Anda di halaman 1dari 7

Diperkirakan penderita gangguan kepribadian ini sekitar 2% - 5% populasi dengan perbandingan pria 2 kali lebih banyak dari wanita.

Kebanyakan berasal dari orang kulit putih, terpelajar, menikah, dan karyawan. Walaupun memiliki gejala yang sama dengan Gangguan Obsesif Kompulsif, tetapi tidak ada hubungan yang spesifik di antara keduanya. Tanda tanda Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif, antara lain :

Perasaan ragu dan hati hati yang berlebihan. Keterpakuan pada rincian, peraturan, daftar, perintah, organisasi, dan jadwal. Perfeksionis yang menghambat penyelesaian tugas. Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati hati, dan kecenderungan yang tidak semestinya untuk menciptakan kesenangan dan hubungan interpersonal. Keterpakuan dan ketertarikan yang berlebihan pada kebiasaan sosial. Kaku dan keras kepala. Pemaksaan secara tidak masuk akal agar orang lain melakukan sesuatu menurut caranya, atau keengganan yang tak masuk akal mengizinkan orang lain melakukan sesuatu. Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang bersifat memaksa atau yang tidak disukai.

Tak termasuk : Gangguan Obsesif Kompulsif Psikodinamika Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif Penjelasan psikodinamikanya sangat terbatas, banyak dikaitkan dengan Gangguan Obsesif Kompulsif walau tidak spesifik. Teori Freudian mengatakan gangguan kepribadian ini terjadi akibat dari perilaku pada toilet training, dimana anak menjadi marah dan tetap mempertahankan fase perkembangan psikoseksual ini. Dan untuk mempertahankan kemarahan dibawah kontrolnya, dia menahan kemarahan dan naluri untuk menahan fesesnya secara ekstrem. Pengobatan Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif Orang dengan gangguan kepribadian ini tidak selalu menyadari bahwa dirinya terganggu, sehingga mereka biasanya tidak berobat sampai dia mengalami gangguan lain, seperti gangguan depresi atau gangguan cemas. Walaupun terapi perilaku dan terapi obat efektif untuk mengobati gangguan ini, tapi dengan terapi psikodinamik dan terapi kognitif tampaknya memberikan hasil yang lebih baik.

DEFINISI

Obsesi adalah ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan kecemasan. Sedangkan kompulsi adalah kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang jika ditahan menyebabkan kecemasan.2 Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).1

2.2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi dari gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum adalah 2 -3%.1,2,3,4 Pada sepertiga pasien obsesif kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun dan pada wanita sekitar 22 tahun. Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan tetapi remaja laki laki lebih mudah terkena daripada remaja perempuan.2

2.3 ETIOLOGI Faktor Biologis Banyak penelitian yang mendukung adanya hipotesis bahwa disregulasi serotonin berpengaruh pada pembentukan gejala gangguan obsesif kompulsif, tetapi serotonin sebagai penyebab gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.2

Faktor Tingkah Laku Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah stimulus yang relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas melalui proses pengkondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan peristiwa peristiwa yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman. Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang tersebut mengembangkan suatu

strategi penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara perlahan, karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.2

Faktor Psikososial Menurut Sigmund Frued, gangguan obsesif kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam fase perkembangannya.2 Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi gangguan obsesif kompulsi. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alas an timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.5

2.4 GEJALA KLINIS Gejala pasien gangguan obsesif kompulsif mungkin berubah sewaktu waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering ditemui, yaitu : 1. Kontaminasi Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi menghindar dari objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti biasanya sulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman. 2. Keraguan Patologis Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan berulang. Pasien memiliki keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah tentang melupakan sesuatu atau melakukan sesuatu. 3. Pemikiran yang Mengganggu Obsesi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif atau seksual yang salah oleh pasien. 4. Simetri Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam jam untuk menghabiskan makanan atau bercukur.2 Beberapa gejala yang berhubungan dengan gangguan obsesif kompulsif adalah sebagai berikut :3

OBSESI Perhatian terhadap kebersihan (kotoran, kuman, kontaminasi) Perhatian terhadap ketepatan Perhatian terhadap peralatan rumah tangga (piring, sendok) Perhatian terhadap sekresi tubuh (ludah, feces, urine) Obsesi religius

KOMPULSI Ritual mandi, mencuci dan membersihkan yang berlebihan Ritual mengatur posisi berulang ulang Memeriksa berulang ulang dan membuat inventaris peralatan Ritual menghindari kontak dengan sekret tubuh, menghindari sentuhan Ritual keagamaan yang berlebihan (berdoa sepanjang hari)

Obsesi seksual (nafsu terlarang atau tindakan seksual yang agresif) Obsesi terhadap kesehatan (sesuatu yang buruk akan terjadi dan menimbulkan kematian)

Ritual berhubungan seksual yang kaku

Rituall berulang (pemeriksaan tanda vital berulang, diet yang terbatas, mencari informasi tentang kesehatan dan kematian

Onsesi ketakutan (menyakiti diri sendiri atau orang lain) Pemikiran mengganggu tentang suara, kata kata atau musik

Pemeriksaan pintu, kompor, gembok dan rem darurat berulang ulang Menghitung, berbicara, menulis, memainkan alat musik dengan suatu ritual yang beragam

2.5 DIAGNOSIS Pedoman diagnostik Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut turut. Gejala gejala obsesif harus mencakup hal hal berikut : Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).

Gagasan , bayangan pikiran atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive). Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi. Penderita

gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukkan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran pikiran obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala gejala yang timbul terlebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan Pedoman Diagnostik Keadaan ini dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran atau impulls (dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien). Meskipun isi pikiran tersebut berbeda beda, umumnya hampir selalu menyebabkan penderitaan (distress).

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsi

Pedoman Diagnostik Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan : kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi atau masalah kerapihan dan keteraturan. Hal tersebut dilatar belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya dan tindakan ritual tersebut meriupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif Pedoman Diagnostik Kebanyakan dari penderita penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama sama menonjol, yang umumnya memang demikian. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi perilaku.

Terapi Tingkah Laku Baku emas terapi tingkah laku untuk gangguan obsesif kompulsif meliputi paparan dan pencegahan ritual. Pada terapi ini pasien dipaparkan dengan stimuli yang memprovokasi obsesinya misalnya dengan menyentuh objek yang terkontaminasi dan juga pasien ditahan untuk tidak kompulsi misalnya menunda mencuci tangan. Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat cemas sampai yang paling membuat cemas.

Dengan melakukan paparan berulang terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya habituasi.4

Anda mungkin juga menyukai