Teknik Pelaksanaan Alat Berat Jembatan Tukad Bangkung, Plaga-Bali Dibangun dengan Dana APBD Murni"
Oleh:
FANNY PRAMUDYA ISWARDHANA MAHMUD REKARIFIN P. ADVENTUS KRISTIAN TAMBUNAN BENNY CHRISTIAN L. TOBING FEBRA NDARU WARDHANA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL MALANG 2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini kami susun dalam rangka Tugas Makalah Teknik Pelaksanaan Alat Berat , Dan berharap semoga dapat menambah hasanah berpikir kita ke depan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada: 1. Keluarga tercinta, terutama orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik moral, materi, maupun spiritual. 2. Bapak Saifoe El Unas, ST., MT. dan Ir. Arifi S.yang telah memberikan pengarahan ini. 3. Semua teman dan sahabat Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya yang telah memberikan bantuan baik berupa dukungan nyata ataupun semangat. 4. Serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu pe rsatu. Sesuai dengan pepatah, tiada gading yang tak retak dan tiada mawar yang tak berduri , kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bermanfaat kami butuhkan. Akhirnya, dengan memohon petunjuk Allah SWT, semoga kami selalu mendapat petunjuk ke jalan yang benar sehingga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi nusa, bangsa, dan negara. Amin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi akan terus berkembang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang ada. Salah satu contohnya adalah jembatan yang salah satunya berfungsi untuk menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya. Apalagi di kota kota besar peran jembatan sangat penting. Tidak terkecuali di Pulau Bali yang mana merupakan ikon negara Indonesia yang maju dan berkembang dengan pesat setiap tahunnya. Seperti halnya di propinsi Bali yang memiliki karakteristik alam berbukit dan berlembah, serta pantainya yang mempesona. Sebagau wilayah yang memiliki topografi yang unik menjadikan wilayah ini harus terus membangun berbagai infrastruktur guna membantu kelancaran arus barang, jasa dan orang dari satu wilayah ke wilayah lain. Infrastuktur vital yang harus tersedia selain jalan, juga jembatan sebagai penghubung daerah-daerah yang berbatasan dengan sungai dan bukit, serta lembah. Dengan membangun jembatan, arus lalu lintas orang, barang dan jasa diharapkan akan semakin lancar, yang pada saatnya nanti akan mengingkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Sebagai daerah tujuan wisata, ternyata Bali memiliki keterbatasan dalam oenyediaan sarana infrastruktur jalan dan jembatan. Dana pemerintah yang ada sangat terbatas, namun semua proyek infrastruktur menjadi priotas yang utama di Bali. 1.2. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk : 1. Mengetahui perencanaan pembangunan Jembatan Tukad Bangkung - Bali. 2. Mengetahui beberapa pengerjaan proyek Jembatan Tukad Bangkung Bali. 3. Mengetahui beberapa kendala dan solusinya selama proses pembangunan Jembatan Tukad Bangkung Bali.
BAB II
Dari segi struktur, Jembatan memiliki beberapa Tipe seperti di bawah ini : Jembatan Kabel-Penahan (Cable-Stayed Bridge)
Seperti jembatan gantung, jembatan kabel-penahan ditahan dengan menggunakan kabel. Namun, yang membedakan jembatan kabel-penahan dengan jembatan gantung adalah bahwa pada sebuah jembatan kabel-penahan jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit dan menara jembatan menahan kabel yang lebih pendek. Jembatan Kerangka (Truss Bridge) Jembatan kerangka adalah salah satu jenis tertua dari struktur jembatan modern. Jembatan kerangka dibuat dengan menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur jembatan tersebut. Kelebihan sebuah jembatan kerangka dibandingkan dengan jenis jembatan lainnya adalah biaya pembuatannya yang lebih ekonomis karena penggunaan bahan yang lebih efisien. Selain itu, jembatan kerangka dapat menahan beban yang lebih berat untuk jarak yang lebih jauh dengan menggunakan elemen yang lebih pendek daripada jambatan alang. Jembatan Lengkung (Arch Bridge) Jembatan lengkung memiliki dinding tumpuan pada setiap ujungnya. Jembatan lengkung yang paling awal diketahui dibangun oleh masyarakat Yunani, contohnya adalah Jembatan Arkadiko. Beban dari jembatan akan mendorong dinding tumpuan pada kedua sisinya. Jembatan Penyangga (Cantilever Bridge)
Berbeda
dengan
jembatan
alang,
struktur
jembatan
penyangga berupa balok horizontal yang disangga oleh tiang penopang hanya pada salah satu pangkalnya. Pembangunan jembatan penyangga membutuhkan lebih banyak bahan dibanding jembatan alang. Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan dari bawah sewaktu proses pembuatan. Jembatan jenis ini agak keras dan tidak mudah bergoyang, oleh karena itu struktur jembatan penyangga biasanya digunakan untuk memuat jembatan rel kereta api. Jembatan Alang (Beam Bridge) Jembatan alang adalah struktur jembatan yang sangat sederhana dimana jembatan hanya berupa balok horizontal yang disangga oleh tiang penopang pada kedua pangkalnya. Asal usul struktur jembatan alang berawal dari jembatan balok kayu sederhana yang di pakai untuk menyeberangi sungai. Di zaman modern, jembatan alang terbuat dari balok baja yang lebih kokoh. Panjang sebuah balok pada jembatan alang biasanya tidak melebihi 250 kaki (76 m). Karena, semakin panjang balok jembatan, maka akan semakin lemah kekuatan dari jembatan ini. Oleh karena itu, struktur jembatan ini sudah jarang digunakan sekarang kecuali untuk jarak yang dekat saja.
Jembatan Gantung (Suspension Bridge) Dahulu, jembatan gantung yang paling awal digantungkan dengan menggunakan tali atau dengan potongan bambu. Jembatan gantung modern digantungkan dengan menggunakan kabel baja. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung dari menara jembatan kemudian melekat pada caisson (alat berbentuk peti terbalik yang digunakan untuk menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam (ruangan di air yang dikeringkan untuk pembangunan dasar jembatan).
Balance Cantilever. Jembatan ini membentang di atas sungai berlembah dengan ketinggian dari dasar sungai ke lantai jembatan mencapai 95 m hingga 100 m. Pada saat perencanaan tipe jembatan yang direncanakan pertama kali adalah tipe jembatan cable stay, namun dikarenakan lebih mahal dari pada box grider balance cantilever dan terkendala masalah perawatan yang harus dilakukan secara intensif. Maka dengan segala kelebihan dan kekurangannya, di pilih box grider balance cantilever.
Secara konstruksi jembatan Tukang Bangkung memiliki total panjang 360 m, dengan lebar 9,6 m dengan single box girder prestress. Jembatan ini juga ditopang oleh 3 pilar dan 2 abutmen dengan jarak antar pilar 120 m dan pilar tertinggi mencapai 71,14 m. Seluruh pilar berdiri di atas pondasi Caisson dengan Secant Pile berkedalaman maksimum 41 m. Sedangkan untuk abutmen ditopang oleh pondasi tiang pancang diameter 60 cm dengan kedalaman variasi. Selain jembatan, dalam waktu bersamaan dilaksanakan perkerasan jalan searah oprit jembatan sepanjang 1,3 km dengan perkerasan dari lapisan limestone, agregat kelas A, lapisan ATB 5 cm dan AC tebal 4 cm. Disamping itu membuat pot bearing, patung, leneng, pipa railing, kansteen dan pipa drainase serta pelengkap lainnya.
3.3 Proses Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung Untuk pelaksanaan konstruksi, proyek ini dipercayakan pada kontraktor yang sudah berpengalaman, yaitu Istaka Hutama JO. Berbekal dari pengalaman mereka membangun tipe jembatan yang sama, maka dalam pelaksanaan pengecoran box jembatan di saat main closure hanya beda tinggi 22 mm. Beda tinggi tersebut secara teknis bisa di-adjusment ke posisi nol. Sedangkan pada main closure yang lain hanya tedapat beda tinggi sebesar 8 mm.
Demikian halnya untuk pengecora pondasi dan pilar jembatan yang membutuhkan teknologi khusus untuk mencapai ketinggian 71,14 m. Untuk pondasi saja, kontraktor tersebut harus membuat pondasi secant pile keliling lingkaran. Lalu di gali hingga kedalaman 40 m hingga menemukan lapisan tanah keras. Setelah itu dipasang tulangan bentuk spiral dan di cor secara bertahap. Setelah pondasi selesai kemudian dibuat pilar dengan metode climbing form. Untuk waktu pelaksanaan sendiri bisa dirampungkan dalam 3 tahun. Dengan rincian konstruksi pondasi setahun, pilar dan abutmen setahun dan box grider balance cantilever setahun, asalkan memakai alat 3 set treveler sehingga bisa lebih cepat. Proses pembangunan jembatan Tukad Bangkung dimulai dari tahun 2001 sampai dengan 2006. Kegiatan konstruksi lapangan mencakup seluruh pekerjaan fisik jembatan dari pondasi hingga perlengkapan jembatan. Sebagai tahap awal pekerjaan, dimulai dengan persiapan dan penyiapan lahan. Pada saat dilakukan setting cut, ternyata centre line jembatan tidak segaris dengan centre line row, sehingga perlu di geser 5 m ke arah hilir sungai, mengingat jika ukuran
pile cap di plot akan melewati row dan perlu waktu untuk pembebasan lahan tambahan. Oleh karena itu diusulkan perubahan desain pondasi yang semula memakai pondasi bore pile diameter 1,5 m sebanyak 31 buah per pilar menjadi pondasi single caisson diameter 9 m dengan sistem secant pile. Kedua jenis pondasi ini memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing sesuai dengan tuntutan di lapangan. Khusus untuk pondasi jembatan, dipakai dua macam jenis, yaitu pada bagian kedua abutmen memakai pondasi tiang pancang diameter 60 cm. Sedangkan untuk pondasin pilar, memakai Caisson dengan kedalam bervariasi. Untuk pilar satu dengan kedalaman 22 m, pilar 2 dengan kedalaman 27 m, dan pilar 3 dengan kedalaman 37 m. Bentuk pondasi Caisson memiliki diameter 9 m yang dicor beton dengan mutu bervariasi. Pada kedalaman 10 m ke bawah memakai beton K-250, dan selanjutnya ke atas memakai beton K-400. Ada yang menarik dari pekerjaan pondasi Caisson. Pertama, untuk mendapatkan kedalaman yang diinginkan, pondasi secant pile harus menemukan lapisan batuan keras. Kedua pondasi Caisson harus di gali sampai kedalaman 22 m dengan cara exavator. Namun pada kedalaman 37 m sudah menemukan lapisan batuan keras, sehingga penggalian bisa dihentikan setelah dilakukan setelah di lakukan bearing test. Untuk menggali pondasi Caisson dibutuhkan ukuran excavator khusus, karena luasan lokasi penggalian tidak bisa untuk manuver excavator normal. Begitu pula untuk mengangkat hasil galian, terpaksa harus memakai crawler crane. Setelah penggalian selesai, excavator harus di angkat kembali dengan menggunakan crawler crane. Tetapi untuk memudahkan pengangkatan, beberapa bagian excavator harus dilepaskan. Kemudian dilaksanakan pembuatan pile cap. Untuk pile cap ketiga pilar, semula didesain dengan dimensi 21,5 m x 23,5 m x 4,5 m, lalu di rubah menjadi 12m x 12m 3m, sehingga mengurangi volume beton dan besi bertulang, disisi lain juga mempercepat waktu pengecoran. Bersamaan dengan pekerjaan struktur bawah pilar, dilaksanakan pula permancangan tiang pancang abutmen. Sesuai rencana, tiang pancang abutmen akan dipancang sedalam 20 m, namun dalam pelaksanaan tercapai hanya kedalaman 15 m. Hal ini disebabkan oleh butiran kasar dan tertahan friksi tanah walaupun sudah mencapai jumlah pukulan maksimum 2000 pukulan. Setelah dicek dengan formula dari alat pancang (type K-45) maka daya dukung tiang pancang sudah memenuhi syarat. Pekerjaan pilar beton kembar dengan penampang persegi dilaksanakan secara segmental ke arah vertikal dengan climbing system formwork. Panjang tiap segmen bervariasi disesuaikan dengan splice besi, yaitu antara 2,4m -3,6m yang membutuhkan beton hingga 72 m3, dengan
siklus pengecoran paling cepat 4 hari. Alat bantu yang dipakai, antara lain : tower crane, batching plant, agigator truck, electric vibrator, dan lain lain. Pada pekerjaan ini muncul kendala, yaitu splice / overlapping besi tidak terbayar setelah tercapai panjang 12 m. Padahal dalam analisa harga satuan hanya memberikan waste 3 %, sementara pada kenyataan di lapangan waste nya mencapai 10,83 % . Untuk itu dilakukan efisiensi dengan melaksanakan pembesian 12 m sekaligus. Sehingga dengan 12 m tinggi pilar akan mengurangi waste pada satu tempat 6,2 ton besi. Dengan efisiensi ini akan mempercepat waktu pelaksanaan, karena jumlah segmen pengecoran berkurang dan pemasangan besi memanjang cukup sekali dalam 12 m tinggi, dibandingkan metode sebelumnnya yang mengharuskan dua kali. Ketiga pilar dilaksanakan secara bersamaan.
Sedangkan untuk pelaksanaan prestressing desain awal digunakan Post Tensioning Bar, setelah dievaluasi, sequense pelaksanaan pekerjaan diusulkan agar PT bar diganti dengan kabel stand, karena akan menghemat waktu pelaksanaan. Dengan PT Bar, maka perlu stressing berkalikali pada setiap 6 m segmen, tetapi dengan stand hanya sekali pada ujung atas dan bawah pilar.
Usai pekerjaan pilar, dilanjutkan dengan hummer head. Awal pekerjaan box girder adalah pelaksanaan hummer head. Karena struktur utama, yaitu beton box girder yang dominan menerima beban lentur tertumpu pada hummer head. Formwork yang dipakai adalah sistem konvensional dengan kekuatan utama memakai profil baja bertumpu pada kekuatan geser baut atau bar yang tertanam pada beton pilar. Pada pekerjaan ini kontraktor selalu melakukan inovasi untuk efisiensi, terutama pada salah satu pilar memakai baja yang stoknya tersedia. Sehingga, tidak perlu menyewa dengan mengandalkan kekuatan geser stek besi yang tertanam pada beton pilar P-2 setinggi 71,14 m ini, dilakukan extension panjang hammer head 1 m, sesuai persetujuan konsultan untuk mengantisipasi sapace yang dibutuhkan traveler, sehingga bisa dipasang 2 buah sekaligus untuk mempercepat proses selanjutnya. Hal ini dilakukan pada pengalaman pilar P-3 hanya bisa dipasang 1 buah, karena space tidak cukup, karena traveler yang di P-3 akan pindah ke P-2. 3.4 Pelaksanaan Akhir Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung Rampung pengecoran pilar dan hammer head, dilanjutkan pekerjaan box gilder balance cantilever. Untuk pengecoran lantai jembatan, menggunakan perancah system traveler form mirip climbing form. Cuma arah geraknya horizontal. Perancah ini, berasal dari italia yang
dimodifikasi, sehingga dilapangan perlu penyesuaian tendonnya untuk memberikan space pada lubang angker. Persoalan yang dihadapi pada tahap pekerjaan ini adalah waktu pengadaan traveler akibat proses L/C dan waktu pengiriman. Selain itu setelah tiba di lokasi masih diperlukan banyak komponen yang harus dimodifikasi, sehingga erection pertama traveler pada P-3 memerlukan waktu yang lama.Setelah dilakukan evaluasi terhadap sisa waktu pelaksanaan dan rencana sequencepekerjaan ujarnya, disimpulkan dengan 1 pasang (2 unit) traveler dengan waktu tersisa ternyata tidak cukup. Oleh sebab itu, perlu dipaasang 1 lagi untuk diplot, pada pilar P-1. Sedangkan untuk traveler pada pilar P-3 bakal dipindah ke pilar P-2 karena berada pada satu sisi, sehingga lebih mudah di mobilisasinya. Dalam perjalanan pekerjaan box gilder, factor cuaca baik angin dan hujan, ternyata memeberikan dampak tersendiri. Belum lagi kecermatan pekerja dilapangan yang setiap saat perlu dikontrol. Box girder yang di cor dengan traveler form rawan terhadap defleksi. Untuk menjaga agar elevasi girder sesuai rencana atau minimal mendekati elevasi reencana, maka perlu dilakukan control elevasi secara kontinyu. Untuk menghindari tingkat defleksi yang besar, maka sebelum pelaksanaan lapangan, perlu dilakukan perhitungan teori deflection control berdasarkan properties awal struktur jembatan, baik material, tipe statika, peralatan yang digunakan, jumlah waktu setiap siklus dan kondisi cuaca.
Tahap akhir pekerjaan box girder yang cukup menegangkan, adalah pada saat main closure. Sebenarnya pekerjaan closure itu ada dua tipe, yaitu closure pada ujung abutmen dan
closure antara 2 buah pilar. Pada jembatan tukad bangkung ditahap akhir pengecoran box girdernya ada dua tempat untuk main closure. Untuk setiap kali pengecoran lantai jembatan per segmen hanya maju 4 m dengan volume beton rata-rata 30 m3. Ketinggian tampang box girder mulai dari hammer head 7,5 m lalu menuju ke tebal 5 m dan hingga 3 m untuk bagian tengah bentang dan ujung abutmen. Metode pengecoran dengan alat traveler form ini sudah pernah dipakai Istaka maupun Hutama pada proyek jembatan Barelang di Batam.
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan Pembangunan Jembatan Tukad Bangkung terletak di desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Proyek Jembatan Tukad Bakung ini menelan biaya lebih dari Rp 49 milyar. Banyak pihak yang menyangsikan proses pembangunan jembatan ini akan berjalan lancar dan sesuai dengan rencana. Jembatan ini sebenarnya menghubungkan antara Denpasar-Sangeh-Petang-Kintamani. Dalam pengerjaan proyek jembatan Tukad Bangkung tidak ditemukan kendala teknis dan non teknis yang berarti dilapangan. Menyinggung kendala yang dihadapi, proyek ini berada pada lembah dan ketinggian lebih dari 100 m dari dasar sungai. Di sisi lain, curah hujan dan angin kerap datang dengan frekuensi tinggi, juga cukup menggangu aktivitas di lapangan. Juga akses yang harus dilalui benar-nenar tidak ideal kemiringannya. Untuk eksisting saja, kontraktor harus melewati jalan dengan kemiringan demikian terjal. Untuk kebutuhan tenaga kerja, memang harus melibatkan tenaga kerja eks proyek Jembatan Barelang. Untuk bagian lain banyak pula dilibatkan tenaga lokal, sesuai porsi pekerjaan yang ada. Namun dengan segala hal yang terjadi, akhirnya proyek jembatang Tukad Bangkung bisa selesai dengan baik walaupun sempat terjadi beberapa kendala yang mampu di atasi dengan lancar
DAFTAR PUSTAKA
http://www.berbagaihal.com/2011/07/mengenal-jenis-jenis-struktur-jembatan.html http://visual.merriam-webster.com/transport-machinery/road-transport/fixedbridges/beam-bridge.php