SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha dewasa ini berkembang pesat, terlebih dalam menghadapi situasi perekonomian yang semakin terbuka. Sejalan dengan itu, maka perusahaan juga semakin terdorong untuk meningkatkan efisiensi dan daya saingnya. Selanjutnya akan mempercepat pembangunan suatu Negara. Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana alternatif untuk mempercepat pembangunan suatu Negara. Pasar modal merupakan wahana yang dapat menggalang pengerahan dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Apabila
pengerahan dana masyarakat melalui lembaga- lembaga keuangan maupun pasar modal sudah dapat berjalan dengan baik, maka dana pembangunan yang bersumber dari luar negeri makin lama makin dikurangi. (Anaroga dan Pakarti 2001: 1). Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi. Pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak langsung pengukur kualitas manajemen, jika pasar modal sifatnya efisien harga dari surat berharga juga mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba perusahaan di masa yang akan datang. Pasar modal mempunyai fungsi
sebagai alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi pinjaman ke peminjam (jogiyanto 2003 : 11). Masyarakat pemodal membeli suatu komiditi yang sangat abstrak dan oleh karenanya kualitas dari komiditi ini yaitu saham dan atau obligasi ditentukan oleh kualitas informasi yang tersedia dari perusahaan emiten yang bersangkutan. Apabila informasi tersedia berarti kualitas dari barang yang diperjualbelikan sama seperti apa yang ditawarkan pada rumah-rumah judi. Dalam hal ini, peranan daripada lembaga-lembaga penunjang pasar modal seperti: akuntan publik, notaris, konsultan hokum, penjamin emisi, quarantor, penilai, dan wali amanat adalah amat diperlukan. Pada awal ketika calon emiten berniat go public akan sangat menentukan kualitas akhir instrumen pasar modal yang akan dikeluarkan. (Anaroga dan pakarti 2001: 6). Untuk dapat memilih investasi yang aman diperlukan suatu analisis yang cermat, teliti dan didukung dengan data-data yang akurat. Teknik yang benar dalam analisis akan mengurangi risiko bagi investor dalam berinvestasi. Dengan analisis tersebut diharapkan modal yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan yang maksimal dan aman, dan jika ada risiko, risikonya lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan yang dapat diraih. Secara umum ada banyak teknik analisis dalam melaksanakan penilaian investasi, tetapi yang paling banyak digunakan adalah analisis yang bersifat fundamental, analisis teknikal, analisis ekonomi, dan analisis rasio keuangan. (Anaroga dan pakarti 2001: 108).
Penelitian
ini
menggunakan
analisis
fundamental
dengan
menggunakan data yang berasal dari laporan keuangan perusahan. Aliran fundamental mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan dengan menggunakan data keuangan perusahaan. Alasannya bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Nilai intrinsik adalah nilai yang sebenarnya dari saham yang diperdagangkan. Dalam analisis fundamental ada dua pendekatan untuk menghitung nilai intrinsik saham, yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan pendekatan PER (P/E Ratio Approach). (Jogiyanto 2003 : 88) Pendekatan price earning ratio dicari melalui rasio antara harga pasar saham dengan laba per lembar saham, pendekatan ini sering digunakan oleh para analis sekuritas untuk menilai harga saham karena pada dasarnya PER memberikan indikasi tentang jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada suatu periode tertentu. PER menunjukkan rasio dari harga saham terhadap tingkat earning. Rasio ini menunjukkan seberapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings. Misalnya nilai PER adalah 5, maka ini menunjukkan bahwa harga saham merupakan kelipatan dari 5 kali earnings perusahaan. Misalnya earning yang digunakan adalah earnings tahunan dan semua earning dibagikan dalam bentuk dividen, maka nilai PER sebesar 5 juga
menunjukkan lama investasi pembelian saham akan kembali setelah 5 tahun. (Jogiyanto 2003: 105). Menurut Agus Sartono (1996 : 106), PER diartikan sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan sehingga banyak pelaku pasar modal yang menaruh perhatian tarhadap pendekatan PER. Selain itu PER juga memberikan standar yang baik dalam membandingkan harga saham untuk laba per lembar saham yang berbeda dan kemudahan dalam membuat estimasi yang digunakan sebagai input PER. Setiap pergerakkan harga saham akan mengakibatkan perubahan pada PER dari saham suatu perusahaan. Bagi investor PER yang rendah akan memberikan kontribusi tersendiri, karena selain dapat membeli saham dengan harga yang relatif murah, kemungkinan untuk mendapatkan capital gain juga semakin besar sehingga investor dapat memiliki banyak saham dari berbagai perusahaan yang go public. Sebaliknya emiten menginginkan PER yang tinggi pada waktu go public untuk menunjukkan bahwa kinerja perusahaan cukup baik dengan harapan agar harga saham akan tinggi pula. Sebagai variable penjelas PER adalah Dividend pay out ratio, current ratio, variance of earning growth. Menurut Robert Ang (1997 : 623) Dividend pay out ratio merupakan perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS). Current ratio merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas juga bisa berarti mudah tidaknya suatu jenis investasi dicairkan menjadi uang kas ( Anaroga 2001 : 79 ). Risiko digambarkan dengan varian
pertumbuhan laba (Variance of earning growth / VEG). VEG mengukur seberapa besar penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang menunjukkan simpangan baku tingkat pertumbuhan laba yang
mengambarkan risiko tiap saham. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai populasi penelitian. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Jakarta mencakup 19 kelompok besar, yang terdiri dari 146 perusahaan sampai dengan tahun 2005. Perusahaan manufaktur merupakan kelompok terbesar yang terdaftar di BEJ. Dalam penelitian ini mengambil obyek perusahaan manufaktur karena termasuk kelompok besar daripada kelompok lainnya, dan terdiri dari banyak jenis pilihan untuk berinvestasi, missal kelompok makanan dan minuman, rokok, tekstil, plastik, dan lainnya. Dengan demikian data yang akurat dan mutlak menjadi pertimbangan utama oleh investor. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang dapat bertahan walupun kondisi ekonomi yang kurang baik. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai investor yang berani membeli saham dengan harga yang relatif tinggi yang berarti PER dari saham tersebut adalah tinggi. Tujuannya untuk Investasi jangka panjang dan karena risikonya relatif rendah, sebagai cara untuk mendapatkan imbal hasil yang sedang namun bisa diandalkan. Padahal saham tersebut dijual dengan harga yang tinggi ketika pasar lagi turun dan investor lebih memperhatikan kualitas. Selain itu harga saham di Bursa
Efek Jakarta dari berbagai sektor lebih sering mengalami kenaikan yang berarti PER saham tersebut tinggi. (oleh Antony Japari, MBA, CLU, Ch FC, RFP-I dalam Investor edisi 133 tanggal 11 Oktober 2005). Di sisi lain Pemerintah meminta penyetoran dividen sebesar 50 persen dari badan BUMN padahal ideal dividen pada tahun ini adalah 25 30 persen, dalam hal ini dividen pay out ratio berhubungan positif dengan PER. Hal ini bertentangan dengan kebanyakan teori yang mengatakan bahwa PER yang baik adalah PER yang rendah karena harganya murah sehingga dapat menarik investor untuk berinvestasi. Sekarang yang menjadi pertanyaan apakah investor sudah mengambil keputusan yang tepat dengan membeli harga saham yang tinggi dan apakah investor sudah mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi, karena membeli saham tidak dengan hanya mengandalkan intuisi dan perkiraan belaka. Kondisi sosial politik dalam negeri juga dapat berimbas pada perdagangan saham di bursa, karena investor membutuhkan kondisi sosial politik yang stabil agar dapat menjamin kelangsungan investasi mereka. Yang berarti seorang investor harus pintar-pintar mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi dan bagaimana pengaruhnya dengan menggunakan teknik analisis, dalam hal ini teknik analisis yang bersifat fundamental dengan pendekatan PER. Investor harus memperhatikan dan mengetahui serta
mempertimbangakan faktor-faktor PER itu sendiri dan bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap PER, sehingga dapat mengambil keputusan investasi yang tepat. Dalam penelitian ini diambil tiga variabel yang
mungkin mempengaruhi PER yaitu Dividend pay out ratio, current ratio dan variance of earning growth. Investor dapat mempertimbangkan rasio tersebut guna memilah milah saham mana yang nantinya dapat memberikan keuntungan yang besar di masa yang akan datang, perusahaan dengan kemungkinan pertumbuhan yang tinggi biasanya mempunyai PER yang besar, perusahaan dengan pertumbuhan yang rendah biasanya memiliki PER yang rendah. Dari segi Investor, PER yang terlalu tinggi barangkali tidak menarik karena harga saham tidak akan naik lagi, yang berarti kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil. Walaupun terdapat kelemahan dalam kondisi tertentu PER patut dipertimbangkan dalam melakukan strategi investasi yang benar pada perusahaan yang tepat. Penelitian yang dilakukan sebelumnya diantaranya, Harmono (2004) meneliti tentang Analisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap price earning ratio dengan menggunakan variabel bebas current ratio, total asset turnover dan leverage. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa , current ratio memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap PER, sementara dua variabel independen lainnya yakni TATO dan leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PER. Penelitian ini dapat dikembangkan dalam bentuk model-model lain untuk penelitian lanjut utamanya yang berkaitan dengan rasio profitabilitas atau rasio nilai perusahaan, serta mencermati rasio keuangan lainnya. Yeye Susilowati (2003) meneliti tentang Pengaruh PER terhadap Faktor fundamental pada perusahaan publik di BEJ dengan
menggunakan variabel PER, dividend pay out ratio, Earning growth dan risiko. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh positif antara dividend pay out ratio dan risiko terhadap PER. Dan pertumbuhan laba (growth) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap PER. Hasil penelitian ini minimal dapat mendorong dan memicu dilakukan penelitian-penelitian berikutnya. Dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada, diharapkan penelitian yang akan datang memperbaiki faktor-faktor : a. Menggunakan variabel fundamental yang lain, misal : current ratio, leverage, earning variability, earning covariability, dan lain-lain b. Menggunakan proksi risiko dengan beta akuntansi dan beta pasar c. Proksi Growth dengan IOS (Invesment Opportunity Set) yang sudah banyak didukung teori. Marwan Asri S.w. dan Anton N. Hevendi (developed by Whitbeck kissor 1973) (1999) meneliti Price earning ratio model consistency: Evidence from Jakarta Stock Exchange. Sebagai variabel independen menggunakan DPR, earning growth, VEG sedangkan PER sebagai variabel dependen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel DPR yang paling signifikan dari beberapa periode penelitian sedangkan variabel earning growth dan VEG tidak semua dalam periode penelitian berpengaruh signifikan. Penelitian ini diharapkan untuk mengingatkan pembaca bahwa setiap penilaian menggunakan analisis Fundamental atau pendekatan lain tidak akan lepas dari kesalahan (error) tidak memandang siapa yang menganalisis, atau bagaimana
menganalisisnya, kekeliruan pasti terjadi. Investor harus mengaingat bahwa penilaian saham adalah lebih dari sebuah seni pengetahuan. Rossje V. Suryaputri dan Christina Dwi Astuti tahun 2004 meneliti tentang Pengaruh faktor leverage, dividend payout, size, earning growth and country risk terhadap price earning ratio. Sebagai variabel independen menggunakan leverage, dividend payout, size, earning growth and country risk sedangkan PER sebagai variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh leverage, dividend payout, size, earning growth dan country risk terhadap price earning ratio tersebut memberikan hasil yang bervariasi pada jenis industri yang berbeda. Faktor leverage mempengaruhi PER secara siqnifikan negatif pada industri food and beverage. Faktor dividend payout mempengaruhi PER secara siqnifikan positif pada industri metal and cable. Faktor size mempengaruhi PER secara siqnifikan negatif pada industri metal dansiqnifikan positif pada industri food and beverage dan paper. Faktor country risk mempengaruhi PER secara siqnifikan positif pada industri cable dan pharmacy. Sedangkan faktor earning growth sama sekali tidak mempengaruhi PER di seluruh kelompok industri. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa laporan keuangan yang datanya merupakan data historis ternyata tidak relevan dengan ekspektasi para investor. Keraguan atas kemampuan profesional para akuntan Indonesia dalam melakukan audit atas laporan keuangan makin meyakinkan para investor untuk tidak percaya sepenuhnya atas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Pada penelitian ini berdasarkan pada fenomena yang terjadi dan beberapa penelitian yang sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada data penelitian yang sama-sama diambil di Bursa Efek Jakarta dan ada variabel yang pernah diteliti kembali untuk membuktikan kebenaran teori tersebut apa masih layak atau tidak. Kemudian perbedaannya pada jumlah sampel dan perusahaan sampel, periode pengamatan, variabel independen yang menggabungkan variabel yang pernah diteliti dari beberapa penelitian sebelumnya diantaranya DPR, CR dan VEG. Berdasarkan alasan di atas penulis mengadakan penelitian dengan judul PENGARUH DIVIDEND PAY OUT RATIO, CURRENT RATIO, VARIANCE OF EARNING GROWTH TERHADAP PRICE EARNING RATIO (PER) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JAKARTA.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dengan adanya pentingnya rasio dan PER diharapkan dapat memberikan informasi yang realistis, dan dapat membantu pemilik modal untuk memilih alternatif yang terbaik dalam memanfaatkan modalnya. Masyarakat juga dapat menentukan pilihan tepat dalam mengembangkan usahanya. Permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Apakah secara simultan Dividend pay out ratio, current ratio, variance of earning growth berpengaruh signifikan terhadap Price Earnings Ratio (PER) ? 2. Apakah secara parsial Dividend pay out ratio, current ratio, variance of earning growth berpengaruh signifikan terhadap Price Earnings Ratio (PER)
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh Dividend pay out ratio, current ratio, variance of earning growth terhadap Price Earnings Ratio (PER) secara simultan 2. Untuk mengetahui Dividend pay out ratio, current ratio, variance of earning growth terhadap Price Earnings Ratio (PER) secara parsial
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam ilmu ekonomi khususnya tentang price earnings ratio. Kegunaan lainnya untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya dan menjadi dasar dalam kajian berikutnya bagi para peneliti yang berminat dalam pasar modal. 2. Kegunaan Empirik Hasil penelitian ini diharapkan : a. Bagi investor sebagai masukan dalam kaitan pengambilan keputusan investasi saham dan bahan evaluasi dalam menilai kerja emiten b. Bagi emiten untuk menilai sejauh mana perkembangan
1.5
Penegasan Istilah 1. Dividend Pay Out Ratio Dividend pay out ratio yaitu prosentase dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dari laba bersih setelah pajak. Dividen pay out ratio dihitung dengan cara membandingkan antara dividen yang dibagi dengan earning per share
2. Current Ratio Variabel current ratio mencerminkan tingkat likuiditas perusahaan, untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia.
3. Variance of Earnings Growth Risiko digambarkan dengan varian pertumbuhan laba (Variance of earning growth / VEG). VEG mengukur seberapa besar penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang menunjukkan simpangan baku tingkat pertumbuhan laba aynag mengambarkan risiko tiap saham.
4. Price Earning Ratio Price earning ratio (PER) dalam penelitian ini sebagai variabel dependen. Price earning ratio adalah perbandingan antara harga pasar saham dengan laba per lembar saham.
2.1
Price Earning Ratio (PER) Menurut Ang (1997: 6.24) merupakan perbandingan antara harga pasar atau saham (market price) dengan earning per share dari saham yang bersangkutan. PER merupakan suatu ukuran yang penting bagi para investor dalam berinvestasi, karena PER diakui sebagai metode penilaian yang baik, serta mencakup keseluruhan perusahaan, termasuk dalam memperkirakan nilai saham, menentukan nilai saham di masa yang akan datang dan menentukan besarnya modal dalam saham. Menurut Fabozzi (1999 :363) PER atau rasio bunga laba merupakan harga pasar berlaku dibagi dengan beberapa ukuran EPS. Rasio harga laba umumnya digunakan sebagai indikator dari nilai relatif bagi berbagai saham biasa. Rasio harga laba hanya menyediakan indikasi kasar dari hasil investasi relatif, dan harus digunakan dengan sangat hatihati. Namun, rasio harga laba ini rutin menyediakan indikasi mengenai harapan pasar jika laba disesuaikan dengan benar pada saat perhitungan rasio dilakukan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang diharapkan dan semakin rendah tingkat perubahan laba, maka akan semakin tinggi rasio harga laba yang dimiliki perusahaan. PER juga merupakan ukuran untuk menentukan bagaimana pasar memberi nilai atau harga pada saham perusahaan. Keinginan investor
melakukan analisis saham melalui rasio-rasio keuangan seperti PER, dikarenakan adanya keinginan investor atau calon investor akan hasil (return) yang layak dari suatu investasi saham. Semakin besar PER suatu saham maka menyatakan saham tersebut akan semakin mahal terhadap pendapatan bersih per saham. Jika dikatakan suatu saham mempunyai PER 5 kali, berarti harga saham tersebut 5 kali lipat terhadap EPSnya. Saham yang memiliki PER yang semakin kecil bagi pemodal akan semakin bagus, karena saham tersebut memiliki harga yang semakin murah. PER merupakan salah satu segi untuk memandang kinerja harga saham. (Jogiyanto 2003: 105) Anaroga dan Pakarti (2001 : 64) mengatakan bahwa pendekatan PER didasarkan pada perkiraan per saham di masa mendatang, sehingga dapat diketahui berapa lama investasi dalam suatu saham akan kembali. Formula dari pendekatan PER dapat dirumuskan sebagai berikut : PER =
PS EPS
Dimana Earning per share merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada suatu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. Peningkatan earning per share menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan taraf kemakmuran investor dan hal ini akan mendorong investor untuk menambah jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan. Semakin tinggi nilai earning per share nya
tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham (Robert Ang 1997: 6.22). Kenaikan earning per share dalam suatu perusahaan berarti menunjukkan peningkatan penjualan dan laba, dan sebaliknya apabila
earning per share menurun berarti penjualan/ laba biaya yang terlalu
besar sehingga laba yang diperoleh juga rendah. Ang (1997: 6.22) menyebutkan bahwa semakin besar dividen yang dibagikan maka EPS akan semakin kecil atau net income after tax kecil maka akan semakin naik pula EPS. Komponen dividen yang terdapat pada rumus EPS tersebut hanya berlaku untuk saham preferen, tidak berlaku untuk saham biasa.
Price earnings ratio membandingkan antara harga saham (yang
diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan (disajikan dalam laporan keuangan). Apabila pasar modal efisien, maka rasio ini mencerminkan pertumbuhan laba perusahaan. Semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal. (Suad Husnan 1997: 566).
Price earning ratio merupakan rasio yang lazim dipakai untuk
mengukur harga saham biasa dengan laba per lembar saham. Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) merumuskan rasio ini dengan
membagi harga saham terakhir (closing) pada akhir priode laporan keuangan dibagi dengan earning per saham. Perusahaan yang diharapkan akan tumbuh tinggi (mempunyai prospek baik) mempunyai PER tinggi, sebaliknya perusahaan yang
diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah akan mempunyai PER yang rendah. Dari segi investor, PER yang terlalu tinggi barangkali tidak menarik karena harga saham barang kali tidak naik lagi, yang berarti kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil. (Abdul Halim dan Hanafi 2005: 87). Menurut Drs. Dwi Prastowo D., M.M., dan Rifka Juliaty, S.E (2002: 96) oleh para investor, angka ratio PER ini digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning
power) di masa datang. Kesediaan investor untuk menerima kenaikan
PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PER yang tinggi, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah, cenderung memiliki PER yang rendah pula. PER menjadi tidak mempunyai makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat rendah (abnormal) atau menderita kerugian. Pada keadaan ini, PER perusahaan akan begitu tinggi (abnormal) atau bahkan negatif. Semakin besar price earning ratio berarti harga pasar dari setiap lembar saham akan semakin baik. Tetapi semakin rendah price earning
ratio maka semakin besar daya tarik saham sebagai suatu investasi. Juga
dikatakan suatu saham mempunyai price earning ratio 10 kali berarti harga pasar saham tersebut 10 kali lipat terhadap EPS-nya. Rasio pasar merupakan rasio yang menunjukkan informasi bagi perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham. Rasio pasar yang sering
dipublikasikan adalah price earning ratio yaitu perbandingan antara harga pasar suatu saham (market price) dengan laba per lembar saham. Price
earning ratio berguna untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja
saham suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang tercermin dalam earning per share. Saham dengan price earning ratio yang semakin kecil akan semakin bagus yang artinya saham tersebut semakin murah. Bagi investor price earning ratio yang terlalu tinggi justru tidak menarik karena harga saham mungkin tidak akan naik lagi dan kemungkinan return yang diperoleh lebih kecil. (Robert ang 1997: 6.24). Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa PER adalah perbandingan antara harga saham per lembar (closing price) dengan laba per lembar saham (Earning per share). PER yang bagus adalah PER yang rendah, karena harganya murah sehingga investor tertarik untuk membeli saham dengan PER yang rendah.
2.2
Anaroga dan pakarti (2001:61) menyebutkan bahwa ada dua pendekatan dalam analisis investasi yang umumnya digunakan dalam penilaian saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.
1. The Castle in The Air Theory (Analisis Teknikal)
Menurut Anaroga (2001 : 109) data yang digunakan berupa grafik atau program computer. Dari grafik akan diketahui bagaimana kecenderungan pasar sekuritas atau future komoditas yang akan dipilih dalam investasi. Biasanya digunakan untuk analisis jangka pendek atau menengah, jika untuk jangka panjang didukung oleh data yang lain. Beberapa analisis teknikal antara lain grafik sederhana dan moving average. Grafik sederhana
contohnya adalah trend (kecenderungan) Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan dengan mengamati perubahan faktor analisis masa lalu. Analisis teknikal tidak memperhatikan faktor-faktor fundamental yang diperkirakan mempengaruhi harga saham. Analisi teknikal mengasumsikan bahwa harga saham mencerminkan informasi yang ditujukan oleh perubahan harga di waktu lalu sehingga perubahan harga saham mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan terjadi berulang, dengan demikian analisis utamanya berwujud grafik.
2.
Suatu instrumen mempunyai landasan yang kuat yang disebut nilai intrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu analisa yang sangat hati-hati terhadap kondisi sekarang dan prospeknya di masa yang akan datang. Teori ini didasarkan pada pendekatan penerimaan dividen, dimana semakin besar penerimaan saat ini dan prospek pertumbuhan dari masa yang akan datang, maka akan semakin besar nilainya dengan memperhatikan unsure risiko dan waktu. Dalam analisis fundamental pendekatan yang digunakan meliputi Earning Approach, Dividend approach dan net tangible
approach. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
pendapatan yaitu pendekatan yang didasarkan pada perkiraan per saham di masa mendatang, sehingga dapat diketahui berapa lama investasi saham dalam suatu saham akan kembali, dan formula yang digunakan adalah nilai PER (Anaroga 2001: 63). Analisis fundamental merupakan alat analisis yang disusun berdasarkan atas data-data historis perusahaan yaitu data-data yang telah lewat berupa laporan keuangan. Analisis ini sering disebut company analysis (Anaroga 1997: 101). Company analysis merupakan analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari perusahaan, bagaimana operasionalnya, dan juga prospeknya di masa yang akan datang.
Analisis fundamental disinggung sebagai salah satu pendekatan untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah dihargai (mispriced). Terdapat dua pendekatan dalam mencari sekuritas yang mispriced dengan analisis fundamental. Pendekatan pertama meliputi penilaian untuk menentukan nilai intrinsik atau nilai
sekuritas yang sesungguhnya. Pada pendekatan pertama ini nilai
intrinsik dibandingkan dengan harga kini sekuritas. Jika harga pasar lebih lebih besar dari nilai sesungguhnya, sekuritas tersebut disebut dengan overpriced / overvalued. Namun jika harga pasar lebih kecil dari nilai intrinsiknya maka sekuritas tersebut mengalami undserpriced / undervalued. Pendekatan kedua meliputi estimasi satu dari dua variabel
financial kemudian membandingkan estimasi ini dengan estimasi consensus. Sebagai contoh pendapatan per lembar saham tahun
depan dapat diestimasi. Jika estimasi analisis melebihi konsessus estimasi analisis lain, saham tersebut dianggap sebagai investasi yang menarik sebaliknya saat analisis mengestimasi pendapatan per lembar saham lebih rendah dari yang lain, maka analisis memperkirakan pasar akan memperoleh kejutan yang merugikan. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, untuk menentukan apakah saham
underpriced
atau
overpriced
maka
para
analisis
saham yang wajar. Jika PER saham yang sesungguhnya lebih dari PER saham yang wajar maka disebut overpriced dan sebaliknya. Rasio PER merupakan salah satu pendekatan berdasarkan analisis fundamental yang sering digunakan oleh analisis sekuritas dalam menilai saham. Pada dasarnya PER memberikan indikasi mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mrngembalikan dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada suatu periode tertentu. OLeh karena itu, rasio ini menyebabkan kesediaan investor untuk membayar suatu jumlah untuk setiap rupiah dari perolehan laba perusahaan.
Fundamentalis
analisis
sebagai
kelompok
kedua,
menyatakan bahwa investor adalah makhluk rasional, karena itu seorang fundamentalis mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan. Argumentasi dasarnya jelas bahwa nilai suatu saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai suatu saat tapi juga harapan akan kemampuan suatu perusahaan dalam meningkatkan nilai di kemudian hari. Fundamentalis menggunakan prospek laba deviden perusahaan, harapan tingkat bunga mendatang dan resiko penilaian perusahaan untuk menentukan harga yang cocok yang pada akhirnya dapat menentukan nilai sekarang semua pembayaran yang akan diterima masing-masing saham. Apabila nilai saham melebihi harga pasar,
maka fundamentalis akan merekomendasikan membeli saham tersebut. Menurut Jogiyanto (2003: 280-283) bahwa untuk menilai kinerja perusahaan dapat digunakan variabel- variabel sebagai faktor fundamental perusahaan yang dapat diteliti yaitu: 1. Proporsi laba setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen (dividend pay out ratio) 2. pertumbuhan asset (asset growth), yaitu prosentase perubahan total asset per tahun 3. perbandingan total hutang jangka panjang dengan total
asset (leverage)
4. likuiditas perusahaan (liquidity) yang dihitung dengan perbandingan antara total aktiva lancar dengan hutang lancar 5. besar atau jumlah asset (asset size) 6. variabilitas tingkat keuntungan (earnings variability), yaitu deviasi standar dari perbandingan antara laba dengan harga saham per lembar saham. 7. beta akuntansi (accounting beta), yaitu koefisien regresi dari laba perusahaan dengan rata-rata tingkat keuntungan industri.
saham yang mempunyai price earning ratio yang tinggi dicurigai harganya terlalu tinggi. Menurut Jogiyanto (2003: 107) faktorfaktor yang menentukan besarnya price earning ratio adalah: 1. Price earning ratio berhubungan positif dengan rasio pembayaran dividen terhadap earnings 2. Price earning ratio berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian yang diinginkan 3. Price earning ratio berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan dividen.
2.3
Menurut Robert Ang (1997:623) Dividend pay out ratio merupakan perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan
earning per share (EPS). Sedangkan menurut Suad Husnan (2001 : 316)
perusahaan hanya dapat memebagikan dividen semakin besar jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan modal sendiri. Menurut Indriyo (2000 : 232) dividend pay out ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibagikan dengan laba bersih yang
didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk prosentase. Semakin tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah Internal Financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend pay out ratio semakin kecil akan merugikan investor (para pemegang saham) tetapi
internal financial perusahaan akan semakin kuat. Dividend pay out ratio dapat diukur sebagai dividen yang
dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Perusahaan uang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk membayar dividend pay out ratio lebih kecil supaya nanti tidak memotong dividen jika laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi (Jogiyanto 2003:280).
Deviden pay out ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DPR =
Diveden per lembar saham Laba per lembar saham (Ang, 1997 : 623) Menurut Abdul Halim dan Hanafi (2005: 88) Rasio pembayaran
dividen atau dividend pay out ratio melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor. Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah, sebaliknya perusahaan yang tingkat
pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi.Pembayaran dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan.
Dividend pay our ratio merupakan perbandingan antara DPS
dengan EPS, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per
share (DPS) terhadap pertumbuhan earning per share (EPS). Di dalam
komponen DPS terkandung unsur dividen, jadi jika semakin besar dividen yang dibagikan maka akan semakin besar dividend pay out rationya. Pada umumnya saham-saham yang tercatat di BEJ membayar dividen setiap tahunnya dengan DPR antara 0%- 25%, tetapi ada yang menggunakan tarif proyektif. Dividen yang terlalu besar bukan tidak diinginkan oleh investor, tetapi jika DPR lebih besar dari 25%, dikuatirkan akan terjadi kesulitan likuiditas keuangan pada perseroan pada waktu mendatang. (Robert Ang 1997:6.23) Investor yang mengharapkan memperoleh capital gain akan lebih menyukai angka ratio ini yang rendah. Sebaliknya investor yang menyukai dividen, ingin angka ratio ini yang tinggi. Banyak perusahaan yang telah memiliki kebijakan dividen yang mantap dan tidak menginginkan terjadinya fluktuasi dividen (khususnya arah yang menurun), karena hal ini justru akan berpengaruh negatif terhadap harga saham. (Drs. Dwi Prastowo D., M.M., dan Rifka Juliaty, S.E 2002: 98). Menurut Bambang Riyanto (1995:266) Semakin tinggi dividend
pay out ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, makin kecil dana
berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Salah satu fungsi yang terpenting dari financial manager adalah menetapkan alokasi dari keuntungan neto sesudah pajak atau pendapatan untuk pembayaran dividen di satu pihak dan untuk laba di tahan di lain pihak, di mana keputusan tersebut mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap nilai dari perusahaan (the value of the firm). Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebutdi satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti makin sedikit laba yang dapat ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap di dalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah kecil. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividend pay out ratio. (Bambang Riyanto 1995:265) Semakin tingginya dividen pay out ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, semakin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang berarti akan menghambat
a. Kebijakan yang stabil artinya jumlah dividen per lembar saham yang akan dibayarkan setiap tahunnya relative tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun dan apabila ternyata pendapatan perusahaan naik dan kenaikan pendapatan tersebut nampak mantap dan relative permanaen, barulah dividen per lembar saham dinaikkan. Dana dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.
b. Kebijakan dividen minimal plus dividen ekstra Menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Bagi pemodal ada kepastian akan menerima jumlah dividen yang minimal setiap tahunnya meskipun keadaan keuangan perusahaan agak memburuk. Tetapi di lain pihak kalu keadaan keuangan perusahaan baik maka pemodal akan menerima dividen minimal tersebut ditambah dengan dividen tambahan. Kalau keadaan keuangan memburuk lagi maka yang dibayarkan hanya dividen yang minimal saja.
c. Kebijakan yang konstan Penetapan dividen pay out ratio yang konstan. Perusahaan yang menjalankan kebijakan ini menetapkan dividen pay out ratio yang kontan missal 50 %. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
d. Kebijakan dividen yang fleksibel Penetapan dividen pay out ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahunnya disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan financial dari perusahaan yang bersangkutan.
Yeye Susilowati (2003) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara dividend pay out ratio dan risiko terhadap PER. Dan pertumbuhan laba (growth) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap PER. Penelitian Rossje V. Suryaputri dan Christina Dwi Astuti tahun 2004 menunjukkan faktor dividend payout mempengaruhi PER secara siqnifikan positif pada industri metal and cable. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa DPR adalah perbadingan antara dividen per share dengan earning per share. DPR bila dihubungkan dengan PER adalah berhubungan posisif, apabila DPR tinggi maka PER juga tinggi dan sebaliknya. Alasan menggunakan
variabel DPR, karena DPR berhubungan dengan dividen yang akan diterima oleh investor, sehingga variabel DPR penting untuk
diperhitungkan.
2.4
Current Ratio
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas juga bisa berarti mudah tidaknya suatu jenis investasi dicairkan menjadi uang kas (Anaroga 2001 : 79). Dalam Wachowic dan van horne (2005: 205) rasio likuiditas dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang bisa dicari dengan current ratio, quick
ratio dan net working ratio. Dalam penelitian ini menggunakan current ratio sebagai salah satu variabel bebas. Dapat dicari dengan rumus :
Current ratio =
Wachowic dan Van Horne (1997 : 135-136) Drs. Dwi Prastowo D., M.M., dan Rifka Juliaty, S.E (2002: 79) Aktiva lancar menggambarkan alat bayar dan diasumsikan semua aktiva lancar benar-benar bisa digunakan untuk membayar. Sedangkan utang lancar menggambarkan yang harus dibayar dan diasumsikan semua utang lancar benar-benar harus dibayar. Current ratio sangat berguna untuk mengukur likuiditas perusahaan, akan tetapi dapat menjebak. Hal ini dikarenakan current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang
yang tidak tertagih atau persediaan yang tidak terjual, yang tentu saja tidak dapat dipakai untuk membayar hutang. Rasio lancar untuk perusahaan yang normal berkisar pada angka 2, meskipun tidak ada standar yang pasti untuk penentuan rasio lancar yang seharusnya. Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi, sedangkan rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap
profitabilitas perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap. (Abdul Halim
dan Hanafi 2005: 79). Menurut Jogiyanto (2003: 282) Likuiditas yang diukur dengan
current ratio yaitu aktiva lancar dibagi kewajiban lancar diprediksi
mempunyai hubungan yang negatif dengan risiko karena diketahui semakin liquid perusahaan semakin kecil risikonya. Hal ini akan berhubungan negatif dengan PER, karena PER berhubungan negatif dengan risiko. Dengan kata lain semakin tinggi current ratio likuiditas akan mengakibatkan penurunan terhadap PER.
Current ratio menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar ada
sekian kalinya hutang jangka pendek. Current ratio 200% kadang-kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya ratio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current
ratio 200% hanya merupakan kebiasaan (rule of thumb) dan akan
digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa lebih lanjut. (Munawir 1995: 72). Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow maka makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan untuk membayar dividen. Suatu perusahaaan yang sedang tumbuh serta rendabel, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar danaya tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja dengan demikian kemampuannya untuk membayar cash dividen pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya. Dari uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, makin tinggi dividend payout rationya. (Bambang Riyanto 1995: 267). Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai investasinya, oleh
karena itu mungkin kurang likuid karena dana yang diperoleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang permanen. Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Keputusan investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana perusahaan, sementara itu keputusan pembelanjaan (keputusan
pemenuhan kebutuhan dana) akan menentukan pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut. (Agus Sartono 2001: 293). Harmono .(2004) meneliti tentang Analisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap price earning ratio dengan menggunakan variabel bebas current ratio, total asset turnover dan leverage. Kerangka konseptual hubungan antara variabel menunjukkan bahwa, pada kondisi likuditas perusahaan likuid TATO yang cepat berpengaruh positif
terhadap harga saham perusahaan dalam hal ini diukur dengan PER, sedangkan leverage perusahaan diukur menggunakan total hutang disbanding total aktiva. Pada kondisi hutang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap PER. Sampel penelitian ini adalah perusahaan makanan dan minuman yang publik di pasar modal Indonesia. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa , current ratio memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap PER, sementara dua variabel independen lainnya yakni TATO dan leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PER.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Likuiditas perusahaan yang diukur dari current ratio berhubungan erat dengan pembayaran dividen kepada investor dalam berinvestasi.
2.5
Menurut Kamaruddin Ahmad ( 1996: 90) Dalam kamus, risiko didefinisikan sebagai kemungkinan untuk luka, rusak, atau hilang.Dalam pengertian investasi, risiko selalu dikaitkan dengan tingkat variabilitas
return yang dapat diperoleh dari surat berharga.
Menurut Jogiyanto (2003: 130) Hanya menghitung return saja untuk investasi tidaklah cukup. Risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan. Untuk menghitung risiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar yang mengukur absolute penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya. Seseorang dalam melakukan investasi cenderung untuk
menghindar dari kemungkinan menanggung risiko, tetapi tidak ada seorang pun yang terbebas dari risiko. Analisis risiko dalam statistik mengkuantifikasi variabilitas return, var (r), atau menggunakan deviasi
standar adalah ekuivalen sebagai ukuran risiko total suatu asset. (Kamaruddin Ahmad 1996: 4-5). Setiap saham yang beredar dalam pasar modal mempunyai risiko yang dapat merugikan investor jika tidak cermat dalam menanganinya.
Varian ini merupakan proxi dan risiko. Variance of earnings growth
(VEG) mencerminkan ketidakpastian perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan yang memiliki laba yang stabil akan cenderung akan cenderung memiliki reputasi yang baik dalam mempertahankan payout
ratio.
Dalam penelitian ini menggunakan variance of earning growth sebagai risiko yang akan ditanggung investor. Variance of earning growth (VEG) awalnya dicari melalui earning per share (EPS) atau laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan tersebut, kemudian dicari pertumbuhan dari laba per lembar saham. Dari laba per lembar saham itu baru dicari varian dari pertumbuhan laba. VEG mengukur seberapa besar penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang menunnjukkan simpangan baku tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan risiko tiap saham. Dalam Abdul halim dan Hanafi (2000 : 300) risko berhubungan positif dengan tingkat keuntungan. Semakin tinggi suatu risiko maka akan mengakibatkan semakin tinggi keuntungan yang diharapkan.
Risiko merupakan ketidakpastian yang selalu menyertai seorang investor dalam melakukan kegiatan investasi di pasar modal. Untuk mengatasi masalah ini investor harus mempunyai pengetahuan tertentu agar dapat membuat perkiraan-perkiraan rasional pada masa yang akan datang. Dari perkiraan-perkiraan rasional ini dibuatlah keputusan investasi, yaitu jenis investasi yang diperkirakan dapat menghasilkan keuntungan yang paling besar dengan risiko yang paling kecil. Variabel ini menunjukkan varian tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan resiko dari masing-masing saham, dihitung dengan formula :
g :
( gt g )
t =1
n 1
(Fabozzi, 2000: 822) dimana: g : varian pertumbuhan laba g t : pertumbuhan laba. g : rata-rata pertumbuhan laba. n : banyaknya pengamatan dalam satu sampel. Marwan Asri S.w. dan Anton N. Hevendi (developed by Whitbeck kissor 1973) (1999) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa secara variabel DPR yang paling signifikan dari beberapa periode penelitian sedangkan variabel earning growth dan VEG tidak semua dalam periode penelitian berpengaruh signifikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko yang akan diterima investor diukur dengan varian pertumbuhan laba saham. Faktor risiko yang dalam penelitian ini diukur dengan VEG harus
dipertimbangkan dalam berinvestasi, karena setiap investor tidak akan lepas dari risiko.
2.6 2.6.1
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bias diperjualbelikan dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah,
public authorities maupun perusahaan swasta. (Suad Husnan 2001: 1).
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai sekuritas dalam jangka panjang yang bias diperjualbelikan. Pasar modal pada era sekarang ini merupakan sarana untuk mempertemukan pihak yang memerlukan dana (peminjam) dan pihak yanag mempunyai kelebihan dana (pemberi pinjaman). Pasar modal adalah tempat diterbitkan serta diperdagangkan surat- surat berharga jangka panjang, khususnya obligasi dan saham. Anaroga dan Pakarti (2001: 8). Peranan pasar modal ditinjau dari ekonomi makro sebagai suatu alat untuk melakukan alokasi sumber daya ekonomi secara optimal. Pasar modal selalu mempersyaratkan agar selalu ada keterbukaan, dan hasil audit pendapat akuntan haruslah bersifat
dalam proses penentuan harga dan penawaran perdana dari instrumen pasar modal itu. Di sini terlihat bahwa peranan akuntan public selalu diperlukan dari rencana emisi, proses awal, dan berikutnya pada proses jual beli di pasar sekunder (Anaroga dan Pakarti 2001: 6) Menurut UU Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar Modal, pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional kearah kesejahteraan rakyat. Pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaaan bagi dunia usaha, sedangkan di sisi lain juga merupakan sarana investasi. (Himpunan peraturan Pasar Modal UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal 1996: 44)
2.6.2
Dari berbagai aspek kepentingan manfaat pasar modal meliputi (Anaroga dan Pakarti 2001: 17) : a. Bagi perusahaan (emiten) Sebagai sarana untuk memperoleh modal (equity maupun obligasi) b. Bagi Investor Dapat lebih mengoptimalkan perolehan dana yang dimilikinya, sebab perusahaan yang telah go public telah mempunyai track record baik.
kesempatan kerja, dan akan mengurangi ketegangan sosial di kalangan masyarakat dengan dibukanya lapangan kerja baru.
2.7 2.7.1
Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas (Pandji Anaroga 2001:54). Menurut Fabozzi (1999 : 29) saham menunjukkan suatu kepemilikan atas bunga perusahaan. Jadi saham adalah tanda penyertaan modal atau tanda bukti pengambilan bagian dalam suatu perseroan terbatas.
2.7.2
Manfaat dari kepemilikan saham yaitu (Anaroga dan pakarti 2001: 59): a. Dividen, bagian dari keuntungan yang dibagikan kepada pemilik saham
b. Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual
Manfaat non-financial yaitu timbulnya kebangaan dan kekuasaan memperoleh hak suara dalam menetukan jalannya perusahaan
2.7.3
1. Berdasarkan Hak Kepemilikan (Jogiyanto 2003: 67) a. Saham biasa Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh hak untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya (one share one vote ). Pada likuidasi persero, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayan setelah semua dilikuidasi. b. Saham preferen Saham preferen merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan deviden dan atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi dan atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dulu daripada saham biasa, di samping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi / komisaris.
2. Berdasarkan Fungsinya Menurut Anaroga (2001 : 100) nilai suatu saham dibagi atas tiga jenis yaitu :
a. Par Value (nilai nominal) yaitu nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi. Jumlah saham yang dikeluarkan perusahaan dikalikan dengan nilai nominalnya dalam pencatatan akuntansi nilai nominal dicatat sebagai modal perusahaan di dalam neraca.
b. Base Price (Harga dasar) Merupakan harga yang terjadi pada saat penawaran perdana. Harga perdana digunakan dalam perhitungan indeks harga saham
c. Market price (harga pasar) Merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup (closing price). Harga pasar ini menyatakan naik turunnya suatu saham dan setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lainnya. Untuk menghitung nilai pasar yaitu harga pasar dikalikan dengan total saham yang beredar (kapitalisasi pasar).
2.8 2.8.1
Menurut Anaroga dan pakarti (2001: 60) deviden merupakan bagian dari keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Dividen sebagai nilai pendapatan bersih perusahaan
setelah pajak dikurangi laba ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan. Dividen dibagikan kepada pemegang saham sebagai keuntungan dari perusahaan.
2.8.2
Menurut Wachowick dan Van Horne (2005 : 496-498) deviden dibagi berdasarkan teori kebijakan sebagai berikut : a. Teori Deviden tidak relevan dari Modigiami dan Miller (M&M) M&M memberikan argument mengenai ketidakrelevenan dividen. Pemabayaran dividen tidak akan mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Pengaruh pembayaran dividen kepada kekayaan pemegang saham sepenuhnya diimbangi oleh sarana pendanaan lain.
Penambahan modal ekuitas diperoleh dari penjualan tambahan saham biasa bukab dari laba ditahan. Menurut M&M nilai diskonto per lembar saham biasa setelah pendanaan dan dividen yang dibayarkan sama dengan nilai pasar saham biasa sebelum pembayaran dividen. Jadi ketentuan mengenai besarnya kontribusi laba yang diterima perusahaan akan dibayarkan dalam bentuk dividen atau ditahan oleh perusahaan tidak akan mempengaruhi pemegang saham. Ketidak relevenan dividen juga diasumsikan bahwa terdapat pasar modal yang sempurna dan laba perusahaan di masa depan dapat diketahui dengan pasti. Investor dapat meniru aliran dividen yang
mungkin dapat dibayarkan oleh perusahaan di masa yang akan datang. Jika dividen lebih rendah dari yang diharapkan investor dapat menjual sahamnya untuk memperoleh kontribusi kas yang mereka inginkan. Jika dividen lebih tinggi dari harapan investor dapat menerima dividen untuk membeli tambahan saham.
b. Teori The Bird in the Hand oleh Goeden & Lintner Mengatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah, karena investor lebih suka menerima deviden dari pada capital gain. Menurut mereka investor memandang dividen yield lebih pasti dari pada capital gain yield.
c. teori pembebanan pajak oleh Lizenberger & Ramaswary Mengatakan adanay pajak terhadap keuntungan dividend an capital gain. Maka investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.
d. Teori Signaling Hypothesis Terdapat bukti empiric bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa investor lebih menyukai dividen dari
pada capital gain. Dengan pembayaran dividen dapat menghilangkan keseimbangan mereka mengenai keuntungan perusahaan.
2.9
Kerangka Berpikir
Penelitian ini menggunakan analisis fundamental untuk menilai harga saham. Menurut Yeye Susilowati (2003), penelitian Rossje V. Suryaputri & Christina Dwi Astuti (2003), dan penelitian Kaziba A. Mpaata & AgusSartono (1997) menunjukkan bahwa Dividend pay out
ratio berpengaruh positif terhadap price earning ratio. Dimana dividend pay out ratio yang tinggi akan memancing kenaikan investor dalam
membeli saham emiten. Adanya harga saham yang tinggi diharapkan juga
price earning ratio juga naik
Menurut Harmono (2004) logika konsep berpikir yang menunjukkan bahwa current ratio berpengaruh terhadap price earning
ratio adalah ketika likuiditas perusahaan dalam keadaan likuid akan
menunjang operasi perusahaan akan lebih baik dan pada akhirnya akan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. Naiknya laba berarti akan menaikkan price earning ratio. Pada penelitian Marwan Asri S.W dan Anton N. Hevendi (by developed Whitbeck-kisor) (1999) jika dividend pay out ratio berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio dalam semua periode penelitian sedangakan VEG tidak semua dalam periode penelitian berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio.
Ketiga variabel tersebut diduga berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Dividend pay out ratio selalu berpengaruh positif dengan PER, karena DPR dan PER mempunyai salah satu indikator yang sama yaitu earning per share, sehingga apabila DPR naik maka PER juga akan naik pula. Perusahaan akan selalu dinilai dari likuiditas perusahaan, jika nilai likuiditasnya baik maka dapat dianggap nilai perusahaan itu baik, tetapi jika nilai likuiditasnya turun atau kurang maka perusahaan itu bisa dinilai nilainya akan turun. Likuiditas perusahaan berbanding terbalik dengan risiko. Hal ini akan berhubungan negatif dengan PER, karena PER berhubungan negatif dengan risiko. Dengan kata lain semakin tinggi
current ratio likuiditas akan mengakibatkan penurunan terhadap PER.
Adanya harga saham yang tinggi diharapkan juga price earning ratio akan naik. VEG dikaitkan dengan price earning ratio. Price earning ratio dianggap sebagai risiko yang akan terjadi dan usaha tidak akan pernah lepas dari risiko. Risiko suatu saham berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Suatu saham yang mempunyai risiko yang tinggi tidak menarik karena kebanyakan orang khususnya investor tidak berani mengambil risiko yang besar. Sehingga hal ini mengakibatkan PER naik. Karena PER yang disukai investor adalah PER yang rendah yang berarti harga suatu saham tersebut adalah murah dan berisiko rendah. Variance of earning growth yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki profitabilitas yang stabil serta kurang perhatian pada
manajemen laba, akibatnya terjadi ketidakpastian perolehan dividen bagi investor. Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah apakah dividen pay
out ratio, current ratio, dan VEG baik secara simultan maupun parsial
berpengaruh terhadap price earning ratio. Permasalahan yang terjadi dan latar belakang yang telah dipaparkan dalam uraian sebelumnya membawa peneliti kearah pola pemikiran yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Kerangka berpikir Variabel bebas x Variabel terikat y
Tinggi
DPR
Rendah
Rendah Tinggi
VEG
Rendah
Keterangan
2.10
Hipotesis Dividend pay out ratio, Current ratio, resiko/ VEG berpengaruh
H1
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam angka-angka, dengan cara mengumpulkan data-data yang merupakan faktor pendukung
terhadap pengaruh antara variabel-variabel yang bersangkutan kemudian mencoba untuk dianalisis.
3.2
1.
Variabel Terikat Variabel terikat merupakan variabel yang besar atau kecilnya dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah price earning ratio yang diberi dengan symbol y dengan indikator pergerakan atau perubahan harga saham dan laba untuk setiap lembar saham. Price earning ratio dicari dari perbandingan antara harga per lembar saham dengan earning per share. PER = PS EPS PS/MP EPS : Price stock : Earning per share
2.
Variabel Bebas Variabel bebas merupakan variabel penyebab atau diduga memberikan suatu pengarug atau efek terhadap peristiwa lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
1. Dividend Pay Out Ratio Dividend pay out ratio yang diberi symbol x 1 dengan
indikator dividen per lembar saham dan earning per share. DPR = Diveden per lembar saham Laba per lembar saham (Ang, 1997 : 623)
2. Current Ratio Current ratio yang diberi symbol x 2 dengan indikator
jumlah aktiva lancar dan jumlah hutang lancar. Current Ratio = Aktiva lancar Kewajiban lancar
(Wachowic dan Van Horne 1997 : 135-136) 3. Risiko / VEG Risiko/ VEG yang diberi symbol x 3 . Diperoleh dari varian pertumbuhan laba
g:
( gt g )
t =1
n 1
dimana: g : varian pertumbuhan laba g t : pertumbuhan laba g : rata-rata pertumbuhan laba n : banyaknya pengamatan dalam satu sampel Rumusan variabel penelitian, definisi operasional dan
Definisi operasional Perbandingan antara harga per lembar saham dengan earning per share Perbadingan dividen per lembar saham dengan earning per share Perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar Varian pertumbuhan laba untuk mengetahui tingkat penyebarannya
Cara pengukuran
PER =
PS/MP EPS
Independen
DPR =
DPS EPS
Rasio
Independen
CR =
CA CL
Rasio
Independen
( gt g )
g =
t =1
n 1
Rasio
3.3 3.3.1
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi juga dapat diartikan sebagai totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifatnya. Dalam
setiap penelitian ilmiah selalu dihadapkan pada masalah populasi dan populasi sasaran, karena populasi dan populasi sasaran penelitian merupakan sumber data yang akan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Populasi paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ di Indonesia berjumlah 146.
3.3.2
Populasi Sasaran
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah: 1. Perusahaan manufaktur yang membuat laporan keuangan yang dipublikasikan secara luas pada saat periode penelitian selama tiga tahun berturut turut yaitu tahun 2003, 2004, dan 2005 2. Perusahaan manufaktur yang membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004, dan 2005. Penelitian ini menggunakan populasi sasaran berjumlah 39 perusahaan manufaktur dengan periode penelitian selama tiga tahun sehingga data penelitiannya berjumlah 117.
Proses seleksi populasi sasaran sebagai berikut: No 1 Kriteria Perusahaan manufaktur yang listing di BEJ sampai tahun 2005 Perusahaan manufaktur yang membuat laporan keuangan yang di publikasikan secara luas pada saat periode penelitian selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004, 2005. Perusahaan manufaktur yang membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004, 2005. Jumlah populasi sasaran total selama periode penelitian Pelanggaran Kriteria Akumulasi 146
-4
138
-99
39 117
Data yang digunakan adalah data laporan keuangan tahunan untuk periode 2003 sampai dengan 2005, dimana pada periode tersebut dianggap cukup mewakili kondisi BEJ yng relatif normal. Sampel penelitian ini juga menggunakan data dari Indonesian Capital Market Directory, JSX Statistic, laporan keuangan dengan alasan BEJ merupakan bursa terbesar dan representative di Indonesia. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode dokumentasi. Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, dan sebagainya. Dalam penelitian yang dilakukan metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh
data mengenai laporan keuangan dari perusahaan yang menjadi sampel penelitian di BEJ. Data aktiva lancar dan hutang lancar untuk menghitung current ratio. Data dividen per share dan earning per share untuk menghitung dividend pay out ratio. Data pertumbuhan laba perusahaan yang kemudian dicari variannya untuk menghitung VEG. Data price stock dengan earning per share untuk menghitung PER.
1.Analisis Diskriptif Data statistik yang diperoleh dalam penelitian perlu diringkas dengan baik dan teratur. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data yang diperoleh baik mengenai populasi sasaran atau populasi. Kemudian dianalisis dengan teknik
analisis dengan tujuan untuk mengungkap apakah variabel bebas berupa DPR, CR dan VEG berpengaruh terhadap variabel terikat berupa PER.
2.Analisis Statistik Inferensial Penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat (Y) dengan variabel (X), yaitu dengan menggunakan persamaan regresi berganda. Y = a + b 1 x 1 +b 2 X 2 + b 3 X 3 + e (Algifari 1997: 48)
Keterangan Y a
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Analisis Data a. Uji Simultan (uji F) Untuk mengetahui sejauhmana variabel-variabel bebas secara simultan mampu menjelaskan variabel terikat. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai
probabilitas yang terdapat pada table analisys of variance dari hasil perhitungan dengan nilai probabilitas 0.05. Jika nilai probabilitas 0.05 maka keputusan menolak hipotesis nol (H o ) dan menerima hipotesisi alternatif (H a ) yang artinya secara simultan dapat dibuktikan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat dan berlaku sebaliknya jika nilai probabilitas < 0.05 maka keputusan menerima
hipotesa nol (H o ) artinya secara statistik dapat dibuktikan bahwa variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.
b. Uji Parsial (Uji t) Untuk menguji kemaknaan koefisien regresi parsial masingmasing variabel bebas. Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan nilai probabilitas masing-masing koefisien regresi dengan siqnifikasi 5 persen satu arah Apabila nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas 0.05 maka H o ditolak dan H a diterima. Artinya bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
Sebaliknya apabila nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas < 0.05 maka H o diterima dan H a ditolak, yang berarti bahwa variabel bebas tidak dapat menerangkan variabel terikat secara individual.
c. Koefisien determinasi Digunakan untuk mengukur sejauhmana kemampuan model dalam menerangakan variasi variabel terikat. Untuk mencari besarnya koefisien determinasi (R 2 ) parsialnya dari masingmasing variabel bebas dan besarnya koefisien determinasi secara keseluruhan. Nilai R 2 berada diantara nol sampai
dengan satu. Semakin mendekati satu maka variabel bebas hampir memberikan semua informasi untuk memprediksikan variabel terikat atau merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya kemampuan dalam menjelaskan perubahan variabel bebas terhadap variasi variabel terikat.
2)
Uji Asumsi Klasik Apakah model regresi yang diperoleh dapat menghasilkan estimator linier yang baik dan tidak bias. Kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi klasik yang meliputi uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji normalitas a. Uji Multikolinieritas Hal ini untuk memgetahui tidak terjadinya multikolonieritas dalam variabel bebas yang berada dalam suatu model. Artinya antar variabel bebas yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna, bila terjadi maka antar variabel bebas terjadi korelasi, sehingga sulit diketahui variabel mana yang mempengaruhi. Cara untuk mengetahui dengan melihat nilai tolerance dan lawan varian inflation factor (VIF). Model regresi bebas dari multikolinieritas apabila nilai tolerance dan lawan varian inflation factor (VIF) berada di sekitar nilai satu.
b. Uji Heteroskedastisitas Digunakan untuk mengetahui terjadinya penyimpangan model karena varian gangguan antara satu observasi. Untuk mengetahui gejala heteroskedatisitas dilakukan dengan
mengamati grafik scatter plot melalui SPSS dengan panduan buku Imam Ghazali 2001. Model yang bebas dari
heteroskedastisitas memiliki grafik scatter plot dengan pola titik yang menyebar di ats dan di bawah sumbu y. Dasar analisanya adalah: Jika ada pola tertentu seperti titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, menyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik yang melebar, menyebar di atas dan di bawah angka nol (0) pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk menguji ada tidaknya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series) atau ruang (data cross section) dalam suatu model regresi. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Apabila nilai Durbin Watson berada pada daerah dU
sampai 4-dU dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung autokorelasi
d. Uji Normalitas Untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran yang akan dianalisis dengan grafik normal probability plot. Apabila normal distribusinya maka penyebaran plot di sekitar dan di sepanjang garis 45 derajat. Selain itu juga bisa menggunakan uji kolmogorov smirnov.
4.1 4.1.1
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Jakarta sampai tahun 2005. Akhir tahun 2005 perusahaan manufaktur adalah 146, terbagi dalam 19 kelompok. Hasil ringkas dapat dilihat di tabel 4.1 Tabel 4.1 Perusahaan Manufaktur di BEJ tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Jenis Usaha Food and Beverage Tubacco Manufacturers Textile mill Products Apparel and Other Textile Products Lumber and Wood Products Paper and Allied Products Chemical and Allied Products Adhesive Plastics and Glass Products Cement Metal and Allied Products Fabricated Metal Products Stone, Clay, Glass and Concrete Products Cable Electronic and Office Equipment Automotive and Allied Products Photographic Equipment Pharmaceuticals Consumer Goods Total Jumlah 20 4 9 14 5 5 8 4 13 3 11 2 4 6 3 20 3 9 3 146
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jenis usaha yang jumlahnya terbesar dalam kelompok usaha manufaktur adalah kelompok usaha Food
and Beverage dan Automotive and Allied Products yaitu berjumlah 20
4.1.2
Dalam Penelitian ini menggunakan populasi sasaran berjumlah 39 perusahaan. Perusahaan yang menjadi populasi sasaran dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.2 Perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 KODE AQUA DLTA FAST INDF MYOR SHDA TBLA GGRM HMSP INDR PBRX BATA CLPI SOBI UNIC EKAD INCI AMFG IGAR TRST NAMA PERUSAHAAN Aqua Golden Missisippi Tbk Delta Djakarta Tbk Fast Food Indonesia Tbk Indofood Sukses makmur Tbk Mayora Indah Tbk Sari Husada Tbk Tunas Baru Lampung Tbk Gudang Garam Tbk H M Sampoerna Tbk Indorama Syntetics Tbk Pan Brothers Tex Tbk Sepatu Bata Tbk Colorpak Indonesia Tbk Sorini Corporation Tbk Unggul Indah Cahaya Tbk Ekadharma Tape Industries Tbk Intan Wijaya Internasional Tbk Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk Igarjaya Tbk Trias Sentosa Tbk
Tabel 4.2 (Lanjutan) NO KODE 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 SMGR CTBN LMSH LION ARNA TOTO ASGR ACAP ASII AUTO HEXA SMSM TURI UNTR KAEF MERK TSPC TCID UNVR NAMA PERUSAHAAN Semen Gresik (Persero) Tbk Citra Tubindo Tbk Lion Mesh Prima Tbk Lion Metal Works Tbk Arwana Citra Mulia Tbk Surya Toto Indonesia Tbk Astra Graphia Tbk Andhi Chandra Auutomotive Products Tbk Astra International Tbk Astra Otoparts Tbk Hexindo Adhiperkasa Tbk Selamat Sempurna Tbk Tunas Ridean Tbk United Tractors Tbk Kimia Farma Tbk Merck IndonesiaTbk Tempo Scan Pasific Tbk Mandom Indonesia Unilever Indonesia Tbk
Dilihat dari tahun berdirinya perusahaan yang termasuk dalam populasi sasaran ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi Tahun Berdiri Perusahaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tahun berdiri 1913 1922 1923 1932 1933 1942 1943 1952 1953 1962 1963 1972 1973 1982 1983 1992 1993 - 2002 jumlah Frekuensi 1 0 2 0 3 8 11 9 5 39 Persentase 2.56 % 0% 5.13 % 0% 7.69 % 20.51 % 28.21 % 23.08 % 12.82 % 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur berdiri pada tahun 1973 1982 yaitu mencapai 28.21 %, selebihnya 23.08 % berdiri tahun 1983 1992, sebesar 20.51 % berdiri antara tahun 1963 1972, sebesar 12.82 % berdiri antara tahun 1993 2002, sebesar 7.69 % berdiri tahun 1953 1962, sebesar 5.13 % berdiri antara tahun 1933 1942, sebesar 2.56 % berdiri antara tahun 1913 1922. Status perusahaannya, sebagian besar perusahaan dalam negeri. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Status perusahaan No 1 2 3 4 Status Perusahaan PMA PMDN Non PMA dan Non PMDN Limited liability company jumlah Jumlah 11 26 1 1 39 Persentase 28.21 % 66.67 % 0.03 % 0.03 % 100 %
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa status perusahaan yang menjadi populasi sasaran adalah PMA sebanyak 11 perusahaan atau 28.21%, PMDN sebanyak 26 perusahaan atau 66.67%, Non PMA dan Non PMDN sebanyak 1 perusahaan atau 0.03 %, Limited liability
company sebanyak 1 perusahaan atau 0.03 %.
Dengan demikian
menunjukkan bahwa sebagian perusahaan yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini berstatus PMDN.
Jenis usaha yang dijalankan perusahaan sebagian besar bergerak di bidang makanan, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Jenis usaha No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jenis Usaha Automotive and Allied Products Pharmaceutical Stone, clay, glass, and concrete products Metal and Allied products Food and beverage Cement Plastic and glass Chemical and allied products Electronic and office equipments Adhesive Tobacco manufacture Consumer goods Apparel and other textile products jumlah Berdasarkan tabel diatas Jumlah 7 3 2 3 7 1 3 3 1 2 2 2 1 39 bahwa Frekuensi 17.95 % 7.69 % 5.13 % 7.69 % 17.95 % 2.56 % 7.69 % 7.69 % 2.56 % 5.13 % 5.13 % 5.13 % 2.56 % 100 % 17.95%
menunjukkan
manufacture, dan Consumer goods, sebesar2.56 % bergerak dalam bidang Electronic and office equipments Apparel and other textile products
4.1.3
PER adalah perbandingan harga per lembar saham pada saat penutupan (closing price) dengan laba perlembar saham (earning per
share).
Berdasarkan data closing price (lampiran 1), Pada tahun 2003 rata-rata closing price sebesar 4.490, pada tahun 2004 rata-rata closing
price sebesar 5.197, dan pada tahun 2005 rata-rata closing price sebesar
6.272. Sedangkan rata-rata closing price tertinggi adalah pada PT Aqua Golden Mississipi Tbk sebesar 52.933, untuk rata-rata closing price
terendah pada Igarjaya Tbk sebesar 115. Data EPS (lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-rata earning
per share tahun 2003 sebesar 540, tahun 2004 sebesar 618, dan tahun
2005 sebesar 624. Untuk rata-rata earning per share tertinggi sebesar 5.551 pada PT Aqua Golden Mississipi Tbk, sedangkan untuk rata-rata
earning per share terendah sebesar 10 pada PT Tunas Baru Lampung
Tbk. PER dicari dari perbandingan antara closing price (pada lampiran 1) dengan earning per share (pada lampiran 2). Hasil perhitungan PER dapat ditunjukkan sebagai berikut:
PER 2003 9.95 3.7 11.38 12.52 7.93 12.38 9.78 14.23 14.31 8.47 25.39 5.1 32.19 4.08 18.34 9.78 6.32 5.25 8.8 4.63 12.5 44.51 3.28 3.61 12.97 7.27 20.76 27.55 4.56 5.67 3.66 7.18 5.16 5.74 25.64 7.09 8.23 5.93 21.33 11.72 2004 6.9 6 12.56 19.53 10.81 20.58 22.58 14.56 14.63 8.89 20.11 5.15 22.55 5.47 5.91 13.23 6.73 4.51 4.19 19.87 21.56 46.41 2.66 3.75 10.63 11.49 11.56 18.09 7.19 6.62 28.25 6.56 6.17 5.89 14.64 8.92 10.59 7.56 17.2 12.58 2005 12.89 10.22 12.97 69.3 13.75 24.18 51.95 11.86 16.37 15.07 16.22 7.51 15.78 5.77 22.64 14.66 5.7 6.79 8 25.64 10.33 9.25 4.44 5.47 7.41 4.73 11.03 21.4 7.57 7.74 8.25 6.59 6.74 9.96 15.24 9.43 8.57 6.89 22.64 14.13
RATARATA 9.91 6.64 12.30 33.78 10.83 19.05 28.10 13.55 15.10 10.81 20.57 5.92 23.51 5.11 15.63 12.56 6.25 5.52 7.00 16.71 14.80 33.39 3.46 4.28 10.34 7.83 14.45 22.35 6.44 6.68 13.39 6.78 6.02 7.20 18.51 8.48 9.13 6.79 20.39 12.81 33.78 3.46
maximum minimum
Berdasarkan
tabel
4.6
perkembangan
PER
cenderung
berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 rata-rata PER sebesar 11.76, tahun 2004 rata-rata PER sebesar 12.27, dan tahun 2005 rata-rata PER sebesar 13.83. Rata-rata PER selama tiga tahun berturut-turut sebesar 12.62. Selama tiga tahun berturut-turut terlihat bahwa nilai ratarata PER tertinggi pada perusahaan Indofood Sukses Makmur Tbk yaitu mencapai 33.78, sedangkan nilai rata-rata PER terendah sebesar 3.46 pada perusahaan Lion Mesh Prima Tbk. Gambaran PER dapat dilihat pada grafik.1 di bawah ini.
DATA PER 40.00 35.00 RATA-RATA 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
F R I TR AR AD LP LA D TB IN EX U N A N TB EK AQ AR AC TS IN C IG PC N A D A P A
Series1
KODE PERUSAHAAN
DPR merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham. Dari data Dividend per share (lampiran 3) dapat ditunjukkan bahwa rata-rata DPS selama tiga tahun berturut-turut mengalami penurunan. rata-rata DPS tahun 2003 sebesar 180.03, tahun 2004 sebesar 172.31, dan tahun 2005 sebesar 167.75. Sedangkan rata-rata DPS tertinggi selama tiga tahun berturut-turut sebesar 1400 pada Perusahaan Merk Indonesia Tbk dan rata-rata DPS terendah sebesar 3.33 pada perusahaan Kimia Farma Tbk. Untuk mencari DPR adalah perbandingan antara DPS (pada lampiran 3) dengan EPS (pada lampiran 2). Maka hasil dari perhitungan DPR dapat ditunjukkan sebagai berikut: Tabel 4.7 DPR Perusahaan manufaktur periode 2003-2005 (dalam persen)
NO 1 2 3 4 5 6 7 KODE 2003 AQUA DLTA FAST INDF MYOR SHDA TBLA 800 350 16 28 25 1100 5 DPS 2004 1,180 350 18 18 25 150 3 2005 830 700 20 5 25 160 3 2003 4,805 2,352 81 64 110 1,171 16 EPS 2004 6,958 2,417 84 41 111 92 10 2005 4,889 3,522 93 13 60 147 4 2003 16.65 14.88 19.68 43.81 0.23 0.94 0.31 DPR 2004 16.96 14.48 21.53 43.94 0.23 1.62 0.29 2005 16.98 19.87 21.61 38.08 0.42 1.09 0.78 16.86 16.41 20.94 41.94 0.29 1.22 0.46 RATARATA
Berdasarkan
tabel
4.7
perkembangan
DPR
mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 rata-rata DPR sebesar 22.39, tahun2004 mengalami penurunan menjadi 18.40, dan tahun 2005 rata-rata DPR turun menjadi 16.82. Rata-rata DPR untuk tiga tahun berturut-turut sebesar 19.20. Selama tiga tahun berturut-turut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata DPR yang tertinggi sebesar 74.36 pada perusahaan Andhi Chandra Automotive Products Tbk. Sedangkan rata-rata DPR terendah sebesar 0.16 adalah perusahaan United Tractors Tbk.
Series1
KODE PERUSAHAAN
menutupi kewajiban lancar. Current ratio juga merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Data aktiva lancar (lampiran 4) menunjukkan bahwa rata-rata
current ratio selama tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan. Pada
tahun 2003 nilai rata-rata current ratio sebesar 1.453.744.000.000, Tahun 2004 sebesar 1.706.686.000.000, dan pada tahun 2005 rata-rata curent
ratio sebesar 1.922.624.000.000. sedangkan untuk rata-rata nilai current ratio tertinggi sebesar 13.374.529.000.000 pada perusahaan Gudang
Garam Tbk, dan nilai rata-rata current ratio terendah pada perusahaan Lion Mesh Prima Tbk sebesar 27.233.000.000.
Pada
tahun
2003
nilai
rata-rata
current
liabilities
sebesar
844.550.000.000, Tahun 2004 sebesar 1.078.647.000.000, dan pada tahun 2005 rata-rata curent liabilities sebesar 1.260.314.000.000. sedangkan untuk rata-rata nilai
current liabilities
tertinggi
sebesar
11.771.490.000.000 pada perusahaan Astra International Tbk, dan nilai rata-rata current liabilities terendah pada perusahaan Ekadharma Tape Industries Tbk sebesar 12.079.000.000. Untuk mencari Current ratio yaitu perbandingan antara aktiva lancar (pada lampiran 4) dan hutang lancar (pada lampiran 5). Sehingga hasil perhitungan Current ratio dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.8 Current ratio Perusahaan manufaktur tahun 2003-2005
NO KODE NAMA PERUSAHAAN 2003 1 2 3 4 5 6 7 8 9 AQUA DLTA FAST INDF MYOR SHDA TBLA GGRM HMSP Aqua Golden Missisippi Tbk Delta Djakarta Tbk Fast Food Indonesia Tbk Indofood Sukses makmur Tbk Mayora Indah Tbk Sari Husada Tbk Tunas Baru Lampung Tbk Gudang Garam Tbk H M Sampoerna Tbk 5.08 5 1.27 1.91 9.82 6.66 1 1.97 4.08 CR 2004 4.4 4.14 1.28 1.48 5.11 5.6 1.42 1.68 2.28 2005 7.58 3.69 1.14 1.47 3.54 7 1.05 1.73 1.71 5.69 4.28 1.23 1.62 6.16 6.42 1.16 1.79 2.69 RATARATA
Tabel 4.8 (lanjutan) NO KODE NAMA PERUSAHAAN 2003 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 INDR PBRX BATA CLPI SOBI UNIC EKAD INCI AMFG IGAR TRST SMGR CTBN LMSH LION ARNA TOTO ASGR ACAP ASII AUTO HEXA SMSM Indorama Syntetics Tbk Pan Brothers Tex Tbk Sepatu Bata Tbk Colorpak Indonesia Tbk Sorini Corporation Tbk Unggul Indah Cahaya Tbk Ekadharma Tape Industries Tbk Intan Wijaya Internasional Tbk Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk Igarjaya Tbk Trias Sentosa Tbk Semen Gresik (Persero) Tbk Citra Tubindo Tbk Lion Mesh Prima Tbk Lion Metal Works Tbk Arwana Citra Mulia Tbk Surya Toto Indonesia Tbk Astra Graphia Tbk Andhi Chandra Auutomotive Products Tbk Astra International Tbk Astra Otoparts Tbk Hexindo Adhiperkasa Tbk Selamat Sempurna Tbk 1.12 2.59 2.4 3.77 2.04 2.48 4.18 5.23 1.68 2.66 1.02 1.33 2.75 1.61 6.86 0.97 0.97 2.12 5.82 1.19 1.65 1.21 4.1 CR 2004 1.31 2.42 2.5 2.34 1.48 1.95 5.42 5.23 1.89 2.35 1.27 1.6 3.78 1.63 6.16 0.9 1.3 4.76 4.65 1.06 1.43 1.78 1.83 2005 1.43 1.22 1.93 1.93 1.65 1.9 3.2 7.72 3.23 3.35 1.2 1.75 1.8 1.76 6.24 0.77 1.21 3.33 4.56 1.11 1.71 1.32 1.96 1.29 2.08 2.28 2.68 1.72 2.11 4.27 6.06 2.27 2.79 1.16 1.56 2.78 1.67 6.42 0.88 1.16 3.40 5.01 1.12 1.60 1.44 2.63 RATARATA
Berdasarkan tabel 4.8 perkembangan current ratio cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 rata-rata
current ratio sebesar 3.00, tahun 2004 rata-rata current ratio sebesar 2.70,
dan pada tahun 2005 rata-rata current ratio sebesar 2.68. Rata-rata current ratio selama tiga tahun sebesar 2.79. Selama tiga tahun tersebut dapat dilihat rata-rata current ratio tertinggi sebesar 6.42 pada perusahaan Lion Metal Works Tbk, sedangkan untuk rata-rata current ratio terendah sebesar 0.88 adalah perusahaan Arwana Citra Mulia Tbk.
Gambaran perkembangan current ratio dapat dilihat pada grafik.3 di bawah ini:
DATA CURRENT RATIO 7.00 6.00 RATA-RATA 5.00 4.00 Series1 3.00 2.00 1.00 IN D F TB LA IN D R C LP EK I AD IG AR C TB N AR N A AC A P H E X A U N TR AQ U A T SP C
KODE PERUSAHAAN
VEG awalnya dicari melalui earning per share (EPS) atau laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan tersebut, kemudian dicari pertumbuhan dari laba per lembar saham. Dari pertumbuhan laba per lembar saham itu baru dicari varian dari pertumbuhan laba. Data EPS untuk menghitung VEG dapat dilihat pada lampiran 2 ditambah dengan data EPS tahun 2002 karena untuk mencari pertumbuhan laba, sehingga data historis tahun 2002 diperlukan. Data EPS diperoleh dari laporan keuangan (rugi-laba). Hasil perhitungan varian of earning growth dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Berdasarkan tabel 4.9 dapat terlihat laba tertinggi selama pengamatan adalah pada Citra Tubindo Tbk sebesar 1.50, sedangkan tingkat pertumbuhan laba terendah adalah pada perusahaan Trias Sentosa Tbk sebesar -0.55. Untuk nilai risiko investasi tertinggi selama periode pengamatan adalah perusahaan Citra Tubindo Tbk sebesar 6.0686, sedangkan nilai risiko investasi terendah adalah perusahaan Tempo Scan sific Tbk sebesar 0.0029. Data VEG dapat dilihat dari grafik.4 sebagai berikut:
DATA V EG 7.0000 6.0000 RATA-RATA 5.0000 4.0000 3.0000 2.0000 1.0000 0.0000 Series1
F LA TB
AQ
4.1.4
Analisi Data
4.1.4.1 Hasil Regresi Dengan mengolah data variabel menggunakan program SPSS 12.00 for windows dengan analisis regresi berganda diperoleh output data seperti pada tabel berikut: Tabel 4.10 Model regresi berganda
Coefficients (constant) Unstandardized Coefficients t Sig. Correlation Partial VIF Model Summary Model R R Square Durbin Weston Hasil regresi dengan SPSS.12 ada di lampiran 6 .445 .198 1.841
a
R LP EK I AD IG AR C TB AR N N A AC A P H EX A U N TR TS PC C
KODE PERUSAHAAN
IN
IN
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh koefisien untuk variable DPR (X 1 ) sebesar 0.101, variable CR (X 2 ) sebesar -0.722 dan variabel VEG (X 3 ) 3.147. Konstanta sebesar 11. 617. Dari hasil tersebut di atas diperoleh model regresi ganda sebagai berikut: Y = 11.617 + 0.101 (DPR) 0.722 (CR) + 3.147 (VEG) Dari model persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan 1 % DPR dan variabel lain dianggap konstan maka akan diikuti kenaikan PER sebesar 0.101 kali. Jika current ratio naik sebesar 1 % dan variabel lain dianggap konstan maka akan terjadi penurunan PER sebesar 0.722 kali. Dan jika terjadi kenaikan 1 % VEG dan variabel yang lain dianggap konstan maka akan diikuti kenaikan PER sebesar 3.147 kali. Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa PER berbanding lurus dengan DPR dan VEG, tetapi berbanding terbalik dengan current ratio.
4.1.4.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari uji simultan dan uji parsial. Uji simultan untuk menguji hipotesis bahwa ada pengaruh secara bersama variabel bebas (DPR, CR, dan VEG) terhadap PER dengan menggunakan uji F dan Uji parsial untuk menguji pengaruh variabel- variabel bebas secara per bagian terhadap PER dengan menggunakan uji t.
4.1.4.2.1 Uji F Hasil uji F menggunakan program SPSS 12.00 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.11
ANOVAb Model 1 Sum of Squares 449.223 1821.834 2271.057 df 3 35 38 Mean Square 149.741 52.052 F 2.877 Sig. .050a
Pengujian ini dapat ditunjukkan pada pada tabel 4.11 (Anova). Syarat hipotesis dapat diterima apabila siqnifikannya 0.05. Berdasar hasil uji simultan pada tabel di atas diperoleh siqnifikansi F sebesar 0.050 0.05. Sesuai dengan syarat di atas berarti hipotesis yang menyatakan bahwa secara simultan variabel bebas (DPR, CR, dan VEG) berpengaruh siqnifikan terhadap PER diterima (H 1 diterima )
4.1.4.2.2 Uji Parsial Uji t statistik untuk menyelidiki masing-masing variabel bebas yang berpengaruh siqnifikan terhadap PER. Syarat hipotesis dapat diterima apabila siqnifikannya 0.05 maka H 2 diterima dan H 0 ditolak.
Berdasarkan perhitungan diperoleh sebagai berikut: a. Berdasarkan tabel 4.10 untuk DPR (X 1 ) dengan siqnifikansi t sebesar 0.125 > 0.05 sehingga terbukti bahwa variabel DPR tidak berpengaruh tehadap PER. b. Berdasarkan tabel 4.10 nilai CR (X 2 ) dengan siqnifikansi t sebesar 0.311 > 0.05 sehingga terbukti bahwa variabel CR tidak berpengaruh terhadap PER. c. Berdasarkan tabel 4.10 nilai VEG (X 3 ) dengan siqnifikansi tsebesar 0.011 < 0.05 sehingga terbukti bahwa variabel VEG berpengaruh terhadap PER.
4.1.4.2.3 Koefisien Determinasi Besarnya sumbangan secara simultan dari DPR, CR, dan VEG terhadap PER dapat dilihat dari nilai R-square pada tabel 4.15 yaitu sebesar R-square = 0.198 atau 19.8% dan selebihnya 80.2% dipengaruhi oleh faktor lainnya di luar penelitian ini. Kemudian untuk melihat sumbangan korelasi parsialnya (r 2 ) berdasar tabel 4.10 diperoleh nilai DPR = 0.257, CR = -0.171, dan VEG = 0.411. Berdasarkan hasil tersebut tampak bahwa sumbangan variabel VEG lebih besar dari pada CR dan DPR.
4.1.4.3 Uji Asumsi Klasik Model regresi yang diperoleh selanjutnya diuji keefektifannya dengan menggunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji
multikolinieritas, uji heteroskedasitisitas, uji autokorelasi dan uji normalitas. Model tersebut dapat digunakan untuk menyatakan hubungan DPR, CR dan VEG terhadap PER apabila variabel tersebut bebas dari uji asumsi klasik tersebut.
4.1.4.3.1 Uji Multikolinieritas Penyimpangan asumsi klasik yang pertama yaitu adanya multikolinieritas artinya antar variabel bebas yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna. Bila terjadi maka antar variabel bebas terjadi korelasi. Model regresi bebas dari multikolinieritas apabila varian
inflation factor (VIF) berada di sekitar nilai 1 dan kurang dari 10. Hasil
uji multikolinieritas berdasar tabel 4.15 untuk DPR = 1.110, CR = 1.042, dan VEG = 1.066. Berdasar hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas.
4.1.4.3.2 Uji Heteroskedastisitas Digunakan untuk mengetahui terjadinya penyimpangan model karena varian gangguan antara satu observasi. Ada tidaknya
Scatterplot
-1
-2
-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Dari grafik di atas pola titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi
4.1.4.3.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Apabila nilai Durbin Watson berada pada daerah dU sampai 4-dU dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung autokorelasi. Pada taraf signifikansi 5% dengan variabel bebas k = 3 dan n = 117, pada
tabel kritik Durbin Watson diperoleh dL = 1,61 dan dU = 1,74 sehingga diperoleh 4-dU = 2,26 dan 4-dL = 2,39. Berdasarkan nilai kritik tersebut, model regresi dikatakan tidak mengandung autokorelasi apabila Durbin Watson berada pada daerah 1,74 sampai dengan 2,26. Dari hasil analisis menggunakan SPSS versi 12 diperoleh dW = 1,841 yang berada pada daerah 1,74 sampai dengan 2,26 yang berarti bahwa model regresi tidak mengandung autokorelasi.
4.1.4.3.4 Uji Normalitas Uji Normalitas juga dapat digunakan Kolmogorov-smirnov test. Dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.12
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
a,b
Dari
tabel
one-sample
kolmogorov-smirnov
test
dapat
ditunjukkan signifikansi kolmogorov-smirnov Z sebesar 0.662. Model Regresi memenuhi asumsi normalitas apabila asymp.sig. > 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normal.
4.2 Pembahasan
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa secara simultan ada pengaruh antara dividend pay out ratio, current ratio, dan varian of
earning growth (VEG) terhadap price earning ratio pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta dengan periode pengamatan tahun 2003-2005 dengan jumlah populasi sasaran sebesar 39 perusahaan sehingga total populasi sasaran selama periode pengamatan berjumlah 117. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan signifikansi F sebesar 0.05 atau tingkat kealpaan sebesar 0.05. Sehingga terbukti bahwa secara simultan ada pengaruh antara variabel bebas Dividend pay out ratio,
Current ratio, Varian of earning growth terhadap variabel terikat price earning ratio (PER).
Besarnya pengaruh ditunjukkan oleh koefisien determinasi (R 2 ) pada penelitian ini diketahui sebesar 0.198. Dengan demikian besarnya kontribusi dividend pay out ratio, current ratio, dan varian earning
growth (VEG) terhadap price earning ratio sebesar 19.8 % dan sisanya
4.2.2 Variabel Dividend pay out ratio Berdasarkan hasil penelitian variabel dividend pay out ratio tidak berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio. Dapat ditunjukkan dengan siqnifikannsi t sebesar 0.125 > 0.05. Hal ini berarti
dividend pay out ratio tidak mempunyai pengaruh terhadap price earning ratio.
Kebijakan dividen masih mengandung perdebatan, ada beberapa teori kebijakan dividen. Penelitian ini mendukung teori pembebanan pajak oleh Lizenberger & Ramaswary yang menyatakan adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gain. Maka investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Penelitian ini tidak mendukung teori kebijakan dividen The Bird in the Hand oleh Goeden & Lintner dan Signaling Hypothesis yang menyatakan investor lebih suka menerima deviden dari pada capital gain. Dengan pembayaran dividen dapat menghilangkan keseimbangan mereka mengenai
keuntungan perusahaan. (Wachowick dan Van Horne (1997 : 496-498) Penelitian ini juga menunjukkan bahwa investor kurang tertarik dengan adanya penawaran dividen oleh perusahaan tetapi lebih memperhatikan prospek perusahaan di masa yang akan datang yang nantinya akan memberikan keuntungan yang lebih. Semakin tingginya
dividen pay out ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, semakin
kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Karena perusahaan yang pertumbuhan labanya kurang stabil ataupun mengalami kerugian bisa saja membayarkan dividen, agar dapat menarik para investor dan dapat menghilangkan keseimbangan investor tentang keuntungan perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Marwan Asri S.w. dan Anton N. Hevendi (developed by Whitbeck kissor 1973) (1999) meneliti Price earning ratio model consistency: Evidence from Jakarta
Stock Exchange. Sebagai variabel independen menggunakan DPR, earning growth, VEG sedangkan PER sebagai variabel dependen. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel DPR yang paling signifikan dari beberapa periode penelitian sedangkan variabel earning
growth dan VEG tidak semua dalam periode penelitian berpengaruh
signifikan. Dan penelitian Rossje V. Suryaputri dan Christina Dwi Astuti tahun 2004 Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh leverage,
dividend payout, size, earning growth dan country risk terhadap price earning ratio tersebut memberikan hasil yang bervariasi pada jenis
industri yang berbeda. Faktor dividend payout mempengaruhi PER secara siqnifikan positif pada industri metal and cable.
4.2.3
Current Ratio
dengan siqnifikansi t sebesar 0.311 > 0.05. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa seorang investor dalam melakukan investasi tidak memperhatiakn faktor current
ratio yang dimiliki oleh perusahaan. Karena rasio ini hanya menunjukkan
lancar perusahaan. Posisi likuiditas sangat berpengaruh pada kemampuan membayar deviden tidak diperhitungkan investor dalam berinvestasi. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa dividen kurang tertarik dengan adanya penawaran dividen oleh perusahaan. Karena perusahaan yang pertumbuhan labanya kurang stabil ataupun mengalami kerugian bisa saja membayarkan dividen, agar dapat menarik para investor dan dapat menghilangkan keseimbangan investor tentang keuntungan perusahaan. Sehingga faktor likuiditas yang diindikatorkan dengan current ratio yang sangat berpengaruh pada kemampuan membayar dividen tidak diperhatikan oleh investor. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Harmono (2004) meneliti tentang Analisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan terhadap price earning ratio dengan menggunakan variabel bebas current ratio, total asset turnover dan leverage. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa , current ratio memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap PER
4.2.4
Berdasarkan hasil penelitian variabel varian of earning growth (VEG) berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio (PER), ditunjukkan dengan nilai t hitung 2.668 dengan siqnifikansi 0.011 < 0.05. Berdasrkan hasil penelitian ini terlihat bahwa seorang investor dalam melakukan investasi memperhatikan faktor risiko yang akan diterima.
Sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi dengan risiko yang minimal. VEG mempunyai pengaruh yang positif terhadap PER. Penelitian ini mendukung penelitian Yeye Susilowati (2003) yang hasil penelitiannya ada pengaruh positif antara dividend pay out
ratio dan risiko terhadap PER. Dan pertumbuhan laba (growth)
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap PER. Hasil Dalam penelitian ini dapat diringkas bahwa secara simultan variabel bebas (dividend pay out ratio, current ratio, varain of
earning growth) berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio
(PER). Sedangkan secara parsial varibel yang berpengaruh siqnifikan adalah varian of earning growth (VEG), untuk variabel DPR dan current
ratio tidak berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio (PER).
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara simultan ada pengaruh antara dividend pay out ratio, current
ratio, dan varian of earning growth terhadap price earning ratio pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2003-2005 2. Secara parsial ada pengaruh variabel varian of earning growth (VEG) terhadap price earning ratio (PER) sedangkan variabel dividend pay
out ratio dan current ratio tidah berpengaruh terhadap price earning ratio (PER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
5.2
Saran
Berdasarkan penelitian ini dapat diambil saran sebagai berikut: 1. Bagi Investor dan calon investor dalam memprediksi nilai price
earning ratio akan lebih optimal jika menggunakan varian of earning growth sebagai pertimbangan sebelum berinvestasi.
2. Bagi perusahaan hendaknya membayar dividen sesuai dengan laba yang dihasilkan, jangan menawarkan pembayaran dividen hanya untuk menghilangkan keseimbangan investor tentang keuntungan perusahaan. Karena menurut penelitian ini, investor tidak terlalu tertarik bagaimana penawaran pembayaran dividen perusahaan. 3. Bagi peneliti selanjutnya dapat menguji ulang penelitian ini dan dapat juga menambah variabel lain, sehingga penelitian selanjutnya dapat menemukan hasil yang baru dan dapat mengetahui apakah penelitian ini masih layak atau tidak.