Anda di halaman 1dari 12

OBAT OBATAN DALAM DUNIA PENERBANGAN

Oleh : Kapten Kes Drs. Suratman, Apt. LAFIAU

Bandung, 5 Oktober 2003

PENDAHULUAN Manusia pada dasarnya adalah makhluk hidup yang diciptakan untuk hidup dipemukaan bumi. Sehingga secara anatomi dan fisiologi memang manusia diciptakan untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut, bukan untuk hidup di dalam lautan ataupun di angkasa. Namun manusia diciptakan oleh Tuhan dibekali kemampuan akal pikiran yang dengan itu lahirlah ilmu pengetahuan dan teknologi. Melaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian pesat manusia dapat menciptakan alat untuk terbang di angkasa seperti burung, bahkan bisa terbang lebih tinggi dan lebih cepat dari burung yaitu dengan lahirnya alat-alat transportasi berupa : balon udara, pesawat terbang, roket dan sebagainya. Teknologi pesawat terbang mengalami perkembangan yang sangat pesat mulai dari system pendorong, wing, kecepatan, akselerasi , jangkauan terbang, kemampuan manufer , persenjataan, system avionic dan sebagainya. Namun manusia yang mengawakinya dari dahulu sampai sekarang system anatomi dan fisiologinya tetap sama tidak mengalami perubahan. Kemajuan teknologi di bidang penerbangan perlu didukung oleh awak pesawat yang prima baik secara fisik maupun secara psikologis. Awak pesawat harus memiliki sense of safety atau yang lebih dikenal dengan istilah jiwa airmanship yang didukung oleh aspek pengetahuan (knowlage), ketrampilan (skill), pengalaman (experience), dan pertimbangan (judgment). Besarnya peranan awak pesawat didukung oleh data dari FAA tentang penyebab kecelakaan pesawat terbang : karena factor manusia mencapai 66.7%, factor media 13.2%, factor lainnya 20,1%. Di Indonesia factor manusia diperkirakan di atas 50%. Data lain mengungkapkan kecelakan yang disebabkan pengaruh alkohol sebanyak 4%. Ada beberapa alasan yang mengharuskan awak pesawat harus berada dalam kondisi prima baik secara jasmani maupun rohani antar lain : a. Awak pesawat bertanggung jawab terhadap keselamatan jiwa penumpang pesawat, apalagi saat ini ada pesawat-pesawat berukuran besar yang mampu membawa penumpang dalam jumlah besar. b. Awak pesawat bertanggung jawab terhadap asset yang mempunyai nilai ekonomi dan strategi yang tinggi. Semua pesawat terbang harganya tergolong mahal, barang-barang yang diangkut juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Apalagi pesawat militer yang membawa senjata atau amunisi mempunyai nilai startegi yang tinggi. c. Mengemban misi yang penting. Misalnya untuk pesawat sipil menjaga reputasi perusahaan, pesawat militer membawa misi penting misalnya

dukungan logistik, persenjataan, evakuasi, bantuan kemanusiaan, SAR dan sebagainya. Arti pentingnya peranan manusia sebagai komponen liveware serta interaksinya dengan komponen komponen lainnya digambarkan oleh Prof. Edward tahun 1972 yang terkenal dengan teori SHELL, dimana S = s oftware, H = Hardware, E = Enviroment, L = Live ware, dapat dilihat pada lampiran 1. Trevor Thom : Human factor not only play role in the safe operation of aircraft, they also play mayor role in unsafe operation leading to incident or accident . Karena awak pesawat harus mempunyai derajat kesehatan yang tinggi maka mereka tidak boleh melaksanakan tugas selagi berada dibawah pengaruh obatobatan. Idealnya awak pesawat terutama penerbang tidak boleh mengkonsumsi obet-obatan karena akan mempengaruhi system syaraf mototrik, gerak reflek, konsentrasi, mental serta efek samping lainnya yang merugikan. Namunkarena kondisi tertentu pemakaian obat tidak dapat dihindarkan, sehingga perlu latar belakang pengetahuan yang cukup untuk menggunakannya.

Apakah Obat itu Obat adalah semua zat yang dalam bentuk tunggal atau campuran baik yang berasal dari alam, sintetik, semi sintetik yang digunakan dengan tujuan untuk pencegahan, peredaan, menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, meningkatkan derajat kesehatan, diagnostik, pengendali kesuburan. Dalam proses interaksi antara obat dengan sifat fisika dan kimianya terhadap tubuh dengan sifat biodinamiknya terdapat dua proses penting yaitu proses farmakokinetik yaitu pengaruh tubuh terhadap obat dan farmakodinamik yaitu pengaruh obat terhadap tubuh. Proses farmakokinetik obat terjadi dalam beberapa tahap : a. Penyerapan/absorpsi Proses dimana obat harus melintasi beberapa membran sel untuk masuk ke dalam system peredaran sistemik. Proses pelintasan obat ini dapat terjadi secara pasif tanpa menggunakan energi misalnya secara difusi, maupun secara aktif dengan menggunakan energi misalnyadengan suatu enzim khusus yang bertindak sebagai carrier. Besar kecilnya obat yang berhasil diserap dan kecepatan penyerapan akan sangat menentukan besar dan lamanya efek farmakologi yang dihasilkan, dan hal ini selain dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika obat itu sendiri juga dipengaruhi oleh sifat fisika kimia bahan pembantu, bentuk sediaan dan teknologi yang digunakan dalam proses formulasi. Lambung dalam keadaan kosong umumnya mempunyai kemampuan penyerapan yang lebih cepat dibandingkan dalam keadaan penuh. Obat-obatan yang mempunyai daya adsorpsi dapat menurunkan penyerapan obat lain. b. Distribusi Setelah diserap obat harus mengalami proses distribusi dari tempat penyerapan menuju ke sel, jaringan atau organ tempat kerjanya melalui system

peredaran darah sistemik. Di dalam plasma obat dapat berada dalam bentuk bebas atau terikat secara reversible dengan protein plasma misalnya albumin, globulin. Obat yang terikat protein plasma tidak mempunyai efek farmakologi dan tidak mengalami biotransformasi serta ekskresi. Ikatan reversible obat dengan jaringan tertentu juga dapat dimanfaatkan sebagai depot. c. Biotransformasi Adalah proses perombakan zat asing termasuk obat yang berlangsung secara biokimia menjadi metabolit-meabolit yang tidak aktif sehingga mudah diekskresikan. Sebagian obat yang telah diserap dari usus akan dibawa ke pembuluh portae ke dalam hati. Di sini sebagian atau seluruh obat akan mengalami perubahan-perubahan kimia dan hasilnya berupa metabolit yang umumnya tidak atau kurang aktif lagi dan proses ini disebut detoksifikasi atau bioinaktivasi. Ada kalanya metabolit yang dihasilkan akan mempunyai efek yang lebih kuatdisebut bioaktivasi. Selain didalam hati, organ biotransformasi lainnya adalah ginjal, paru, dinding usus, darah dan beberapa jaringan lainnya. d. Ekskresi Pengeluaran obat atau metabolitnya dari dalam tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, selain itu sebagian proses ekskresi juga dilakukan melalui kulit, paru-paru, empedu, usus. Asi juga dapat menjadi organ ekresi beberapa obat, sehingga berpengaruh terhadap bayi yang menyusui. Proses farmakodinamik, adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh obat terhadap tubuh yang akan menghasilkan efek farmakologi obat. Efek yang dikehendaki disebut efek terapi, sedangkan efek yang tidak dikehendaki disebut efek samping atau efek toksik. Efek farmakologi ini dapat terjadi melalui mekanisme fisika misalnya anestetik, laksansia, diuretic. Terjadi melaui mekanisme kimia misalnya antasida, zat-zat khelat. Terjadi melalui mekanisme metabolisme sel (misalnya antibiotik golongan penisilin bekerja dengan mengganggu sintesis dinding sel bakteri. Terjadi melalui mekanisme kompetitif dalam menduduki reseptor spsifik atau enzim tertentu misalnya antihistamin. Secara umum efek terapi dipengaruhi oleh bentuk sediaan, rute pemberian, sifat fisika kimia zat itu sendiri dan bahan pembantunya, teknologi formulasi, biotransformasi, ekskresinya dan dikombinasikan dengan kondisi fisiologi si pemakai seperti umur, jenis kelamin, ras, ukuran tubuh dan sebagainya. Penggunaan obat harus rasional serta terjamin khasiat dan keamannya. Penggunaan obat harus tepat indikasi/manfaat, tepat pasien, tepat dosis, tepat cara penggunaan, waspada efek samping.

TINJAUAN TENTANG OBAT-OBATAN DALAM PENERBANGAN Dalam kaitannya dengan penerbangan dapat dibedakan penggunaan obat untuk penerbang dan awak pesawat lainnya dan penggunaan obat untuk para penumpang pesawat. Penggunaan obat baik obat bebas ataupun obat yang harus

dengan obat dokter penggunaannya harus sepengetahuan dokter penerbangan. Saat ini banyak sekali iklan-iklan obat bebas yang mengatakan bahwa produknya bebas efek samping, tidak menimbulkan ngantuk dan hal-hal lain yang dapat merangsang awak pesawat untuk melakukan self medication, hal ini tidak boleh terjadi sehingga diperlukan suatu komunikasi yang dilandasi keterbukaan dan kerjasama antara awak pesawat dengan dokter penerbangan. Penggunaaan obatobatan oleh awak pesawat perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Obat yang diperlukan untuk kesehatan atas dasar pemeriksaan teliti dari dokter penerbasngan misalnya antibiotik. 2. Obat yang digunakan baik efek utama, efek samping dan efek toksiknya tidak mempengaruhi stamina penerbang bagi tugasnya yang menjamin keamanan penerbanangan. 3. Adanya pertimbangan teliti mengenai tenggang waktu sejak penggunaan obat yang diperlukan hingga waktu menjalankan tugasnya, dalam hal ini perlu diperhatikan obat-obat dengan efek tertunda. 4. Bagi obat-obat baru secara umum pertimbangan penggunaannya harus ditunggu minimal satu tahun untuk kejelasan pengaruhnya terhadap penerbanangan. 5. Penggunaan obat bagi penerbang dikelompokkan dalam penggunaan sebelum bertugas dan penggunaan hanya selama tidak bertugas. Beberapa tujuan khusus penggunaan obat dalam penerbangan antara lain : 1. Obat-obat yang meningkatkan toleransi terhadap hipoksia, obat ini bekerja dengan Cara meningkatkan PO2 alveoli paru, obat-obat yang menurunkan kebutuhan O2, Dan meningkatkan frekwensi pernapasan. Obat-obat kelompok ini contohnya : glukosa, obat ini paling aman dan murah, cara pemberiannya cukup dengan makan sebelum terbang. Obat lain adalah ammonium klorida yang pada dosis 10-20 g selama 3 hari akan meningkatkan kejenuhan O2 arteri 10 % pada ketinggian 18.000 kaki, tetapi obat ini mempunyai efek samping mengiritasi lambung. Obat-obat analeptika seperti amfetamin dan kofein meskipun akan meningkatkan ketrampilam psikomotor namun tidak dianjurkan karena akan menurunkan kemampuan dalam pengambilan keputusan. 2. Obat-obat yang menurunkan toleransi hipoksia misalnya sulfonamid yang dapat menimbulkan anemia atau methhaemoglobinemia atau reaksi sensitivitas sehingga akan menurunkan toleransi terhadap hipoksia. Sulfathiazol dan sulfadiazin akan mempengaruhi persepsi kedalaman. 3. Obat mabuk perjalanan (khusus untuk penumpang) obat-obat ini misalnya obat yang bekerja sebagai perintang acetilkolin contohnya skopolamin. Bahkan saat ini tersedia sediaan skopolamin trasdermal yang

mengandung 1,5 mg, yang digunakan dengan cara ditempelkan dibelakang telinga 6 jam sebelum terbang dan efektif bekeja selama 72 jam dan aman digunakan untuk penerbang. Obat yang lain dapat digunakan untuk penumpang bekerja dengan cara perintang dopamn misalnya metoklopramid, butirofenon, fenothiazin, donperidon, dimenhidrinat. Obat-obat ini karena efek sampingnya tidak dianjurkan untuk awak-awak pesawat yang akan menjalankan tugas. 4. obat untuk mengatasi jet lag misalnya melatonin 1-3 mg sebelum tidur. 5. Obat-obat untuk mengatasi kelelahan. Dektroamphetamin dapat menangguhkan tidur selama beberapa jam namun hal ini tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan efek samping yang merugikan. Kelelahan yang paling baik diatasi dengan cara meningkatkan kebugaran, atau apabila belum cukup perlu ditinjau jadwal penerbangan yang mungkin terlalu padat. 6. Obat-obat untuk mengatasi kecemasan. Isu terorisme yang akhir-akhir ini menjadi isu global bukan hanya menimbulkan kecemasan dikalangan penumpang tetapi juga dikalangan awak pesawat. Gejala fear of flying juga lazim terjadi dikalangan para penerbang. Penggunaan obat-obat anti kecemasan hanya boleh untuk penumpang, seluruh awak pesawat tidak boleh menggunakan obat tersebut selama bertugas.

BEBERAPA PENGARUH OBAT-OBATAN DALAM PENERBANGAN 1. Alkohol dan obat berbahaya lainnya . Perlu diwaspadai ada beberapa sediaan obat cair bebas yang mengandung alcohol, beberapa obat batuk juga mengandung kodein, keduanya apabila dilakukan test urine akan menunjukkan hasil yang positif. FAA melarang penerbang minum alcohol dalam bentuk apapun selama bertugas. 2. Antibiotik. Pemakaian antibiotik secara umum diperbolehkan untuk pengobatan terhadap penyakitnya selama tidak ada efek samping yang mempengaruhi performa terbang. Namun dapat saja karena kondisi penyakitnya maka awak pesawat tidak boleh bertugas selama menjalani pengobatan. Penggunaan ampisillin, amoksisillin, eritromisin, tetrasiklin, siprofloksasin diperbolehkan selama tidak ada efek samping yang menggaggu. Minosin (minisiklin HCl) tidak boleh karena efek sampingnya terhadap vestibuler. Sufonamid tunggal atau kotrimoksasol dalam jangka pendek boleh dipergunakan tetapi dalam penggunaan dalam jangka waktu lama perlu dihindari, efek samping yang umum adalah mual, muntah, anoreksia. Efek samping yang tidak umum alergi dan gangguan penglihatan. Golongan aminoglikosida tidak diizinkan karena efek sampingnya terhadap vestibuler dan cabang kohlear di saraf cranial ke 8. klorokuin atau kombinasinya boleh dipergunakan selam tidak ada efek samping yang

mengganggu, efek samping yang sering timbul anatara lain sakit kepala , gangguan penglihatan, drawsiness, gangguan kardiovaskuler yang hanya muncul pada overdosis. Izoniasid dapat digunakan untuk pencegahan penyakit tuberculosis dibawah pengawasan dokter penerbangan karena dapat menimbulkan kerusakan hati khususnya pada usia diatas 35 tahun. 3. Obat antihistamin. Loratadin dan astemizol dapat digunakan dalam batasan indikasi dan dosis yang tepat untuk alergi. Antihistamin yang bersifat sedasi misalnya CTM tidak boleh digunakan oleh awak pesawat selama bertugas, karena dapat mempengaruhi ketrampilan psikomotor. Obat flu yang mengandung antihistamin dan dekongestan misalnya efedrin tidak boleh digunakan karena efek sampingnya antara lain mulut kering, takikardia, aritmia, hipertensi, pandangan kabur yang sangat berbahaya untuk tugas terbang. Penerbang baru boleh bertugas kembali minimal setelah 12 jam terhitung dari pemberian dosis terakhir. 4. Antihiperlipidemia FAA mengijinkan penggunaan gemfribrosil dan simvastatin sebagai penurun kadar kolesterol darah dengan cacatan tidak timbul efek samping yang mengganggu. 5. Antidiabet IDDM(insulin dependent dibetus miletus) merupakan factor diskualivikasi sebagai penerbang, namun beberapa penerbang sudah dijinkan FAA untuk menggunakan antibiabet oral untuk mengontrol kadar gula darahnya. Laporan hasil kontrol kadar gula darah untuk pembuktian stabilitas klinis gula darah menjadi evaluasi FAA. 6. Obat untuk mengatasi jet lag. Jet lag disebabkan karena perjalanan melintasi beberapa daerah waktu terutama dari barat ke timur yang menyebabkan gangguan keseimbanan circadian rithm atau biological clock. Hal ini mengakibatkan tergangguanya siklus tidur-bangun dengan gejala yang timbul sulit tidur, sakit kepala, sulit konsentrasi, rasa tidak enak di lambung. Melatonin dengan dosis 1- 3 mg sebelum tidur dapat mengatasi jet lag. 7. Viagra. Viagra(sildenafil sitrat) tidak boleh dipergunakan oleh penerbang selama bertugas.efek samping yang biasa timbul adalah sakit kepala 16 %, muka merah 10 %, dyspepsia 7 %, hidung tersumbat 4 %, infeksi traktus urinarus 3 %, gangguan penglihatan 3 %, diarea 3 %, ruam 2 %. Gangguan penglihatan terutama perubahan warna penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya atau pandangan kabur. Meskipun boleh digunakan selama tidak bertugas tetapi dikontraindikasikan untuk pasien yang secara bersamaan menggunakan nitrat organic misalnya isosorbidinitrat baik secara reguler maupun intermiten dalam segala bentuk sediaan. Selain itu juga dikontraindikasikan pada pasien yang mempunyai potensi resiko jantung pada aktivitas seksual pada pasien-pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler. 8. Obat-obat alternatif/tradisional. Obat-obat alternatif untuk penerbang harus diwaspadai, karena efektifitasnya belum terbukti secara klinis, data farmakokinetik, farmakodinamik, dan data klinis lainnya belum tersedia sehingga keamanannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Apalagi di Indonesia banyak pabrik obat tardisonal nakal yang dengan sengaja

menambahkan zat aktif tertentu ke dalam produknya misalnya : dekametason, fenilbutazon, parasetamol, diazepam dan sebagainya dengan maksud agar kasiatnya terasa lebih ces pleng. 9. Obat-obat kontrasepsi. Obat-obat kontasepsi boleh digunakan oleh penerbang selama tidak timbul reaksi hipersinsivitas yang mengganggu tugas terbang. 10. Imunisasi. Iminisasi atau vaksinasi untuk pencegahan penyakit perlu dilakukan terhadap awak pesawat atau penumpang yang akan bertugas ke daerah endemic. Telah ada peraturan internasional tentang imunisasi untuk pencegahan penyakit. Vaksin-vaksin tersebut antara lain vaksin antrak, kolera, deteri, tetanus, hepatitis A/B, influenza, Japanese encephalitis, campak, plague, pneumofax, polio, thifoid, dan demam kuning. Atas dasar kriteria penggunaan obat oleh penerbang, dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Obat yang diperbolehkan bagi penerbang tanpa meninggalkan tugas terbang misalnya : a. Obat local :antialergi, antiradang, antifungi. b. Analgetika dosis tunggal aspirin, asetaminopen, ibuprofen c. Hipersekresi asam lambung : antasida d. Supositoria haemoroid e. Diarea tanpa demam : antidiarea non spesifik seperti Bi-subsalisilat/Bi subnitrat. f. Obat untuk menghindari terjadinya blokade telinga selama penerbangan : tetes hidung oksimetasolin atan fenilefrin 2. Obat yang diperbolehkan bagi penerbang dalam tugas dengan catatan tidak ada efek samping idiosinkresi/individual. Isoniazid perlu pengamatan tanpa tugas selama 7 hari. Kontrasepsi : implan progestrin atau estrogen-progestin, minimum perlu pengamatan tanpa tugas selama 28 hari. c. Kloroquin fosfat, primaquin, doksisiklin untuk profilaktik malaria perlu observasi tanpa tugas untuk dosis tunggal. d. Antimabuk hanya boleh untuk siswa dalam program latihan, namun sebaikknya dilakukan penaggulangan tanpa obat. e. Penanganan diare dengan doksisiklin (100 mg) dua kali sehari selama 5 hari. Kadang digunakan untuk profilaktik terhadap diare dengan batasan maksimum 2 minggu. f. Antibiotik eritromisin, oxicilin, dikloksasillin dan penisilin oral untuk infeksi asimptomatik. g. Sediaan sussositoria dan krim vaginal untuk iveksi vaginal. h. Kolestiramin untuk mengontrol hiperlipidemia. 3. Penggunaan obat yang harus meninggalkan tugas terbang a. b.

Meninggalkan tugas terbang selama penggunaan obat juga digunakan untuk mengevaluasi hasil penggunaan obat dan efek samping yang timbul. Bila tidak , terapi baik tanpa efek samping maka didokumentasikan dan ditentukan penggunaan obat tersebut untuk selanjutnya. a. b. c. d. e. Untuk mengontrol hipertensi : hidroklortiazid, triametren. Untuk pengobatan gout/hiperurikemia, allopurinol, probenesid. Untuk kontrol glaucoma secara pemakaian topical, timolol, epinefrin. Pengobatan tukak lambung/duodenum : sukralfate. Untuk rinitis alergi/non alergi/vasomotor dipergunakan inhalasi beclometazon, kromolin, observasi rinitis 7-14 hari. f. Pengobatan tukak lambung dengan ranitidine oral. g. Pengobatan injeksi jamur dengan griseofulfin perlu pengamatan 4 minggu. h. Antihiperlipidemia seperti lovastatin dan gemfibrosil.

OBAT-OBATAN UNTUK PENUMPANG Penyediaan obat untuk penumpang merupakan bagian dari pelayanan dalam penerbangan teruama untuk pertolongan awal terhadap gangguan kesehatan. Beberapa obat yang perlu disediakan bagi beberapa kejadian khusus yang dapat terjadi dalam penerbangan sebagai pengobata pertama : 1. Penurun glukosa Bagi penumpang yang mengalami hipoglikemi, terapi sederhana dapat diberikan minum larutan glukosa. Jika ada dokter, penyediaan obat-obatan seperti insulin, antidiabetes oral, tolbutamid, glibenclamid perlu disediakan. 2. Gangguan pernapasan Gangguan pernapasan seperti asma perlu disediakan oksigen (masker oksigen tersedia ditiap tempat duduk penumpang), salbutamol (ventolin) sebagai bronkordilator, sediaan aerosol (inhaler) atau oral. 3. Gangguan kardiovaskuler Untuk gangguan seperti angina dan infark perlu disediakan sediaan aerosol gliseril nitrat dan juga oksigen. 4. Gangguan saluran cerna Gannggaun umum antara lain mual muntah mabuk perjalanan yang bersifat local atau sentral (pusat muntah). Perlu disediakan oralit untuk menanggulangi dehidrasi, obat anti muntah seperti dimenhidirnat atau metoklopramid. Untuk mengatasi hipersekrsi asam lambung dapat disediakan antasida. 5. Kotak P3K wajib disediakan dalam penerbangan.

KESIMPULAN

1. Penerbang dan juga awak pesawat lainnya memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan sebuah misi terbang, oleh karenanya harus selalu berada dalam kondisi kesehatan yang benar-benar prima baik secara fisik maupun secara psikologis. 2. Selama dalam menjalankan tugas awak pesawat tidak boleh berada dibawah pengaruh obat-obatan tertentu. Maka penggunaan obat-obatan bagi awak pesawat harus dibawah pengawasan orang yang mempunyai pengetahuan tentang berbagai sifat farmakologi obat, dalam hal ini adalah Dokter Penerbangan, segala bentuk self medication harus dihindarkan. 3. Penggunaan alkohol dalam berbagai bentuk, obat-obatan penghilang kecemasan serta obat-obat psikotropik lainnya harus dihindari selama bertugas. Penerbang yang mendapat terapi dari kelompok obat ini, perlu diperhatikan rentang waktu antara pemberian dosis terakhir sampai kapan ia boleh bertugas kembali. 4. Penggunaan narkoba seluruh penerbang, dan juga awak pesawat lainnya mutlak dilarang, karena dapat merusak disiplin dan performa terbang sehingga meningkatkan resiko terjadinya insiden atau kecelakaan. 5. Dokter penerbangan berwenang menentukan apakah seorang penerbang dapat tetap menjalankan tugas atau harus berhenti sementara selama menjalani pengobatan. 6. Bagi penerbangan sipil untuk meningkatkan pelayanan kepada para penumpang dapat disediakan obat-obatan untuk pertolongan pertama selama dalam penerbangan. 7. Jiwa airmanship awak pesawat harus selalu dijaga agar misi terbang berhasil dan keselamatan tetap terjaga.

PUSTAKA 1. 2. 3. 4. Al sarmet Dr., Vaccination for aviator, Aviation Medicine, Spring, 1999. Daugal Watson, Effect of Alcohol on pilot performance and safety, AV Media, 1997 Direktorat Kesehatan TNI AU, Dasar-dasar Kesehatan Penerbangan, Jilid I dan II, Jakarta, 1995 Goeswin Agus, prof dan Andreas Sumardji, Obat-obatan dalam Penerbangan, Simposium Pendidikan Kesehatan Penerbangan Berkelanjutan, Bandung 2001.

10

5. 6. 7. 8. 9. 10.

PT. Pfizer Indonesia, Informasi Produk Viagra Rudge, Drug and Flier, in USAF fligt Surgeons Guide. Soemarwoto, Airmanship untuk keselamatan terbang, Simposium Kesehatan Penerbangan Berkelanjutan, Bandung 2001. Samuel Starus, Jet lag and Trans Meridian Flight, Aerospace Medicine Virginia Mason Clinic, via internet. The dangerous of Viagra use on pilot, in AV media, via Internet Threvor Thom, Human factor and Pilot performance, in the Air Pilot Manual 6, shrupshine, 1997.

11

LAMPIRAN 1

BAGAN TEORI SHELL

eE E

12

Anda mungkin juga menyukai