalau begitu Anda sama sekali tidak mengenal dia sedikit pun." "Saya tahu dia bisa dipercaya. Mengapa?" "Saat sekarang ini," kata Angeli, "saya tidak berpend apat Anda boleh mempercayai siapa pun." "Tapi Moody tidak mungkin mempunyai sang kut-paut dengan semua ini. Ya, Tuhan! Saya mengambil dia dari buku petunjuk tele pon, dan secara untung-untungan." "Saya tidak peduli bagaimana cara Anda mengamb ilnya. Ada sesuatu yang berbau busuk di sini. Moody mengatakan bahwa dia memasan g perangkap untuk menjebak siapa saja yang mengejar-ngejar Anda. Tapi dia tidak

menutup perangkap walaupun umpan sudah dimakan, jadi kita tidak bisa menangkap s iapa pun. Kemudian dia menunjukkan kepada Anda sebuah bom dalam mobil Anda, yang mungkin dipasang oleh dia sendiri. Dengan demikian dia berhasil merebut keperca yaan Anda. Betul?" ''Saya rasa Anda bisa melihatnya dari segi itu," kata Judd. " Tapi...." "Mungkin saja sahabat Anda itu, Moody, benar-benar jujur. Tapi mungkin juga dia itu memperdayakan Anda, Saya ingin Anda tetap bersikap wajar tapi hati -hati, sampai kita mengetahui segalanya." Moody memperdayakannya? Ini sulit dipe rcaya. Walaupun demikian Judd masih teringat akan keragu-raguannya dulu ketika d ia berpendapat bahwa Moody memasukkannya ke dalam perangkap. "Apa yang harus say a lakukan?" tanya Judd. "Bagaimana kalau Anda pergi ke luar kota saja. Maksud sa ya benar-benar pergi ke luar kota." "Saya tidak bisa meninggalkan pasien." "Dokt er Stevens...." "Lagi pula," Judd menambahkan, "itu takkan memecahkan masalah, b ukan? Saya bahkan tidak tahu, saya melarikan diri dari apa. Setelah kembali, say a harus memulainya lagi dari awal." Sunyi sesaat. "Anda benar," kata Angeli kemu dian. Lalu dia menghela napas dan bersin. Penyakit pileknya cukup parah juga. "K apan Anda akan mendengar kabar dari Moody lagi?" "Saya tidak tahu. Dia merasa me mpunyai gagasan siapa yang mendalangi semua ini." "Pernahkah Anda berpikir bahwa siapa pun yang mendalangi semua ini bisa membayar Moody jauh lebih banyak darip ada yang Anda bayarkan kepadanya?" Suara Angeli terasa mengandung tekanan. "Kala u dia meminta Anda menemuinya, telepon saya. Satu atau dua hari ini saya masih h arus istirahat di rumah. Apa pun juga yang Anda lakukan, Dokter, jangan temui di a sendirian!" "Anda membuat kesimpulan tanpa landasan," Judd menangkis, "fclanya karena Moody mengambil bom dari mobil saya...." "Masih ada yang lebih dari itu, " kata Angeli. "Saya mempunyai dugaan Anda salah mengambil orang." "Saya akan me nelepon Anda kalau mendengar kabar dari dia," Judd berjanji. Telepon pun diletak kan. Pikiran Judd benar-benar terguncang. Apakah Angeli terlalu besar rasa curig anya? Tapi masuk akal juga apa yang dikatakan Angeli, bahwa Moody berbohong kepa danya dalam hal bom semata-mata hanya karena untuk merebut kepercayaan Judd. Den gan demikian langkah selanjutnya akan lebih mudah. Yang perlu dilakukan Moody ti nggal menelepon Judd dan mengajaknya bertemu di tempat sunyi dengan dalih dia me mpunyai suatu bukti untuknya. Kemudian.... Judd menggigil. Mungkinkah dia membua t kesalahan dalam menarik kesimpulan tentang watak Moody? Dia teringat akan reak sinya waktu pertama kali bertemu dengan Moody. Menurut pendapatnya waktu ku Mood y seorang yang tidak pintar dan tidak terlalu cerdik. Kemudian dia sadar bahwa r upa lahiriahnya yang seperti orang tolol hanya topeng untuk menyembunyikan otakn ya yang sangat cerdas. Tapi itu tidak berarti bahwa Moody bisa dipercaya. Walaup un demikian,... Judd mendengar suara seseorang di balik pintu ruangan penerima t amu dan dia melihat ke jam tangannya. Annel Cepat-cepat dia menyimpan semua pita rekaman dan menguncinya. Lalu dia berjalan ke pintu dan membukanya. Anne berdir i di gang. Dia mengenakan setelan rok berwarna biru laut yang potongannya sangat bagus, dan topi kecil yang kelihatan seperti bingkai di sekeliling wajahnya. Ru panya Anne sedang melamun, tidak sadar dipandangi oleh Judd. Cukup lama juga Jud d mengamati Anne, meresapi kecantikannya. Dicobanya menemukan ketidaksempurnaan, suatu alasan untuk meyakinkan dirinya bahwa Anne tidak cocok untuknya bahwa suat u hari kelak dia akan menemukan wanita yang lebih serasi untuknya. Seperti rubah yang berpendapat bahwa anggur rasanya masam, hanya karena tidak bisa meraihnya. Bapak psikiatri bukan Freudtapi Aesopus, yang mengarang fabel ini. "Halo," kata Judd. Anne mengangkat wajahnya, terkejut sesaat. Kemudian dia tersenyum. "Halo." "Silakan masuk, Nyonya Blake." Anne masuk ke ruang praktek, tubuhnya bersentuha n dengan Judd. Dia menoleh dan memandang Judd dengan matanya yang berwarna ungu indah. "Mereka sudah menemukan sopir yang menabrak lari?" Wajah Anne memancarkan rasa prihatin, cemas, dan benar-benar memperhatikan keadaan Judd. , , , Sekali lagi Judd merasa terdorong oleh keinginan gila untuk menceritakan segala-galanya kepada Anne. Tapi dia masih sadar bahwa dia tiduk bisa berbuat begitu. Paling-p aling itu hanya merupakan tipu muslihat murahan untuk merebut simpatinya. Dan ke mungkinan yang lebih buruk, hal ini hanya akan ikut melibatkan Anne ke dalam bah aya yang tidak diketahui. "Belum." Judd mengisyaratkan agar Anne duduk di sebuah kursi. Anne memperhatikan wajah Judd. "Anda kelihatan sangat lelah. Apakah Anda harus kembali bekerja begitu cepat?" Ya, Tuhan. Rasanya dia tidak tahan menerim a simpatinya. Pada saat ini belum. Dan bukan dari Anne. Judd berkata, "Saya baik

-baik saja. Hari ini semua janji dengan pasien saya batalkan. Tapi agen saya tid ak bisa menghubungi Anda." Sejenak air muka Anne menunjukkan rasa sesal. Dia kua ti r kedatangannya akan mengganggu. Annemengganggu. "Saya menyesal sekali. Kalau Anda lebih suka saya pergi...." "Ah, jangan," kata Judd cepat-cepat. "Saya bahka n gembira Anda tidak bisa dihubungi." Ini terakhir kalinya dia melihat Anne. "Ba gaimana perasaan Anda?" tanyanya. Anne ragu-ragu. Dia kelihatan akan mengucapkan sesuatu, tapi kemudian mengurungkan niatnya. "Perasaan saya agak kacau," katany a. Anne melihat kepada Judd dengan pandangan aneh. Pada air mukanya terdapat ses uatu yang bisa menyentuh perasaan yang sudah lama dilupakan, tapi hampir bisa di ingatnya kembali. Judd merasakan kehangatan mengalir dari diri Anne, dan juga me rasakan kerinduan fisik yang sangat kuat.... Tiba-tiba Judd menyadari apa yang s edang dilakukannya. Dia tenggelam dalam emosinya sendiri karena perasaan terhada p Anne. Saat itu dia merasa menjadi orang tolol, seperti mahasiswa kedokteran ya ng baru duduk di tingkat satu. "Kapan Anda berangkat ke Eropa?" Judd bertanya. " Pada pagi Hari Natal." "Hanya Anda dengan suami?" Judd benar-benar merasa diriny a tolol, sampai bicaranya pun sekenanya saja. "Anda akan pergi ke mana saja?" "S tockholm, Paris, London, dan Roma." Ingin sekali aku menunjukkan kota Roma kepad amu, pikir Judd. Dia pernah tinggal di sana selama setahun, berpraktek di sebuah rumah sakit Amerika. Ada sebuah restoran tua yang fantastis bernama Cybele deka t Taman Tivoli, tinggi di puncak gunung. Di situ juga ada sebuah kuil kuno, temp at orang bisa duduk-duduk di bawah sinar matahari sambil melihat ratusan merpati liar beterbangan di atas tebing curam. Dan Anne akan pergi ke Roma dengan suami nya. "Ini akan merupakan bulan madu kedua," kata Anne. Ada ketegangan dalam suar anya, begitu samar sehingga Judd hampir mengira bahwa itu hanya khayalannya bela ka. Telinga yang tidak terlatih takkan bisa menangkapnya. Judd memperhatikan Ann e lebih cermat. Di luarnya dia kelihatan tenang dan normal, tapi di balik itu Ju dd bisa merasakan adanya ketegangan. Kalau keadaan seperti ini diibaratkan sebag ai lukisan seorang wanita yang sedang dipenuhi rasa cinta dan akan pergi ke Erop a untuk berbulan madu kedua, maka satu bagian dari lukisan itu pasti ada yang hi lang. Tiba-tiba Judd tahu bagian mana yang hilang itu. Tidak ada kegembiraan dal am diri Anne. Seandainya ada pun, maka kegembiraan ini tertutup di balik bayanga n perasaan yang lebih kuat. Kesedihan? Penyesalan? Judd sadar bahwa dia sedang m emandangi Anne. "Berapaberapa lama Anda akan pergi?" Senyum simpul tersungging pa da bibir Anne, seakan-akan dia tahu apa yang dipikirkan Judd. "Saya tidak tahu p asti," jawab Anne murung. "Rencana Anthony tidak bisa dipastikan." "Begitu." Jud d melihat ke bawah memandangi permadani, sedih. Dia harus mengakhiri semua ini. Harus dicegah jangan sampai Anne pergi dengan pendapat bahwa dia seorang yang sa ngat tolol. Yang paling baik menyuruh Anne pergi sekarang juga. "Nyonya Blake... ." Judd memulai. "Ya?" Judd berusaha supaya suaranya kedengaran tetap gembira. " Sebenarnya saya menyuruh Anda kembali ke sini dengan dalih palsu. Sebenarnya And a sudah tidak perlu menemui saya lagi. Saya hanya inginingin mengucapkan selamat berpisah," kata Judd terbata-bata. Sungguh aneh dan sangat mengherankan sekali, uba-tiba ketegangan kelihatan lenyap dari diri Anne. "Saya tahu," kata Anne perl ahan. "Saya juga ingin mengucapkan selamat berpisah." Ada sesuatu dalam suara An ne yang menyentuh perasaan Judd lagi. Anne bangkit berdiri. "Judd...." Anne mene ngadah, menatap mata Judd. Dan Judd bisa melihat pada mata Anne bahwa ia pasti m engetahui perasaan hati Judd terhadap dirinya. Perasaan sama yang mungkin juga d imiliki Anne. Keduanya tidak mungkin lagi menutup-nutupi kenyataan yang ada di a ntara mereka. Judd melangkah mendekati Anne, kemudian berhenti. Dia tidak boleh melibatkan Anne ke dalam bahaya yang sedang mengelilinginya. Waktu akhirnya bisa mengeluarkan kata-kata, suara Judd kedengaran hampir terkontrol sebaik-baiknya. "Kirimi saya kartu pos dari Roma." Anne memandangi Judd lama sekali. "Jagalah d irimu baik-baik, Judd." Judd mengangguk, tidak berani mengucapkan apa pun. Dan A nne pun pergi. Telepon berdering tiga kali, dan barulah Judd mendengarnya. Telep on diangkatnya. "1 Anda Dok?" Yang meneleponnya cernyata Moody. Suaranya seakan melompat dari tele- j pon, nyaring, dan penuh kegelisahan. "Anda sendirian?" "Ya ." Ada nada aneh dalam kegelisahan Moody, yang tidak bisa dikenali oleh Judd. Wa spada? Takut? "Dokmasih ingat saya pernah mengatakan kepada Anda bahwa saya mempu nyai dugaan siapa yang mungkin mendalangi ini?" "Ya...." ''Saya ternyata benar." Judd tiba-tiba merasakan sekujur badannya menggigil. "Anda tahu siapa yang memb

unuh Hanson dan Carol?" "Yah. Saya tahu siapa. Dan saya tahu mengapa. Anda sasar an berikutnya, Dokter." "Coba katakan...." "Tidak melalui telepon," kata Moody. "Sebaiknya kita bertemu di suatu tempat dan membicarakannya. Datanglah sendirian ." DATANG SENDIRIAN! "Anda masih mendengarkan?" tanya Moody. "Ya," jawab Judd ce pat-cepat. Apa yang dikatakan Angeli? Apa pun juga yang Anda lakukan, Dokter, ja ngan temui dia sendirian. "Mengapa kita tidak bisa bertemu di sini saja?" tanya Judd, mengulur waktu. "Saya selalu dibuntuti orang. Saya sudah berhasil melepask an diri dari orang yang membuntuti saya. Sekarang saya menelepon dari Perusahaan Pengepakan Daging Five Star. Letaknya di 23rd Street, sebelah barat Tenth Avenu e. Tidak terlalu jauh, Dok." Judd masih belum percaya Moody memasang perangkap u ntuknya. Dia memutuskan ingin menguji Moody. "Saya akan mengajak Angeli." Suara Moody terdengar sangat tajam. "Jangan mengajak siapa pun. Datanglah sendirian." Itulah dia. Judd membayangkan si Buddha kecil yang gemuk di ujung telepon sebela h sana. Sahabatnya yang minta bayaran lima puluh doEar sehari ditambah pengeluar an-pengeluaran ekstra, akan menyerahkannya kepada pembunuh. Judd tetap menahan d iri supaya suaranya tetap terkontrol. "Baiklah," katanya. "Saya akan datang." Di a mencoba mengajukan pertanyaan terakhir. "Anda yakin benar bahwa Anda tahu siap a yang mendalangi semua ini, Moody?" "Sangat yakin, Dok. Anda sudah pernah mende ngar tentang Don Vinton?" Dan Moody meletakkan telepon. Judd berdiri saja, menco ba menguasai perasaannya yang tiba-tiba bergejolak. Dia mencari nomor telepon ru mah Angeli, kemudian memutar teleponnya. Telepon berdering lima kali, dan Judd m erasa panik jangan-jangan Angeli tidak di rumah. Beranikah dia menemui Moody sen dirian? Kemudian dia mendengar suara Angeli yang sengau. "Halo." "Judd Stevens. Moody baru saja menelepon." Suara Angeli kedengaran gugup. "Apa katanya?" Judd r agu-ragu. Dia merasa harus setia karena alasan yang tidak dipahaminya, danya, dia juga merasa menyukaiorang gemuk yang merencanakan untuk membunuhnya dengan darah dingin. "Dia minta saya menemuinya di Perusahaan Pengepakan Daging Five Star. L etaknya di 23 rd Street, dekat Tenth Avenue. Dia mengatakan agar saya datang sen dirian." Angeli tertawa masam. "Saya berani bertaruh memang itu yang akan dilaku kannya. Jangan keluar dari kantor, Dokter. Saya akan menelepon Letnan McGreavy. Kami berdua akan menjemput Anda." "Baik," kata Judd. Dia meletakkan telepon perl ahan-lahan. Norman Z. Moody. Buddha yang periang dari halaman kuning. Tiba-tiba Judd merasakan kesedihan yang sulit diterangkan. Dia menyukai Moody. Dan percaya kepadanya. Dan Moody menunggu untuk membunuhnya. 13 Dua puluh menit kemudian Ju dd membuka kunci pintunya untuk mempersilakan Angeli dan Letnan McGreavy masuk. Mata Angeli masih merah dan berair.. Suaranya serak. Sesaat Judd merasa menyesal karena menyeretnya dari tempat tidur dalam keadaan sakit. McGreavy hanya mengan gguk sedikit, tidak kelihatan marah. "Saya sudah menceritakan kepada Letnan McGr eavy tentang telepon dari Norman Moody," kata Angeli. "Yah. Mari kita selidiki s egala omong kosong ini," kata McGreavy masam. Lima menit kemudian mereka sudah n aik mobil milik polisi, dan menuju West Side dengan kecepatan penuh. Angeli yang menyetir. Hujan salju yang tidak begitu lebat sudah berhenti. Cahaya matahari s enja yang terakhir terhalang oleh awan tebal yang melintas di langit Manhattan. Terdengar suara halilintar di kejauhan, dan kilat yang sangat terang menyusul le dakannya. Titik-titik air hujan mulai mendera kaca mobil. Mobil terus melaju. Ge dung-gedung pencakar langit seakan melayang dengan cepat ke belakang dan lenyap di balik hawa dingin yang menggigit. Mobil membelok ke 23rd Street, terus ke bar at menuju Sungai Hudson. Mereka melewati tempat pengumpulan barang rongsokan, be ngkel-bengkel, dan rumah minum remang-remang. Kemudian mulai kelihatan bengkel r eparasi yang besar-besar, pangkalan truk, dan perusahaan pengangkutan. Ketika me reka mendekati sudut Tenth Avenue, McGreavy menyuruh Angeli menghenti-! kan mobi l di pinggir jalan. "Kita turun di sini," McGreavy menoleh kepada Judd. "Apakah Moody mengatakan dia akan ditemani oleh seseorang?" 'Tidak." McGreavy melepaskan kancing mantel luarnya. Pistol dinasnya dipindahkan dari tempatnya ke saku mant el. Angeli mengikuti tindakannya. 'Tetap di belakang kami," perintah McGreavy ke pada Judd. Mereka bertiga mulai berjalan, menundukkan kepala karena terpaan huja n yang ditiup angin kencang. Setelah berjalan setengah blok, mereka sampai ke se buah bangunan yang kelihatan sudah tua. Di atas pintu tertulis sebuah nama perus ahaan yang catnya sudah luntur: PERUSAHAAN PENGEPAKAN DAGING FIVE STAR Tidak ada mobil, tidak ada truk, dan tidak ada cahaya. Sama sekali tidak ada tanda-tanda

kehidupan. Kedua detektif itu berjalan ke pintu, masing-masing dari sisi yang be rlainan. McGreavy mencoba membuka pintu. Pintu dikunci. Dia melihat berkeliling tapi tidak menemukan bel. Mereka memasang telinga. Sunyi, yang terdengar hanya s uara hujan. "Kelihatannya tempat ini sudah ditutup," kata Angeli. "Rupanya begit u," kata McGreavy. "Hari Jumat sebelum Natal hampir semua perusahaan tutup pada tengah hari." "Pasti ada pintu untuk membongkar muatan." Judd mengikuti kedua de tektif itu, berjalan dengan hati-hati menuju ujung bangunan. Mereka berusaha men ghindari bercak-bercak lumpur di tanah yang dilewati. Sesampai di lorong, mereka berhenti di mukanya. Di situ tidak ada kegiatan apa pun. Mereka berjalan terus sampai ke beranda. "Oke," kata McGreavy kepada Judd. "Berteriaklah!" Judd ragu-r agu. Entah mengapa, dia merasa sedih karena mengkhianati Moody. Kemudian dia mul ai berteriak. "Moody!" Jawaban yang terdengar hanya ngeongan kucing yang sedang marah karena kehujanan, dan mencari tempat kering untuk berteduh. "Tuan Moody!" 203 Ada pintu dorong terbuat dari kayu yang besar I di ujung beranda. Pintu ini rupanya biasa dipakai untuk mengeluarkan barang dari dalam untuk dimuat ke truk. Tidak ada tangga ke beranda yang tinggi. McGreavy mengangkat badannya ke atas, sangat tangkas untuk orang sebesar dia. Angeli menyusul, kemudian Judd. Angeli b erjalan ke pintu dan mendorongnya. Pintu ternyata tidak dikunci. Pintu membuka d engan suara berderit yang agak keras. Kucing yang tadi mengeong lagi, menjawab d eritan pintu. Dia sudah melupakan tempat berteduh yang dicarinya. Di dalam gedun g gelap-gulita. "Kau membawa senter?" tanya McGreavy kepada Angeli. 'Tidak." "Si alan!" Mereka terus beringsut dengan hati-hati ke dalam kegelapan. Judd memanggi l lagi. "Tuan Moody! Ini Judd Stevens." Tidak ada suara, kecuali deritan papan l antai yang diinjak ketiga orang itu ketika mereka melintasi ruangan. McGreavy me ncari-cari dalam sakunya dan mengeluarkan korek api. Dia menyalakan sebatang dan mengangkatnya. Cahaya dari batang korek api tidak terlalu kuat, kuning berkedip -kedip dalam tempat yang kelihatan seperti sebuah gua besar dan kosong. Api kore k segera mati. "Cari tombol lampu," kata McGreavy. "Itu batang korek api yang te rakhir." Judd bisa mendengar Angeli meraba-raba tembok mencari tombol lampu. Jud d terus berjalan ke depan. Dia tidak bisa melihat kedua detektif itu. "Moody!" D ia memanggil. Dia mendengar suara Angeli dari seberang ruangan. "Ini dia tomboln ya." Terdengar suara tombol diputar. Tapi tidak terjadi suatu apa pun. "Sekering pusatnya pasti dimatikan," kata McGreavy. Judd membentur tembok. Ketika tangann ya diulurkan, jarinya menyentuh tombol pintu. Tombol berputar dan pintu ditarik. Pintu yang besar terbuka, dan angin dingin menerpanya. "Saya menemukan pintu," dia berseru. Pintu dilewatinya, dan tetap dengan hati-hati Judd berjalan ke depa n. Dia mendengar pintu menutup di belakangnya, dan jantungnya mulai berdebar-deb ar sangat kencang. Di situ lebih gelap lagi. Seakan-akan dia melangkah masuk ke dalam kegelapan yang hitam. "Moody! Moody...." Sunyi, kesunyian yang sangat menc ekam. Moody harus di sini, di suatu tempat. Kalau Moody tidak di sini, Judd tahu apa pendapat McGreavy nanti. Dia pasti akan dianggap seperti anak-anak yang ber teriak serigala lagi. Judd maju selangkah lagi, dan tiba-tiba merasakan ada dagi ng dingin menyentuh mukanya. Dia menarik mukanya dengan panik, merasa bulu kuduk nya berdiri. Saat itu barulah dia menyadari adanya bau darah dan kematian yang s angat menyengat di sekelilingnya. Kegelapan yang me-ngerikan mengepungnya menung gu untuk mengurungnya. Sekujur rubuh Judd merinding karena takut. Jantungnya ber debar sangat kencang, sehingga dia sulit bernapas. Dengan jari gemetar dia menca ri-cari korek api dalam saku mantel. Korek api ditemukan, lalu dinyalakannya seb atang. Dalam cahaya korek dia melihat mata mati yang besar tepat di mukanya. Ses aat dia terperanjat, tapi kemudian sadar bahwa yang dilihatnya sapi yang sudah d isembelih dan digantung dengan pengait. Sekilas dilihatnya bangkai binatang lain nya samar-samar bergantungan pada pengait. Juga dilihatnya ada pintu di sudut, s ebelum nyala korek api mati. Mungkin pintu ini menuju ke kantor. Moody mungkin d i sana, menunggunya. Judd maju makin jauh masuk ke dalam gua hitam menuju ke pin tu. Dia bersentuhan lagi dengan daging binatang yang sudah disembelih. Cepat-cep at dia mundur menghindar dan terus berjalan dengan hati-hati menuju ke pintu kan tor. "Moody!" Dalam hati Judd bertanya-tanya apa gerangan yang menahan Angeli da n McGreavy. Dia terus Sn v m?mSSaik*n bangkai binatang sembe-ttd^r? Untung. Rakn ya seakan-akan dia ng dlPer^mkan oleh orang yang selera humornya gila dan menger ikan. Tapi siapa atau mengapa dia tidak tahu, di luar jangkauan imajinasinya. Wa

ktu mendekati pintu, dia bertabrakan Jagi dengan bangkai yang digantung. Judd be rhenti untuk mendapatkan keseimbangannya kembali. Batang korek api yang terakhir dinyalakannya. Di mukanya, menyeringai sangat mengerikan, dilihatnya tubuh Norm an Z. Moody tergantung pada besi pengait. Nyala korek api pun padam. 14 Para pem eriksa mayat sudah menyelesaikan tugasnya dan pergi. Mayat Moody sudah dibawa da n semua orang sudah pergi kecuali Judd, McGreavy, dan Angeli. Mereka duduk di ka ntor manajer yang tidak begitu besar. Dalam ruangan kantor ada beberapa kalender dengan foto wanitai telanjang, meja tulis tua, sebuah kursi putar, dan dua buah lemari arsip. Lampu menyala dan pemanas listrik dihidupkan. Manajer perusahaan, seorang bernama Paul Moretti, dicari dan diambil dari pesta menjelang j Natal u ntuk menjawab beberapa pertanyaan. Dia menerangkan - karena ini akhir pekan, mak a dia . mengizinkan pegawainya pulang pada tengahi hari. Kantor ditutup pada puk ul dua belas tiga puluh dan sepanjang pengetahuannya waktu itu tidak ada seorang pun di situ. Tuan Moretti jelas sekali sedang mabuk. Maka setelah McGreavy tahu bahwa dia tidak bisa banyak menolong, dia segera diantar pulang. Judd hampir-ha mpir tidak menyadari apa yang terjadi dalam ruangan kantor. Pikirannya selalu te rtuju kepada Moody, betapa periang dan betapa penuhnya dia dengan gairah hidup, dan betapa kejamnya dia dibunuh. Judd juga menyalahkan dirinya sendiri. Kalau di a tidak melibatkan Moody, detektif swasta kecil yang gemuk ini pasti masih hidup sekarang. Waktu itu hampir tengah malam. Untuk kesepuluh kalinya Judd mencerita kan panggilan telepon Moody, dengan rasa kesal dan kelelahan. McGreavy tetap mem akai mantel luarnya, duduk sambil mengunyah cerutu dan memperhatikannya. Akhirny a dia bicara. "Anda sering membaca cerita detektif?" Judd memandangnya dengan he ran. "Tidak. Mengapa?" "Akan saya katakan apa sebabnya. Saya rasa Anda terlalu h ebat sehingga rasanya seperti hal yang tidak nyata, Dokter Stevens. Sejak semula saya sudah berpendapat Anda terlibat dalam semua ini. Dan saya juga sudah menga takan kepada Anda. Lalu apa yang terjadi? Tiba-tiba Anda berubah dari pembunuh m enjadi sasaran yang akan dibunuh. Mula-mula Anda menyatakan bahwa ada mobil mena brak Anda dan...." "Memang ada mobil menabraknya," Angeli mengingatkan. "Polisi kroco saja bisa memecahkan soal itu." McGreavy memotong. "Itu bisa saja diatur o leh orang yang bersekongkol dengan Dokter." Dia kembali menghadapi Judd. "Selanj utnya Anda menelepon Detektif Angeli dengan dongengan bahwa ada dua orang masuk ke kantor untuk membunuh Anda.*' "Mereka memang masuk ke kantor," kata Judd. "Ti dak, mereka tidak masuk," potong McGreavy. "Mereka menggunakan kunci khusus." Na da suaranya makin keras. "Anda mengatakan bahwa kunci untuk masuk ke kantor hany a ada duamilik Anda dan Carol Roberts." "Itu benar. Saya juga sudah bilangmereka m embuat duplikat kunci Carol." "Saya tahu apa yang Anda katakan. Saya sudah menyu ruh orang melakukan tes parafin. Tidak ada orang yang membuat duplikat kunci Car ol, Dokter." Dia berhenti bicara untuk memberi kesempatan Judd meresapkan kata-k atanya. "Dan karena kunci Carol kami yang pegangmaka yang masih ada kunci Anda, b ukan?" Judd melihat kepada McGreavy, terdiam. "Setelah saya menolak teori adanya orang gila yang berkeliaran, Anda menyewa detektif dari halaman kuning. Dan dia dengan mudahnya menemukan bom yang dipasang pada mobil Anda. Hanya saya tidak m elihatnya, sebab barangnya sudah tidak di tempatnya lagi. Kemudian Anda memutusk an sudah tiba waktunya untuk melemparkan mayat lagi kepada kami. Maka Anda main s andiwara dengan Angeli tentang panggilan telepon untuk menemui Moody, yang menge tahui tentang orang gila misterius yang ingin membunuh Anda. Tapi apa kemudian y ang terjadi? Kita sampai ke sini dan menemukan dia tergantung pada pengait dagin g." Muka Judd merah karena marah. "Saya tidak tahu-menahu apa yang terjadi.'* Mc Greavy melihat kepadanya lama sekali, dengan pandangan keras. "Anda tahu satu-sa tunya alasan mengapa Anda belum ditahan? Karena saya belum menemukan motif tekateki ini. Tapi saya akan menemukannya, Dokter. Saya berjanji untuk menemukannya. " Dia bangkit berdiri. Tiba-tiba Judd teringat. "Tunggu dulu!" katanya. "Bagaima na tentang Don Vinton?" "Ada apa tentang dia?" "Moody mengatakan bahwa dialah or ang yang mendalangi semua ini." "Anda kenal dengan orang yang bernama Don Vinton ?" "Tidak," jawab Judd. "Saya-saya kira dia dikenal oleh polisi." "Saya belum pe rnah mendengar," McGreavy menoleh kepada Angeli. Angeli menggelengkan kepala. "O ke. Kirim edaran untuk menemukan Don Vinton. Sebar ke FBI, Interpol, dan kepala polisi di semua kota besar Amerika." Dia memandang Judd. "Puas?" Judd mengangguk . Siapa pun yang mendalangi semua ini, pasti sebelumnya sudah pernah tercatat da

lam tindak kriminal entah di kantor polisi yang mana. Pasti tidak sulit mengenal inya. Lalu dia kembali memikirkan Moody, pepatah yang biasa diucapkannya dan ota knya yang* cerdas. Moody pasti dibuntuti orang sampai ke situ. Tidak mungkin dia memberi tahu orang lain tentang tempat pertemuan mereka, sebab Moody sudah mene kankan ini harus dirahasiakan. Tapi sekurang-kurangnya, walaupun Moody telah dad a, sekarang mereka tahu nama orang yang dicari. PraemonitHSy praemunitas. Diperi ngatkan lebih dulu sama dengan dipersenjatai lebih dulu. Pembunuhan Norman Z. Mo ody dimuat di halaman depan semua surat kabar keesokan harinya. Judd membeli sur at kabar dalam perjalanan ke kantornya. Secara singkat namanya disebut-sebut seb agai seorang saksi yang menemukan mayat bersama polisi. Tapi McGreavy bisa menah an cerita keseluruhannya dari pers. McGreavy memainkan kartunya dengan cermat se kali. Dalam hati Judd bertanya-tanya apa gerangan pendapat Anne. Waktu itu hari Sabtu, hari di mana Judd mendapat giliran tugas di klinik. Dia sudah mengatur ag ar orang lain yang menggantikan tugasnya di situ. Sementara dia sendiri pergi ke kantornya, naik lift sendiri, dan memeriksa terlebih dahulu apakah tidak ada or ang yang bersembunyi menunggunya di gang. Walaupun demikian dia tidak tahu berap a lama lagi dia bisa hidup demikian, sadar bahwa setiap saat pembunuh bisa berak si untuk menghabisinya. Pagi itu enam kali dia bermaksud mengangkat telepon untu k menanyakan tentang Datf Vmton kepada Detektif Angeli, tapi setiap kaK dia berh asil mengekang kesabarannya. Angeli pasti akan meneleponnya kalau sudah mengetah ui sesuatu. Apa gerangan motif Don Vinton untuk membunuhnya? pikir Judd tidak me ngerti. Bisa jadi dia pasien yang pernah dirawat oleh Judd berta-huntahun yang l alu, waktu dia baru mulai berpraktek. Seseorang yang merasa direndahkan atau dis akiti oleh Judd dengan suatu cara. Tapi Judd tidak bisa mengingat-ingat bahwa di a mempunyai pasien yang bernama Vinton. Pada siang hari dia mendengar ada orang mencoba membuka pintu gang menuju kantor resepsionis. Ternyata yang datang Angel i. Judd tidak bisa membaca apa pun dari air mukanya, kecuali bahwa Angeli keliha tan semakin pucat dan payah. Hidungnya merah, dan dia bersin terus. Dia berjalan masuk ke dalam ruang praktek Judd dan terperenyak ke atas kursi. "Sudah mendapa t jawaban mengenai Don Vinton?" tanya Judd penuh harap. Angeli mengangguk. "Kami menerima jawaban dengan teletype dari FBI, kepala polisi di semua kota besar Am erika Serikat, dan interpol." Judd menunggu, menahan napas. "Tidak satu pun dari mereka pernah mendengar tentang Don Vinton," Angeli meneruskan. Judd melihat ke pada Angeli tidak percaya, dan tiba-tiba semangatnya menjadi merosot. "Tapi itu mustahil! Maksud sayapasti ada seseorang yang mengenalnya. Orang yang bisa melaku kan semua ini tidak mungkin kalau tidak pernah mempunyai catatan hitam di kepoli sian." "Begitu juga kau McGreavy," jawab Angeli kelelahan. "Dokter, saya dengan anak buah semalaman mengecek semua orang yang bernama Don Vinton di Manhattan da n distrik lainnya* Kami bahkan sampai menyelidiki New Jersey dan Connecticut." A ngeli mengulurkan sehelai kertas bergaris dari sakunya, dan menunjukkan kepada J udd. "Kami menemukan sebelas orang yang bernama Don Vinton di buku telepon yang mengeja namanya dengan 'ton'. Empat yang mengeja namanya dengan 'ten', dan dua y ang mengejanya dengan 'tin'. Kami bahkan mencobanya sebagai satu nama. Kami memp ersempitnya menjadi lima kemungkinan dan mengecek mereka satu per satu. Satu ora ngnya lumpuh. Seorang dari mereka menjadi pastor. Satu seorang wakil presiden di rektur sebuah bank. Satu lagi seorang petugas pemadam kebakaran yang sedang bert ugas waktu kedua pembunuhan terjadi. Tinggal satu yang terakhir. Dia punya toko binatang piaraan, dan umurnya sudah hampir delapan puluh tahun." Judd merasakan kerongkongannya kering. Tiba-tiba dia menyadari betapa tergantungnya dia kepada informasi ini. Tentunya Moody tidak akan memberikan nama itu kalau dia tidak yak in benar. Dan Moody tidak mengatakan bahwa Don Vinton seorang pembantu pembunuha n. Moody mengatakan Don Vinton ini yang mendalangi semuanya. Sulit dimengerti ba hwa polisi tidak mempunyai catatan tentang orang seperti itu. Moody dibunuh kare na dia berhasil menemukan kebenaran. Dan sekarang karena Moody sudah disingkirka n, Judd sama sekali sendirian. Jaring labah-labah makin erat melibatnya. "Saya m enyesal sekali," kata Angeli. Judd memandangi detektif ini. Tiba-tiba dia tering at bahwa Angeli semalaman tidak pulang. "Saya sangat menghargai usaha Anda," kat anya penuh rasa terima kasih. Angeli mencondongkan badannya ke depan. "Anda yaki n benar tidak keliru mendengar kata-kata Moody?" "Ya." Judd memejamkan matanya m emusatkan pikiran. Dia juga bertanya kepada Moody apakah dia yakin benar tentang

siapa yang mendalangi ini semua. Suara Moody terngiang kembali di telinganya. Y akin sekali. Anda sudah pernah mendengar tentang Don Vinton f Don Vinton f Judd membuka matanya. "Ya," katanya mengulangi. Angeli menghela napas. "Kalau begitu kita menemui jalan buntu." Dia tertawa pahit. "Bukan bermaksud menyindir." Dia b ersin. "Sebaiknya Anda kembali ke tempat tidur." Angeli berdiri. "Yah, saya rasa memang sebaiknya demikian." Judd ragu-ragu. "Berapa lama-Anda menjadi pamer McG reavy?" "Ini perkara kami yang pertama. Mengapa?" "Apakah Anda berpendapat dia b isa memfitnah saya sebagai orang yang melakukan pembunuhan?" Angeli bersin lagi. "Saya rasa Anda mungkin benar,- Dokter. Sebaiknya saya kembali ke tempat tidur. " Dia berjalan ke pintu. "Mungkin saya punya petunjuk," kata Judd. Angeli berhen ti dan menoleh. "Petunjuk apa?" Judd menceritakan kepadanya tentang Teri. Dia me nambahkan bahwa dia juga akan mengecek beberapa laki-laki yang dulu pernah menja di pacar John Hanson. "Kedengarannya takkan banyak hasilnya," kata Angeli terus terang. "Tapi saya rasa itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali." "Saya sudah kesal dan lelah dijadikan sasaran. Saya akan mulai melawan. Saya akan memb uru mereka." Angeli memandangnya. "Dengan' apa? Kita sama saja dengan memerangi bayangan." "Kalau saksi memberikan deskripsi seseorang sebagai tertuduh, polisi bisa menyuruh seorang pelukis menggambar gabungan dari semua deskripsi. Betul?" Angeli mengangguk. "Itu namanya identi-Ut." 'l mulai berjalan mondar-mandir geli sah. "Saya akan menjelaskan kepada Anda identi-kit pribadi orang yang mendalangi semua ini." "Bagaimana bisa? Anda belum pernah melihatnya. Siapa pun bisa saja dituduh sebagai pelaku-nya. "Tidak, tidak bisa," Judd memberi koreksi. "Kita men cari seseorang yang sangat, sangat istimewa." "Seorang yang gila?" "Gila hanyala h istilah umum. Tidak memiliki arti medis. Yang disebut kewarasan hanyalah kemam puan otak menyesuaikan diri dengan realitas. Kalau otak tidak bisa menyesuaikan diri, mungkin kita bersembunyi dari realitas, atau kita meletakkan diri di atas kehidupan. Di situ kita menjadi manusia super yang tidak perlu mengikuti aturan. " "Orang yang kita cari ini merasa dirinya manusia super?" "Tepat. Dalam situasi yang berbahaya kita mempunyai tiga pilihan, Angeli. Melarikan diri, mengambil j alan tengah, atau menyerang. Orang mi ternyata memilih menyerang." "Jadi dia ora ng yang sakit ingatan?" "Tidak. Penderita sakit ingatan jarang sampai melakukan pembunuhan. Ruang lingkup konsentrasinya sangat terbatas. Kita sedang menghadapi seseorang yang lebih penuh komplikasi. Mungkin dia seorang somatik, hipofrenik, skizoid, siklddf atau kombinasi dari itu semua. Mungkin juga kita berurusan den gan seorang fngut-penderita amnesia sementara yang didahului dengan tindakan irr asional. Tapi yang penting, rupanya lahiriah dan sikapnya kelihatan seratus pers en normal bagi orang lain." "Jadi kita tidak punya modal apa pun untuk bisa mene ruskan penyelidikan?" "Anda keliru. Kita mempunyai modal banyak sekali untuk men eruskan penyelidikan. Saya bisa memberi Anda deskripsi fisik orang ini," katai J udd. Dia menyempitkan matanya, memusatkan pikiran. "Don Vinton mempunyai tinggi badan yang melebihi ukuran orang biasa, dengan proporsi tubuh yang bagus dan pot ongan seorang atlet. Dia selalu rapi dan cermat dalam segala hal j yang dilakuka nnya. Dia juga punya bakat artistik. Tapi dia bukan pelukis, penulis, ataupun pe main musik." Angeli terbelalak, mulutnya ternganga. Judd meneruskan. Kini dia bi cara lebih cepat, mulai bersemangat. "Dia tidak menjadi anggota klub sosial atau organisasi apa pun juga. Kecuali kalau dia yang menjadi pemimpinnya. Dia orang yang biasa memerintah. Dia tidak kenal belas kasihan, dan dia pun bukan penyabar . Dia selalu memikirkan yang hebat-hebat. Misalnya dia tidak pernah mau terlibat dalam pencurian kecil-kecil' an. Kalau dia pernah terlibat tindak kriminal, pas ti kejahatan yang dilakukannya menyangkut perampokan bank, penculikan, atau pemb unuhan." Makin lama judd makin bersemangat. Gambaran dalam otaknya makin jelas. "Setelah dia berhasil ditangkap, akan ketahuan bahwa dulu dia mungkin ditolak ol eh salah satu orangtuanya ketika masih anak-anak." Angeli menyela. "Dokter, saya tidak ingin menebak-nebak apa yang Anda deskripsikan. Menurut pendapat saya ora ng ini mungkin seorang pecandu obat bius yang sinting, yang...." "Tidak. Orang y ang kita cari tidak menggunakan obat bius." Suara Judd sangat yakin. "Akan saya katakan yang lain lagi tentang dia. Dia senang olahraga yang memerlukan ketangka san dan kerja sama, sepak bola atau hockey. Dia tidak tertarik pada catur, perma inan kata-kata, atau teka-teki." Angeli memandanginya tidak percaya. "Yang kita cari lebih dari satu orang," katanya menyanggah. "Anda sendiri yang mengatakan b

egitu." "Saya memberikan deskripsi Don Vinton," kata Judd. "Orang yang menjadi o tak semuanya uii. Akan saya katakan lagi sesuatu tentang dirinya. Dia punya tipe Latin." "Mengapa Anda berpendapat begitu?" "Karena melihat metode yang dipakain ya dalam membunuh. Pisauair kerasbom. Dia orang Amerika Selatan, Italia, atau Span yol," Judd menghela napas. "Itulah dia identi-kit Anda. Itulah deskripsi orang y ang melakukan tiga pembunuhan dan sedang berusaha membunuh saya." Angeli menelan ludah. "Bagaimana Anda bisa mengetahui semua ini?" Judd duduk dan mencondongkan badan ke arah Angeli. "Ini profesi saya." "Dari segi mental, memang benar. Tapi bagaimana Anda bisa memberikan deskripsi fisik orang yang belum pernah Anda lih at?" "Saya menarik kesimpulan berdasarkan perbandingan. Seorang dokter bernama K retschmer berhasil menemukan bahwa delapan puluh lima persen penderita paranoid mempunyai potongan tubuh yang prima, atletis. Orang yang kita cari ini jelas pen derita paranoid. Dia orang yang selalu berangan-angan tinggi. Seorang megalomani ak yang merasa dirinya di atas hukum." "Kalau begitu mengapa dia tidak dikurung lama berselang?" "Karena dia memakai topeng?" "Apa maksud Anda, Dokter?" "Kita s emua memakai topeng, Angeli. Sejak kita meninggalkan masa kanak-kanak, kita suda h diajar untuk menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya. Kita sudah diajar u ntuk menutup-nutupi kebencian dan ketakutan kita." Suara Judd penuh wibawa. "Tap i di bawah tekanan, Don Vinton akan menjatuhkan topeng dan memperlihatkan wajahn ya yang telanjang." "Begitu." "Egonya merupakan titik kelemahannya. Kalau egonya terancambenar-benar terancamdia akan menunjukkan aslinya sebagai penderita parano id. Sekarang dia sudah terdesak ke tepi tebing. Tidak sulit untuk menjerumuskann ya sama sekali ke jurang." Judd ragu-ragu sebentar. Kemudian dia meneruskan, ham pir seperti berbicara kepada dirinya sendiri. "Dia orang yang punya "Punya apa?" "Mana. Itu istilah yang dipakai oleh orang primitif yang senang memaksakan peng aruhnya kepada orang lain, karena dorongan iblis dalam dirinya. Dia orang yang m empunyai kepribadian sangat kuat." "Anda tadi mengatakan bahwa dia bukan pelukis , penulis, ataupun pemain musik. Bagaimana Anda bisa mengetahui itu?" "Dunia pen uh dengan seniman yang sekaligus menderita penyakit jiwa. Mereka hampir semua bi sa mengatasi kehidupan tanpa kekerasan, karena pekerjaannya memungkinkan mereka melepaskan semua yang terkandung dalam dirinya. Orang yang kita cari ini tidak m empunyai media untuk menyalurkan keinginan-keinginan atau melepaskan tekanan-tek anan dalam jiwanya. Maka dia seperti gunung berapi. Satu-satunya cara untuk mele paskan tekanan dalam jiwanya itu hanyalah dengan meletus: Hanson CarolMoody." "Mak sud Anda semua ini hanya merupakan kejahatan tanpa tujuan atau motif, yang dilak ukan hanya untuk...." "Bagi dia bukan tanpa tujuan atau motif. Bahkan sebaliknya ...." Otak Judd berputar cepat sekali. Beberapa bagian dari teka-teki mulai terp asang pada tempatnya. Dia menyumpahi dirinya sendiri karena sebelumnya terlalu b uta atau takut, sehingga tidak melihatnya. "Sayalah satu-satunya orang yang dibu ru Don Vintonsasaran utama," Judd meneruskan. "John Hanson dibunuh karena dikira diri saya. Setelah mengetahui kekeliruannya, si pembunuh datang ke kantor saya u ntuk mencoba lagi. Saya kebetulan tidak ada di tempat, tapi dia menemukan Carol di situ." Suara Judd penuh kemarahan. "Carol dibunuh supaya tidak bisa mengenali nya?*' "Tidak. Orang yang kita cari bukan seorang vang sadis. Carol disiksa kare na dia menginginkan sesuatu. Katakanlah misalnya suatu bukti kejahatan. Dan Caro l tidak mauatau tidak bisamemberikan yang diinginkannya itu." "Bukti macam apa?" A ngeli mendesak. "Saya tidak tahu," kata Judd. "Tapi itu kunci dari segala-galany a. Moody menemukan jawabannya, dan itulah sebabnya mereka membunuhnya." "Ada sat u hal yang rasanya masih tidak masuk akal. Kalau mereka membunuh Anda di jalan, mereka pun takkan mendapatkan bukti yang diinginkan. Ini tidak cocok dengan teor i Anda yang lain," kata Angeli, "Bisa. Marilah kita misalkan bukti ini terdapat pada salah satu rekaman saya. Bukti ini sendiri tidak ada artinya apa-apa, tapi kalau saya gabungkan dengan fakta yang lain, barulah bukti ini merupakan ancaman bagi mereka. Maka mereka mempunyai dua pilihan. Merebutnya dari saya, atau mele nyapkan diri saya supaya tidak bisa menceritakannya kepada orang lain. "Mula-mul a mereka mencoba melenyapkan diri saya. Tapi mereka keliru membunuh Hanson. Kemu dian mereka akan melakukan pilihan yang kedua. Mereka berusaha merebutnya dari C arol. Setelah ini gagal, mereka memutuskan untuk memusatkan perhatian pada usaha membunuh saya. Di sinilah peranan kecelakaan mobil. Mungkin saya dibuntuti keti ka menyewa Moody, dan selanjutnya dia pun ganti diikuti. Ketika.Moody menemukan

fakta yang sebenarnya, mereka pun membunuhnya." Angeli memandang Judd, wajahnya berkerut-kerut karena berpikir keras-keras. "Itulah sebabnya maka si pembunuh ta kkan berhenti berusaha sebelum saya mati," Judd menarik kesimpulan dengan tenang . "Akibatnya ini menjadi permainan maut, dan orang yang saya sebutkan deskripsin ya tadi tidak mau menerima kekalahan." Angeli memperhatikannya, menimbang semua kata-kata Judd. "Kalau Anda benar," kata Angeli akhirnya, "Anda membutuhkan perl indungan." Dia mengeluarkan pistol dinasnya, membuka tempat pelurunya untuk meli hat apakah pistolnya berisi. "Terima kasih, Angeli. Tapi saya tidak memerlukan p istol. Saya akan melawan mereka dengan senjata saya sendiri." Terdengar suara pi ntu luar dibuka seseorang. "Anda menunggu kedatangan seseorang?" Judd menggeleng . "Tidak. Siang ini saya tidak menerima pasien." Dengan pistol masih di tangan, Angeli berjalan tanpa suara ke pintu yang menuju ke kantor resepsionis. Dia mela ngkah ke samping dan membuka pintu lebar-lebar. Peter Hadley berdiri di muka pin tu, air mukanya menunjukkan rasa. terkejut dan takut. "Kau siapa?" bentak Angeli . Judd berjalan ke pintu. "Tidak apa-apa," kata j Judd cepat-cepat. "Dia teman s aya." "Hei! Ada apa di sini?" tanya Peter. "Sony," Angeli minta maaf. Dia menyim pan pistolnya- jS^I "Ini Dokter Peter Hadleyini Detektif Ange"Klinik psikoanaiis s inting apa-apaan pula ini?" tanya Peter. "Ada sedikit kesulitan di sini," Angeli mene- j rangkan. "Kantor Dokter Stevens habis... kebo-bolan dan kami berpikir s iapa pun yang melaku- I kannya mungkin akan kembali lagi." Judd meneruskan perca kapan yang dimulai j oleh Angeli. "Ya. Mereka belum menemukan j yang dicari." "A pakah ini ada hubungannya dengan pembunuhan Carol?" tanya Peter. Angeli berbicar a sebelum Judd bisa menjawab. "Kami tidak yakin, Dokter Hadley. Untuk sementara ini Dinas Kepolisian meminta agar Dokter Stevens tidak membicarakan perkara itu. " j "Saya mengerti," kata Peter. Dia melihat kepada Judd. "Janji makan siang ber sama kami masih berlaku?" Judd sadar bahwa dia telah melupakannya. "Tentu saja," katanya cepat-cepat. Dia menoleh kepada Angeli. "Saya rasa kita sudah membicara kan segala-galanya." "Saya rasa juga begitu," Angeli sependapat. "Sungguh Anda t idak memerlukan...?" Dia menunjukkan revolver-nya. Judd menggeleng. "Terima kasi h." "Baiklah kalau begitu. Hati-hatilah," kau Angeli. "Baik," kata Judd. "Saya a kan berhati-hati." Judd banyak termenung-menung selama makan siang, dan Peter ti dak mendesaknya. Mereka hanya membicarakan perihal sahabat mereka sendiri, pasie n yang - sama-sama mereka rawat. Peter mengatakan kepada Judd bahwa dia sudah be rbicara dengan atasan Harrison Burke. Secara diam-diam mereka sudah mengatur aga r dilakukan pemeriksaan mental terhadap Burke. Dia akan dikirim ke tempat perawa tan pribadi. Waktu mereka minum kopi, Peter berkata, "Aku tidak taliu kesulitan apa yang sedang kaualami, Judd. Tapi kalau aku bisa menolong...." Judd menggelen gkan kepala. "Terima k&siht Peter. Ini kesulitan yang harus kuatasi sendiri. Aka n kuceritakan semua kepadamu kalau sudah beres." J eter ragu. "Aku harap semoga segera beres '* t dengan nada gembira. Kemudian dia ra"* "Judd-apakah kau teranc am suatu baha* >> "Tentu saja tidak," jawab Judd. " Kecuali kalau memperhitungka n seorane Va giJa membunuh, yang sudah melakukan pembunuhan dan bertekad menjadi kan Judd k bannya yang keempat. 0r~ l 15 Setelah makan siang, Judd kembali ke ka ntornya. Dia meningkatkan kewaspadaan, yang belakangan ini menjadi begitu akrab dengan dirinya, yakni mengecek segala-galanya demi keselamatan dirinya. Dia haru s melindungi semua yang masih berarti. Kemudian dia mulai mendengarkan rekaman l agi. Didengarkannya baik-baik apa saja yang mungkin bisa memberikan petunjuk. Ra sanya seperti mendengarkan kembali badai kata-kata. Suara yang terdengar penuh d engan kebencian... kejahatan... ketakutan... kasihan kepada diri sendiri... rasa superioritas... kesepian... kekosongan... rasa sakit.... Setelah waktu tiga jam berlalu dia hanya menemukan satu nama yang bisa ditambahkan ke dalam daftarnya: Bruce Boyd, laki-laki yang terakhir kalinya hidup bersama dengan John Hanson. J udd memasang rekaman John Hanson lagi pada tape recorder. ".. saya rasa saya jat uh tinta P*da pandangan pertama. Dm P'1'"* cantik yang pernah saya lihat. "Dia p atner yang pasif atau dominan, Jobnfi "Dominan. Itulah salah satu di antara bany ak hal yang membina saya tertarik kepadanya. Dia sangat kuat. Bahkan kemudian se telah pacaran, kami biasa bertengkar karena kekuatannya." ) "Mengapa?" "Bruce ti dak menyadari bahwa dia sangat knot. Dia biasa berjalan mendekati saya dari bela kang dan memukul punggung saya. Maksudnya sebagai tanda kasih sayang, tapi suatu hari dia hampir mematahkan tulang punggung saya. Saya sampai ingin membunuh dia

. Kalau berjabat tangan, remasannya seakan-akan bisa meremukkan jari tangan oran g yang dijabatnya. Dia selalu pura-pura menyesal, tapi sebenarnya Bruce suka men yakiti orang. Dia tidak memerlukan cambuk. Dia sangat kuat..." Judd mematikan ta pe recorder dan duduk sambil berpikir. Pola homoseks tidak cocok dengan konsep t entang si pembunuh. Tapi ada segi lain, yaitu Boyd ada hubungan dengan Hanson. D ia juga seorang yang sadis dan mementingkan diri sendiri. Diperhatikannya dua na ma dalam daftarnya: Teri Washburn, yang membunuh pacarnya ketika dia di Hollywoo d tapi tidak pernah menyebut-nyebutnya; dan Bruce Boyd, pacar John Hanson yang t erakhir. Kalau memang salah seorang di antara merekayang mana? Teri Washburn ting gal di aoartemen sewaan di Sutton Place. Seluruh apartemen didekorasi de* ngan w arna merah jambu: dinding, perabotan, tirai. Banyak hiasan yang sangat mahal ter sebar di mana-mana dalam kamar, dan di dinding bergantungan lukisan impresionis Prancis. Judd mengenali dua lukisan Manet, dua lukisan Degas, satu lukisan Monet , dan satu lukisan Renoir. Ketika Judd sedang asyik memandangi lukisan-lukisan i tu, Teri masuk ke dalam ruangan. Sebelumnya Judd sudah menelepon, memberitahukan bahwa dia akan datang. Teri sudah siap menyambutnya. Dia mengenakan gaun kamar berwarna merah jambu tanpa apa-apa lagi di baliknya. "Kau benar-benar datang," k au Teri dengan gembira. "Saya ingin bicara denganmu." "Tentu saja. Mau minum?" " Tidak, terima kasih." Kalau begitu saya saja yang minum untuk merayakan kedatang anmu," kata Teri. Dia berjalan ke bar di sudut ruang duduk yang luas. Judd mempe rhatikannya, dengan pikiran penuh. Teri kembali membawa minuman dan duduk di sis i Judd di sofa merah jambu. "Jadi akhirnya kau datang juga ke sini, Manis," kata nya. "Saya tahu kau takkan bisa bertahan terhadap si Teri kecil. Saya tergila-gi la kepadamu, Judd. Saya akan melakukan apa saja untukmu. Katakan saja. Kau membu at semua laki-laki yang pernah saya kenal kelihatan seperti kotoran busuk." Dia meletakkan minumannya, lalu meletakkan tangannya pada celana Judd. Judd menyingk irkan tangan Teri. "Teri," katanya. "Saya memerlukan bantuanmu." Teri menafsirka n kata-kata Judd dari segi pemikirannya sendiri. "Saya tahu, Sayang," katanya de ngan suara seperti erangan. ."Saya akan membuatmu sangat puas seperti yang belum pernah kaualami dalam hidupmu." "Teridengar dulu I Ada orang mencoba membunuh sa ya!" Mata Teri memancarkan rasa heran. Hanya sandiwaraataukah benar-benar? Judd m asih ingat bagaimana permainan Teri pada salah satu pertunjukannya. Dia memang p andai bersandiwara, tapi bukan aktris yang cukup berprestasi. Kali ini reaksi ya ng ditunjukkannya ketika mendengar kata-kata Judd benar-benar tulus. "Ya, Tuhan! Siapasiapa yang ingin membunuhmu?" "Mungkin seseorang yang ada hubungannya denga n salah seorang pasien saya." "Tapiya, Tuhanmengapa?" "Itulah yang sedang saya sel idiki, Teri. Apakah salah seorang temanmu ada yang pernah bicara tentang kematia n... atau pembunuhan? Mungkin sebagai permainan di pesta, sebagai gurauan?" Teri menggelengkan kepalanya. "Tidak ada." "Kau kenal dengan orang yang bernama Don Vinton?" Judd memperhatikan Teri dengan cemas. "Don Vinton? Hmm. Mana aku kenal? " "Teribagaimana pendapatmu tentang pembunuhan?" Teri kelihatan agak gemetar. Jud d memegangi pergelangan tangannya, dan dia bisa merasakan urat nadi Teri berdeny ut lebih cepat. "Apakah pembunuhan membuat pikiranmu gelisah?" "Saya tidak tahu. " "Coba pikirkan," Judd mendesak. "Apakah pikiran tentang pembunuhan membuat kau gelisah?" Denyut nadinya mulai tidak teratur. "Tidak! Tentu saja tidak." "Menga pa kau tidak menceritakan kepada saya mengenai laki-laki yang kaubunuh di Hollyw ood?" Sekonyong-konyong Teri mengangkat tangannya, akan mencakar muka Judd denga n kukunya yang tajam. Judd menangkap pergelangan tangannya. "Kau anjing busuk! I tu sudah dua puluh tahun yang lalu____ Jadi itulah sebabnya kau datang. Keluar d ari sini! Keluar!" Teri jatuh terduduk dan menangis histeris. Sesaat Judd memper hatikannya. Teri bisa terdorong untuk membunuh. Wataknya yang labil, tiadanya pe nghargaan kepada diri sendiri bisa membuat dia menjadi sasaran empuk bagi siapa saja yang ingin memperalat dirinya. Ya, Teri seperti segumpal tanah liat basah y ang i tergeletak di comberan. Orang yang mengambilnya bisa membentuk tuah liat i tu menjadi patung! yang indahatau menjadi senjata pembawa maut. Yang menjadi pert anyaan, siapa yang mengambilnya paling akhir? Don Vinton? Judd berdiri. "Maaf," katanya. Dia keluar dari apartemen merah jambu itu. Bruce Boyd tinggal di daerah perumahan yang i sudah diperbaharui dekat taman di Greenwich] Village. Pintu ru mahnya dibuka oleh seorang pelayan Filipina yang memakai jas berwarna: putih. Ju dd memberitahukan namanya dan diper-1 silakan menunggu di ruang tengah. Lalu si

pelayan menghilang. Waktu sepuluh menit berlalu, kemudian lima belas menit. Judd menahan kekesalannya. Mungkin dia seharusnya memberi tahu Detektif Angeli bahwa dia akan datang ke rumah Boyd. Kalau teori Judd benar, usaha untuk membunuh dir inya akan segera dilakukan lagi. Dan pembunuhnya akan berusaha keras agar sasara nnya berhasil. Si pelayan muncul lagi. 'Tuan Boyd segera akan menemui Anda," kat anya. Dia mengantarkan judd naik ke ruang belajar yang mewah, kemudian mengundur kan diri dengan diam-diam. Boyd duduk menghadapi meja, sedang menulis. Dia lakilaki yang tampan dengan muka tajam, hidung runcing, dan bibir penuh. Rambutnya b erwarna pirang dan keriting. Dia berdiri waktu Judd masuk. Tinggi badannya kirakira satu meter delapan puluh, dengan dada dan bahu yang bidang. . ^ Judd tering at akan identi-kit fisik si pembunuh yang pernah dia deskripsikan di depan Angel i. Deskripsinya cocok dengan perawakan dan penampilan Boyd. Judd semakin merasa menyesal karena dia tidak meninggalkan pesan untuk Angeli. Suara Boyd lemah-lemb ut, suara orang yang terpelajar. "Maaf karena membiarkan Anda menunggu, Dokter S tevens," katanya dengan nada ramah. "Saya Bruce Boyd." Dia mengulurkan tangannya . Judd segera mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Boyd, dan secara tiba -tiba Boyd memukul mulut Judd dengan sekeras-kerasnya. Pukulan ini sama sekali t idak diduga-duga oleh Judd, dan akibatnya dia jatuh terjajar menabrak lampu. Lam pu dan tubuhnya secara bersamaan roboh ke lantai. "Maaf, Dokter," kata Boyd, mel ihat ke bawah kepada Judd. "Kau tahu itu akan kaualami. Kau anak nakal, bukan? B angunlah, nanti saya ambilkan minuman." judd menggeleng-gelengkan kepalanya yang terasa pusing. Dia mencoba mengangkat tubuhnya bangkit dari lantai. Ketika dia b aru setengah bangkit, Boyd menyepak perutnya dengan ujung sepatu. Judd roboh kem bali ke lantai, menggeliat-geliat kesakitan. "Saya sudah menunggu-nunggu kedatan ganmu," kata Boyd. Judd mencoba memandang ke atas, ke aral tubuh rang menjulang tinggi, walaupun gelombang kesakitan melandanya. Dia mencoba bicara tapi tidak b isa mengeluarkan kata-kata. 'Tidak usah mencoba bicara," kata Boyd dengan nada k asihan. "Kau pasti merasa sakit. Saya tahu mengapa kau datang ke sini. Kau ingin menanyakan perihal Johnny." Judd bermaksud mengangguk, tapi Boyd menendang kepa lanya. Antara sadar dan tidak dia mendengar suara Boyd seperti datang dari jauh, berom bak-om bak. "Dulu kami saling mencintai sebelum dia datang menemui kau. K au membuat dia merasa seperti orang yang tidak normal. Kau membuat dia merasa ba hwa cinta kami kotor. Kau tahu siapa yang membuatnya menjadi kotor, Dokter Steve ns? Kau." Judd merasakan sesuatu yang keras menghantam tulang rusuknya, membuat seluruh tubuhnya dijalari rasa nyeri yang luar biasa. Sekarang Judd melihat sega la-galanya dalam warna yang indah, seakan kepalanya penuh berisi warna-warna bia nglala. "Siapa yang memberimu hak untuk mengatakan kepada orang lain bagaimana c aranya bercinta, Dokter? Kau duduk di kantormu seperti dewa, dan menghukum semua orang yang tidak sependapat dengan dirimu/' Itu tidak benar, Judd menjawab jauh dalam pikirannya. Sebelumnya Hanson tidak pernah ounya pilihan. Aku memberikan pilihan kepadanya. Dan dia tidak memilihmu. "Sekarang Johnny sudah mati," kata s i raksasa pirang yang menjulang tinggi di atasnya. "Kau yang membunuh Johnny. Se karang saya akan membunuhmu." Judd merasakan tendangan lagi di belakang telingan ya, dan dia mulai tidak sadarkan diri. Bagian pikirannya yang sangat jauh seakan -akan bisa melihat dirinya yang mati secara perlahan-lahan. Bagian otak kecilnya yang terisolir terus berfungsi, memancarkan pola berpikir yang lemah. Dia menye sali dirinya sendiri karena tidak lebih dekat lagi menemukan kebenaran. Dikirany a si pembunuh berambut hitam dengan tipe Latin, topi ternyata dia berambut piran g. Tadinya dia yakin si pembunuh bukan seorang homoseks, dan kini ternyata dia k eliru. Orang yang gila membunuh sudah berhasil ditemukannya, dan sekarang dia ak an mati karenanya. Judd jatuh pingsan. 16 Bagian yang jauh dari pikirannya menco ba mengirimkan berita, mencoba mengirimkan sesuatu yang sangat penting. Tapi jau h di dalam kepalanya ada yang terasa memukul-mukul sangat sakit, sehingga dia ti dak bisa menujukan konsentrasi kepada masalah kulinya. Di suatu tempat yang lebi h dekat, dia bisa mendengar suara lengkingan meninggi seperti suara binatang lia r yang luka. Perlahan-lahan, dengan susah-payah Judd membuka matanya. Dia berbar ing di tempat tidur dalam sebuah kamar yang asing. Di sudut kamar, Bruce Boyd se dang < menangis tersedu-sedu. Judd mencoba duduk. Rasa nyeri dalam tubuhnya memb anjiri ingatannya dengan kenangan tentang apa yang baru saja menimpanya. Tiba-ti ba dia merasakan kemarahan yang amat sangat. Boyd menoleh ketika mendengar Judd

bergerak. Dia berjalan menghampiri tempat tidur. "Itu salah Anda sendiri," Boyd mengerang. "Kalau tidak karena Anda, Johnny masih hidup dan selamat bersama saya ." bukan karena kehendaknya sendiri, I i terdorong oleh instink membalas dendam yang sudah lama dilupakan dan terpendam, Judd mengulurkan tangan ke arah leher B oyd. Jari-jari Judd mencengkeram tenggorokan Boyd, mencekiknya dengan sekuat ten aga. Boyd tidak bergerak untuk melindungi dirinya. Dia hanya berdiri saja, air m ata mengalir ke pipinya. Judd melihat ke mata Boyd, dan rasanya seperti melihat ke dalam telaga di neraka. Perlahan-lahan dia melepaskan cekikannya. Ya, Tuhan, pikirnya, aku seorang dokter. Aku diserang oleh orang yang sakit, dan aku ingin membunuhnya. Dia melihat kepada Boyd. Boyd kelihatan seperti anak-anak yang rusa k dan liar. Tiba-tiba Judd mulai menyadari apa yang akan diberitahukan oleh bawa h sadarnya: Bruce Boyd bukan Don Vinton. Seandainya dia Don Vinton, pasti sekara ng dia sudah mati. Boyd tidak mampu melakukan pembunuhan. Rupanya pendapatnya be nar bahwa Boyd tidak cocok dengan identi-kit si pembunuh. Dalam kesadaran ini ad a rasa senang yang ironis. "Kalau tidak karena Anda, Johnny sekarang pasti masih hidup," kata Boyd sambil terisak-isak. "Dia pasti di sini bersama saya dan saya bisa melindunginya." "Saya tidak menyuruh John Hanson meninggalkanmu," kata Jud d dengan susah-payah. "Itu kehendaknya sendiri." "Kau bohongi" "Sudah ada yang t idak beres dalam hubungan J mu dengan John, bahkan sebelum dia datangi menemui s aya." Lama sekali sunyi. Kemudian Boyd meneane-I guk. "Ya. Kamikami selalu saja b ertengkar." "Dia berusaha menemukan dirinya sendiri. Instingnya selalu mengataka n kepadanya bahwa dia ingin kembali kepada istri dan anak-anaknya, jauh di dalam hati sanubarinya, John ingin sekali menjadi orang yang normal, yang heteroseksu al." "Ya," bisik Boyd. "Dulu dia terus-menerus mengatakan itu, tapi saya kira it u hanya untuk menghukum saya." Dia memandang Judd. "Tapi suatu hari dia pergi me ninggalkan diri saya. Diapergi begitu saja. Dia tidak lagi mencintai saya." Nada suaranya mengandung rasa putus asa. "Dia bukan tidak mencintai Anda lagi," kata Judd. "Dia masih mencintai Anda sebagai sahabat." Kini Boyd melihat kepadanya, m enatap wajah Judd. "Anda mau menolong saya?" Matanya memancarkan rasa kalut, ket akutan. "Tolonglah saya. Anda harus menolong saya." Suara Boyd lebih mirip suara jerit kesakitan. Judd memandangi Boyd beberapa saat lamanya. "Ya," kata judd. " Saya akan menolong Anda." "Apakah saya akan bisa menjadi normal kembali?" "Yang namanya normal sebenarnya tidak ada. Setiap orang mempunyai kenormalannya sendir isendiri, dan tidak ada dua orang yang mempunyai kenormalan yang sama." "Anda bi sa membuat saya menjadi heteroseksual?" "Itu tergantung pada kekerasan kemauan A nda sendiri. Anda bisa menjalani terapi untuk itu." "Dan kalau itu gagal?" "Kala u kelak kita ketahui bahwa Anda memang harus menjadi homoseksual, sekurang-kuran gnya Anda harus menyesuaikan diri dengan kodrat Anda." "Kapan kita mulai?" tanya Boyd. Dan tiba-tiba Judd tersentak menyadari kenyataan yang sebenarnya sedang d ia hadapi. Dia duduk di situ dan membicarakan tentang merawat pasien, padahal mu ngkin dalam tempo dua puluh empat jam dia akan dibunuh. Dan dia tetap belum mene mukan siapa Don Vinton. Kini dia sudah menyisihkan Teri dan Boyd, dua tersangka terakhir dalam daftarnya. Dia masih tetap dalam kegelapan, seperti ketika dia ba ru memulai penyelidikan. Kalau analisanya tentang si pembunuh benar, saat sekara ng kemarahan si pembunuh pasti sudah memuncak. Serangan berikutnya akan segera d atang. "Datanglah hari Senin," kata Judd. Waktu taksi membawanya pulang, Judd me ncoba menimbang-nimbang kemungkinannya untuk selamat. Masa depannya'benar-benar gelap. Apa yang dimilikinya, yang sangat diinginkan oleh Don Vinton? Dan siapakah Don Vinton? Mengapa dalam arsip kepolisian tidak ada catatan kriminal tentang d irinya? Mungkinkah dia memakai nama lain? Tidak. Moody jelas sekali mengatakan " Don Vinton**. Sulit sekali untuk memusatkan pikiran. Setiap gerakan taksi membua t tubuhnya yang babak-belur terasa sakit luar biasa. Judd memikirkan pembunuhan dan usaha pembunuhan yang sudah dilakukan selama ini, mencari suatu pola yang bi sa masuk akal. Tikaman dengan pisau, membunuh dengan siksaan, "kecelakaan*' tabr ak lari, bom dalam mobilnya, cekikan. Tidak ada pola tertentu yang bisa diambil sebagai kesimpulan. Hanya kekejaman, kekerasan orang gila. Judd tidak bisa memik irkan dengan cara apa usaha pembunuhan berikutnya akan dilakukan. Atau oleh siap a. Titik kelemahannya yang paling besar adalah kantor dan apartemennya. Dia teri ngat kembali kepada nasihat Angeli. Semua pintu pada apartemennya harus diberi k unci yang lebih kuat. Dia akan mengatakan kepada Mike, penjaga pintu, dan Eddie,

operator lift, agar selalu waspada. Keduanya bisa dipercaya. Taksi berhenti di muka gedung apartemen. Penjaga pintu membuka pintu taksi. Dia orang yang sama se kali masih asing bagi Judd. 17 Dia seorang laki-laki yang bertubuh besar, bermuk a bopeng, dan bermata hitam yang cekung. Ada bekas luka yang memanjang di lehern ya. Dia mengenakan mantel seragam Mike yang terlalu sempit baginya. Taksi berjal an pergi, dan Judd sendirian dengan orang ini. Tiba-tiba rasa sakit yang diakiba tkan karena tubuhnya yang babak-belur menyerangnya. Ya, Tuhan, jangan sekarang! Dia mengatupkan giginya. "Mana Mike?" Dia bertanya. "Sedang berlibur, Dokter." D okter. Jadi orang ini tahu dia siapa. Dan Mike sedang berlibur? Dalam bulan Dese mber? Tampak senyuman kecil yang memperlihatkan rasa puas pada wajah orang ini. Judd melihat ke kedua ujung jalan, tapi jalan benar-benar kosong. Dia bisa menco ba lari, tapi kondisinya tidak memungkinkan. Tubuhnya yang babak-belur sakit sem ua. Bahkan untuk menarik napas pun sudah terasa sakit. "Rupanya Anda habis menda pat kecelakaan." Suara orang ini sedikit lebih ramah. Judd membalikkan tubuh tan pa menjawab dan berjalan ke lobi gedung apartemen. Dia yakin akan bisa minta tol ong kepada Eddie. Penjaga pintu mengikuti Judd ke lobi. Judd melihat Eddie di da lam lift, membelakanginya. Judd mulai berjalan menuju lift, setiap langkah menam bah rasa sakit. Tapi dia sadar tidak boleh berhenti sekarang. Yang penting janga n sampai orang ini bisa menangkapnya di waktu dia sendirian. Orang ini pasti men gurungkan niatnya apabila ada orang yang bisa menjadi saksi di sekitar mereka. " Eddie!" Judd memanggil. Orang yang berada di dalam lift menoleh. Judd belum pern ah melihat orang ini. Tubuhnya lebih kecil daripada tubuh penjaga pintu, tapi wa jah mereka hampir samakecuali orang ini tidak punya bekas luka di lehernya. Jelas sekali kedua orang ini kakak-beradik. Judd berhenti, terperangkap di antara mer eka berdua. Tidak ada siapa pun lagi di lobi. "Naik," kata orang yang di dalam l ift. Dia pun menyunggingkan senyum yang memperlihatkan rasa puas seperti saudara nya. Jadi inilah akhirnya, wajah-wajah maut. Judd yakin benar bahwa di antara me reka berdua tidak ada yang merupakan otak dari semua peristiwa yang sudah terjad i. Mereka hanya pembunuh bayaran. Apakah mereka akan membunuhnya di lobi, atau l ebih suka membunuhnya di apartemen? Di apartemen, pikir Judd. Itu akan memberi m ereka waktu untuk melarikan diri sebelum may amy a ditemukan. Judd melangkah men uju kantor manajer. "Saya harus menemui Tuan Katz untuk...." Orang yang lebih be sar menghalangi jalannya. "Tuan Katz sedang sibuk, Dok, katanya perlahan. Orang yang di dalam lift berkata, "Mari saya antar Anda ke atas." "Tidak," kata Judd. "Saya...." "Lakukan apa katanya." Tidak ada emosi dalam suaranya. Tiba-tiba tera sa ada udara dingin masuk ketika pintu lobi terbuka. Dua orang laki-laki dan dua orang wanita masuk bergegas-gegas. Mereka semua mengenakan mantel tebal, berjal an sambil mengobrol dan tertawa-tawa. "Ini lebih buruk daripada Siberia," kata s alah seorang wanita. Laki-laki yang memegangi lengannya berwajah gemuk, dengan a ksen Barat Tengah. "Bukan malam yang baik untuk orang atau binatang." Kelompok i ni berjalan menuju lift. Penjaga pintu dan operator lift saling berpandangan tan pa mengucapkan apa pun. Wanita yang seorang lagi bicara. Dia bertubuh mungil dan berambut pirang dengan aksen Selatan engan Laki-laki yang kedua protes. "Kalian tidak akan melepas kami pergi sebelum memberi kami minuman penghangat, bukan?" "Ini sudah malam, George," kata wanita yang pertama. 'Tapi di luar udaranya ding in sekali. Kalian harus memberi kami minuman lebih dulu supaya kami tidak mati b eku." ^} Laki-laki yang kedua memperkuat permintaan laki-laki yang pertama. "Han ya minuman seteguk dan kemudian kami pergi." "Yah...." Judd menahan napas. Oh, t olonglah, Tuhan! Si pirang menyerang. "Baiklah. Tapi hanya segelas minuman, kau dengar?" Sambil tertawa-tawa, kelompok ini masuk ke lift. Judd cepat-cepat ikut masuk bersama mereka. Si penjaga pintu berdiri kebingungan, melihat kepada sauda ranya. Yang di dalam lift mengangkat bahu, menutup pintu dan menjalankan lift na ik ke atas. Apartemen Judd ada di lantai lima. Kalau kelompok ini turun sebelum dia, Judd akan mendapat kesulitan. Kalau mereka turun sesudah dia, judd akan pun ya kesempatan masuk ke apartemennya, membentengi dirinya, dan menelepon minta pe rtolongan. "Lantai berapa?" Si pirang yang mungil tertawa. "Saya tidak tahu apa yang akan dikatakan suami saya nanti apabila melihat saya membawa dua laki-laki asing ke apartemen." Dia menoleh kepada operator lift "Lantai sepuluh." Judd men gembuskan napas, dan baru sadar bahwa dari tadi dia menahan napasnya. Dia cepatcepat berkata, "Lima." Operator lift melihat kepadanya dengan pandangan ramah da

n mengerti. Sampai ke lantai lima dia membuka pintu. Judd keluar. Pintu lift men utup. Judd berjalan ke apartemennya, tersaruk-saruk kesakitan. Kunci dikeluarkan nya, pintu dibuka dan dia masuk. Jantungnya berdebar-debar. Maksimal dia mempuny ai waktu lima menit sebelum mereka datang untuk membunuhnya. Dia menutup pintu d an bermaksud memasang kancing rantai. Kancing rantai putus di tangannya. Dia mel ihat ke kancing rantai, dan ternyata rantainya sudah putus karena gergaji. Kanci ng rantai itu dilemparkannya, dan dia berjalan ke telepon. Rasa pusing tiba-tiba datang menyerangnya. Judd bertahan berdiri memerangi rasa sakit dengan memejamk an mata, sementara waktu yang sangat berharga berlalu. Dengan susah-payah dia me neruskan berjalan ke telepon, jalannya terseok-seok. Satu-satunya orang yang bis a diingatnya untuk ditelepon hanyalah Angeli, tapi Angeli sedang sakit di rumahn ya. Lagi pula apa yang akan dikatakannya? Di sini ada penjaga pintu dan operator lift haru, dan saya rasa mereka akan membunuh saya f Dia mulai sadar bahwa dia sedang memegangi telepon, berdiri terpaku dengan kepala pusing sehingga tidak bi sa melakukan apa pun. Gegar otak, pikiraya. Mungkin akhirnya aku mati juga karen a dibunuh Boyd, pikirnya pula. Mereka akan masuk dan menemukan dia seperti itutid ak berdaya. Dia ingat akan pancaran mata si penjaga pintu. Dia harus bisa mengal ahkan mereka, mengacaukan keseimbangan mereka. Tapi, ya, Tuhanbagaimana caranya?. Judd menyetel televisi kecil, sebuah monitor yang memperlihatkan keadaan di lob i. Lobi kosong sama sekali. Rasa sakitnya kembali lagi, melandanya seperti gelom bang dan menyebabkan dia hampir jatuh pingsan. Dia memaksa pikirannya yang sudah lelah terpusat kepada problem yang dihadapinya. Dia dalam keadaan bahaya.... Ya ... keadaan bahaya. Dia harus mengambil tindakan segera. Ya.... Pandangannya men jadi kabur lagi. Dia memusatkan pandangannya ke telepon. Keadaan bahaya.... Dia mendekatkan telepon ke matanya, supaya bisa membaca angka-angkanya. Perlahan-lah an, dengan susah-payah karena menahan sakit, dia memutar sebuah nomor. Pada deri ngan kelima sebuah suara menjawab. Judd bicara, suaranya tidak jelas. Matanya me nangkap gerakan pada monitor televisi. Kedua laki-laki itu menyeberangi lobi dan berjalan menuju lift. Waktunya sudah habis. Kedua laki-laki ini berjalan tanpa suara menuju apartemen Judd. Mereka mengambil posisi di sebelah kiri-kanan pintu . Laki-laki yang lebih besar, Rocky, mencoba membuka pintu pelan-pelan. Pintu te rkunci. Dia mengulurkan sehelai kartu plastik, dan dengan hati-hati memasukkanny a ke lubang kunci. Kepada saudaranya dia mengangguk, dan keduanya mengeluarkan r evolver yang memakai peredam suara. Rocky membuka kunci dengan kartu plastik, ke mudian perlahan-lahan membuka pintu. Mereka masuk ke ruang duduk sambil mengacun gkan pistol. Di depan mereka ada tiga pintu tertutup. Judd entah berada di ruang yang mana! Laki-laki yang lebih kecil, Nick, mencoba membuka pintu yang pertama . Pintu ini terkunci. Dia tersenyum kepada saudaranya, menempelkan moncong pisto l ke lubang kunci dan menarik pelatuknya. Pintu terbuka, ternyata itu ruang tidu r Judd. Keduanya masuk ke dalam, memeriksa setiap sudut dengan teliti sambil men gacungkan pistolnya ke segala penjuru kamar. Tak ada seorang pun di dalam. Nick memeriksa kamar kecil sementara Rocky kembali ke ruang duduk. Mereka tidak kelih atan tergesa-gesa. Mereka tahu bahwa Judd ada di dalam apartemen, bersembunyi da n tidak berdaya. Gerakan mereka yang lambat seakan disengaja, seolah-olah mereka sedang menikmati saat-saat terakhir sebelum membunuh. . , . Nick mencoba membuk a pintu yang kedua. Pintu ini pun terkunci. Dia menembak lubang kuncinya, dan se telah pintu terbuka dia masuk ke dalam. Ini adalah ruang belajar. Kosong. Mereka saling melemparkan senyuman dan berjalan ke pintu yang terakhir. Ketika mereka melewati monitor televisi, Rocky memegang lengan saudaranya. Pada layar televisi mereka melihat tiga orang laki-laki terburu-buru masuk ke lobi. Dua dari mereka mengenakan jas putih, mendorong usungan beroda. Laki-laki yang ketiga membawa t as dokter. "Sialan!" "Tenang saja, Rocky. Rupanya ada orang sakit. Di gedung ini pasti ada seratus apartemen." Mereka melihat ke layar televisi terpesona, ketik a kedua orang yang mendorong usungan masuk ke dalam lift, disusul kemudian oleh orang yang ketiga. Pintu lift tertutup. "Beri mereka waktu beberapa menit," kata Nick. "Mungkin ada kecelakaan. Artinya mungkin akan ada polisi." "Benar-benar s ial!" "Jangan kuatir. Stevens tidak akan pergi ke mana-mana." Pintu apartemen te rbuka lebar. Dokter dengan kedua orang yang mendorong usungan masuk. Cepat-cepat kedua orang yang di dalam apartemen Judd memasukkan pistol masing-masing ke sak u mantel. Dokter menghampiri mereka. "Apakah dia "Siapa?" "Korban bunuh diri. Di

a sudah mati atau masih hidup?" Kedua orang itu saling memandang, keheranan. "Ka lian tidak salah masuk apartemen?" Dokter berjalan melewati kedua orang itu dan mencoba membuka pintu kamar yang masih terkunci. "Pintu ini dikunci. Tolong saya mendo-brak pintu ini." Kedua kakak-beradik itu melihat dengan tidak berdaya ke arah dokter yang sedang mencoba mendobrak pintu dibantu oleh dua orang pembawa u sungan. Ketika pintu berhasil dibuka, dokter segera masuk ke dalam. . "Masukkan usungan!" Dia menghampiri tempat tidur, tempat Judd berbaring. "Kau tidak apa-ap a?" Judd melihat ke arah dokter, mencoba memusatkan pandangannya. "Rumah sakit," Judd menggumam. "Segera kami antar ke sana." Kedua kakak-beradik dengan kebingu ngan memandangi kedua pembawa usungan yang dengan cekatan memindahkan Judd dari tempat tidur ke usungan, kemudian menutupinya dengan selimut. "Mari kita .pergi, " kata Rocky. Dokter mengawasi kedua orang itu pergi. Kemudian dia menoleh kepad a Judd yang berbaring di atas usungan, mukanya pucat dan ketakut-an' "Kau baik-b aik saja, Judd?" Suaranya men dung rasa kuatir. Judd mencoba tersenyum, tapi tid ak ber* >jtt_i___" i______rv:^ i____:__ j . asd J JL U 'Hebat," katanya. Dia hampir idak bisa roende ngar suaranya sendiri. "Terima kasih, Pete " Peter melihat ke b awah kepada sahabatnya kemudian mengangguk kepada kedua pembawa usungan. "Mari k ita berangkat!" 18 Kamar rumah sakit tempat Judd dirawat sekarang berbeda dengan ketika dia dirawat karena mengalami tabrak lari. Tapi perawatnya tetap sama. Me lihatnya dengan pandangan tidak senang, sambil duduk di tepi tempat tidurnya. Pe rawat inilah yang pertama kali dilihatnya ketika Judd membuka matanya. "Nah, And a sudah bangun," katanya ringkas. "Dokter Harris ingin menemui Anda. Akan saya k atakan kepadanya bahwa Anda sudah bangun." Dia berjalan dengan langkah kaku meni nggalkan ruangan. Judd mencoba duduk, menggerakkan tubuhnya dengan hati-hati. Ge rakan lengan dan kakinya agak lambat, tapi semuanya masih utuh. Dia mencoba memu satkan pandangannya ke sebuah kursi di seberang ruangan, berganti-ganti dengan m ata kiri dan kanannya. Pandangannya agaK kabur. Ingin konsultasi?" , uArris Judd melihat ke atas. Dokter Seymour Hams Uh masuk ke kamarnya. bira> "Nah," kata Dokter Harris dengan g "ternyata kau salah seorang langganan kami yang terbaik. Kau ta hu berapa rekening untuk jahitan-mu saja? Kami akan memberimu potongan harga.... Bagaimana tidurmu, Judd?" Dia duduk di tempat tidur. "Seperti bayi. Apa yang ka uberikan?" "Suntikan sodium luminol." "Pukul berapa sekarang?" "Tengah hari." "Y a, Tuhan," kata Judd. "Saya harus keluar dari sini!" Dokter Harris mengambil cat atan dari papan klip yang dibawanya. "Apa yang ingin kaubicara-kan lebih dulu? G egar otakmu? Luka robekmu? Atau luka memar?" "Saya merasa baik-baik saja." Dokte r Harris menyingkirkan catatannya. Suaranya menjadi serius. "Judd, tubuhmu babak -belur. Lebih dari yang kausadari. Kalau kau cukup pintar, kau akan tetap tingga l di tempat tidurmu ini beberapa hari dan istirahat. Kemudian kauambil liburan s elama sebulan." "Terima kasih, Seymour," kata Judd. "Maksudmu ingin mengucapkan terima kasih, tapitidak, terima kasih. Saya tidak bisa menerimanya." "Ada sesuatu yang harus saya selesaikan." Dokter Harris menghela napas. "Kau tahu siapa pasi en yang paling buruk di dunia? Dokter." Lalu dia mengganti bahan percakapan, men galah. "Peter di sini semalaman. Dia menelepon setiap jam. Dia sangat kuatir mem ikirkan keadaanmu. Menurut Peter semalam ada orang yang mencoba membunuhmu." "Ka u tahu sendiri bagaimana sifat dokterterlalu berlebih-lebihan imajinasinya." Harr is memandanginya sesaat. Lalu dia mengangkat bahu dan berkata, "Kau psikoanalis. Saya hanya orang biasa. Mungkin kau tahu apa yang kaulakukantapi saya tidak bera ni bertaruh satu sen pun tentang itu. Kau yakin benar tidak mau istirahat di tem pat tidur barang beberapa hari?" "Saya tidak bisa." "Baiklah, Macan. Kau saya iz inkan meninggalkan rumah sakit besok pagi." Judd ingin protes, tapi Dokter Harri s memotong lebih dulu. "Jangan membantah. Ini hari Minggu. Orang yang memukulimu juga perlu istirahat." "Seymour...." "Satu hal lagi. Saya tidak senang kedengar an seperti nenek-nenek Yahudi, tapi kau sudah makan akhir-akhir ini?" "Tidak ban yak," kata Judd. "Oke. Saya akan memberi waktu dua puluh empat jam kepada Nona B edpan untuk menggemukkan badanmu. Dan Judd...." "Ya?" "Jaga dirimu baik-baik. Sa ya tidak ingin kehilangan langganan yang baik." Dokter Harris pun pergi. Judd me mejamkan mata untuk istirahat seben253 tar. Dia mendengar suara piring beradu. D an ketika mengangkat mukanya, dia melihat seorang perawat Irlandia yang cantik s edang mendorong troli berisi hidangan. "Anda sudah bangun. Dokter Stevens," dia tersenyum. "Pukul berapa sekarang?** "Pukul enam." Jadi dia tidur sepanjang hari

. Perawat itu memindahkan hidangan ke atas meja kecil yang ada di atas tempat ti durnya. "Malam ini Anda mendapat hidangan istimewa masakan kalkun. Besok malam Na tal." ''Saya tahu." Judd tidak memiliki nafsu makan, tapi disantapnya juga hidan gan yang disajikan untuknya. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia sangat lapar, dan mak an dengan rakusnya. Dokter Harris menutup semua sambungan telepon. Maka Judd ber baring di tempat tidur, memulihkan tenaganya dan mengembalikan kekuatannya yang ada dalam tubuhnya. Besok pagi dia akan membutuhkan energi sebanyak-banyaknya. P ada pukul sepuluh pagi keesokan harinya Dokter Seymour Harris menghambur masuk k e kamar Judd. "Bagaimana keadaan pasien kesayangan?" Mukanya berseri-seri. "Kead aanmu kini sudah hampir lumayan." "Saya merasa sudah hampir sehat kembali," Judd tersenyum. "Bagus. Kau akan mendapat tamu. Saya tidak ingin kau membuat tamumu ketakutan." Peter. Dan mungkin juga Norah. Rupanya akhir-akhir ini mereka mengha biskan sebagian besar waktunya untuk menjenguknya di rumah sakit. Dokter Harris meneruskan bicara. "Tamumu Letnan McGreavy." Semangat Judd merosot. "Dia sudah t idak sabar ingin bicara denganmu. Sekarang dia dalam perjalanan menuju ke sini. Dia ingin merasa yakin kau dalam keadaan terjaga." Supaya dia bisa menangkapnya. Karena Angeli sedang sakit di rumah, McGreavy bebas membuat bukti yang dapat di pakai untuk mendakwa Judd. Setelah McGreavy menangkapnya, harapan tidak ada lagi . Dia harus melarikan diri sebelum McGreavy sampai di rumah sakit. "Tolong suruh perawat memanggilkan tukang cukur," kata Judd. "Saya ingin bercukur." Suaranya pasti kedengaran aneh, sebab Dokter Harris melihat kepadanya dengan pandangan an eh pula. Ataukah ini karena sesuatu yang dikatakan McGreavy kepada Dokter Harris mengenai dirinya. "Baiklah, Judd." Dia pergi. Begitu pintu menutup, Judd turun dari tempat tidur dan berdiri. Tidur selama dua malam mendatangkan keajaiban kep adanya. Berdirinya memang masih agak terhuyung-huyung, tapi sebentar lagi juga a kan kembali seperti sedia kala. Sekarang dia bisa bergerak dengan cepat. Untuk b erpakaian hanya diperlukan waktu tiga menit. Judd membuka pintu sedikit. Dia har us yakin bahwa tidak ada orang yang akan menghentikannya. Kemudian dia cepat-cep at berjalan ke tangga. Ketika dia mulai menuruni tangga, pintu lift terbuka. Dil ihatnya McGreavy keluar dari lift dan berjalan menuju kamar yang baru ditinggalk annya. McGreavy berjalan dengan cepat, diikuti oleh seorang polisi berpakaian pr eman dan dua orang detektif. Cepat-cepat Judd menuruni tangga dan menuju pintu m asuk khusus untuk mobil ambulans. Sejauh satu blok dari rumah sakit dia memanggi l taksi. McGreavy masuk ke kamar rumah sakit dan melihat ke tempat tidur yang ta k berpenghuni, kamar kecil pun kosong. "Menyebar," katanya kepada para pengikutn ya. "Mungkin kalian masih bisa menyusulnya." Dia mengangkat telepon. Operator me nyambungkan permintaannya ke kantor polisi. "Ini McGreavy," katanya cepat-cepat. "Saya ingin pengumuman disebar. Penting.... Dokter Stevens, Judd, laki-laki. Ca ucasia. Umur...." Taksi berhenti di muka gedung perkantoran. Sejak saat sekarang di mana pun dia berada dia tidak aman. Dia tidak bisa kembali ke apartemennya. Dia harus menyewa kamar di sebuah hotel. Kembali ke kantornya pun sama bahayanya , tapi itu harus dilakukan sekali ini saja. Dia membutuhkan sebuah nomor telepon . Judd membayar taksi dan berjalan ke lobi. Sedap otot dalam tubuhnya masih tera sa sakit. Dia berjalan secepat-cepatnya. Dia tahu benar bahwa waktunya sangat te rbatas. Memang tidak mungkin mereka akan langsung mengira bahwa dia kembali ke k antornya, tapi dia tidak boleh mengambil risiko. Yang jadi pertanyaan sekarang, siapa yang akan mendapatkan dirinya lebih dulu, polisi atau pembunuhnya. Setelah sampai di kantornya, Judd membuka pintu dan masuk. Pintu dikuncinya. Kantor pra kteknya kelihatannya aneh dan suasananya tidak menyenangkan. Judd sadar bahwa di a tidak bisa lagi merawat pasiennya di situ. Apabila itu dia lakukan, sama saja dengan memasukkan mereka ke dalam bahaya yang sangat besar. Dalam hati dia sanga t marah kepada Don Vinton yang telah mengacaukan kehidupannya. Dia bisa membayan gkan apa yang terjadi ketika dua pembunuh bayaran kakak-beradik kembali dan mela porkan bahwa mereka gagal membunuhnya. Kalau dia tidak keliru membaca watak Don Vinton, kemarahan orang itu pasti sudah memuncak sekali. Serangan berikutnya bis a datang setiap saat. Judd menyeberangi ruangan untuk mendapatkan nomor telepon Anne. Sebab di rumah sakit dia teringat kepada dua hal. Beberapa pertemuan denga n Anne kebetulan mendahului pertemuan dengan John Hanson. Juga Anne dengan Carol sering mengobrol. Mungkin Carol tidak sengaja memberikan informasi yang berbaha ya kepada Anne. Kalau memang demikian, Anne pasti terancam bahaya. Judd mengambi

l buku catatan alamat dari dalam laci yang terkunci. Dicarinya nomor telepon Ann e, kemudian memutar telepon. Terdengar deringan tiga kali, kemudian suara yang r amah berbicara. "Ini operator. Anda minta nomor berapa?" Judd memberikan nomor A nne. Beberapa saat kemudian operator berbicara lagi. "Maaf, Anda salah memberika n nomor. Coba cek buku petunjuk Anda, atau konsultasi dengan bagian informasi." "Terima kasih," kata Judd. Telepon diletakkan. Sesaat dia duduk sambil mengingat -ingat apa yang dilakukan agen teleponnya beberapa hari yang lalu. Mereka bisa m enghubungi semua pasien, kecuali Anne. Mungkin terjadi salah tulis ketika mencat at nomor teleponnya. Judd mencari-cari dalam buku petunjuk telepon, tapi tidak b isa menemukan nama suami Anne maupun nama Anne sendiri. Tiba-tiba dia sadar bahw a dia harus bicara dengan Anne. Disalinnya alamat Anne: Woodside Avenue 617, Bay onne, New Jersey. Lima belas menit kemudian Judd sudah berada di muka tempat per sewaan mobil yang bernama Avis. Dia bermaksud menyewa mobil. Di belakang pagar a da papan merek yang bertuliskan: "Kami yang kedua, maka kami berusaha lebih kera s". Kalau begitu kita sama, pikir Judd. Beberapa menit kemudian dia menjalankan mobil keluar dari garasi. Dia menjalankan mobil berkeliling blok, merasa puas ka rena tidak ada yang membuntuti. Kemudian dia menuju ke Jembatan George Washingto n untuk pergi ke New Jersey. Setelah sampai di Bayonne, dia berhenti di pompa be nsin untuk menanyakan arah. "Tikungan pertama belok ke kiri, jalan ketiga." "Ter ima kasih." Judd meneruskan perjalanan. Membayangkan akan bertemu dengan Anne la gi, membuat denyut jantungnya berpacu lebih cepat. Apa yang akan dikatakan kepad anya supaya Anne tidak merasa kalut? Apakali suaminya berada di rumah? Judd memb elok ke kiri menuju Woodside Avenue. Dia memperhatikan nomor-nomor rumah. Dia be rada di blok sembilan ratus. Rumah di kiri kanan jalan kecil-kecil, tua dan suda h dimakan usia dan cuaca. Dia terus menjalankan mobil ke blok tujuh ratus. Rumah nya bahkan makin kecil-kecil dan lebih tua lagi. Anne pernah berkata bahwa dia t inggal di sebuah rumah yang indah dan dikelilingi pohon-pohon. Di situ sama seka li tidak ada pohon. Ketika Judd sampai di alamat yang diberikan kepadanya, ia ha mpir-hampir duga apa yang akan dilihatnya. Nomor 617 hanyalah tanah koson putnya sudah menghutan. 19 Judd duduk dalam mobil di muka tanah kosong, mencoba menghu bung-hubungkan kenyataan yang ditemukannya. Nomor telepon yang salah mungkin han ya karena kekeliruan. Atau mungkin hanya alamatnya saja yang salah. Tapi kalau k edua-duanya salah, rasanya tidak masuk akal. Jelas sekali Anne sengaja berdusta kepadanya. Dan kalau Anne berdusta tentang tempat tinggalnya, nomor teleponnya, dan siapa dirinya, tentang apa lagi dia berdusta. Judd berusaha meninjau kembali mengenai apa yang diketahuinya tentang Anne secara objektif. Dia hampir tidak m engetahui apa-apa tentang diri Anne. Anne masuk begitu saja ke kantornya tanpa p erjanjian sebelumnya, dan memaksa ingin menjadi pasiennya. Selama empat minggu d alam kunjungannya Anne berhasil tetap merahasiakan apa kesulitannya. Kemudian ti ba-tiba dia menyatakan bahwa kesulitannya sudah bisa dipecahkan, dan pergi menin ggalkannya. Pada setiap kun/ungaAnne selalu membayar tunai, supaya tidak ada car a apa pun untuk melacaknya. Tapi alasan apa yang menyebabkan Anne ingin menjadi pasien dan kemudian lenyap begitu saja? Hanya ada satu jawaban. Jawabannya seaka n menghantam Judd, sehingga dia benar-benar merasa sakit. Kalau seseorang mempun yai rencana untuk membunuhnyaingin mengetahui kebiasaan rutinnya di kantorcara apa lagi yang lebih baik daripada berusaha masuk sebagai pasien? Itulah yang dilaku kan Anne di kantornya. Don Vinton yang menyuruhnya. Anne menyelidiki apa yang in gin diketahuinya, kemudian menghilang tanpa bekas. Semua hanya sandiwara belaka! Dan Judd begitu mudah terkecoh, menelan bulat-bulat apa yang dikatakannya. Past i Anne tertawa gelak-gelak waktu melapor kepada Don Vinton tentang orang tolol y ang besar nafsu berahinya dan menyebut dirinya psikoanalis, serta berpura-pura m enjadi ahli jiwa manusia. Ya, dia jatuh cinta setengah mati kepada wanita yang m empunyai maksud utama mengusahakan agar dia bisa dibunuh. Di mana kemampuannya m enilai watak manusia? Tindakannya sungguh sangat menggelikan kalau sampai diketa hui oleh Perhimpunan Psikiater Amerika. Tapi bagaimana kalau itu benar? Bagaiman a kalau seandainya Anne datang dengan kesulitan yang sebenarnya, tapi memakai na ma samaran karena takut memberi malu kepada seseorang? Pada waktunya kesulitan i ni sudah terpecahkan dengan sendirinya, dan Anne menarik kesimpulan bahwa dia ti dak memerlukan psikoanalis lagi. Tapi Judd tahu bahwa kemungkinan ini terlalu di cari-cari. Ada faktor X dalam diri Anne yang harus ditemukan. Dan Judd merasa ya

kin sekali, bahwa dalam faktor yang belum diketahui ini terletak jawaban dari ap a yang terjadi. Mungkin juga Anne dipaksa melakukan sesuatu di luar kehendaknya. Walaupun demikian, memikirkannya saja sudah menyebabkan Judd merasa dirinya tol ol. Dia berusaha membayangkan Anne sebagai gadis yang terancam bahaya, dan dirin ya sendiri sebagai ksatria berbaju besi yang akan menolongnya. Benarkah Anne men gusahakan agar dia terbunuh? Bagaimanapun juga ini harus diselidiki dulu. Seoran g wanita tua memakai gaun yang sudah lusuh dan koyak keluar dari sebuah rumah di seberang jalan dan memandanginya. Judd memutar mobil dan menjalankannya lagi me nuju Jembatan George Washington. Ada sederet mobil di belakangnya. Salah satu di antaranya mungkin mobil yang membuntutinya. Tapi mengapa mereka harus membuntut inya? Musuhnya tahu di mana bisa menemukan dia. Maka dia tidak bisa duduk berpan gku tangan menunggu mereka menyerang. Dia sendiri yang harus mulai menyerang, me manfaatkan kelengahan mereka, memancing kemarahan Don Vinton agar melakukan kesa lahan besar dan bisa ditundukkan. Ini harus dilakukan sebelum McGreavy menangkap dan mengurungnya. Judd menjalankan mobil menuju Manhattan. Satu-satunya kunci u ntuk memecahkan persoalan ini hanya Annedan Anne sudah lenyap tanpa jejak. Lusa d ia sudah kabur ke luar negeri. Dan Judd tiba-tiba sadar bahwa dia masih mempunya i satu kesempatan untuk menemukannya. Malam Natal sudah tiba. Kantor Panam penuh sesak dengan para pelancong dan calon pelancong yang menunggu, berebut tempat d alam pesawat yang akan terbang ke segala penjuru dunia. Judd berjalan ke loket m enembus antrean orang vang menunggu untuk bertemu dengan manajer. Gadis berpakai an seragam di belakang loket tersenyum kepadanya dan menyuruh dia menunggu. Mana jer sedang menelepon. Judd berdiri saja mendengarkan potongan percakapan dari sa na sini. "Saya ingin meninggalkan India pada tanggal lima." "Apakah Paris udaran ya dingin?" "Saya ingin menjemput dengan mobil di Lisbon." Ingin sekali Judd nai k pesawat terbang dan lari jauh-jauh. Tiba-tiba dia sadar bahwa dia sangat kelel ahan, baik fisik maupun emosinya. Don Vinton rupanya mempunyai banyak anak buah, sedangkan dia hanya sendirian. Mungkinkah dia akan bisa mengalahkan Don Vinton? "Bisakah saya menolong Anda?" Judd menoleh. Seorang laki-laki yang kurus dan ja ngkung berdiri di belakang loket. "Saya Friendly," katanya. Dia kelihatan seakan menunggu Judd memahami kelakarnya. Judd tersenyum. "Charles Friendly. Apa keper luan Anda?" "Saya Dokter Stevens. Saya sedang mencari pasien saya. Dia akan naik pesawat yang terbang ke Eropa besok pagi." "Namanya?" "Blake. Anne Blake." Dia ragu-ragu. "Mungkin mendaftarkan namanya sebagai Tuan dan Nyonya Anthony Blake." "Kota mana yang ditujunya?" "Sayasaya tidak tahu." "Mereka memesan tempat pada p esawat pagi atau sore?" "Saya bahkan tidak yakin apakah dia akan naik pesawat An da," kata Judd. Pancaran mata Tuan Friendly sudah tidak ramah lagi. "Kalau begit u sayang sekali saya tidak bisa membantu Anda." Tiba-tiba Judd merasa panik. "In i penting sekali. Saya harus menemukannya sebelum dia berangkat." "Dokter, Pan-A merican tiap hari menerbangkan lebih dari satu pesawat ke Amsterdam, Barcelona, Berlin, Brussels, Copenhagen, Dublin, Dusseldorf, Frankfurt, Hamburg, Lisbon, Lo ndon, Munich, Paris, Roma, Shannon, Stuttgart, dan Wina. Demikian juga hampir se mua perusahaan penerbangan lainnya. Anda harus menghubungi setiap penerbangan sa tu per satu. Dan saya 265 ragu-ragu apakah mereka bisa menolong Anda, 'j kecuali kalau Anda tahu tujuan dan waktu 1 pemberangkatannya." Air muka Tuan Friendly k elihatan tidak sabar. "Maaf...." Dia be r bal i k dan berjalan pergi. "Tunggu!" kata judd. Bagaimana caranya menerangkan bahwa ini 4 mungkin kesempatan hidupnya yang terakhir? 'i Mata rantai terakhir untuk menemukan orang yang berusaha memb unuhnya. Friendly memandangnya dengan rasa tidak senang yang hampir tidak dapat ditutup-tutupi lagi. "Ya?" Judd memaksa dirinya tersenyum, dan kesal kepada diri nya sendiri karenanya. 'Tidakkah Anda mempunyai semacam sistem komputer sentral? " dia bertanya. "Untuk bisa mengetahui nama semua penumpang dengan..-.." "Hanya kalau Anda tahu nomor penerbangannya," kata Friendly, Dia berbalik dan pergi, ju dd tertegun di muka loket, hatinya sakit sekali. Keadaannya kini benar-benar ter jepit dan kritis. Dia kalah. Dia tidak bisa pergi ke mana pun juga lagi. Serombo ngan pastor Italia masuk. Mereka memakai jubah panjang dan topi lebar hitam, kel ihatan seperti orang dari zaman pertengahan. Mereka masuk ke bagian penimbangan dengan membawa kopor, peti, dan keranjang-keranjang yang berisi buah. Sementara itu mereka bercakap-cakap dengan suara keras. Rupanya mereka sedang mempero-lokolokkan anggota rombongan yang paling muda, anak laki-laki yang umurnya kelihata

n belum lebih dari delapan belas atau sembilan belas tahun. Mungkin mereka akan kembali ke Roma sesudah berlibur, pikir Judd waktu mendengar obrolan mereka. Rom a... ke sanalah Anne akan pergi... Anne lagi! Para pastor berjalan mendekati lok et. " molto bene di ritornare a casa." "Si, d'accordo." "Signore, per piacere, gn ardatemi." "Tutto va bene" "Si, ma..." "Diomio, dove sono i miei biglietti f" "C retino, hai perdtito i biglietti." "Ah, eecoli," Mereka memberikan tiket pesawat kepada pastor yang termuda, yang dengan malu-malu mendekati gadis di belakang l oket. Judd melihat ke pintu keluar. Seorang laki-laki tinggi besar dengan mantel abu-abu berdiri di tengah pintu. Si pastor muda berbicara dengan gadis di belak ang loket. "Dieci. Dieci." Si gadis melihat kepadanya dengan pandangan hampa. Pa stor ini mengumpulkan pengetahuan bahasa Inggris-nya dan berkata dengan hati-hat i sekali, "Ten. Billet ta. Teeket" Dia menyorongkan tiket ke arah si gadis. Si g adis tersenyum gembira dan mulai mengurus tiket. Para pastor memuji-muji pengeta huan bahasa temannya, dan menepuk-nepuk pUn~ gungnya. Sudah tidak ada lagi perlu nya tinggal di situ lebih lama. Entah kapan dia harus menghadapi apa yang harus dihadapinya? Perlahan-lahan Judd berbalik dan mulai berjalan meninggalkan rombon gan pastor. "Guardate che ha fatto U Don Vinton." Judd berhenti, tiba-tiba darah mengalir ke wajahnya- Dia berbalik dan memandangi pastor bertubuh kecil gemuk y ang tadi berbicara, dan memegang lengannya. "Maaf," kata Judd. Suaranya serak da n tidak menentu. "Anda tadi mengatakan 'Don Vinton'?" Pastor ini memandang hampa kepadanya, kemudian menepuk-nepuk lengannya dan beranjak mau pergi. Judd memper erat pegangannya. "Tunggu!" katanya. Pastor melihat gelisah kepadanya. Judd mema ksa dirinya berbicara dengan tenang. "Don Vinton. Yang mana dia? Tuniukkan dia k epada o____*f ' saya. P^nLTUa.pastor melih*t kepada Judd. ^^annvT^ ^ melihat keP ada KelompoL ~ Hn americano matto" |j**a Italia D -tika ribu berbicara dalam f^fy sedw!!1 Sudut matanya, Judd melihat ket- Friedly8 memPerhatikannya dari belakang u k* pintu loket dan mulai melangkah mendekatinya. Judd berusaha menguasai rasa pa niknya. Tangan pastor dilepaskannya, kemudian mencondongkan badan ke arahnya dan berkata pelan-pelan dan jelas, "Don Vinton." Sesaat pastor bertubuh kecil ini m elihat ke muka Judd, dan kemudian air mukanya tampak gembira. "Don Vinton!" Mana jer makin mendekati dengan cepat, sikapnya penuh kebencian. Judd mengangguk kepa da pastor, mengisyaratkan agar pastor itu mulai menerangkan. Pastor bertubuh kec il ini menunjuk kepada pastor termuda. "Don Vinton'orang besar'." Tiba-tiba Judd menemukan jawaban teka-teki yang membingungkan ini. 20 "Pelan-pelan, pelan-pelan ," kata Angeli dengar suara serak. "Saya tidak memahami sedikit pun yang Anda ka takan." "Maaf," kata Judd. Dia menghela napas panjang. "Saya sudah mendapat jawa bannya!" Judd sangat lega mendengar suara Angeli di telepon, sehingga gugup seka li dan kata-katanya sulit dimengerti. "Saya tahu siapa yang mencoba membunuh say a. Saya tahu siapa Don Vinton." Suara Angeli mengandung nada tidak percaya. "Kam i tidak bisa menemukan orang yang bernama Don Vinton." "Anda tahu apa sebabnya? Karena itu bukan nama orangitu sebuah istilah panggilan untuk orang." "Tolong bic ara lebih lambat." Suara Judd bergetar karena gembira. "Don Vinton bukan nama or ang. Itu istilah dalam bahasa Italia. Artinya 'orang besar'. Itulah yang akan di katakan Moody kepada saya. Bahwa Orang Besar yang berusaha membunuh saya." "Saya tidak mengerti, Dokter." "Dalam bahasa Inggris memang tidak ada artinya," kata Judd. "Tapi kalau diucapkan dalam bahasa Italiatidakkah ini menunjukkan sesuatu? Organisasi pembunuh yang dipimpin oleh Orang Besar?" Lama sekali tak seorang pun bicara dalam telepon. "La Cosa Nostra?" "Siapa lagi yang bisa mengumpulkan kelo mpok pembunuh seperti itu dengan senjata yang begitu hebat? Air keras, bompistol! Masih ingat saya mengatakan bahwa orang yang kita cari kemungkinan besar orang Eropa Selatan? Dia orang Italia!" "Rasanya tidak masuk akal. Mengapa La Cosa Nos tra ingin membunuh Anda?" "Itu saya sama sekali tidak tahu. Tapi saya pasti bena r. Saya yakin saya pasti benar. Dan ini cocok dengan yang dikatakan Moody. Dia m engatakan ada sekelompok orang yang ingin membunuh saya." "Ini teori paling gila yang pernah saya dengar," kata Angeli. Dia berhenti bicara sebentar dan kemudia n meneruskan, "Tapi saya rasa itu mungkin." Judd tiba-tiba merasa sangat lega. S eandainya Angeli tidak mau mendengarkan kata-katanya, dia tidak bisa mengadu kep ada siapa pun lagi. "Anda sudah membicarakan ini dengan seseorang?" "Belum," kat a Judd. "Jangan!" Kata-kata Angeli terasa mendesak. "Kalau Anda benar, hidup And a tergantung 271 kepada apa yang Anda ketahui ini. Jangan dekati kantor atau apa

rtemen Anda." "Baiklah," Judd berjanji, tiba-tiba dia teringat. "Apakah Anda tah u kalau-kalau McGreavy mempunyai surat perintah untuk menangkap saya?" "Ya." Ang eli ragu-ragu. "Kalau McGreavy berhasil menangkap Anda, Anda takkan sampai ke ka ntor polisi hidup-hidup." Ya, Tuhan! Kalau begitu perhitungannya tentang McGreav y benar. Tapi Judd tidak percaya McGreavy yang mendalangi semua ini. Ada seseora ng yang memerintah dia____Don Vinton, si Orang Besar. "Anda masih mendengarkan?" Tiba-tiba mulut Judd terasa kering. "Ya." Laki-laki yang memakai mantel abu-abu berdiri di luar boks telepon umum dan memandangi Judd. Apakah ini laki-laki-yan g tadi dilihatnya? "Angeli...." "Ya?" "Saya tidak tahu siapa lain-lainnya. Saya tidak tahu seperti apa rupa mereka. Bagaimana caranya agar saya tetap hidup samp ai mereka tertangkap?" Laki-laki yang berdiri di luar masih memandanginya. Suara Angeli terdengar di telepon. "Kita langsung menghubungi FBI. Saya punya kawan y ang banyak memiliki koneksi. Dia akan mengatur agar Anda dilindungi sampai Anda benar-benar aman. Oke?'' Ada nada yang meyakinkan pada suara Angeli. "Oke," kata Judd penuh rasa terima kasih. Lututnya terasa sangat lemas. "Anda sekarang di m ana?" "Dalam telepon umum di lobi bawah gedung Panam." "Jangan pergi dari situ. Tetaplah berada di tengah orang banyak. Saya akan segera datang." Terdengar suar a berdetik di ujung sebelah sana waktu Angeli meletakkan telepon. Dia meletakkan telepon kembali ke atas meja tulis kantor detektif, hatinya terasa sangat sakit . Sudah bertahun-tahun dia berurusan dengan pembunuh, pemerkosa, dan berjenis-je nis penjahat. Maka lama-kelamaan terbentuk kulit tanduk pelindung, dan menyebabk an dia percaya kepada ha rga diri dan dasar kemanusiaan seorang manusia. Tapi po lisi jahat lain lagi. Polisi jahat adalah koruptor yang menyentuh setiap orang d alam angkatan kepolisian, yang memperkosa segala-galanya yang diperjuangkan mati -matian oleh polisi jujur. Kantor polisi penuh dengan orang yang lalu-lalang dan suara orang bercakap-cakap, tapi dia tidak mendengarnya. Dua orang polisi berpa kaian seragam melintasi ruangan dengan mengapit seorang pemabuk bertubuh raksasa . Polisi yang seorang matanya lebam, dan yang seorang lagi menekankan saputangan ke hidungnya yang berdarah. Lengan baju seragamnya robek. Polisi memang harus m enanggung risiko seperti ini sendirian. Ya, mereka mempertaruhkan nyawa siang ma lam setiap hari sepanjang tahun. Tapi beritanya tidak menjadi berita utama di su rat kabar. Polisi jahat beritanya dimuat di halaman pertama. Satu orang polisi j ahat memcemarkan nama seluruh temannya yang jujur. Polisi jahat ini tidak lain d ari pamernya sendiri. Dengan langkah gontai dia berjalan sepanjang gang menuju k antor Kapten. Dia mengetuk pintu sekali dan masuk. Kapten Bertelli duduk dibelak ang meja tulis yang di sana-sini hangus oleh api puntung cerutu selama bertahuntahun. Dalam ruangan kantornya juga ada dua orang dari FBI, memakai j pakaian pr eman. Kapten Bertelli mengangkat mukanya ketika pintu terbuka. "Bagaimana?" Si d etektif mengangguk. "Setelah dicek ternyata benar. Penjaga gudang mengatakan bah wa dia datang dan meminjam kunci Carol Roberts dari lemari bukti pada Rabu siang , dan mengembalikannya Rabu larut malam. Itulah sebabnya tes parafin hasilnya ne gatif. Dia masuk ke kantor Dokter Stevens dengan menggunakan kunci orisinal. Pen jaga gudang tidak bertanya apa-apa, sebab tahu bahwa dia menangani perkara ini." "Anda tahu di mana dia sekarang?" tanya salah seorang dari FBI yang lebih muda. 'Tidak. Kami menyuruh orang membuntuti dia, tapi kehilangan jejaknya. Dia bisa berada di mana saja." "Dia akan memburu Dokter Stevens," kata agen FBI satunya. Kapten Bertelli melihat kepada kedua agen FBI itu. "Bagaimana kemungkinan Dokter Stevens tetap hidup?" Agen FBI ini menggelengkan kepalanya. "Kalau mereka menem ukan dia sebelum kitadia tidak mungkin selamat." Kapten Bertelli mengangguk. "Kit a harus menemukan dia lebih dulu." Suaranya berubah menjadi bengis. "Saya juga i ngin Angeli bisa ditangkap. Saya tidak peduli bagaimana cara kalian menangkapnya ." Dia menoleh kepada si detektif. "Pokoknya tangkap dia, McGreavy." Radio polis i terus-menerus mengirimkan berita. "Kode Sepuluh... Kode Sepuluh.... Semua mobi l... ambil lima...." Angeli mematikan radio. "Ada yang tahu saya menjemput Anda? " Dia bertanya. "Tidak ada," jawab Judd meyakinkannya. "Anda belum membicarakan La Cosa Nostra dengan siapa pun?" "Hanya dengan Anda." Angeli mengangguk, merasa puas. Mereka menyeberangi Jembatan George Washington, dan menuju New Jersey. Ta pi segala-galanya sudah berubah. Sebelumnya Judd merasa sedih. Kini dengan Angel i di sisinya, dia tidak lagi merasa seperti orang yang sedang diburu. Dia ganti menjadi pemburu. Dan pikiran ini membuatnya merasa sangat puas. Karena saran Ang

eli, Judd meninggalkan mobil sewaannya di Manhattan. Kemudian dia ikut naik mobi l polisi tanpa tanda milik Angeli. Kini Angeli menjalankan mobil ke utara di Pal isades Interstate Parkway, dan keluar di Orangeburg. Mereka mendekati Old Tappan . "Anda cerdik sekali bisa mengetahui apa yang terjadi, Dokter," kata Angeli. Ju dd menggelengkan kepala. "Seharusnya saya sudah bisa menarik kesimpulan begitu s aya tahu orang yang terlibat lebih dari satu. Pasti yang melakukan sebuah organi sasi yang menggunakan pembunuh bayaran. Saya rasa Moody sudah mencurigai apa yan g sebenarnya ketika melihat bom di mobil saya. Mereka bisa memakai segala macam senjata." Dan Anne. Anne termasuk bagian dari operasi, dengan tugas mengusahakan supaya mereka bisa membunuhnya. Walaupun demikianJudd tidak bisa membencinya. Ti dak peduli apa yang dilakukannya, Judd tidak bisa membencinya. Angeli membelokka n mobil dari jalan besar. Dengan tangkasnya dia menjalankan mobil di jalan kelas dua yang menuju daerah yang ditumbuhi pohon-pohon. "Teman Anda tahu kita akan d atang?" tanya Judd. "Saya.sudah menelepon dia. Dia sudah siap menyambut Anda." t ib!-l?h f^smipangan muncul dengan tiba-' Qan Angel, membelokkan mobil ke situ. P 1 jalan ini dia menjalankan mobil sejauh satu mil, kemudian menghentikannya di m uka pintu gerbang otomatis. Judd memperhatikan ada kamera televisi kecil terpasa ng di atas pintu gerbang. Terdengar suara berdetik. Pintu bergerak membuka, kemu dian menutup lagi di belakang mereka. Mobil terus dijalankan sepanjang jalan tam an yang panjang melingkar. Dari celah pohon-pohon di mukanya, Judd melihat sepin tas lalu sebagian atap sebuah rumah yang sangat besar. Tinggi di puncaknya, berk ilat-kilat kena sinar matahari, bertengger seekor ayam jantan terbuat dari perun ggu. Ekor ayam jantan perunggu ini sudah hilang. 21 Di pusat komunikasi Markas B esar Kepolisian yang kedap suara dan terang-benderang oleh lampu neon, selusin p olisi melayani pesawat penghubung telepon raksasa. Enam orang operator duduk pad a tiap-tiap sisi panel. Setiap laporan yang masuk dicatat dan dikirim ke atas, u ntuk disiarkan kepada seluruh mobil patroli. Laporan terus-menerus berdatangan. Mengalir siang dan malam, seperti sungai tragedi dari warga kota metropolitan ya ng sangat besar. Laki-laki dan perempuan yang ketakutan... sendirian... putus as a... mabuk... luka... dibunuh ....Ini seperti lukisan Hogarth, tapi dilukis deng an kata-kata yang tajam penuh rasa sakit dan bukan dengan cat. Pada hari Senin s ore itu suasana terasa lebih tegang dibandingkan biasanya. Setiap operator telep on melakukan tugasnya dengan konsentrasi penuh. Walaupun demikian perhatian mere ka tidak lepas dari sejumlah detektif dan agen FBI yangkeluar-masuk ruangan. Ora ng-orang kepolisian ini menerima dan memberikan perintah, bekerja dengan tenang dan efisien menebarkan jaring elektronis untuk menangkap Dokter J Stevens dan De tektif Frank Angeli. Suasana semakin sibuk, seakan-akan mereka digerakkan oleh d alang boneka yang gugup. Kapten Bertelli sedang bercakap-cakap dengan Allen Sull ivan, anggota Komisi Kriminal Kota-praja. Ketika itu McGreavy masuk ke ruangan. Sebelumnya McGreavy sudah pernah bertemu dengan Sullivan. Dia seorang yang tangg uh dan jujur. Bertelli memutus percakapannya dan menoleh kepada Detektif McGreav y, air mukanya penuh tanda tanya. "Keadaan terus berkembang," kata McGreavy. "Ki ta menemukan seorang saksi mata, penjaga malam yang bekerja di gedung seberang k antor Dokter Stevens. Pada hari Rabu malam ketika ada orang yang mendobrak masuk ke kantor Dokter Stevens, penjaga malam ini baru saja memulai tugasnya. Dia mel ihat dua orang laki-laki memasuki gedung. Pintu yang menghadap ke jalan terkunci , dan mereka membukanya dengan kunci. Dia mengira mereka bekerja di situ." "Kau mengetahui identitasnya?" "Dia bisa mengenali potret Angeli." "Rabu malam seharu snya Angeli tidur di rumah karena sakit flu." "Benar." "Bagaimana mengenai lakilaki satunya?" "Penjaga malam tidak begitu jelas melihatnya." Seorang operator m enghidupkan salah satu lampu berwarna merah dan menoleh kepada Kapten Bertelli. "Untuk Anda, Kapten. Dari Patroli Jalan Raya New Jersey." Bertelli mengangkat te lepon. "Kapten Bertelli di sini." Dia mendengarkan sebentar. "Betul?.... Bagus! Kau bisa mendapatkan setiap unit yang dibutuhkan? Pasanglah blokade jalan. Saya ingin daerah itu dikepung rapat. Jangan sampai putus hubungan.... Terima kasih." Dia meletakkan telepon dan berbalik menghadapi kedua rekannya. "Rupanya kita ma sih mujur. Seorang anggota pasukan patroli di New jersey melihat mobil Angeli di jalan kelas dua dekat Orangeburg. Dan kini Patroli Jalan Raya sedang menyelidik i daerah itu." "Dokter Stevens?" ^Dia dalam mobil bersama Angeli. Masih hidup. J angan kuati r. Pasukan patroli akan menemukan mereka." McGreavy mencabut dua bat

ang cerutu. Dia menawarkan sebatang kepada Sullivan, tapi dito- j lak. Lalu dia memberikan sebatang kepada Bertelli j dan memasukkan yang sebatang lagi di antar a j bibirnya, "Kita memiliki satu hal yang menguntungkan, j Dokter Stevens selal u mujur." Dia menyalakan geretan dan menyulut kedua batang cerutu. "Saya j baru saja menghubungi sahabatnya, Dokter Peter j Hadley. Dokter Hadley menceritakan k epada saya bahwa ketika dia menjemput Dokter Stevens j di kantornya beberapa har i yang lalu, dia juga menemukan Angeli berada di sana dengan pistol di tangan. A ngeli berbohong dengan mengatakan bahwa dia menunggu kedatangan pencuri. Menurut perkiraan saya, kedatangan Dokter Hadley justru menyelamatkan jiwa Stevens." "B agaimana asal mulanya kau mencurigai Angeli?" tanya Sullivan. "Awalnya ketika sa ya mendengar laporan bahwa dia memeras beberapa orang pedagang," kata McGreavy. "Dan ketika saya mengecek laporan itu, semua korban pemerasan tidak bersedia mem buka mulut. Mereka ketakutan, tapi saya tidak tahu apa sebabnya. Saya tidak meng atakan apa-apa kepada Angeli. Saya hanya mengawasinya saja lebih cermat." "Waktu pembunuhan Hanson terjadi, Angeli datang dan bertanya apakah dia bisa menangani perkara ini bersama saya. Dia membual bahwa dia sangat mengagumi saya, dan seja k dulu ingin menjadi patner saya. Saya tahu bahwa dia pasti mempunyai tujuan. Ma ka dengan izin Kapten Bertelli, saya melayani permainannya. "Tidak heran dia beg itu ingin menangani perkara ini, sebab dia ternyata ikut terlibat! Waktu itu say a tidak yakin apakah Dokter Stevens terlibat dalam pembunuhan Hanson dan Carol R oberts. Tapi saya memutuskan akan memperalat dia, untuk membantu menjebak Angeli . "Saya membuat perkara palsu untuk menjatuhkan Stevens, dan mengatakan kepada A ngeli bahwa saya akan menangkap Dokter Stevens sebagai pelaku pembunuhan. Saya b erpikir kalau Angeli mengira dirinya tidak dicurigai, dia akan tenang dan kehila ngan kewaspadaan." "Apakah itu berhasil?" 'Tidak. Saya heran setengah mati karen a Angeli berusaha keras agar Stevens tidak ditahan." Sulh'van melihat kepadanya, keheranan. 'Tapi mengapa begitu?" "Sebab dia berusaha membunuh Stevens. Dia tak kan berhasil melakukannya kalau Stevens ditahan di sini." "Waktu McGreavy mulai menambahkan tekanan," kata Kapten Bertelli, "Angeli menemui saya dan mengatakan bahwa McGreavy berusaha memfitnah Dokter Stevens." "Sejak itu kami yakin bahwa k ami pada jalan yang benar," kata McGreavy. "Stevens menyewa seorang detektif par tikelir bernama Norman Moody. Saya mengecek Moody, dan mengetahui bahwa dulu dia pernah berurusan dengan Angeli ketika klien Moody ditangkap oleh Angeli dalam p erkara obat bius. Moody mengatakan bahwa kliennya di fitnah. Sekarang saya menar ik kesimpulan bahwa kata-kata Moody pasti benar." "Jadi sejak semula Moody sudah tahu jawaban"Itu bukan semata-mata karena nasib mujur. Moody memang orang yang cerdas. Dia sudah mengira bahwa Angeli kemungkinan terlibat dalam kasus Hanson d an Carol Roberts. Ketika dia menemukan bom di mobil Dokter Stevens, dia menyerah kan bom itu kepada FBI dan meminta mereka mengeceknya.** "Dia takut jangan-janga n Angeli akan bisa melenyapkan bukti ini kalau bom diserahkan ke sini?" "Dugaan saya begitu. Tapi seseorang membuat kesalahan dan salinan laporan jatuh ke tanga n Angeli. Sejak itu Angeli tahu bahwa Moody dapat mencelakakannya. Pertama kalin ya kami mendapat petunjuk yang sangat jelas ialah ketika Moody menyebutkan nama 'Don Vinton'." "Istilah La Cosa Nostra untuk 'Orang Besar'." "Yah. Karena suatu alasan, orang dari La Cosa Nostra ingin membunuh Dokter Stevens." "Bagaimana kau tahu Angeli mempunyai hubungan dengan La Cosa Nostra?" "Saya menemui kembali pe dagang yang diperas oleh Angeli. Ketika saya menyebutkan La Cosa Nostra, mereka panik luar biasa. Angeli bekerja untuk salah satu keluarga La Cosa Nostra. Tapi dia serakah, dan sebagai sambilan dia melakukan pemerasan sendiri." "Mengapa La Cosa Nostra ingin membunuh Dokter Stevens?" tanya Sullivan. "Saya tidak tahu. Ka mi telah menyelidiki dari berbagai segi." Dia menghela napas kesal. "Kami sial s ekali. Angeli bisa melepaskan diri dari orang kami yang membuntutinya. Dokter St evens lari dari rumah sakit, sebelum saya bisa memberikan peringatan mengenai An geli dan memberikan erlindungan." ampu di atas panel sebuah pesawat telepon L !i Seorang operator menenma laporan ? iagarkan sebentar. "Kapten Bertelli." ^2.mengan gkat telepon. "Kapten Bertelli ^'mendengarkan sebentar tidak mengatakan apa-apa. Kemudi telepon diletakkan perlahan-lahan dan menoW. kepada McGreavy. Mereka kehi langan feiak/' 22 Athony demarco mempunyai mana. Judd bisa merasakan kekuatan ke pribadiannya yang berkobar-kobar dari seberang ruangan, datang bergelombang-gelo mbang dan melanda dengan kekuatan luar biasa. Anne tidak berbohong ketika dia me

ngatakan bahwa suaminya sangat tampan. Dia bahkan tidak membesar-besarkan kenyat aan yang sebenarnya. wajah DeMarco seperti wajah orang-orang Romawi klasik denga n profil yang sempurna. Matanya hitam, dan ada beberapa helai uban pada rambut h itamnya yang justru membuat dia semakin tampan. Umurnya sekitar empat puluh lima tahun, jangkung dan mempunyai potongan atletis. Gerakannya lincah dan cekatan, penuh keindahan hewani. Suaranya dalam dan penuh daya magnet. "Anda mau minum, D okter}' Judd menggeleng, terpesona kepada laki-laki di hadapannya. Semua orang b isa bersumpah bahwa DeMarco seratus persen normal, laki-laki yang mempesonakan. Dia tuan rumah yang sempurna, yang sedang menerima tamu w1* Mereka semua berlima, berkumpul dalam ruang perpustakaan yang mewah. Judd, DeMarco, Detektif Angeli, d an dua orang yang mencoba membunuh Judd di apartemennya: Rocky dan Nick Vaccaro. Mereka duduk melingkar mengeli-hngi Judd. Judd memperhatikan wajah-wajah musuh yang mengelilinginya, dan dia merasa puas. Akhirnya dia tahu siapa yang menjadi lawannya, atau orang-orang yang dilawannya. Kalau memang istilah "perlawanan" me rupakan kata yang benar. Dia berjalan sendiri masuk ke perangkap Angeli. Bahkan lebih buruk lagi. Dia menelepon Angeli, meminta dia datang menjemputnya! Angeli, Yu-das yang membawanya ke situ untuk dibunuh. DeMarco memperhatikan Judd dengan rasa tertarik. Mata hitamnya seakan-akan menikam. "Saya banyak sekali mendengar tentang Anda," katanya. Judd diam saja. "Maaf karena kami membawa Anda ke sini dengan cara seperti ini, tapi ini perlu kami lakukan untuk mengajukan beberapa p ertanyaan kepada Anda." Dia tersenyum meminta maaf, wajahnya berseri-seri. Judd tahu apa yang akan dihadapinya, dan pikirannya berputar dengan cepat. "Apa yang Anda bicarakan dengan istri saya, Dokter Stevens?" Suara Judd mengandung rasa te rkejut. "Istri Anda? Saya tidak kenal dengan istri Anda." DeMarco menggelengkan kepalanya sebagai celaan. "Dia pergi ke kantor Anda dua kali seminggu dalam tiga minggu yang terakhir ini." Judd mengerutkan muka, berpikir. "Saya tidak mempuny ai pasien yang bernama DeMarco....'* DeMarco mengangguk mengerti. "Mungkin dia m emakai nama lain. Mungkin nama gadisnya. Blake-Anne Blake." Dengan hati-hati Jud d menunjukkan keheranan. "Anne Blake?" Kedua kakak-beradik Vaccaro makin mendeka t. "Jangan," kata DeMarco tajam. Lalu dia kembali menghadapi Judd. Sikapnya yang ramah sudah hilang. "Dokter, kalau kau coba-coba mempermainkan saya, saya akan melakukan hal yang takkan kaupercaya." Judd melihat ke matanya dan percaya kepad a yang dikatakannya. Dia sadar bahwa jiwanya tergantung pada seutas benang. Diku atkannya hatinya, supaya suaranya tetap mengandung ketabahan. "Kau boleh melakuk an sekehendakmu. Sampai saat ini saya tidak tahu bahwa Anne Blake adalah istrimu ." "Mungkin itu benar," kata Angeli. "Dia...." DeMarco tidak mengacuhkan Angeli. "Apa yang kalian bicarakan selama tiga minggu?" Mereka sudah sampai kepada keny ataan. Sejak saat Judd melihat ayam jantan perunggu di atap, teka-teki yang tera khir sudah terjawab. Anne tidak menjebaknya untuk dibunuh, Anne juga seorang kor ban, seperti dia sendiri. Anne menikah dengan Anthony DeMarco, pemilik perusahaa n konstruksi yang sukses, tapi tidak tahu siapa sebenarnya DeMarco yang menjadi suaminya ini. Kemudian sesuatu pasti terjadi, yang membuat Anne mulai curiga. An ne mungkin curiga bahwa suaminya bukan seperti kelihatannya, dan terlibat dalam sesuatu yang illegal serta mengerikan. Karena tidak mempunyai tempat mengadu, An ne meminta tolong kepada seorang psikoanalis. Dia meminta tolong kepada orang ya ng sama sekali asing, orang yang bisa dipercaya. Tapi di kantor Judd, kesetiaan terhadap suami menyebabkan Anne tidak bisa membicarakan ketakutannya. "Kami tida k membicarakan hal apa pun," kata Judd dengan suara tenang. "Istrimu tidak mau m engatakan apa kesulitannya." Mata DeMarco yang hitam terpusat kepadanya, menyeli diki, menimbang-nimbang. "Kau harus memberi keterangan yang lebih baik daripada itu." DeMarco pasti merasa panik sekali ketika mengetahui istrinya menemui seora ng psikoanalis. Ya, Anne istri seorang pemimpin La Cosa Nostra! Tidak heran DeMa rco tidak segan-segan membunuh, berusaha mendapatkan arsip tentang diri Anne. "l a hanya mengatakan kepada saya," kata Judd, "bahwa dia merasa tidak bahagia kare na, sesuatu, tapi tidak bisa membicarakannya." "Kau saya beri waktu sepuluh deti k," kata DeMarco. "Saya mempunyai catatan tentang setiap menit yang dihabiskanny a di kantormu. Apa yang dikatakannya selama tiga minggu? Dia pasti mengatakan ke padamu siapa saya sebenarnya." "Dia mengatakan bahwa kau mempunyai perusahaan ko nstruksi." DeMarco memperhatikan Judd dengan sikap dingin. Judd bisa merasakan t itik-titik keringat muncul di dahinya. "Saya sudah membaca buku-buku mengenai an

alisis, Dokter. Pada umumnya pasien mengatakan semua yang ada dalam pikirannya." "Itu merupakan bagian dari terapi," kata Judd tegas. "Itulah sebabnya saya tida k mengetahui tentang Nyonya Blaketentang Nyonya DeMarco. Saya bermaksud menghenti kan terapi untuknya." "Tapi kau tidak berbuat begitu." "Saya tidak perlu berbuat begitu. Ketika dia datang menemui saya pada hari Jumat, dia mengatakan akan bep ergian ke Eropa." "Anne mengurungkan maksudnya. Dia tidak ingin pergi ke Eropa b ersama saya. Kau tahu apa sebabnya?" Judd memandangnya, benar-benar keheranan. " Tidak." "Karena kau, Dokter." lantung Judd terlonjak sedikit. Dengan hati-hati d ia menahan perasaannya, supaya tidak kentara pada suaranya. "Saya tidak mengerti ." "Kau pasti mengerti. Semalam saya dan Anne berbicara panjang-lebar. Dia meras a berbuat kesalahan dalam perkawinan kami. Dia merasa tidak bahagia lagi hidup b ersama saya, sebab dia jatuh cinta kepadamu, Dokter.** Waktu berbicara, suara De Marco hampir seperti bisikan yang lirih. Kemudian dia meneruskan, "Saya ingin ka u menceritakan apa yang terjadi ketika kalian hanya berdua di ruang praktekmu da n dia berbaring di sofa." Judd menguatkan hatinya, menahan gejolak perasaan yang melandanya. Jadi Anne jatuh cinta kepadanya! Tapi apa gunanya itu bagi mereka s ekarang? DeMarco masih memandangnya, menunggu jawaban. "Tidak terjadi apa pun. K alau kau memang sudah membaca tentang analisis, kau pasti tahu bahwa setiap pasi en wanita mengalami transferensi emosi. Pada satu atau lain waktu, mereka mengir a jatuh cinta kepada dokternya. Tapi itu hanya satu fase yang akan berlalu denga n sendirinya.'* DeMarco memperhatikan Judd dengan cermat. Matanya yang hitam men atap mata Judd, menyelidiki. "Bagaimana kau tahu dia datang menemui saya?" tanya Judd, mencoba bertanya dengan seenaknya. Sesaat DeMarco melihat kepada Judd. Ke mudian dia berjalan ke meja tulis besar, dan mengambil pembuka surat yang berben tuk pisau belati yang sangat tajam. "Salah seorang anak buah saya melihat dia ma suk ke gedung tempat kantormu berada. Di situ banyak dokter kandungan. Mereka me ngira mungkin Anne merahasiakannya untuk memberikan kejutan kepada saya. Mereka mengikutinya terus, dan ternyata dia masuk ke kantormu." DeMarco berbalik mengha dapi Judd. "Memang benar itu merupakan kejutan buat saya. Mereka mengetahui bahw a dia menemui seorang psikiater. Istfi Anthony DeMarco membocorkan urusan pribad i kepada seorang pengerut kepala." "Saya sudah bilang dia tidak...." Suara DeMar co kedengaran melunak. "Com-missione menyelenggarakan rapat. Dalam pemungutan su ara mereka memutuskan agar saya membunuh dia, seperti kami membunuh siapa saja y ang menjadi pengkhianat." Kini DeMarco berjalan mondar-mandir. Ini mengingatkan Judd kepada binatang buas yang dikurung. "Tapi mereka tidak bisa memberikan peri ntah kepada saya seperti kepada serdadu kampung. Saya Anthony DeMarco, seorang C apo. Saya berjanji kepada mereka, jika Anne benar-benar membicarakan urusan kami , saya akan membunuh laki-laki yang diajaknya berbicara. Dengan kedua tangan ini ." DeMarco mengangkat kedua tangannya, yang satu menggenggam pisau belati yang b erk.lat-k.lat karena tajamnya. "Dan kaulah yang diajaknya bicara, Dokter." Kini sambil berbicara DeMarco berjalan mengelilingi Judd. Setiap kali DeMarco berjala n di belakangnya, tanpa disadarinya sendiri Judd ber-siap-siap menunggu serangan . "Kau keliru kalau...." Judd mulai bicara. "Tidak. Kau tabu siapa yang membuat kekeliruan? Anne.** Dia memandangi Judd dari atas ke bawah dan sebaliknya. Kelih atannya dia benar-benar sangat heran. "Bagaimana sampai dia mengira bahwa kau la ki-laki yang lebih baik daripada saya?" Kakak-beradik Vaccaro tertawa. "Kau buka n apa-apa. Hanya orang biasa yang pergi ke kantor setiap hari dan berpenghasilan berapa? Tiga puluh ribu setahun? Lima puluh? Seratus? Penghasilan saya lebih dar i itu dalam seminggu." Topeng DeMarco kini merosot dengan cepatnya, diberati ole h tekanan emosinya. Bicaranya mulai pendek-pendek, letupan perasaan yang didoron g oleh kegugupan. Keburukan mulai menutupi wajahnya yang tampan. Anne hanya meli hat DeMarco ketika dia mengenakan topeng. Sedang Judd kini melihat ke wajah tela njang seorang yang gila membunuh. "Kauberkasih-kasihan dengan siputana kecil!" " Kami tidak berkasih-kasihan," kata Judd. DeMarco mengawasinya, matanya menyala-n yala. "Dia tidak ada artinya bagimu?" "Sudah saya bilang. Dia hanya seorang pasi en bagi saya." "Oke," kata DeMarco akhirnya. "Kaukatakan itu kepada dia." "Apa y ang harus saya katakan kepadanya?" "Bahwa kau sama sekali tidak peduli kepadanya . Saya akan memanggil dia ke sini. Saya ingin kau bicara dengan dia, sendirian." Denyut nadi Judd berdetak makin cepat. Dia akan diberi kesempatan untuk menyela matkan dirinya bersama Anne. DeMarco menjentikkan jarinya, dan anak buahnya berj

alan ke ruang tengah. Lalu DeMarco kembali menghadapi Judd. Matanya yang hitam s eakan tertutup kabut. Dia tersenyum manis, topengnya terpasang lagi. "Kalau Anne memang tidak tahu apa-apa, dia akan tetap hidup. Kau harus meyakinkan dia bahwa dia sebaiknya pergi ke Eropa bersama saya." Tiba-tiba Judd merasakan mulutnya k ering. Tampak pancaran kemenangan pada mata DeMarco. Judd tahu apa sebabnya. Dia meremehkan lawannya. Itu kesalahan yang fatal. DeMarco bukan pemain catur. Wala upun demikian dia cukup cerdik, dan tahu bahwa dia memegang pion yang membuat Ju dd tidak berdaya. Anne. Langkah apa pun yang akan diambil Judd, Anne tetap dalam bahaya. Kalau dia membiarkan Anne pergi ke Eropa bersama DeMarco, dia yakin bah wa jiwa Anne tetap terancam. Pendeknya Judd tidak percaya bahwa DeMarco akan mem biarkan Anne tetap hidup. La Cosa Nostra takkan mengizinkan. Di Eropa DeMarco ak an mengatur terjadinya "kecelakaan". Sebaliknya, kalau dia mengatakan agar Anne jangan pergi, dan Anne tahu apa yang akan menimpanya, Anne akan berusaha mencega hdan akibatnya seketika Anne akan dibunuh. Tidak ada cara untuk melarikan diri, y ang ada hanya pilihan antara dua perangkap. Dari jendela kamar tidurnya di lanta i dua, Anne mengawasi kedatangan Judd dan Angeli. Sesaat dia merasa sangat gembi ra. Dia yakin Judd datang untuk membawanya pergi, menolongnya dari situasi menge rikan yang sedang dialaminya. Tapi kemudian dia melihat Angeli mengeluarkan pist ol dan memaksa Judd masuk ke dalam rumah. Dalam empat puluh delapan jam yang ter akhir Anne sudah mengetahui kebenaran mengenai suaminya. Sebelum itu dia hanya m erasakan kecurigaan yang samar-samar, tidak jelas. Mula-mula dia bahkan tidak pe rcaya, sehingga dia mencoba menyingkirkan syak wasangkanya. Kecurigaannya terhad ap suaminya dimulai beberapa bulan yang lalu. Ketika itu dia pergi ke Manhattan untuk menonton pementasan drama. Tapi dia pulang lebih cepat, sebab pemain utama nya mabuk dan layar diturunkan pada tengah-tengah babak kedua. Sebelumnya Anthon y mengatakan kepadanya bahwa di rumah akan ada pertemuan bisnis, tapi pasti suda h selesai sebelum Anne pulang. Nah, ketika Anne pulang pertemuan masih berlangsu ng. Sebelum suaminya yang terkejut sempat menutup pintu perpustakaan, Anne mende ngar seseorang berseru marah, "Saya memilih untuk memukul pabrik malam ini juga dan membereskan bangsat-bangsat itu sekalian!" Bunyi kalimat ini, rupa orang-ora ng asing yang bengis-bengis, dan kegugupan Anthony melihatnya membuat Anne terke jut. Tapi Anne meneri- * ma penjelasan suaminya, sebab dia ingin sekali merasa y akin bahwa penjelasan suaminya benar. Dalam waktu enam bulan masa perkawinan mer eka, DeMarco bersikap lemah-lembut dan merupakan suami yang penuh pengertian. Ka dang-kadang DeMarco terlihat juga oleh Anne seolah-olah sedang menahan kemarahan , tapi dengan cepat dia selalu bisa menguasai dirinya. Beberapa minggu setelah p eristiwa sehabis menonton drama itu Anne mengangkat telepon, dan tidak sengaja i kut mendengar suara Anthony di telepon yang berada di ruang kerjanya. "Malam ini kita mengambil alih pengiriman dari Toronto. Kalian harus menyiapkan seseorang untuk mengurus penjaganya. Dia bukan orang kita." Anne meletakkan telepon, pikir annya terguncang. "Mengambil alih pengiriman"... "mengurus penjaganya"... kedeng arannya mengandung bahaya, tapi mungkin juga hanya isulah bisnis biasa saja. Den gan hati-hati Anne mencoba menanyakan kepada Anthony tentang kegiatan bisnisnya. Tiba-tiba seperti ada dinding baja yang memisahkan mereka. Anne merasa berhadap an dengan orang asing yang penuh kemarahan, yang menyuruhnya mengurusi pekerjaan rumah tangga dan jangan mencampuri urusan bisnis. Mereka bertengkar dengan seng itnya, tapi malam berikutnya Anthony memberinya kalung yang mahal dan minta maaf dengan lemah-lembut. Sebulan kemudian insiden yang ketiga terjadi. Anne terbang un dari tidurnya pukul empat pagi karena bunyi pintu dibanting. Dia memakai gaun kamar dan turun untuk menyelidiki. Dia mendekati pintu, tapi terhenti ketika me lihat Anthony sedang berbicara dengan setengah lusin orang asing. Takut suaminya marah kalau dia mengganggu, Anne diam-diam naik lagi dan kembali ke tempat tidu r. Ketika sarapan keesokan harinya dia bertanya kepada Anthony, apakah tidurnya nyenyak semalam. "Hebat. Saya terlelap pada pukul sepuluh dan tidak terbangun la gi." Maka Anne sadar bahwa dia dalam kesulitan. Dia tidak tahu apa kesulitannya, dan juga tidak tahu segawat apa. Yang diketahuinya hanyalah bahwa suaminya berd usta, karena sesuatu alasan yang dia tidak tahu. Bisnis apa yang diurusnya, sehi ngga dia harus menjalankannya secara diam-diam di tengah malam bersama orang-ora ng yang bertampang bajingan? Dia tidak berani membicarakannya dengan Anthony. Ra sa panik mulai timbul. Dan dia tidak bisa membicarakannya dengan siapa pun. Bebe

rapa malam kemudian, pada acara makan malam di klub, seseorang menyebut-nyebut p sikoanalis bernama Judd Stevens. Orang ini menceritakan bahwa Judd Stevens seora ng psikoanalis yang sangat terkemuka. Dia ini pakarnya psikoanalis, dan orangnya sangat tampan. Tapi sayang ketampanannya terbuang sia-siadia orang yang sangat b erbakti kepada pekerjaannya. Anne mencatat namanya dengan hati-hati, dan minggu berikutnya pergi menemui Judd. Pertemuan pertama dengan Judd menyebabkan pikiran Anne sangat kacau. Anne merasakan dirinya terseret ke dalam pusaran emosi, yang menyebabkan jiwanya terguncang. Dalam kekalutannya Anne sampai hampir tidak bis a bicara kepada Judd. Dia pergi dengan perasaan seperti anak sekolah yang jatuh cinta untuk .pertama kalinya, berjanji kepada dirinya sendiri tidak akan kembali menemui Judd. Tapi Anne kembali lagi untuk membuktikan kepada dirinya sendiri b ahwa yang sudah terjadi hanya sesuatu yang bersifat sementara saja. Tapi reaksin ya pada pertemuan yang kedua bahkan lebih kuat. Selama ini Anne membanggakan dir inya sebagai wanita yang berakal sehat dan realististapi kini sikapnya seperti an ak berumur tujuh belas tahun yang baru pertama kalinya mengenal cinta. Anne tida k bisa membicarakan perihal suaminya dengan Judd. Maka mereka membicarakan bahan percakapan yang lain. Dan seusai setiap pertemuan, cinta Anne kepada orang asin g yang perasa dan hangat ini semakin kuat. Walaupun demikian Anne sadar bahwa di rinya tidak mempunyai harapan, sebab dia tidak mungkin bercerai dengan Anthony. Anne mengira ada sesuatu yang tak beres dengan dirinya, karena setelah kawin sel ama enam bulan dia bisa jatuh cinta kepada laki-laki lain. Dia memutuskan lebih baik tidak menemui Judd lagi untuk selama-lamanya. Kemudian serentetan peristiwa aneh mulai terjadi. Carol Roberts terbunuh, dan Judd ditabrak lari. Anne membac a di surat kabar bahwa Judd juga berada di lokasi mayat Moody ditemukan, di Guda ng Five Star. Sebelumnya dia sudah pernah melihat nama gudang ini. Pada kepala s urat sebuah faktur di meja tulis Anthony. Dan kecurigaan yang kuat pun mulai ter bentuk dalam pikiran Anne. Rasanya sukar dipercaya bahwa Anthony terlibat dalam peristiwa mengerikan yang terjadi akhir-akhir ini, tapi... Anne merasa seakan-ak an sedang mengalami mimpi buruk, dan tidak bisa melepaskan diri. Dia tidak bisa membicarakan rasa takutnya dengan Judd, dan tidak berani pula membicarakannya de ngan Anthony. Dipaksanya dirinya sendiri yakin bahwa kecurigaannya terhadap Anth ony tidak berdasar sama sekali; Anthony bahkan tidak tahu tentang diri Judd. Dan kemudian, empat puluh delapan jam yang lalu Anthony masuk ke kamarnya dan mulai menanyakan kunjungannya ke kantor Judd. Mula-mula Anne marah karena merasa dima ta-matai suaminya. Tapi rasa marah ini dengan cepat berubah menjadi rasa takut y ang luar biasa. Demi melihat wajah suaminya yang mengerikan karena penuh kemarah an, Anne tahu bahwa suaminya mampu melakukan apa saja terhadapnya. Bahkan juga m embunuhnya. Selama ditanyai, Anne membuat kesalahan yang sangat fatal. Anne meng atakan kepada suaminya mengenai perasaan hatinya terhadap Judd. Seketika mata An thony berubah gelap, dan dia menggeleng-gelengkan kepala seperti orang habis ken a pukulan. Setelah sendirian lagi, barulah Anne sadar bahwa Judd terancam bahaya yang sangat besar. Anne juga tahu bahwa dia tidak bisa meninggalkan Judd. Dia m engatakan kepada Anthony bahwa dia tidak mau pergi ke Eropa bersamanya. Dan seka rang Judd berada di sini, dalam rumah ini. Tapi jiwa Judd terancam karena dia. P intu kamar terbuka dan Anthony masuk. Sesaat Anthony berdiri memperhatikannya. " Kau mendapat tamu," katanya. Anne masuk ke perpustakaan dengan memakai rok dan b lus warna kuning, rambutnya tergerai lepas ke bahu. Wajahnya kuyu dan pucat, tap i sikapnya tetap tenang. Judd berada dalam perpustakaan, seorang diri. "Halo, Do kter Stevens. Anthony mengatakan Anda berada di sini." Judd merasa bahwa mereka sedang bermain sandiwara dengan penonton yang tidak kelihatan dan berbahaya. Int uisinya mengatakan bahwa Anne juga menyadari situasi mereka, dan Anne menyerahka n diri kepadanya. Anne menunggu untuk mengikuti apa saja petunjuknya. Tidak ada lain yang bisa dilakukan Judd, kecuali mencoba berusaha agar Anne tetap hidup le bih lama.. Kalau Anne tetap tidak mau pergi ke Eropa, DeMarco pasti akan membunu hnya di tempat ini juga. Judd ragu-ragu, memilih kata-kata dengan hati-hati. Set iap patah kata sama berbahayanya dengan bom yang dipasang dalam mobilnya. "Nyony a DeMarco, suami Anda merasa kesal karena Anda mengurungkan niat Anda pergi ke E ropa bersamanya." Anne menunggu, mendengarkan, menimbang-nimbang. "Saya bisa men gerti kekecewaan suami Anda. Menurut saya sebaiknya Anda tetap pergi bersama dia ," kata Judd, memperkeras suaranya. Anne memperhatikan wajah Judd, mencoba memba

ca pancaran matanya. "Bagaimana kalau saya tetap menolak?" Seketika Judd merasa panik. "Anda tidak boleh berbuat begitu." Anne takkan keluar dari rumah ini hidu p-hidup! " "Nyonya DeMarco," kata Judd dengan tenang, "suami Anda mendapat kesan yang keliru bahwa Anda jatuh cinta kepada saya." Anne membuka mulurnya bermaksu d bicara, tapi Judd cepat-cepat meneruskan, "Saya menerangkan kepadanya bahwa it u bagian yang wajar dari analisishanya transferensi emosi yang bisa dialami oleh setiap pasien." Anne mengikuti petunjuknya. "Saya tahu. Saya kuatir sejak semula saya memang bodoh pergi menemui Anda. Seharusnya saya berusaha memecahkan sendi ri kesulitan saya." Dari matanya Judd tahu bahwa Anne bersungguh-sungguh. Tampak jelas sekali Anne sangat menyesal karena menyebabkan dia terancam bahaya. "Saya sudah memikirkannya kembali." Anne meneruskan. "Mungkin liburan di Eropa akan m embawa kebaikan bagi saya." Judd menghela napas lega. Anne rupanya sudah mengert i. . Tapi Judd tidak bisa menemukan cara untuk memberitahu Anne tentang bahaya y ang sebenar* nya. Ataukah Anne sudah tahu dengan sendinya? Dan seandainyapun Ann e tahu, adakah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan diri? Judd melayangkan pa ndangan ke jendela perpustakaan. Dipandanginya pohon-pohon yang tinggi di tepi h utan. Anne pernah menceritakan kepadanya bahwa dia sering berjalan-jalan di huta n ini. Mungkin saja Anne mengetahui jalan keluar untuk melarikan diri. Kalau mer eka bisa lari ke hutan. Judd merendahkan suaranya. Anne.... "Sudah selesai mengob rolnya ?" Judd berputar dan melihat ke belakang. DeMarco rupanya secara diam-dia m dan tanpa suara masuk ke perpustakaan. Di belakangnya menyusul Angeli dan kaka k-beradik Vaccaro. Anne berbalik menghadapi suaminya. "Ya," katanya. "Dokter Ste vens berpendapat seharusnya saya pergi ke Eropa bersamamu. Rasanya ada baiknya s aya mengikuti nasihatnya." DeMarco tersenyum dan melihat kepada Judd. "Saya tahu saya boleh percaya kepada Anda, Dokter," katanya. Kini wajah DeMarco berseri-se ri, mempesona-kan. Wajahnya seperti orang yang sangat puas karena mendapat kemen angan mutlak. Kelihatannya seakan-akan DeMarco mempunyai kemampuan mengubah-ubah dirinya, dari kekejaman yang mengerikan menjadi kehangatan yang menarik hati. T idak heran kalau Anne bisa jatuh hati kepada laki-laki ini. Bahkan Judd sendiri saat itu sangat sulit mempercayai bahwa laki-laki tampan yang ramah, manis, dan lemah-lembut ini sebenarnya seorang psikopat dan pembunuh berdarah dingin. DeMar co berbalik dan berhadapan dengan istrinya. "Kita berangkat besok pagi-pagi seka li, Sayang. Naiklah ke atas dan mulai berkemas-kemas." Anne ragu-ragu. Dia tidak ingin meninggalkan Judd sendirian bersama orang-orang ini. "Saya...." Dia meman dang Judd tidak berdaya. Judd mengangguk kepadanya. "Baiklah," Anne mengulurkan tangannya. "Selamat berpisah, Dokter Stevens." Judd menyambut tangan Anne. "Sela mat berpisah." Dan kali ini benar-benar selamat berpisah. Tidak ada jalan keluar lagi. Judd memperhatikan ketika Anne berbalik, mengangguk kepada yang lain-lain nya dan berjalan meninggalkan ruang perpustakaan. DeMarco memperhatikan istrinya . "Bukankan dia cantik?" Ada pancaran aneh pada air muka DeMarco. Cinta, rasa se nang memilikidan sesuatu lainnya. Penyesalan? Untuk apa yang akan dilakukan kepad a istrinya? "Dia sama sekali tidak tahu tentang semua ini," kata Judd. "Mengapa kau tidak membiarkannya saja? Lepaskan saja dia!" Judd memperhatikan DeMarco sek etika berubah lagi. Pesonanya seketika lenyap, dan ruangan penuh dengan kebencia n. Arus kebencian mengalir dari DeMarco kepada Judd, tidak mengenai yang lainnya . Pada air muka DeMarco tampak pancaran kegembiraan, hampir seperti kegembiraan orang gila. "Mari kita pergi, Dok-ter. Judd melihat berkeliling dalam ruangan, m enimbang-nimbang kemungkinan untuk melarikan diri. Tentunya DeMarco tidak ingin membunuh dia dalam rumahnya sendiri. Jika dia bermaksud melarikan diri, itu haru s dilakukan sekarang juga. Kalau tidak dia takkan mendapat kesempatan lagi. Kaka k-beradik Vaccaro mengawasinya seperti serigala lapar, mengharap Judd akan melak ukan gerakan. Angeli berdiri dekat jendela, dengan satu tangan dekat pistolnya. "Kalau saya takkan mau coba-coba," kata DeMarco perlahan, "kau sama saja seperti kalau sudah matitapi kita akan melakukannya dengan cara saya." Dia mendorong Jud d ke arah pintu. Yang lain mengepungnya, dan mereka berjalan menuju pintu keluar . Setelah sampai ke atas, Anne menunggu dekat tangga. Diperhatikannya apa yang t erjadi di ruang depan di bawahnya. Dia mundur agar tidak ^hhaun ketika Judd digi ring ke pintu keluar. m.vu JCepat"ccPal kembali ke kamarnya, dan ml,v\ " icndcla ' Mereka mendorong J^d m*uk ^ mobil Angeli. Ipjcepat Anne meraih telepon dan mem utar nomor operator. Rasanya lama sekali baru terdengar jawaban. "Operator, hubu

ngkan saya dengan polisi! Lekasini keadaan bahaya!" Tangan seorang laki-laki diul urkan di muka Anne, menekan tombol pada hak telepon. Anne terpekik dan memutar t ubuhnya. Nick Vaccaro berdiri di mukanya, tersenyum. 23 Angeli menyalakan lampu depan mobil. Ketika itu baru pukul empat sore, tapi hari sudah cukup gelap. Mata hari bersembunyi di balik awan hitam yang berputar-putar, didorong oleh angin ya ng sedingin es. Mereka bermobil sudah lebih dari satu jam. Angeli memegang kemud i. Rocky Vaccaro duduk di sebelahnya. Judd duduk di kursi belakang bersama Antho ny DeMarco.. Mula-mula Judd selalu mengawasi jalan, kalau-kalau ada mobil polisi lewat. Dia mengharapkan akan bisa menari perhatian polisi entah dengan cara apa . Tapi Angeli menjalankan mobil melalui jalan yang hampir tidak pernah dipakai, dan lalu lintas hampir sama sekali tidak ada. Mereka mengitari pinggiran Morrist own, mengambil Route 206 dan menuju ke selatan. Di depan mereka ada padang tandu s daerah New Jersey Tengah yang jarang penduduknya. Langit yang kelabu tersibak dan hujan mulai turun. Butiran-butiran es kecil mendera kaca depan mobil, suaran ya seperti genderang kecil yang ditabuh orang gila. "Lambatkan mobil," DeMarco m emberi perintah. "Kita tidak ingin mendapat kecelakaan, bukan?" Angeli menurut, mengurangi tekanan kakinya pada pedal gas. DeMarco menoleh kepada Judd. "Di situ lah kebanyakan orang membuat kesalahan. Mereka tidak merencanakan setiap hal sep erti saya." Judd melihat kepada DeMarco, mempelajarinya dari segi klinis. Orang ini menderita megalomania, di luar jangkauan akal sehat atau logika. Tidak ada c ara apa pun untuk membujuknya. Pada dirinya ada kesadaran moral yang hilang, yan g menyebabkan dia bisa membunuh tanpa rasa bersalah. Sekarang Judd sudah mengeta hui sebagian besar jawabannya. DeMarco melakukan semua pembunuhan dengan tangann ya sendiri, terdorong oleh rasa kehormatanbalas dendam cara SicUia. Dia melakukan itu untuk menghapus noda yang dikiranya diperbuat oleh istrinya, yang mengotori dirinya serta keluarga La Cosa Nostra. Dia membunuh John Hanson karena kekeliru an. Angeli melaporkan kepadanya apa yang terjadi. Maka DeMarco kembali ke kantor Judd dan menemukan Carol. Kasihan Carol, sungguh malang nasibnya. Carol tidak b isa memberikan pita rekaman Nyonya DeMarco, sebab dia tidak mengenal Anne dengan nama ini. Seandainya DeMarco menahan kesabarannya, dia akan bisa membantu Carol mengetahui siapa yang dimaksudkannya. Tapi itu memang merupakan bagian dari pen yakitnya. DeMarco tidak bisa bertoleransi dengan rasa frustrasi, dan karena kema rahannya yang menggila maka Carol mati. Secara mengerikan. DeMarco jugalah yang menabrak Judd dengan mobil. Kemudian dia kembali ke kantor Judd untuk membunuhny a, bersama Angeli. Dulu Judd heran mengapa mereka tidak mendobrak pintu saja dan membunuhnya. Kini dia tahu apa sebabnya. Karena McGreavy yakin bahwa Judd bersa lah, maka mereka memutuskan agar kematian Judd seperti bunuh diri yang dilakukan karena penyesalan. Ini akan menyebabkan penyelidikan polisi dihentikan. Dan Moo dy... kasihan Moody. Ketika Judd memberitahukan nama kedua detektif yang menanga ni perkaranya, dia mengira reaksi Moody ditujukan kepada McGreavypadahal sebenarn ya tertuju kepada Angeli. Moody sudah tahu bahwa Angeli terlibat dengan La Cosa Nostra, dan setelah mengingat ini.... Judd melihat kepada DeMarco. "Apa yang aka n menimpa Anne?" "Jangan kuatir. Saya sendiri yang akan mengurus dia," kata DeMa rco. Angeli tersenyum. "Yah." Wd marah sekali, tapi merasa tidak berdaya. "Saya melakukan kesalahan dengan mengawini orang di luar keluarga," kata DeMarco murun g. "Orang luar tidak bisa memahami seperti apa adanya. Tidak bisa memahami." Mer eka melalui dataran rendah yang hampir tandus sama sekali. Kadang-kadang di keja uhan kelihatan ada pabrik, yang merupakan bintik-bintik samar dengan latar belak ang kaki langit. "Kita hampir sampai," kata Angeli. "Kerjamu bagus sekali," kata DeMarco. "Kau harus disembunyikan jauh-jauh di suatu tempat, sampai suasana pan as mereda. Kau ingin pergi ke mana?" "Saya menyukai Florida." DeMarco mengangguk setuju. "Tidak ada kesulitan. Di sana kau akan tinggal bersama anggota keluarga " "Saya kenal banyak pelacur yang cantik di sana," Angeli tersenyum. DeMarco mem balas senyumannya melalui kaca spion. "Kau akan kembali dengan sekujur badan ber warna coklat." "Mudah-mudahan." Rocky Vaccaro tertawa. Di kejauhan, di sebelah k anan, Judd melihat beberapa buah bangunan pabrik yang mengepulkan asap ke udara. Mereka sampai ke jalan kecil yang menuju ke pabrik. Angeli memutar kemudi ke ka nan dan menjalankan mobil terus sampai ke tembok yang tinggi. Pintu gerbangnya t ertutup. Angeli membunyikan klakson. Seorang laki-laki yang memakai jas hujan da n tutup kepala muncul di balik pintu gerbang. Setelah melihat DeMarco dia mengan

g-guk, lalu membuka pintu gerbang. Angeli menjalankan mobil masuk, dan pintu ter tutup di belakang mereka. Mereka sudah sampai ke tujuan. Di markas polisi Seksi Sembilan Belas, Letnan McGreavy ada di kantornya. Dia sedang meme-riksa sebuah d aftar bersama tiga orang detektif, Kapten Bertelli dan dua orang agen FBI. "Ini daftar keluarga La Cosa Nostra di Timur. Semua Sub-Capo dan Capo Regime. Yang me njadi hambatan, kita tidak tahu Angeli berhubungan dengan yang mana." "Berapa la ma kita bisa memeriksa semuanya?" tanya kapten Bertelli. Salah seorang agen FBI berbicara. "Di sini terdapat lebih dari enam puluh nama. Sekurang-kurangnya kita perlu waktu dua puluh empat jam, tapi...." Dia berhenti bicara. McGreavy menyel esaikan kalimatnya. "Tapi dua puluh empat jam dari saat sekarang Dokter Stevens sudah tidak bisa kita selamatkan." Seorang polisi muda berpakaian seragam berjal an cepat-cepat ke pintu yang terbuka. Dia ragu-ragu ketika melihat orang begitu banyak. "Ada apa?" tanya McGreavy. "New Jersey tidak tahu apakah ini penting, Le tnan. Tapi Letnan sudah menyuruh melaporkan apa saja yang kelihatan agak mencuri gakan. Seorang operator mendapat panggilan telepon dari seorang wanita dewasa ya ng minta dihubungkan dengan markasTtesar kepolisian. Dia mengatakan keadaan baha ya, tapi kemudian teleponnya putus. Operator menunggu, tapi tidak ada panggilan lagi." "Dari mana datangnya panggilan ini?" "Sebuah kota bernama Old Tappan." "D ia memberikan nomornya?" "Tidak. Dia meletakkan telepon begitu cepat." "Hebat," kata McGreavy kesal. "Sudahlah," kata Bertelli. "Mungkin hanya wanita tua yang m elaporkan kucing hilang." Telepon McGreavy berdering, panjang dan nyaring. Dia m engangkat telepon. "Letnan McGreavy." Yang lain memperhatikan dengan muka tegang . "Baik! Katakan kepada mereka jangan melakukan tindakan apa-apa sebelum saya da tang ke sana. Saya berangkat sekarang juga!" Dia meletakkan telepon. "Patroli Ja lan Raya baru saja melihat mobil Angeli menuju ke selatan, ke Route 206, tepat d i luar Millstone." "Mobil patroli ini mengambil arah yang berlawanan. Pada waktu mereka sempat memutar, mobil itu sudah lenyap. Saya mengenal daerah ini. Tidak ada apa-apa di situ, kecuali beberapa buah pabrik." Dia menoleh menghadapi salah seorang agen FBI. "Anda bisa memberi saya secepat-cepatnya daftar nama pabrik d i sana dan siapa pemiliknya?" "Bisa." Agen FBI ini meraih telepon. "Saya akan pe rgi ke sana, kata McGreavy. "Hubungi saya setelah Anda mendapatkannya." Dia meno leh kepada anak buahnya. "Mari berangkat!" Dia terus keluar. Ketiga detektif dan agen FBI satunya mengikuti. Angeli menjalankan mobil melewati pondok penjaga de kat pintu gerbang, langsung menuju kelompok bangunan aneh yang menjulang tinggi ke langit. Ada cerobong asap terbuat dari batu bata dan saluran air raksasa, ben tuknya seperti binatang purbakala. Mobil terus dijalankan menuju pipa-pipa besar dan ban berjalan, lalu direm berhenti. Angeli dan Vaccaro turun dari mobil. Vac caro membuka pintu belakang di sisi Judd. Dia mengacungkan pistol. "Keluar, Dokt er!" Perlahan-lahan Judd turun dari mobil, diikuti oleh DeMarco. Seketika mereka dikelilingi suara hingar-bingar dan angin kencang. Di muka mereka kira-kira sej auh delapan meter ada pipa yang sangat besar. Pipa ini suaranya menggemuruh, ber isi udara yang dimampatkan dan menyedot apa saja yang mendekati mulutnya yang te rbuka. **bii salah satu pipa terbesar di seluruh negeri," DeMarco membual, mempe rkeras suaranya supaya terdengar. "Anda ingin melihat bagaimana cara kerjanya?" Judd melihat kepadanya tidak percaya. Kini DeM arco mengambil peranan lagi sebag ai tuan rumah yang sempurna, melayani tamunya. Tidak bukan sekadar memainkan pera nan. Dia bersungguh-sungguh. Itulah yang mengerikan. DeMarco akan membunuh Judd. Dan baginya itu hanya transaksi bisnis biasa. Sesuatu yang harus dibereskan, se perti membuang sepotong perkakas yang tidak berguna lagi. Tapi sebelumnya DeMarc o ingin membuat Judd merasa terpesona lebih dulu. "Mari, Dokter. Ini sangat mena rik." Mereka berjalan menuju pipa. Angeli memimpin di depan, DeMarco di sisi Jud d, dan Rocky Vaccaro berjalan di belakang mereka. "Pabrik ini memberi masukan pe nghasilan kotor lebih dari lima juta dollar setahun," kata DeMarco dengan bangga . "Seluruh operasinya berjalan secara otomatis." Ketika mereka semakin mendekati pipa, suara gemuruh semakin meningkat pula, bunyinya hampir tidak tertahankan l agi. Seratus meter jauhnya dari mulut pipa hampa udara ada mesin pemotong kayu r aksasa. Mesin ini panjangnya enam meter dan tingginya satu setengah meter, denga n setengah lusin pisau pemotong yang sangat tajam. Kayu utuh yang akan dijadikan balok dibawa dengan ban berjalan ke alat pemotong. Udara penuh dengan serbuk ge rgaji yang beterbangan campur air hujan, semua disedot masuk ke mulut pipa. "Tid

ak peduli sebesar apa kayunya," kata DeMarco bangga, "mesin ini akan memotongnya sampai bisa masuk ke dalam pipa ukuran tiga puluh enam inci ini." DeMarco menge luarkan sepucuk pistol Colt 38 berlaras pendek dari sakunya dan memanggil, "Ange li!" Angeli menoleh. "Selamat jalan ke Florida." DeMarco menarik pelatuk, dan ta mpak ada lubang merah pada bagian depan kemeja Angeli. Angeli melihat kepada DeM arco dengan rupa keheranan, seakan menunggu penjelasan teka-teki yang baru diden garnya. DeMarco menarik pelatuk lagi. Angeli tersungkur ke tanah. Lalu DeMarco m engangguk kepada Rocky Vaccaro. Laki-laki yang bertubuh besar ini mengangkat tub uh Angeli, meletakkannya di atas bahu. Kemudian dia berjalan mendekati pipa. DeM arco menghadapi Judd. "Angeli tolol. Setiap polisi di negeri ini mencarinya. Kal au mereka menemukan dia, dia akan memberitahukan sarang saya kepada mereka." Pem bunuhan terhadap diri Angeli yang dilakukan dengan darah dingin sudah cukup memb erikan kejutan kepada Judd. Tapi kejadian berikutnya bahkan lebih mengerikan lag i. Judd memperhatikan dengan rasa ngeri ketika Vaccaro membawa mayat Angeli ke m ulut pipa raksasa. Tekanan yang sangat -kuat menarik tubuh Angeli, dan dengan ce pat menyedotnya ke dalam. Vaccaro harus berpegangan pada sebatang handel besi pa da mulut pipa supaya tidak ikut tersedot oleh tekanan udara yang sangat kuat. Un tuk terakhir kalinya Judd melihat sekilas tubuh Angeli melayang masuk ke pipa di tengah campuran serbuk gergaji dan kayu. Sekejap kemudian tubuhnya sudah lenyap . Vaccaro meraih handel penutup klep pada mulut pipa dan menariknya, mematikan a liran udara. Kesunyian yang tiba-tiba mencekam meliputi mereka. DeMarco melihat kepada Judd dan mengangkat pistolnya. Ada pancaran aneh pada air mukanya, dan Ju dd tahu bahwa bagi DeMarco membunuh 9 merupakan pengalaman yang mengandung keaga maan. Baginya perbuatan membunuh merupakan api suci yang membersihkan dosa. Saat itu Judd tahu bahwa kematiannya sudah tiba. Tapi Judd tidak mencemaskan keselam atannya sendiri. Dia marah karena orang gila ini dibiarkan hidup, untuk membunuh Anne dan menghancurkan kehidupan orang jujur lainnya. Judd mendengar suara gera man, erangan marah dan frustrasidan sadar bahwa suara ini keluar dari mulurnya se ndiri. Dia seperti binatang yang terperangkap, ingin sekali membunuh orang yang menangkapnya. DeMarco tersenyum kepadanya, seakan bisa membaca pikirannya. "Saya akan menembak perutmu, Dokter. Kau akan mati dalam waktu yang lebih lama. Tapi kau pun akan punya waktu untuk mencemaskan apa yang akan menimpa Anne." Ada satu harapan. Harapan yang sangat tipis. "Harus ada yang mencemaskan keselamatan-|1i ya," kata Judd. "Dia belum pernah memiliki laki-laki." DeMarco memandang hampa k epadanya. Sekarang Judd berteriak, supaya DeMarco mendengarkan. "Kau tahu apa al at vitalmu? Pistol yang ada di tanganmu. Tanpa pistol atau pisau, kau perempuan. " Judd melihat air muka DeMarco mulai memancarkan kemarahan. m "Kau tidak punya alat kelamin laki-laki, DeMarco. Tanpa pistol itu, kau hanya lelucon." Lapisan m erah mulai menutupi mata DeMarco, seperti bendera yang memperingatkan datangnya malaikat maut. Vaccaro maju satu langkah ke depan. DeMarco melambaikan tangan, m enyuruh dia mundur. "Akan kubunuh kau dengan tangan kosong," kata DeMarco sambil melemparkan pistol ke tanah. "Dengan tangan ini!" Perlahan-lahan, seperti binat ang buas yang sangat kuat, dia mendekati Judd. Judd mundur, menjauhi jangkauan D eMarco. Dia sadar bahwa secara fisik dia takkan menang melawan DeMarco. Harapann ya hanya satu, yakni bisa mengacaukan pikiran DeMarco yang tidak waras, membuatn ya tidak bisa berfungsi. Dia harus terus menghantam titik terlemah DeMarcokebangg aan akan kelaki-lakiannya. "Kau homoseks, DeMarco!" DeMarco tertawa dan menerkam nya. Judd mengelak. Vaccaro memungut pistol dari tanah. "Bos! Biar saya saja yan g membereskan!" "Jangan ikut campur!" DeMarco menggeledek. Kedua laki-laki ini b erputar-putar, mencari posisi yang enak. Kaki Judd terpeleset pada serbuk gergaj i basah, dan DeMarco menyerbunya seperti seekor banteng aduan. Kepalannya yang b esar menghantam sisi mulut Judd, membuatnya terkapar. Judd pulih kembali dari ra sa pusing karena pukulan DeMarco berikutnya, lalu ganti menyerang. Wajah DeMarco dipukulnya. DeMarco undur ke belakang, kemudian kembali menyerbu dan menghantam kan tinjunya ke perut Judd. Tiga pukulan berturut-turut membuat Judd tidak bisa bernapas. Judd mencoba bicara untuk memanas-manasi DeMarco, tapi hanya bisa mega p-megap kehabisan udara. DeMarco menjulang tinggi di hadapannya seperti burung b uas pemakan bangkai. "Kehabisan napas, Dokter?" tanya DeMarco sambil tertawa. "D ulu saya petinju. Sekarang saya akan memberi kau pelajaran. Saya akan mulai dari pinggang, kemudian kepala dan matamu. Akan saya korek matamu keluar, Dokter. Se

belum saya selesai, kau akan mengemis-ngemis minta ditembak." Judd percaya akan kata-katanya. Dalam cahaya remang-remang dari langit yang tertutup awan, DeMarco kelihatan seperti binatang buas yang sangat marah. Sekali lagi dia menyerang, m erobek pipi Judd dengan mata cincin yang besar. Judd membalas, memukuli wajah De Marco dengan kedua tangannya. DeMarco bergerak pun tidak. Kini DeMarco mulai mem ukuli pinggang Judd, tangannya bergerak cepat sekali seperti mesin. Judd mundur, sekujur badannya nyeri semua. "Kau masih belum jera, Dokter?" DeMarco mulai men dekatinya lagi. Judd sadar bahwa tubuhnya takkan tahan menerima siksaan lagi. Di a harus terus bicara. Hanya itulah satu-satunya kesempatan. "DeMarco...." Judd m egap-megap. DeMarco berhenti dan Judd mengayunkan tinju kepadanya. Sambil tertaw a DeMarco merunduk, lalu menghantamkan tinjunya pada bagian di antara pangkal pa ha Judd. Judd membungkuk, merasakan sakit yang tidak terkira. Lalu dia roboh ke tanah. DeMarco menduduki tubuh Judd dan mencekik lehernya. "Dengan tangan kosong !" pekik DeMarco. "Kukorek matamu keluar dengan tangan kosong." Dia menghantamka n tinjunya yang besar ke mata Judd. Mereka melaju melewati Bedminster, menuju se latan melalui Route 206. Tiba-tiba terdengar panggilan melalui radio. "Kode Tiga ... Kode Tiga... Semua mobil siap-siaga.... Unit Dua Puluh Tujuh New York.... Un it Dua Puluh Tujuh New York...." McGreavy meraih mikrofon radio. "Dua Puluh Tuju h New York.... Silakan bicara!" Suara Kapten Bertelli yang gugup terdengar melal ui radio. "Kami sudah menemukannya, Mac. Ada perusahaan pipa sejauh dua mil di s ebelah selatan Millstone. Milik Five Star Corpo-rationyang juga memiliki perusaha an pengepakan daging. Ini salah satu selubung yang dipakai Tony DeMarco." "Keden garannya cocok," kata McGreavy. "Kami sedang menuju ke sana." "Tinggal berapa ja raknya dari tempatmu?" "Sepuluh mil." "Semoga berhasil." "Mudah-mudahan begitu." McGreavy mematikan radio dan membunyikan sirene. Lalu ditekannya pedal gas samp ai habis. Langit berputar-putar dalam lingkaran basah di atasnya, dan sesuatu me nghantamnyamenghancurkan tubuhnya. Judd mencoba melihat, tapi matanya bengkak dan tidak bisa dibuka. Tinju menghantam tulang rusuknya, dan dia merasakan sakitnya tulang yang berparahan. Judd bisa merasakan napas DeMarco yang panas pada mukan ya, cepat dan terengah-engah. Dicobanya melihat DeMarco, tapi dia tertutup dalam kegelapan. Dia membuka mulurnya, dan dipaksanya mengeluarkan kata-kata dengan l idah besar membengkak. "Kau lih... hatt," katanya tergagap-gagap, "saya ben... n arr.... Kau hanya bisakau hanya bisa memukul orangkalau dia sudah jatuh...." * Nap as terengah-engah yang mengembus mukanya berhenti. Judd merasakan dua tangan mem egang badannya, menariknya agar berdiri. "Kau akan mampus, Dokter. Dan saya mela kukannya dengan tangan kosong." Judd mundur menjauhi suara itu. "Kau bin... nat. .. tang," katanya, tersengal-sengal. "Kau seorang psikopat.... Seharusnya kau su dah dikurung... dalam... rumah sakit jiwa." Suara DeMarco berat karena marah. "K au bohong!" "Itu kenyataan," kata Judd, terus mundur. "Otak... otakmu sakit.... Otakmu akan... pecah dan kau akan menjadi... seperti bayi yang tidak mengerti ap a-apa." Judd terus mundur, tidak bisa melihat arah yang ditujunya. Di belakangny a dia bisa mendengar dengungan pipa yang tertutup, menunggu seperti raksasa yang sedang tidur. DeMarco menerkam Judd, mencekik kembali lehernya. "Akan kupatahka n lehermu!" Jari DeMarco yang besar mencengkeram batang tenggorok Judd, mencekik nya. Judd merasakan kepalanya mulai melayang-layang. Ini kesempatannya yang tera khir. Setiap insting dalam tubuhnya menjerit, menyuruhnya menangkap tangan DeMar co dan menariknya supaya terlepas dari lehernyasupaya dia bisa bernapas. Tapi yan g terjadi malah sebaliknya. Dengan dorongan kemauan yang luar biasa Judd mengulu rkan tangannya ke belakang, meraba-raba mencari handel penutup klep. Judd merasa kan "oa irinya mulai terseret menuju ketaksadaran, dan ada saat itulah tangannya menemukan handel enutup klep. Dengan sisa tenaga yang terakhir Judd membuka kle p dan memutar tubuhnya, supaya tubuh DeMarco lebih dekat dengan mulut pipa. Tiba -tiba udara yang sangat kuat menarik mereka dengan suara gemuruh, berusaha menye ret mereka ke dalam pipa. Judd berpegangan sekuat tenaga pada handel penutup kle p dengan dua tangan, berusaha mati-matian menahan tubuhnya agar tidak tersedot o leh angin yang sangat kuat. Dia merasakan jari DeMarco makin kuat mencekik leher nya, waktu tubuh DeMarco tertarik ke arah mulut pipa. Sebenarnya DeMarco bisa me nyelamatkan dirinya. Tapi kemarahan yang menggila membuat dia tidak bisa berpiki r secara semestinya, dan tidak mau melepaskan cekikannya. Judd tidak bisa meliha t muka DeMarco, hanya bisa mendengar suaranya. Suara DeMarco terdengar seperti p

ekikan binatang gila, kemudian kata-katanya lenyap dalam angin yang menggemuruh. Pegangan Judd mulai terlepas dari handel penutup klep. Dia akan ikut terseret k e dalam pipa bersama DeMarco. Cepat-cepat dia berdoa, doanya yang terakhir. Pada saat itu pula dia merasakan pegangan DeMarco terlepas dari lehernya. Terdengar jeritan yang keras menggema, kemudian yang terdengar hanya deru pipa. DeMarco su dah lenyap. Judd berdiri kehabisan tenaga, tidak bisa bergerak, dan pasrah menun ggu tembakan yang dilepaskan oleh Vaccaro. Sesaat kemudian terdengar letusan tem bakan. Judd berdiri tertegun, heran karena tembakan Vaccaro tidak mengenai dirin ya. Dengan kesadaran yang tumpul karena menahan rasa sakit, Judd mendengar beber apa tembakan lagi. Kemudian terdengar langkah kaki orang berlari, dan suara oran g memanggil namanya. Terasa ada tangan memeluk tubuhnya dan suara McGreavy berka ta, "Ya, Tuhan! Lihadah mukanya!" Beberapa tangan yang kuat mencengkeram lengann ya, menyeretnya menjauhi tarikan udara dari pipa yang bunyinya menderu-deru. Ses uatu yang basah mengalir di pipinya. Dia tidak tahu apakah itu darah, air hujan, atau air matadan dia pun tidak peduli. Kini semua sudah berakhir. Dia memaksa me mbuka sebelah matanya yang bengkak. Melalui celah yang sangat sempit dan berwarn a merah darah, samar-samar dia bisa melihat McGreavy. "Anne di rumah," kata Judd . "Istri DeMarco. Kata harus menyelamatkan dia." McGreavy memandanginya, tidak b ergerak-gerak. Judd sadar bahwa tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. D ia mendekatkan mulutnya ke telinga McGreavy, dan berkata perlahan-lahan dengan s uara serak. "Anne DeMarco.... Dia ada di... rumah... tolong dia!" McGreavy berja lan ke mobil polisi. Diangkatnya mikrofon radio, lalu dia mengirimkan perintah. Judd masih tetap berdiri terhuyung-huyung. Dia masih merasa pusing karena pukula n DeMarco. Dibiarkannya angin dingin menerpa tubuhnya. Di depannya, dia melihat sesosok tubuh menggeletak di tanah. Dan dia tahu itu pasti mayat Rocky Vaccaro. Kita menang, pikirnya. Kita menang. Judd terus-menerus mengulang perkataan ini d alam pikirannya. Tapi dia sadar bahwa kata-kata ini tidak ada artinya. Kemenanga n macam apa yang diperolehnya? Dia pasti merasa dirinya manusia yang jujur dan b eradab. Seorang dokter, seorang penyembuh tapi dia sudah berubah menjadi binatang buas yang penuh nafsu membunuh. Ya, dia mendorong orang yang sakit ke tepi tebi ng kegilaan, kemudian membunuhnya. Sungguh beban yang sangat mengerikan untuk di pikul seumur hidupnya. Dia memang bisa mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa i tu dilakukannya untuk membela diri. Walaupun demikian dia tahu semoga Tuhan meng ampunibahwa dia merasa senang melakukannya. Untuk itu dia tidak bisa memaafkan di rinya. Dia tidak lebih baik daripada DeMarco, atau kakak-beradik Vaccaro, atau l ain-lainnya. Peradaban hanyalah lapisan yang sangat tipis, lemah dan berbahaya. Kalau lapisan ini pecah, manusia kembali menjadi binatangkembali ke lumpur di jur ang kebiadaban. Padahal sebelumnya dia sangat bangga sudah berhasil naik dari ju rang kebiadaban itu. fegs Judd sangat kelelahan sehingga tidak mampu berpikir la gi. Sekarang yang diinginkannya hanya mengetahui bahwa Anne selamat. McGreavy be rdiri di dekatnya. Aneh sekali, kini sikap McGreavy sangat ramah. "Ada mobil pol isi yang sedang menuju ke rumahnya, Dokter Stevens. Oke?" Judd mengangguk penuh rasa terima kasih. McGreavy memegang lengannya, membimbingnya menuju ke sebuah m obil. Dia berjalan lambat-lambat, dengan susah-payah karena tubuhnya sangat saki t. Waktu itu dia baru sadar bahwa hujan sudah berhenti. Jauh di kaki langit awan yang mengandung hujan dihalau oleh angin Desember yang dingin. Kini langit mula i terang. Di sebelah barat berkas sinar yang sangat kecil muncul. Matahari mulai keluar dari balik awan, sinarnya makin lama makin terang. Dia akan mengalami Ha ri Natal yang sangat indah. Ketika mereka bangkit bersiap-siap untuk pergi, Judd mengajukan permintaan untuk dapat bicara-dengan Peter sendirian. Sementara Nora h menunggu di luar, Judd menceritakan kepada Peter tentang Harrison Burke. "Saya menyesal sekali," kata Peter. "Ketika saya mengirim dia kepadamu keadaannya mem ang sudah buruk sekali. Tapi saya masih berharap kau akan bisa menolongnya. Tent u saja sekarang kau harus mengirim dia ke rumah sakit jiwa. Kapan itu akan kaula kukan?" "Segera setelah aku keluar dari sini," kau Judd. Tapi Judd sadar bahwa d ia berdusta. Dia tidak menghendaki Harrison Burke dikirim ke rumah sakit jiwa. T idak sekarang. Dia ingin mengetahui lebih dulu apakah Burke yang melakukan kedua pembunuhan itu. "Kalau ada sesuatu yang bisa saya lakukan untukmu, Kawantelepon saja." Dan Peter pun pergi. Judd berbaring di tempat tidur, merencanakan langkah berikutnya. Tidak ada motif yang masuk akal yang menyebabkan orang ingin membun

uhnya. Maka ia mengambil kesimpulan bahwa pembunuhan ini pasti dilakukan oleh or ang yang keseimbangan mentalnya rusak-orang yang<PIXTEL_MMI_EBOOK_2005>5

Anda mungkin juga menyukai