Anda di halaman 1dari 12

Meningitis Tuberkulosa

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Sampai saat ini Tuberculosis (TB) masih merupakan masalah besar bangsa Indonesia maupun negara berkembang lainnya, yang menimbulkan beberapa penyulit, salah satunya Meningitis Tuberkulosa yang mempunyai morbiditas dan mortalitas tinggi, dengan prognosis buruk. Kuman Mycobacterium Tuberculosa paling sering menyebabkan infeksi pada paru-paru, tetapi infeksi pada susunan syaraf pusat adalah yang paling berbahaya. Semua itu bergantung pada keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. (1) Meningitis adalah peradangan pada selaput otak yang mengenai arachnoidea dan piamater. B. Epidemiologi Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur. Tetapi jarang di bawah 6 bulan. Yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun, tertinggi pada 6-24 bulan. (3) Insiden Meningitis Tuberculosa sangat bervariasi, tergantung pada tingkat sosio ekonomi dan kesehatan masyarakat, umur, status gizi, serta faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak, terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. (2) Pada negara maju, insiden penyakit ini hanya 1 diantara 300 penderita tuberculosis primer. Hasil penelitian pada pasien rawat inap di bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI-RSCM dari tahun 1990-1995 jumlah pasien Meningitis Tuberculosis sebanyak 67 orang, 35 orang laki-laki, 32 orang perempuan, dan 15 orang diantaranya meninggal. Rentang umur kasus, antara 6 bulan sampai 12 tahun 3 bulan. Kasus yang dirawat terbanyak umur 1-4 tahun. (6)

Bab II. Pembahasan A. Definisi Batasan dari Meningitis Tuberculosis adalah peradangan selaput otak yang terjadi akibat komplikasi Tuberculosis primer. Fokus primer yang terpenting berasal dari paru, walaupun juga dapat berasal dari organ lain seperti kelenjar getah bening dan tulang. (7) B. Etiologi Penyebab dari Meningitis Tuberculosis adalah kuman Mycobacterium Tuberculosa varian hominis. (1) C. Patologi Gambaran patologi pada Meningitis Tuberculosis ada 4 tipe, yaitu (3) : 1. Disseminated Miliary Tubercles, seperti pada TB primer. 2. Fokal Caseous Plaques, contohnya tuberculoma yang sering menyebabkan meningitis yang difus. 3. Acute Inflamatory Caseous Meningitis Terlokalisasi, disertai perkijuan dan tuberkel, biasanya dikorteks. Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarachnoid.

4. Meningitis Proliferatif Terlokalisasi pada selaput otak Difus dengan gambaran tak jelas Gambaran patologi ini dipengaruhi banyak faktor, yaitu ; umur, berat dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan jumlah basil.

Pada pemeriksaan histologis, Meningitis Tuberculosa ternyata merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak (brain stem) terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan dapat mengakibatkan hidrosefalus serta kelainan pada syaraf otak. Tampak juga kelainan pada pembeuluh darah seperti arteritis dan flebitis yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini dapat terjadi infark otak yang kemudian akan mengakibatkan perlunakan otak. (2) D. Patofisiologi Meningitis Tuberkulosa pada umumnya sebagai penyebaran tuberkulosis primer dengan fokus infeksi di tempat lain. Dari fokus infeksi primer, basil masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. Pendapat yang dikemukakan Rich (1951) yakin bahwa terjadinya Meningitis Tuberkulosa adalah mula-mula terbentuknya tuberkel di otak, selaput otak dan atau medula spinalis akibat penyebaran secara hematogen, kemudian menimbulkan meningitis akibat terlepasnya basil dan antigenya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologis, kemudian basil langsung masuk ke ruang subaraknoid atau ventrikel dan menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah, kemudian tampak jelas diselaput otak pada dasar otak dan ependim. Akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa paralisis saraf kranial, infark karena penyumbatan arteri dan vena serta hidrosefalus karena aliran serebrospinal tersumbat.

Perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medula spinalis akan menyebabkan spinal blok dan paraplebia .(1) Skema Perjalanan Penyakit Meningitis (14) TUBERKEL

Pecah

Pembesaran lokal

Perlusi Morbili Trauma kepala Pecah

Tidak pecah

Meningitis (+)

Tuberkuloma

Meningitis (-)

Meningitis E. Gambaran Klinis Gejala klinis tuberkulosis pada anak terdiri atas gejala umum dan sistemik (seperti demam, anoreksia, berat badan menurun, keringat malam dan malaise) dan gejala khusus sesuai dengan organ yang terkena(12). Gejala klinis Meningitis Tuberkulosa terdiri atas beberapa stadium, yaitu : 1. Stadium I (Prodormal) Berupa iritasi selaput otak, dengan gejala yang tidak khas berupa kenaikan suhu yang ringan, anak mudah terangsang atau anak menjadi apatis, penurunan prestasi sekolah, tidak nafsu makan, mual, muntah, obstipasi, serta sakit kepala ringan, tidak mau main-main, tidur terganggu. Stadium ini dijumpai pada 20,78% kasus. Pada bayi = iritabel, ubun-ubun besar menonjol. Pada anak besar = mungkin tanpa demam dan timbul kejang intermiten.

Kejang bersifat umum (10-15%), kadang terdapat tanda-tanda TIK meningkat mendahului rangsangan meningeal. Stadium ini berlangsung 1-3 minggu. Bila tuberkelnya pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka fase ini berlangsung singkat dan langsung ke stadium 3. 2. Stadium II (Transisi)/stadium meningitis Kelumpuhan saraf kranial (30 %) mula-mula unilateral kemudian jadi bilateral, paling sering mengenai saraf kranial VI, kemudian saraf II, III, IV, VII. Dimulai dengan timbulnya tanda dan gejala neurologis. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tanda rangsang meningeal. Seluruh tubuh dapat menjadi kaku, refleks tendon menjadi lebih tinggi, terjadi peninggian tekanan intrakranial dan kelumpuhan syaraf otak, disamping itu sering ditemukan gangguan bicara, disorientasi, hemiplegia, ataksia, gerakan involunter dan kejang-kejang. Ubun-ubun menonjol dan umumnya terdapat kelumpuhan urat syaraf mata sehingga timbul gejala nistagmus. Sering tuberkel terdapat dikoroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Stadium ini dijumpai pada 54,55% kasus. 3. Stadium III (Terminal) Ditandai dengan meningkatnya disfungsi serebraldifus, penderita mengalami penurunan kesadaran hingga koma, postur deserebrasi atau dekartikasi, pernafasan tidak teratur (Cheyne stokes), serta pupil yang berdilatasi dan tidak bereaksi sama sekali. Hyperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadaran pulih kembali, karena infark batang otak akibat lesi pembuluh darah/strengulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Stadium ini dijumpai pada 24,6 % kasus. (7-11)

Ke-tiga stadium di atas biasanya tidak mempunyai batasan yang jelas antara satu dengan lainnya. Namun jika tidak diobati umumnya berlangsung selama 3 minggu sebelum anak meninggal. (2) F. G. Diagnosis Diagnosis Meningitis Tuberculosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis terdapatnya kontak dengan penderita Tuberculosis dewasa, hasil uji tuberkulin kelainan pada foto Rontgen paru dan yang terpenting adalah gambaran likuor serebrospinal yang khas. Uji tuberkulin pada meningitis tuberkulosa sering negatif karena energi, terutama dalam stadium terminalis. Diagnosa pasti hanya dapat dibuat berdasarkan bila ditemukannya kuman basil tahan asam dalam sediaan hapus dan biakan likuor serebrospinal. (2,5) CT-Scan kepala sangat dianjurkan untuk mendeteksi Tuberkuloma, hidrosefalus, dan kelainan anatomis lainnya. (13) H. Diagnosis Banding 1. Meningitis virus. (1) 2. Meningitis purulenta. (1) Perbandingan hasil interprestasi cairan serebrospinal pada meningitis dapat mengetahui dan membedakan meningitis, yaitu : 1. Jumlah sel 2. Sel predominan 3. Gram 4. Glukosa 5. Protein Purulenta Biasanya > 1000 PMN Biasanya (+) Menurun Meninggi
(14)

Virus Bisanya > 300 Pada mulanya PMN (-) (N)/ sedikit (N)/ sedikit

TBC Biasanya < 1000 Lymfosit (-) (BTA) (N)

6. Kultur 7. Warna

Biasanya (+) keruh

(-)

TB (+) Jernih/opalesen/ Kekuningan (Xantocrom)

Opalesen sampai Jernih

I. Komplikasi Komplikasi terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa : Paresis Paralisis Deserebrasi Hidrosefalus akibat sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi yang berlebihan dari likuor serebrospinal. Buta atau tuli Gangguan sensibilitas. J. Prognosis Faktor umur dan stadium penyakit pada waktu permulaan pengobatan turut menentukan prognosis. Pada umumnya anak dibawah 3 tahun mempunyai mortalitas dan gejala sisa tinggi. Pada stadium I (prodormal) didapatkan angka kesembuhan 100% dengan insidens gejala sisa yang rendah dan ringan. Angka kesembuhan pada stadium II (transisi) sebesar 85 % dengan defek neurologis kurang lebih 50% dari penderita yang selamat. Pada stadium III (terminal) didapatkan 50% penderita yang selamat dengan kecacatan permanen hampir pada seluruh penderita yang selamat. (7,8,10,13) Pasien yang mempunyai umur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada usia yang lebih tua. (3)
(2,7,13)

Gangguan intelektual terjadi kira-kira pada dua pertiga pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh, 1/5 pasien yang sembuh memiliki kelainan pituitary dan prekoks seksual, hiperprolaktinemia dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.

Daftar Pustaka 1. Harsono (Ed) dr . Meningitis Tuberculosa, Buku Kapita Selecta Neurologi Universitas Gadjah Mada, edisi II, Tahun 2003; 165-168. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985; 558-562. 3. Taslim S, S.Ilham . Meningitis Tuberculosa. Buku Neurology Anak Universitas Indonesia, edisi II, Tahun 2000; 363-371. 4. www//keepkidshealth.com //welcome/infection seanide/TBC.html. 5. www//emedicine.com/neuro/topic 385.htm 6. Mangunatmaja I, Passat J. Pusponegoro HD . Manifestasi Klinis Meningitis Serosa Tuberculosis dibangsal rawat inap bagian IKA FK.UI.RSCM. Tahun 1990-1995. disamping pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak X Bukittinggi 16-20 Juni 1996. 7. Soetomenggolo TS . Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Ismael S, Lumban Tobing. Kejang pada Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1983; 41-44. 8. Lincoln EM, Sewell EM . Tuberculosis in Children. New York. Mc. Graw Hill, 1963; 161-183. 9. Newton RW . Tuberculosis Meningitis. Arch dis Child 1994; 70; 364-366. 10. Nelson . Textbook of Pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: Saunders, 1992; 767-768. 11. Smith MH, Marquis JR . Tuberculosis and other Mycobacterial Infections. Dalam : Feigin RD, Cherry JD. Textbook of Pediatric Infection Disease; edisi ke-2, Philadelphia : Saunders, 1987; 1360-1361. 12. Rahajoe NN . Berbagai Masalah dan Diagnosa serta Tatalaksana Tuberculosis Anak. Dalam : Rahajoe N, Rahajoe NN, Boediman I, Said M, Widjodiardjo M, Supriyatno B, Penyunting. Perkembangan dan Masalah

Pulmonologi anak saat ini. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XXXIII. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994; 161-181. 13. Weil ML, Levin M . Infection of The Nervous System. Dalam : Menkes, JH. Textbook of Neurology; edisi ke-5. Baltimore: William & Wilkins, 1995; 401-405. 14. Leopold Simanjuntak, Sp.A . Catatan Kuliah Meningitis, 1994.

Disusun oleh : DIAN PRATAMASTUTI (98.140) SHINTA NOVIANTI (98.151)

Pembimbing : Dr. LEOPOLD. S. Sp.A

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Periode 9 Agustus - 16 Oktober Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia 2004

Anda mungkin juga menyukai