Anda di halaman 1dari 6

Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja

Dhevy Puswiartika Staf Pengajar FKIP Universitas Tadulako Palu email: angela_dhevy@yahoo.com Abstract. One of the factors should be considered to decrease work fatigue and increase productivity, is ergonomics, especially design of chair. Individual perception to chair is one of the factors that influence comfortable chair. The chair design research which combine anthropometric techniques and subjective perception to comfort feeling, has resulted the main principles of the ideal chair. Company or organization that understand about the importance of ergonomics, always manage all of the work can be done with ergonomics posture, also with provide work equipment, such as ergonomics chair. Key-words: ergonomics, productivity

Pendahuluan
Peningkatan produktivitas perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan manajemennya, sehingga dalam dunia usaha sering didengar istilah The 6Ms of Management yang terdiri atas method, manpower, material, money, market, and machinery (Effendy dalam Sutanto, dkk, 1999, h.115-116). Dari keenam faktor tersebut yang menjadi penggerak utama dalam proses peningkatan produktivitas dan keberhasilan dunia usaha adalah karyawan (manpower). Pada kenyataannya ada perusahaan yang memiliki hasil produksi yang belum memenuhi target perusahaan tersebut atau dapat dikatakan memiliki produktivitas yang cenderung rendah. Output atau hasil kinerja yang dihasilkan tidak sebanding dengan input atau profisiensi kerja yang ada. Di samping itu masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum mendapat sertifikasi ISO, yaitu suatu standardisasi internasional untuk seluruh komponen kerja suatu perusahaan. Produktivitas kerja karyawan itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, seperti pendidikan, kualitas, keahlian, minat kerja, dan kemampuan individu maupun faktor-faktor di luar diri karyawan seperti gizi, kesehatan, sikap dan etika kerja, tingkat penghasilan, jaminan sosial, kesempatan kerja, serta lingkungan kerja (Simanjuntak dalam Ravianto, 1985, h.22-23). Faktor lingkungan tempat manusia bekerja biasa disebut sebagai faktor lingkungan kerja yang berupa kondisi dimana karyawan bekerja. Kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja (pencahayaan, ventilasi, kebisingan, tempat duduk dan meja kerja, dan sebagainya), aspek psikologis kerja (persepsi karyawan terhadap aspek fisik kerja, hubungan dengan atasan, teman sekerja, dan bawahan, dan sebagainya), dan aspek peraturan kerja. Asri dan Suprihanto (1986, h.231-257) mengemukakan bahwa lingkungan kerja yang baik dan memberi kepuasan kepada karyawan akan meningkatkan produktivitas kerja. Manajemen perusahaan perlu meneliti lingkungan kerja guna memastikan pengaruh relatif dari faktor-faktor fisik atas keluaran (output). Apabila sikap manajemen perusahaan cukup tepat dalam membina motivasi pribadi tetapi hasil kerja tidak memuaskan karena hambatan-hambatan lingkungan kerja, maka perubahan lingkungan fisik perlu segera dilaksanakan (Kussriyanto, 1986, h.125). Hal ini menuntut adanya penciptaan lingkungan Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1, April 2008 47

kerja dan pengadaan sarana kerja yang dapat menjamin keselamatan dan kesehatan para karyawan. Selain itu penciptaan lingkungan kerja dan pengadaan sarana kerja tersebut seharusnya dapat membuat karyawan nyaman dalam melakukan pekerjaannya. Dalam satu hari kerja (kurang lebih 8 jam), karyawan menghabiskan 90 persen dari waktu kerjanya dalam posisi duduk berhadapan dengan meja. 10 Persen sisa waktu tersebut dimanfaatkan untuk istirahat makan siang. Apabila tinggi, posisi atau bentuk tempat duduk yang digunakan karyawan dalam bekerja tidak dirancang sebagaimana mestinya maka akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, ketegangan otot yang luar biasa dan rasa letih selama jangka waktu bekerja (Anastasi, 1993, h.329). Schuler dan Jackson (1999, h.232) mengemukakan bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para karyawan. Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja, yaitu kelelahan fisik sebagai akibat jangka pendeknya dan kelelahan psikis sebagai akibat jangka panjangnya. Kelelahan fisik dapat berupa sakit atau nyeri pada sistem kerangka dan otot manusia, sedangkan kelelahan psikis dapat berupa rasa jemu atau bosan terhadap pekerjaan yang dilakukan (Anoraga, 1998, h.110). Hal ini dikarenakan setiap manusia memiliki keterbatasan, terutama yang berkaitan dengan aspek fisik dan psikologis (Wignjosoebroto dalam Sutanto, dkk., 1999, h.117). Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan keluaran dalam proses produksi dan menambah tingkat kesalahan kerja. Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka meminimalkan kelelahan kerja adalah ergonomi. Salah satu penelitian ergonomi mengenai rancangan tempat duduk telah memanfaatkan teknik antropometris dan penilaian subjektif terhadap rasa nyaman. Hasilnya telah membuahkan perumusan pedoman untuk mengevaluasi sarana tempat duduk dari segi kebutuhan pada umumnya. Sejauh dapat dipraktekkan, tempat duduk dan permukaan kerja yang dapat disetel atau keduanya memberikan cara yang efektif untuk mengatasi perbedaan individu (Anastasi, 1993, h.329). Perusahaan atau organisasi yang sadar benar akan pentingnya ergonomi sebagai ilmu yang berkaitan dengan efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerjanya (Nurmianto dalam Sutanto, dkk., 1999, h.117), akan setuju sekali memasukkan ergonomi dalam sistem industrinya, seperti dengan cara mengupayakan suatu kondisi kerja yang sehat, nyaman, efisien, dan ergonomis. Hal tersebut difungsikan agar menurunnya kecepatan dan ketepatan kerja, kelelahan kerja, ketidaknyamanan tempat dan sarana kerja, dan kesalahan manusia dapat dihindari dan dikurangi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Produktivitas Kerja
Secara umum produktivitas kerja adalah ukuran kuantitas dan kualitas tampilan kerja (work performance) yang dihasilkan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan tampilan kerja itu (Schemerhorn, Jr dalam Hendrojuwono, 1996, h.36). Dengan perkataan lain, produktivitas mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dalam memproduksi barang dan jasa dikaitkan dengan kuantitas, kualitas, dan penggunaan sumber daya yang efisien. Anoraga (1998, h.56-60) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja antara lain: 1. Pekerjaan yang menarik. 2. Upah yang baik. 3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan. 4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan. 5. Lingkungan kerja (penerangan, ketenangan, perangkat kerja, seperti tempat duduk dan meja kerja, sirkulasi udara, dan sebagainya) yang baik.

48

Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Dhevy Puswiartika)

6. 7. 8. 9. 10.

Promosi dan pengembangan diri karyawan sejalan dengan perkembangan perusahaan. Keterlibatan karyawan dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi. Kesetiaan pada pimpinan dalam diri karyawan. Disiplin kerja yang keras.

Dalam mengukur produktivitas kerja, maka pekerjaan itu sendiri harus terlebih dahulu dibedakan menurut jenisnya. Meier (dalam Asad, 1991, h.63) membagi pekerjaan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Pekerjaan produksi, di mana secara kuantitatif dapat dibuat suatu standar yang objektif. 2. Pekerjaan non produksi, di mana penentuan sukses tidaknya seseorang di dalam tugas biasanya didapat melalui human judgement atau pertimbangan yang subjektif. Untuk jenis pekerjaan produksi, hasil produksi seseorang dapat langsung dihitung dan mutunya dapat dinilai langsung melalui pengujian hasil. Sedang untuk jenis pekerjaan non produksi, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu penilaian (rating) oleh atasan, penilaian oleh teman sekerja (peer rating) dan penilaian diri sendiri (self rating) oleh karyawan.

Prinsip-prinsip Umum Desain Tempat Duduk yang Ideal


Berdasarkan pengalaman keseluruhan tempat duduk yang ada dapat menimbulkan kenyamanan atau ketidaknyamanan bagi pemakainya. Sikap atau posisi duduk pun penting untuk diperhatikan, jangan sampai sikap atau posisi duduknya keliru atau tidak alamiah karena akan berakibat buruk bagi kondisi tubuh manusia. Secara fisiologis sikap atau posisi duduk yang keliru akan berakibat pada kerusakan tulang belakang (punggung dipaksa melengkung), sakit leher, pinggang, lutut, dan kaki (Nurmianto dalam Sutanto, dkk., 1999, h.120). Sikap atau posisi duduk yang paling baik adalah sedikit lordosa (bagian tulang belakang, tepatnya bagian kecil dari tulang belakang di atas pantat, secara alami melengkung ke dalam atau mencekung) pada pinggang dan sedikit mungkin kifosa (bagian tulang belakang melengkung ke luar atau mencembung) pada punggung (Sutanto, dkk., 1999, h.120). Untuk menunjang sikap atau posisi duduk yang baik, tempat duduk harus dirancang sedemikian rupa sesuai kriteria dan ukuran-ukuran baku dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometris orang Indonesia, agar orang yang bekerja tidak mengalami penekanan-penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tubuh, yaitu bahu, tangan, lengan, kaki, paha, dan pantat (Sumamur dalam Sutanto, dkk., 1999, h.121). Desain kursi yang tidak tepat akan mempengaruhi penampilan kerja seseorang dan dapat menyebabkan sakit punggung dan masalah tulang belakang. Desain kursi yang tepat ditandai dengan perasaan nyaman apabila individu duduk di kursi itu dalam jangka waktu yang lama. Memang tidak ada kursi yang terbaik di dunia ini, karena perbedaan individu yang akhirnya menimbulkan persepsi yang berbeda-beda tentang tempat duduk yang nyaman, tetapi dapat ditarik kesimpulan umum tentang prinsip-prinsip umum tempat duduk yang ideal. Wickens (1992, h.438-441) mengemukakan prinsip-prinsip umum desain tempat duduk antara lain: 1. Tempat duduk dapat menegakkan lordosa tulang belakang 2. Tekanan pada sendi dan beban statis dari otot-otot punggung dapat diminimalkan. 3. Postur yang tetap dapat dikurangi. 4. Tempat duduk dapat disesuaikan dengan mudah. 5. Ketinggian dan kemiringan tempat duduk yang sesuai. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1, April 2008 49

6. 7.

Kedalaman dan lebar tempat duduk yang sesuai. Perlu ada bantalan tempat duduk.

Sedangkan Singleton (1972, h.30) mengemukakan bahwa ada lima aspek postur yang ideal dari posisi duduk, yaitu: 1. Aspek keseluruhan tubuh. Tempat duduk dan meja kerja memungkinkan ada variasi kecil dari seluruh postur termasuk pergerakan dari bagian tubuh yang tidak aktif. 2. Aspek kepala dan leher. Elemen display yang utama seharusnya memiliki ketinggian tepat di depan mata agar kepala seimbang dengan bahu membentuk garis pandang horizontal. Tempat duduk seharusnya dapat menyangga kepala dan leher agar pergerakan kepala yang cepat dan sering dapat dicegah. 3. Aspek batang tubuh. Tempat duduk memiliki sandaran punggung yang cocok dengan lokasi permukaan kerja agar pelengkungan tulang belakang yang berlebihan sebagai usaha untuk menstabilkan otot dapat dikurangi, memudahkan bernafas, dan mempertahankan stabilitas maksimum. 4. Aspek bagian atas tubuh (lengan). Kursi memiliki sandaran tangan agar lengan atas seluruhnya vertikal dan lengan bawah horizontal. 5. Aspek bagian bawah tubuh (tungkai). Meliputi ukuran, ketinggian, dan kedalaman tempat duduk yang dapat disesuaikan dan bila perlu ada sandaran kaki.

Pengaruh Persepsi terhadap Tempat Duduk terhadap Produktivitas Kerja


Kelayakan dan tatanan suasana kerja serta perangkat kerja dapat mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas kerja. Hasil survey yang dilakukan oleh Harris (dalam Evans, 1984, h.259) menunjukkan bahwa karyawan dan para eksekutif merasa bahwa pengadaan sarana-sarana tambahan yang memadai (seperti penerangan, temperatur, dan tempat duduk) mempengaruhi produktivitas kerja. Sebagian besar karyawan merasa ketegangan tulang punggung tidak berkaitan dengan pekerjaan tetapi berkaitan dengan tempat duduk yang tidak nyaman. Tempat duduk dan meja sebagai permukaan kerja mempunyai pengaruh yang penting terhadap kondisi fisik seseorang dan menjadi sarana penunjang utama dalam bekerja. Tempat duduk harus dapat memberikan kenyamanan bagi pemakainya sehingga dapat mengurangi kelelahan orang yang duduk pada saat orang tersebut bekerja (Sutanto, dkk., 1999, h.121). Dalam satu hari kerja (kurang lebih 8 jam) karyawan menghabiskan 90 persen dari waktu kerjanya dalam posisi duduk berhadapan dengan meja. 10 Persen sisa waktu tersebut dimanfaatkan untuk istirahat makan siang. Apabila tinggi, posisi atau bentuk tempat duduk yang digunakan karyawan dalam bekerja tidak dirancang sebagaimana mestinya maka akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, ketegangan otot yang luar biasa dan rasa letih selama jangka waktu bekerja (Anastasi, 1993, h.329). Schuler dan Jackson (1999, h.232) mengemukakan bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung para karyawan. Dalam studi yang dilakukan di Eastman Kodak Company New York, ditemukan bahwa 35 persen dari pekerja yang duduk terus menerus selama bekerja, mengunjungi departemen medis dengan keluhan sakit punggung selama periode 10 tahun. Seseorang yang mengalami problem sakit punggung yang menetap ini tidak dapat bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari kerja. Akibatnya pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas kerjanya menurun (Bridger, 1995, h.59). Ketinggian optimal untuk tempat duduk dan meja kerja secara positif mempengaruhi keakuratan energi yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas psikomotorik, misalnya mengetik. Jadi apabila ketinggian optimal untuk tempat duduk dan meja kerja telah dipenuhi maka energi yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas psikomotorik tersebut akan

50

Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Dhevy Puswiartika)

dapat digunakan semestinya dan tidak akan terbuang percuma sehingga hasil kerja pun akan memuaskan dan produktivitas kerja meningkat. Salah satu penelitian ergonomi mengenai rancangan tempat duduk telah memanfaatkan teknik antropometris dan penilaian subjektif terhadap rasa nyaman. Hasilnya telah membuahkan perumusan pedoman untuk mengevaluasi sarana tempat duduk dari segi kebutuhan pada umumnya. Sejauh dapat dipraktekkan, tempat duduk dan permukaan kerja yang dapat disetel atau keduaya memberikan cara yang efektif untuk mengatasi perbedaan individu (Anastasi, 1993, h.329). Menurut Pile (Kantowitz dan Sorkin, 1996, h.478) persepsi individu terhadap tempat duduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Setiap individu memiliki pandangan yang berlainan terhadap tempat duduk, karena adanya perbedaan individu masing-masing dalam menerima, menyeleksi dan mengorganisasi dan menginterpretasikan tempat duduk. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan kelima indera. Tempat duduk menurut seseorang mungkin keras, tetapi untuk orang lain tidak begitu keras. Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka kelelahan kerja baik kelelahan fisik (berupa sakit atau nyeri pada sistem kerangka otot manusia) maupun kelelahan psikis (berupa rasa jemu atau bosan terhadap pekerjaan yang dilakukan) akan berkurang (Anoraga, 1998, h.110). Apabila kelelahan kerja berkurang maka tidak akan banyak terjadi kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan ketepatan kerja karyawan pun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat atau dengan kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.

Penutup
Produktivitas kerja mencerminkan keberhasilan atau kegagalan dalam memproduksi barang dan jasa dikaitkan dengan kuantitas, kualitas, dan penggunaan sumber daya yang efisien. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja antara lain: pekerjaan yang menarik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan kerja (penerangan, ketenangan, perangkat kerja, seperti tempat duduk dan meja kerja, sirkulasi udara, dan sebagainya) yang baik, promosi dan pengembangan diri karyawan, keterlibatan karyawan, pengertian dan simpati, kesetiaan pada pimpinan, dan disiplin kerja yang keras. Manajemen perusahaan perlu meneliti lingkungan kerja guna memastikan pengaruh relatif dari faktor-faktor fisik atas keluaran (output). Dalam satu hari kerja (kurang lebih 8 jam), karyawan menghabiskan 90 persen dari waktu kerjanya dalam posisi duduk berhadapan dengan meja. Apabila tinggi, posisi atau bentuk tempat duduk yang digunakan karyawan dalam bekerja tidak dirancang sebagaimana mestinya maka akan mengakibatkan perasaan kurang nyaman, ketegangan otot yang luar biasa dan rasa letih selama jangka waktu bekerja. Memang tidak ada kursi yang terbaik di dunia ini, karena perbedaan individu yang akhirnya menimbulkan persepsi yang berbeda-beda tentang kursi yang nyaman, tetapi dapat ditarik kesimpulan umum tentang prinsip-prinsip umum tempat duduk yang ideal. Prinsip-prinsip umum desain tempat duduk antara lain : tempat duduk dapat menegakkan lordosa tulang belakang, tekanan pada sendi dan beban statis dari otot-otot punggung dapat diminimalkan, postur yang tetap dapat dikurangi, tempat duduk dapat disesuaikan dengan mudah, ketinggian dan kemiringan tempat duduk yang sesuai, kedalaman dan lebar tempat duduk yang sesuai, dan perlu ada bantalan tempat duduk. Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka kelelahan kerja baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis akan berkurang. Apabila kelelahan kerja berkurang maka tidak akan banyak terjadi kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1, April 2008 51

Kecepatan dan ketepatan kerja karyawan pun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran dalam proses produksi akan meningkat atau dengan kata lain produktivitas kerja para karyawan akan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi.

REFERENSI
Anastasi, A. 1993. Bidang-bidang Psikologi Terapan. Alih bahasa : Aryatmi, dkk. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. PT Rineka Cipta, Jakarta. Asad, M. 1991. Psikologi Industri. Liberty, Yogyakarta. Asri, M.S.W.,& Suprihanto, J. 1986. Manajemen Perusahaan Pendekatan Operasional. BPFE, Yogyakarta. Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Mc Graw Hill, Singapore. Evans, G.W. 1984. Environmental Stress. Cambridge University Press, Cambridge. Hendrojuwono, W. 1996. Mempersiapkan Manusia Produktif (Suatu Ulasan dan Gagasan). Jurnal Psikologi Indonesia. No.1, 35-41. Kantowitz, B.H.,& Sorkin, R.D.1996. Human Factors: Understanding People-System Relationship. John Wiley & Sons,Inc, New York. Kussriyanto, B. 1986. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Mutu Kehidupan. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas, Jakarta. Schuler, R.S., & Jackson, S.E. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad Ke-21. Alih bahasa: Abdul Rosyid dan Peter Romy Yosy Pasla. Erlangga, Jakarta. Singleton, W.T. 1972. Introduction to Ergonomics. World Health Organization, Jeneva. Sutanto, D.W, Hartanti, & Tjahjoanggoro, A.J. 1999. Hubungan Persepsi Terhadap Tempat Duduk, Beban Kerja, dan Karakteristik Pekerjaan dengan Kelelahan Kerja. Anima. Vol. 14-No.54, 115-138. Wickens, C.D. 1992. Engineering Psychology and Human Performance. Harper Collins Publishers, New York.

52

Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Dhevy Puswiartika)

Anda mungkin juga menyukai