Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Keganasan ginekologis merupakan keganasan terbanyak yang terjadi pada wanita terutama di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Di negara maju keganasan pada payudaralah yang menempati urutan pertama. Dari seluruh keganasan ginekologis, keganasan pada servik merupakan yang terbanyak. Keganasan pada servik menunjukkan angka penurunan yang dramatis sejak tahun 2005 di Amerika. Ini sangat berbeda dengan yang terjadi di negara dengan sosial ekonomi rendah dan negara berkembang yang justru semakin meningkat. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan 250 kasus baru pertahunnya. Dari jumlah itu, 75-80% datang pada stadium lanjut dan dengan bulky tumor berukuran lebih dari 4 cm. Situasi serupa di jumpai pada pusatpusat onkologi di Indonesia. Di Instalasi Radioterapi Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta dijumpai 197 kasus baru pada tahun 2009. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan insiden dan kematian yang diakibatkan oleh keganasan pada servik, di antaranya dengan melakukan pendekatanpendekatan faktor resiko dan terapi. Salah satu modalitas terapi keganasan ginekologis adalah radioterapi. Radioterapi mempunyai peran yang sangat penting pada keganasan ginekologis, khususnya pada keganasan servik. Menurut Swift (2004) 75-80 % pasien dengan keganasan servik memerlukan radioterapi pada salah satu sesi terapinya, baik sebagai terapi ajuvan, neo-ajuvan, paliatif, maupun pada kasus-kasus kedaruratan akibat perdarahan dan metastasis yang disebabkan oleh keganasan servik.

Teori Dasar Radioterapi Radioterapi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan radiasi pengion untuk terapi keganasan. Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi yang memiliki kemampuan untuk merubah atom atau kelompok atom netral yang tidak bermuatan dari suatu materi yang dikenai radiasi tersebut menjadi bermuatan. Sifatnya tidak dapat dilihat, didengar, diraba, dicium atau dirasa. Dilihat dari teknik pemberiannya, dikenal radiasi eksterna, radiasi interna, dan brakhiterapi. Pada keganasan servik, radiasi yang diberikan adalah radiasi eksterna dan brakhiterapi. Perbedaan prinsip dari keduanya adalah pada tujuan terapi dan teknik pemberiannya. Radiasi eksterna mempunyai jarak antara sumber radiasi dengan targetnya (servik dan uterus), sedangkan brakhiterapi tidak ada jarak di antara keduanya. Tujuan radiasi eksterna adalah untuk eradikasi tumor dengan perluasannya, sedangkan brakhiterapi terbatas pada servik dan uterus, dengan dosis tinggi dan preservasi organorgan penting disekitarnya (buli, rektum dan usus halus) sehingga brakhiterapi lebih dimanfaatkan untuk radiasi tambahan setelah radiasi eksterna atau diberikan di antara radiasi eksterna.

Dasar-Dasar Radiobiologi Yang dimaksud dengan radiobiologi adalah interaksi antara radiasi pengion dengan molekul yang membentuk materi biologis yang mampu menimbulkan perubahanperubahan pada jaringan tubuh tersebut dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Apabila suatu radiasi pengion mengenai suatu materi (jaringan tubuh ), maka akan terjadi suatu efek langsung dan tidak langsung. Pada efek langsung akan terjadi efek langsung

pada DNA yang berada pada inti sel, selanjutnya inti sel akan pecah dan lisis sehingga DNA akan mati. Sedangkan pada efek yang tidak langsung radiasi pengion akan berinteraksi dengan molekul air yang berada di sel/jaringan tubuh sehingga membentuk suatu senyawa yang disebut sebagai radikal bebas, yang bersifat sangat reaktif dan destruktif dengan demikian dapat dimanfaatkan untuk mengeradikasi sel-sel tumor. Dalam pelaksanaan radiasi, harus dipertimbangkan manfaat/keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan akibat radiasi, yang lebih dikenal sebagai rasio terapeutik. Rasio terapeutik adalah suatu rasio antara kemampuan mengeradikasi tumor sebanyak banyaknya dibandingkan dengan kerusakan sel normal yang diakibatkan oleh radiasi. Rasio terapeutik ini digambarkan dalam suatu kurva. Suatu terapi radiasi dikatakan ideal bila jarak antara TCP (Tumor Control Probability) dan NTCP (Normal Tissue Complication Probability) saling berjauhan. Untuk mencapai hal ini dapat diupayakan dengan berbagai hal, di antaranya menggunakan teknik multi field, penggunaan radiosensitizer, teknik konformal dan stereotaktik radioterapi, pemberian dosis terbagi/ fraksinasi serta memahami dasar-dasar radiosensitivitas, serta radio responsivitas. Berbagai hal yang mempengaruhi radio sensitivitas di antaranya adalah jenis sel,

banyaknya mitosis dan diferensiasi tumor. Radio responsivitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang biasa dikenal sebagai 4R yaitu Repair, Redistribution, Repopulation, and Reoxygenation. Jaringan sehat/normal mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri lebih cepat dibandingkan dengan sel tumor setelah pemberian radiasi. Dengan demikian, apabila menginginkan pemberian radiasi secara hiperfraksinasi harus dipertimbangkan masalah repair ini. Sel-sel yang mempunyai respon terhadap radiasi sebaiknya berada

pada fase G2 dan Mitosis pada saat diberikan radiasi sehingga pemberian sensitizer radiasi umumnya untuk mempertahankan sel-sel berada pada fase G2 atau mitosis menjadi lebih lama. Sel-sel yang masih bertahan pada saat pemberian radiasi umumnya mempunyai kemampuan repopulasi yang tinggi sehingga proliferasi sel menjadi lebih cepat. Sudah diketahui bersama bahwa sel-sel yang berada pada keadaan hipoksia akan resisten terhadap radiasi. Itu sebabnya pada tumor-tumor yang besar ditengahnya adalah jaringan/sel-sel yang nekrotik dan dalam kondisi hipoksia, umumnya megalami kegagalan dalam radioterapi atau menyisakan residu tumor . Kondisi hipoksia intra sel ini juga dipengaruhi kadar hemoglobin. Pasien dengan kadar Hb rendah akan menyebabkan kondisi hipoksia di dalam sel tumor sehingga sel menjadi lebih resisten, sementara kondisi fisik pasien secara umum juga akan semakin buruk.

Radiasi Pada Keganasan ginekologi Sebelum dilakukan terapi radiasi pada keganasan servik penderita harus dilengkapi dengan keterangan mengenai stadium, (FIGO/TNM) beserta penunjangnya (foto thorak, IVP, USG, CT scan bila diperlukan dan lain-lain), jenis PA (patologinya ), serta laporan/keterangan operasi (bila sebelumnya dilakukan operasi), dan laboratorium hematologi lengkap. Radiasi pada keganasan ginekologi umumnya dilakukan radiasi eksterna lebih dahulu diikuti dengan brakhiterapi intra kaviter. Radiasi eksterna bertujuan mengeradikasi tumor primer dan perluasannya ke kelenjar getah bening dan parametrium. Radiasi eksterna diberikan dengan dosis terbagi dan seluruh pelvis dengan dosis 46-50 Gy dalam waktu 4-5 Minggu dengan atau tanpa kombinasi khemoterapi. Target radiasi ditentukan dengan menggunakan prinsip-prinsip pemahaman GTV (Gross Tumor

Volume), CTV (Clinical Target Volume), PTV (Planning Target Volume ), dan IV (Irradiated Volume), selanjutnya dilakukan simulasi penentuan target menggunakan simulator. Data pesawat simulator akan dikirim ke komputer TPS ( Treatment Planning System) untuk penghitungan dosis. Pada TPS dosis dihitung dengan memperhitungkan dosis-dosis pada organ kritis, seperti rektum, buli dan kaput femur. Secara ideal radiasi eksterna diberikan dengan tehnik 4 lapangan (Box system). Pada kenyataannya di lapangan lebih sering digunakan 2 lapangan, antero posterior dan postero-anterior. Setelah radiasi eksterna selesai umumnya dilanjutkan dengan pemberian radiasi tambahan atau Booster. Radiasi tambahan diberikan dengan menggunakan brakhiterapi. Brakhiterapi diberikan untuk memberikan dosis tinggi pada servik, vagina atau uterus tetapi dengan menyelamatkan jaringan sehat/organ kritis di sekitarnya sehingga tidak melampaui dosis toleransi jaringan/organ tersebut. Brakhiterapi intra kaviter

dilaksanakan dengan memasukkan tandem/aplikator dan ovoid/silinder kedalam uterus dan atau vagina. Dalam melaksanakan brakhiterapi, sering radioterapis bekerja sama dengan anastesi untuk memberikan kenyamanan penderita pada saat dilaksanakan pemasangan alat-alat tersebut. Dalam kondisi tertentu, brakhiterapi tidak dapat dlaksanakan sehingga dipergunakan tehnik konformal radioterapi. Meskipun demikian teknik ini tetap tidak dapat menggantikan brakhiterapi dalam mencapai dosis yang tinggi pada target (sevik/vagina/uterus) dengan menyelamatkan organ-organ kritis yang di sekitarnya.

Kontrol Radioterapi Selama pemberian radioterapi dilakukan follow up pasien satu kali setiap minggu untuk memantau respon radiasi atau mengantisipasi dan mengatasi efek samping radiasi. Pemeriksaan ginekologis sebaiknya dikerjakan paling tidak sebelum radiasi, setelah radiasi 20 kali dan setelah radiasi selesai. Penilaian respon radiasi menjadi sesuatu yang penting dalam menentukan tindakan radiasi berikutnya. Respon yang dapat ditentukan pada saat terapi adalah respon akut dan bukan respon terapi secara keseluruhan. Tujuan penilaian respon ini untuk menetukan apakah pasien dapat dilanjutkan dengan tindakan brakhiterapi atau tidak. Setelah radiasi selesai diperlukan rebiopsi/pap-smear ulang satu bulan pasca radiasi. Efek samping radiasi pada keganasan ginekologis dapat terjadi secara cepat dan lambat. Efek samping akut terjadi selama pemberian radioterapi sampai 1-2 bulan setelah radiasi selesai, di antaranya penurunan kondisi umum, mual, muntah, penurunan kadar HB, leukosit, diare, sistitis akut, dermatitis akut pada daerah-daerah lipatan kulit dan mukositis di daerah vagina. Efek samping akut ini umumnya disebabkan oleh reaksi inflamasi akibat pemberian radiasi. Pasca radiasi yang perlu diwaspadai dan sering terjadi adalah kistitis khronis, proktitis khronis dan perlengketan serta penyempitan lumen vagina. Untuk antisipasi efek samping khronis ini diperlukan penjelasan kepada pasien mengenai kebersihan daerah vagina, konsumsi cairan yang cukup, konsumsi buah dan sayur serta kepentingan melakukan koitus pasca radiasi secara teratur.

Kesimpulan Telah diuraikan secara garis besar terapi radiasi keganasan ginekologis. Terapi radiasi mempunyai peran penting sebagai modalitas terapeutik untuk menurunkan prevalensi dan angka kematian keganasan ginekologis. Di Indonesia keganasan ginekologis lebih banyak dibandingkan keganasan payudara. Keganasan ginekologis yang banyak dijumpai adalah keganasan servik. Pada keganasan servik terapi yang diberikan adalah radiasi eksterna dan brakhiterapi. Radioterapi mempunyai peran penting dalam terapi keganasan ginekologis oleh karena 75-80% dari pasien memerlukan radiasi. Keefektifan radiasi eksterna dan brakhiterapi untuk pengobatan keganasan ginekologis tergantung pada stadiumnya. Stadium I keganasan servik angka keberhasilan terapi radiasi pasca operasi dan tanpa operasi mencapai 90%. Dalam hal ini angka keberhasilan radiasi sama baiknya, baik yang dioperasi maupun yang tidak dioperasi.

Daftar Pustaka Perez, C.A., Purdy, Z.A., Li, Z., & Hall, E.D., Biologic and Physical Aspects of Radiation Oncology, Principles and Practice of Gynecology Oncology, 4th Edt., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. Sarwono, Radioterapi pada keganasan Ginekologi, Yayasan Bina Pustaka Jakarta 2004 Swift, P.S & Chow Joe Hsu, I., 2004. Cancer of the Uterine Cervix, Textbook of Radiation Oncology, 2nd Edt, Saunders, Philadelphia. Thomas, G.M., 2007. Gynecologic Tumors, Texbook of Clinical Radiation Oncology, 2nd Edt., Elsevier Churchill Livingstone, Philadelphia. Zeman, E.M., 2007. Radiobiology, Texbook of Clinical Radiation Oncology, 2nd Edt., Elsevier Churchill Livingstone, Philadelphia. National Cancer Institute, Cancer Therapy Evaluation Program. Common terminology criteria for adverse events (CTAE ) Version 3.0, June 2003

Anda mungkin juga menyukai