Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Sumber Daya Lahan di NAD Pascatsunami?

Endapan lumpur tsunami di lahan persawahan berpotensi merusak lahan. Pencucian alami garam-garam dalam endapan lumpur tersebut dapat mencemari tanah di bawahnya serta air tanah yang digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari.

erdasarkan analisis pendahuluan citra satelit yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah, Bogor, lahan yang rusak akibat gelombang tsunami di NAD mencapai 8-10% dari total luas lahan pertanian di wilayah itu. Khusus untuk lahan sawah, total kerusakan mencapai 29.000 ha dari total luas lahan sawah sekitar 336.000 ha. Kerusakan lahan pertanian umumnya dicirikan oleh salah satu atau gabungan bentuk kerusakan berupa tertutupnya lahan dengan endapan lumpur yang berkadar garam tinggi, penggerusan permukaan tanah oleh kekuatan gelombang tsunami,

dan terjadinya deposisi puing-puing bangunan atau material lainnya di lahan pertanian. Karakteristik Lumpur Tsunami Ada dua parameter yang digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat salinitas lahan, yaitu daya hantar listrik (DHL) dan kandungan garam dalam bahan tersebut. Umumnya tanaman semusim seperti kedelai, kacang tanah, padi, dan jagung dapat tumbuh optimal pada DHL <2 dS/m dan kandungan garam <2.000 ppm. Pertumbuhan

tanaman mulai terganggu pada DHL >3 dS/m dan kandungan garam >2.000 ppm. Makin tinggi nilai DHL, persentase kehilangan hasil tanaman makin besar. Survei pendahuluan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah pada 1 bulan setelah terjadinya tsunami di tiga kabupaten (Aceh Besar, Banda Aceh, dan Pidie) menunjukkan bahwa deposisi lumpur di daerah persawahan dan daerah cekungan masih cukup tebal, yaitu sekitar 1-3 cm di daerah yang berjarak 1-2 km dari garis pantai dan 15-20 cm di daerah 4-5 km dari garis pantai. Ketebalan lumpur juga berbeda antara pantai timur dan barat NAD. Di pantai barat, ketebalan lumpur umumnya lebih besar dibanding yang dijumpai di pantai timur. Perbedaan ketebalan lumpur ini selain dipengaruhi oleh kekuatan gelombang yang makin melemah dengan makin jauhnya lokasi dari pantai, juga karena tekstur tanah yang berbeda (Tabel 1). Pada daerah yang relatif dekat dengan pan-

Lahan persawahan yang tertutup lumpur tsunami (kiri) dan lumpur yang menutupi lahan sawah dengan salinitas 3,7-48,9 dS/m (kanan).

Tabel 1. Daya hantar listrik dan kandungan garam contoh lumpur tsunami yang diambil pada tanggal 26-29 Januari 2005 di Aceh Besar dan Pidie. Lokasi pengambilan contoh lumpur Lamcot, Aceh Besar Kenene, Aceh Besar Tekstur tanah 1) Tebal lumpur (cm) 10-20 10-20 10-20 2-5 < 2 berpasir < 2 Daya Kandungan hantar garam listrik (ppm) (dS/m) 17,9 48,9 48,9 20,5 11,5 3,7 9.200 26.900 26.900 td 5.700 td

Liat Lempung berpasir Lampineung, Aceh Besar Lempung berpasir Tanjung, Aceh Besar Lempung berpasir Mire, Aceh Besar Lempung berdebu Panteraja, Pidie Lempung
1)

liat liat liat

an. Kedua, kandungan garam yang tinggi di dalam tanah akan meningkatkan kadar garam di dalam sel tanaman itu sendiri sehingga menyebabkan kematian. Akibat lain adalah keseimbangan hara terganggu karena Na+ terlalu dominan sehingga menghambat penyerapan kation lain seperti Ca, K, dan Mg. Agregat tanah juga menurun yang dapat mengakibatkan penyumbatan pori tanah sehingga mengganggu pernapasan akar dan infiltrasi air ke dalam tanah. Nilai ESP Tanah Gambar 1 menunjukkan nilai exchangeable sodium percentage (ESP) pada dua kedalaman tanah, yaitu permukaan (0-10 cm) dan bawah permukaan (10-20 cm), di 11 lokasi pengambilan contoh tanah. Secara umum nilai ESP tanah lapisan permukaan telah mengalami peningkatan menjadi umumnya di atas 15%, bahkan di tiga lokasi nilai ESP mencapai 100%. Nilai ESP lapisan bawah permukaan umumnya lebih rendah dibanding nilai ESP lapisan permukaan, kecuali untuk contoh 8 dan 9. Tingginya nilai ESP (>15%) menunjukkan adanya akumulasi unsur Na di dalam tanah terutama pada kedalaman 0-10 cm. Sumber Na ini diduga berasal dari lumpur yang terdeposisi di atas permukaan tanah kemudian tercuci ke lapisan bawah setelah turun hujan deras 1 bulan setelah tsunami. Di

Tekstur tanah di bawah timbunan lumpur. td = tidak dianalisis.

tai, tanah umumnya mengandung pasir relatif tinggi (90%) sehingga tanah lebih sarang (porous) yang mempercepat pergerakan lumpur ke dalam tanah. Di daerah yang jauh dari pantai, khususnya di lahan persawahan, kandungan liat relatif tinggi (> 27%) dan terdapat lapisan tapak bajak yang menghambat proses pencucian. Dengan demikian, meskipun telah terjadi hujan deras 3-4 kali selama 1 bulan setelah tsunami, ketebalan lumpur belum banyak berkurang. Deposit lumpur tebal di lahan pertanian ini jika tidak ditangani dengan tepat akan merusak lahan. Hasil analisis contoh lumpur yang diambil di tiga kabupaten menun-

jukkan tingkat salinitas yang tinggi, yaitu DHL berkisar 3,7-48,9 dS/m dan kandungan garam 9.00026.000 ppm (Tabel 1). Jika tidak ditangani dengan baik, lumpur ini berpotensi untuk bercampur dengan tanah, baik melalui pengolahan tanah maupun proses infiltrasi, sehingga kandungan garam di dalam tanah meningkat. Kandungan garam yang tinggi di dalam tanah akan menghambat pertumbuhan tanaman melalui dua proses. Pertama, garam bersifat hidrofilik sehingga akan menarik butir air yang ada di sekitarnya. Konsentrasi garam yang cukup tinggi di dalam tanah akan menghambat penyerapan air oleh tanam-

ESP (%) 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 Lokasi 7 8 9

0-10 cm 10-20 cm

10

11

Gambar 1. Nilai exchangeable sodium percentage (ESP) pada dua kedalaman tanah satu bulan setelah terjadinya tsunami di NAD.

beberapa tempat, pencemaran tanah oleh unsur Na belum sampai pada kedalaman 10-20 cm. Namun demikian, pada tanah yang bertekstur pasir (contoh 8 dan 9), akumulasi Na sudah mengalami peningkatan sampai pada kedalaman 10-20 cm. Saran Tindak Lanjut Berdasarkan hasil analisis contoh lumpur dan tanah yang diambil di

beberapa lokasi di Aceh Besar, Banda Aceh, dan Pidie, pencucian alami garam-garam dari lumpur endapan berpotensi untuk mencemari tanah yang ada di bawahnya. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai ESP khususnya pada lapisan permukaan tanah. Sejalan dengan waktu, nilai ESP pada lapisan tanah yang lebih dalam akan meningkat akibat tercucinya unsur Na dari lumpur endapan ke dalam tanah. Pencucian lebih lanjut unsur Na ini sangat berpotensi mencemari air

tanah yang digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Untuk mengurangi risiko kegagalan usaha tani, perlu ada tindakan rehabilitasi lahan yang tepat sebelum petani mulai melakukan penanaman. Tindakan rehabilitasi dimaksudkan untuk mengurangi volume endapan lumpur melalui pengaturan drainase, pengolahan tanah dalam, pengayaan bahan organik tanah, dan pemberian gipsum pada tanah untuk mengurangi kandungan Na di dalam tanah. Delineasi tingkat kerusakan tanah yang diikuti dengan (re)evaluasi tingkat kesesuaian lahan juga sangat diperlukan untuk mempertajam dan mempercepat upaya rehabilitasi lahan dan menentukan jenis tanaman yang sesuai (Achmad Rachman). Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Jalan Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 Telepon : (0251) 323012 Faksimile : (0251) 311256 E-mail : csar@indosat.net.id

Anda mungkin juga menyukai