Anda di halaman 1dari 26

Gantung Diri dengan Tanda Kekerasan

KASUS
Sesosok mayat dikirim ke bagian kedokteran forensic FKUI/RSCM oleh sebuah Polsek di Jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja putri yg kebetulan anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat permintaan visum et repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam sel tahanan polsek. Pemeriksaan yang di lakukan keesok hariannya menemukan bahwa pada wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar, pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk garis sejajar (railway hematom) dan di daerah paha sekitar kemaluannya berdiameter kira-kira satu sentimeter. Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang melingkar leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas. Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang tipis di bawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sebelah kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit busa halus di dalam saluran nafas, dan sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil bebrapa contoh jaringan untuk pemeriksaan laboratorium. Keluarga korban datang ke dokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian korban karena mereka mencurigai adanya tindakan kekerasan selama di tahanan polsek. Mereka melihat sendiri adanya memar-memar di tubuh korban.

IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifiasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses pengadilan. Peran ilmu kedokteran forensic dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar, dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensic juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikah hasil positif (tidak meragukan).Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA. 1. PEMERIKSAAN SIDIK JARI Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.

Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik. 2. METODE VISUAL Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut. 3. PEMERIKSAAN DOKUMEN Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor, dsb) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat bahwa pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.

4. PEMERIKSAAN PAKAIAN DAN PERHIASAN Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya. 5. IDENTIFIKASI MEDIK Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata, cacat atau kelainan khusus, tatu (rajah). Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara / modifikasi (termasuk pemeriksaan sinar-X), sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak / kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan pada tulang, dsb. 6. PEMERIKSAAN GIGI Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dan sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding ante mortem.

7. PEMERIKSAAN SEROLOGIK Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang. 8. METODE EKSKLUSI Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, dsb. Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode-metode identifikasi lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.

PEMERIKSAAN LUAR JENAZAH


TANATOLOGI
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari cara kematian korban dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada 3 manfaat tanatologi, yaitu : 1. Menetapkan hidup atau matinya korban. 2. Memperkirakan lama kematian korban. 3. Menentukan wajar atau tidak wajarnya kematian korban. Ada 3 sistem yang berperan dalam siklus oksigen dan membantu kita mendeteksi hidup matinya seseorang, yaitu : 1. Sistem saraf, terutama medulla oblongata sebagai pusat vital. 2. Sistem kardiovaskuler, yaitu jantung sebagai pemompa darah dan denyut nadi sebagai transpor oksigen. 3. Sistem pernapasan (respiratorius system), terutama paru-paru sebagai tempat pertukaran oksigen (oxygen exchange). Stadium Kematian. Ada 2 stadium kematian, yaitu : 1. Kematian somatik / kematian klinis / kematian sistemik Kematian somatik / kematian klinis / kematian sistemik adalah berhentinya fungsi sistem saraf, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernapasan secara irreversibel sehingga menyebabkan terjadinya anoksia jaringan yang lengkap dan menyeluruh. Jadi stadium kematian ini telah sampai pada kematian otak yang irreversibel (brain death irreversible). Setelah stadium kematian somatik / kematian klinis / kematian sistemik berlalu, masih ada beberapa jaringan yang masih hidup beberapa lama. Sel saraf bisa bertahan hidup dalam 5 menit. Otot dapat dirangsang secara mekanis atau listrik setelah 3 jam kematian. Pupil dapat midriasis dengan tetesan atropin sesudah 4 jam kematian. 2. Kematian seluler / kematian molekuler Kematian seluler / kematian molekuler adalah berhentinya aktifitas sistem jaringan, sel, dan molekuler tubuh. Sel otak merupakan organ yang paling cepat mengalami kematian ini. Stadium ini penting dalam transplantasi organ atau transplantasi jaringan. Fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan dapat saja berhenti secara reversibel. Artinya dapat kita bantu untuk menghidupkannya kembali menggunakan alat yang adekuat. Keadaan ini disebut mati suri. Kadang-kadang kita menjumpai suatu keadaan dimana otak telah mengalami kematian irreversibel (EEG flat/datar) sedangkan organ lain atau kedua sistem (sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan) lainnya tetap hidup dan dapat kita pertahankan menggunakan bantuan alat. Situasi ini disebut mati serebral. Cara Mendeteksi Kematian Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang. Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, yaitu : 1. Areflex 2. Relaksasi 3. Pergerakan tidak ada 4. Tonus tidak ada 5. Elekto Ensefalografi (EEG) mendatar / flat 4

Ada 6 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler, yaitu : 1. Denyut nadi berhenti pada palpasi. 2. Detak jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi. 3. Elektro Kardiografi (EKG) mendatar / flat. 4. Tes magnus : tidak adanya tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat. 5. Tes Icard : daerah sekitar tempat penyuntikan larutan Icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan. 6. Tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis. Ada 5 cara mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan, yaitu : 1. Tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi. 2. Tidak ada bising napas pada auskultasi. 3. Tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes Winslow. 4. Tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban. 5. Tidak ada gerakan bulu burung yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban. Perubahan Setelah Kematian (Post Mortem) Ada 2 fase perubahan post mortem, yaitu fase dini dan fase lanjut. Ada 5 perubahan pada fase dini post mortem, yaitu : 1. Muka pucat. 2. Hilangnya elastisitas kulit. 3. Otot atoni dan relaksasi. 4. Perubahan mata. 5. Terhentinya sistem pernapasan, kardiovaskuler, dan saraf. Ada 5 perubahan mata pada fase dini post mortem, yaitu : 1. Segmentasi pembuluh darah retina. 2. Tidak adanya refleks pupil dan refleks kornea. 3. Menurunnya tonus bola mata. 4. Kornea keruh. 5. Bulbus okuli melunak dan mengkerut. Keruhnya kornea mata akibat adanya lapisan tipis yang menutupi kornea mata. Lapisan tipis itu merupakan sekret mata yang telah mengering akibat penguapan cairan. Apabila lapisan itu hilang setelah kita meneteskan cairan pada kornea mata maka lama kematian korban dapat kita perkirakan yaitu kurang 6 jam. Ada 5 perubahan pada fase lanjut post mortem, yaitu : 1. Algor mortis 2. Livor mortis 3. Rigor mortis 4. Pembusukan(Putrefection/Dekomposisi) 5. Perubahan biokimia Ada 3 contoh perubahan biokimia pada fase lanjut post mortem, yaitu : 1. Perubahan plasma 2. Perubahan humor vitreus 3. Perubahan jantung Perubahan biokimia plasma ada 2 yaitu peningkatan kadar kalium, pospor, CO & asam laktat dan penurunan kadar glukosa & pH. 5

Perubahan humor vitreus berupa peningkatan kadar kalium yang terjadi antara 24 sampai 100 jam post mortem. Perubahan jantung berupa adanya chicken fat clot (bekuan lemak ayam) yaitu bekuan darah post mortem menyerupai lemak ayam yang berwarna merah kekuningan. Bekuan ini biasanya kita temukan pada jantung mayat yang mati dengan proses kematian lama. Ada 3 perubahan post mortem yang lain, yaitu : 1. Maserasi 2. Mummifikasi 3. Adipocere / saponifikasi Maserasi atau dekomposisi steril atau otolisis merupakan kematian intra uterin yang tampak nyata pada 8-10 hari kematian. Ada 5 tanda maserasi, yaitu : 1. Kulit merah 2. Sendi lunak dan hiperekstensi 3. Bulla sereus merah 4. Bau ketuban 5. Gas pembusukan tidak ada Mummifikasi adalah mayat menjadi kering & awet, tidak membusuk, dan kulit melekat erat pada jaringan dibawahnya. Mayat mengering karena penguapan cairan tubuh oleh udara dingin & kering seperti udara padang pasir. Ada 5 hal yang penting pada mummifikasi, yaitu : 1. Prinsip : ada pengeringan dan pengisutan alat tubuh akibat proses penguapan cairan tubuh. 2. Syarat : suhu udara tinggi, kelembaban rendah (udara kering), dan aliran udara terjadi terusmenerus. 3. Gejala : tubuh kurus kering, mengeriput, kulit kecoklatan, kulit merekat erat pada jaringan dibawahnya, anatomi organ baik, dan tidak ada pembusukan. 4. Tujuan : identifikasi korban. 5. Tanda kekerasan dapat kita cari. Adipocere atau saponifikasi adalah garam lemak (sabun yang tidak larut) yang terbentuk dari reaksi antara asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dari tubuh mayat dengan alkali dari lingkungan mayat. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) terbentuk dari asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) oleh proses hidrogenasi. Kita dapat menemukannya pada omentum dan mayat yang terendam dalam tanah yang kaya mengandung alkali. A. 1. 2. 3. Tanda Kematian Tidak Pasti Pernafasan berhenti, dinilai selama lenih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi). Terhentinya sirkulasi, dinilai selama15 menit, nadi karotis tidak teraba. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan. 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi daro otot-otot wajah mrnyebabkan kulit menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerahdaerah yang tertekan, misalnya daerahbelikat dan bokong pada mayat yang terlentang. 5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. Segmensegmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air. B. Tanda Pasti Kematian a. Lebam Mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempatu tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisis yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Setelah waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) Pada penekanan dan dapat berpindah jika posis mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih cukup mengalirdan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang terbaru. Kadangkadang dijumpai bercak perubahan warna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah merah dalam jumlah yang cukup banyaksehingga sulit untuk berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut. Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk labam mayat baru di daerah dada dan perut. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang. b. Kaku Mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayai ini menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekkan otot. 7

Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk badan tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat: 1. cadaveric spasm(instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh ralaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi pada masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri. 2. heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab dan cara kematian. 3. cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi. c. Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurvas sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembapan udara, bentuk tubuh, posis tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih capat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-faktor yang berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca, dan iklim. Meskipun demikian di sini formula Marshall dan Hoare (1962) yang dapat dibuat dari hasil penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15,5 derajat celcius, yaitu penurunan suhu dengan kecepatan 0,55 derajat celcius tiap jam pada 3 jam pertama pasca mati, 1,1 derajat celcius tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0,8 derajat celcius tiap jam pada periode selanjutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat berpakaian. Penggunaan formula ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat suhu lingkungan di Indonesia biasanya lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih landai). 8

Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat celcius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka diatas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna pengitungan saat mati melalui cara ini. d. Pembusukan (decomposition, putrefaction). Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakkan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaaan steril. Autolisis timbulk akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s, dan HCN serta asam amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-methemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini akan menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longggar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic atitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi. Selanjutnya, rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkan dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga. Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tdak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).

Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna yang terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan m udah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat dapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri. e. Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin. Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans,1962). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter. Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahuntahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopis sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannyaa sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat. f. Mummifikasi. Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. 10

Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuhyang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal. C. Perkiraan saat kematian Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati. 1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap. 2. Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberi petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut. 3. Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut 0,4mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memeprkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur.

4. Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1mm/ hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.

11

5. Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masingmasing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam. 6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati. 7. Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat. 8. Reaksi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan reaksi tubuh seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati. 4,5

TRAUMATOLOGI
MEMAR / HEMATOM Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya. Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit penyerta ( hipertensi, diastesis hemorragik, penyakit kardiovaskular). Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari letak benturan. Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting, apalagi bila luka memar itu disertai luka lecet. Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup atau mati, luka memar akan memberikan gambaran yang makin jelas. Hematoma ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan menunjukkan pembengkakan dan infltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat, darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih. Sedangkan pada hematom penampang sayatn tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.

12

LUKA AKIBAT TRAUMA LISTRIK Faktor yang berperan pada cedera listrik ialah tegangan (volt), kuat arus (ampere), tahanan kulit (ohm) luas dan lama kontak. Tegangan rendah (<65 V) biasanya tidak berbahaya bagi manusia, tetapi tegangan sedang (65-1000V) dapat mematikan. Banyaknya arus listrik yang mengalir menuju tubuh manusia menentukan juga fatalitas seseorang. Makin besar arus,makin berbahay bagi kelangsungan hidup. Selain faktor-faktor kuat arus, tahanan dan lama kontak, hal lain yang penting diperhatikanadalahh luas permukaan kontak. Suatu permukaan kontak seluas 50 cm persegi (kurang lebih selebar telapak tangan) dapat mematikan tanpa menimbukan jejas istrik, karena pada kuat arus letal (100mA), kepadatan arus pada daerah selebar telapak tangan tersebut hanya 2 mA/cm persegi, yang tidak cukup besar untuk menimbulkan jejas listrik. Kuat arus yang masih memungkinkan bagi tangan yang memegang untuk melepaskan diri disebut let go current yang besarnya berbeda-beda untuk setiap individu. Gambaran makroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, di sekitar terdapat daerah yang pucat dikelilingi kulit yang hiperemi. Bentuknya sring sesuai dengan benda penyebabnya. Metalisasi dapat juga ditemukan pada jejas listrik. Sesuai dengan mekanisme terjadinya, gambaran serupa jejas listrik secra makroskopik juga bisa timbul akibat persentuhan kulit dengan benda logam panas (membara). Walaupun demikian keduanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopis. Jejas listrik bukanlah tanda intravital karena dapat juga ditimbulkan pada kulit mayat/pasca mati (namun tanpa daerah hiperemi). Kematian dapat terjadi karena fibrilasi venrikel, kelumpuhan otot pernafasan dan kelumpuhan pusat pernafasan.

TKP

Faktor Lokasi Kondisi Pakaian Senjata Surat/catatan peninggalan Titik anatomis Jumlah (fatal) Luka percobaan Luka tangkis Tanda pergulatan Mutilasi Arah irisan

Pembunuhan Variabel Tidak teratur Tertembus Tidak ada Tidak ada Variabel Satu atau lebih Tidak ada Ada (biasanya) Ada (biasanya) Ada (dapat) Variabel

Bunuh diri Tersembunyi Teratur Terbuka, luka tampak jelas Ada Ada (seringkali) Tertentu Biasanya satu Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sejajar

Luka

13

PENCEKIKAN (MANUAL STANGULATION) Kematian Akibat Asfiksia Mekanik Asfiksia adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon monoksida (hiperkapnea). Dengan dmikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Dari segi etiologi,asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakkan paru seperti fibrosis paru. 2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;sumbatan atau halangan pada saluran nafas dan sebagainya. 3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pernafasan misalnya barbiturat, narkotika. Asfiksia mekanik Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang memasuki saluran pernafasan oelh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya: Penutupan lubang salran pernafasan bagian atas: 1. Pembekapan (smothering) 2. Penymbatan (gagging dan choking) Penekanan dinding saluran pernafasan: 1. Penjeratan (strangulation) 2. Pencekikan (manual strangulation, throttling) 3. Gantung (hanging) Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia raumatik) Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejaa yang dapat dibedakan dalam 4 fase, yaitu: 1. Fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernafasan di medula oblongata, sehingga ampliundo dan frekuensi pernafasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. 2. Fase konvulsi. Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvlsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, danakhirnya imbul spasme opstotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan O2. 3. Fase apnea. Depresi pusat pernafasan menjadi ebih hebat, pernafasan melemah dan dapat berhenti. Kesadran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin, dan tinja. 4. Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernafasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul smpai terjadnya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fas 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

14

Pemeriksaan Luar Jenazah Asfiksia Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun oedema pulmonal dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat merah kebiru gelapan dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar Co2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya proses kematian. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan disertai sekresi selaput lender saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran yang sempit akan menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjunktiva bulbi dan palpebra. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula, kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik pendarahan yang disebut Tardieus spot. Pemeriksaan Bedah Jenazah Asfiksia Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati akibat asfiksia adalah: Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat pasca kematian. Busa halus di dalam saluran pernafasan Perbandungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika da fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur, pendarahan faring.6-9

PEMERIKSAAN AUTOPSI
Autopsi berasal dari kata Auto : sendiri dan Opsis : melihat. Yang dimaksudkan dengan autopsi adalah pemeriksaan tehadap tubuh mayat meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Jika pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis kelainan bersama-sama maka dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta apakah kelianan yang lain turut mempunyai andil dalam terjadinya kematian tersebut. Berdasarkan tujuannya dikanal dua jenis autopsi yaitu autopsi klinik dan autopsi forensik/ autosi mediko-legal. Autopsi pada kasus dengan kelainan pada leher Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik maka perlu diusahakan agar daerh leher bersih dari kemungkinan terdapatnya genangan darah. Untuk itu dilakukan usaha agar darah yang terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan ke tempat lain. 15

Pemotonan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis. Pembukaan rongga dada dan perut dilakuakan seperti autopsi rutin. Pengeluarahn alat leher ditangguhkan untuk sementara. Lakukanlah kini pemotongan kulit kepala, penggergarjian tengkorak seta pengeluaran otak. Pindahkan ginjal yang semula terdapat pada punggung/bahu ke daerah tengkuk sedemikian rupa ehingga daerah leher terletak paling tinggi. Dengan mengeuarkan otak dan alat dada denga jalan memotang trachea setinggi incisura jugularis, maka darah yang terdapat dalam pembuluh darah daerah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher menjadi bersih. Dengan demikian, keainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat terlihat jelas. Autopsi pada kasus kematian akibat kekerasan Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan berbagai hal tersebut di bawah ini: a. Penyebab luka. Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditemukan. Pada kasus tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang mengenai tubuh, misalnya luka yang disebabkan oleh benda tumpul berbentuk bulat panjang akan meninggalkan negative imprint oleh timbulkan marginal haemorrhage. Luka lecet jenis tekan memberika gambaran bentuk benda penyebab luka. b. Arah kekerasan. Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan. Hal ini sangat membantu pihak yang berwajib dalam melakukan rekonstruksi terjadinya perkara. c. Cara terjadinya luka Yang dimaksudkan dengan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan, atau bunuh diri. Luka-luka akbiat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh yang basanya terlindung jarang mendapat luka pasa suatu kecelakaan. Daerah terlndung ini misalnya adalah ketiak, daerah sisi depan leher, daerah lipat siku, dan sebagainya. Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada korban pembunuhan yang sempat mengadkan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis yang biasanya pada daerah ekstensor lengan bawah atau telapak tangan. Pada korban bunuh diri, luka biasanya menunjukkan sifat luka percobaan (tentative wounds) yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar. d. Hubungan antar luka yang ditemukan dengan sebab mati. Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan yang menyebabkan luka. Untuk itu ertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan adaah benar-benar luka yang terjadi selama korban msasih hidup (luka intravital). Untuk itu, tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas luka dapat bervariasi dari ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka, serbukan sel radang, pemeriksaan histo-ensimatik sampai pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin jaringan. Sekiranya di samping luka, ditemukan pula keadaan patologik lain, misalnya penyakit tertentu, maka darus diyakinkan bahwa kelainan yang lain tidaklah merupkan penyebab kematian.

16

Kecelakaan terbakar Pada tubuh yang terbakar intravital, akan ditemukan luka bakar yang menunjukkan reaksi vital jaringan terhadap panas berupa eritema, vesikel atau bula. Tanda lain yang menunjukkan cri intravitalitas adaah ditemukannya jelaga dalam sakluran pernafasan dan saluran pencernaan serta peningkatan kadar COHb dalam darah. Tubuh yang terbakar hangus pada daerah kepala seringkali memberikan pseudo-epidural hematome. Setelah ulang tengkorak dibuka, pada daerah di luar durmeter terdapat massa yang padat berwarna coklat dan rapuh disertai jeringan otak yang menysut. Ini harus dibedakan dari epidural hematom yang asli, yang pada pemeriksaan menunjukkan gumpalan yang berwarna merah-hitam, agak kenyal disertai tanda penekanan lokal pada baga otak. Pada epidural hemaotoma, selalu ditemukan garis patah tulang yang melalui sulcus a.meningea yang berjalan pada tabula nterna tulang tengkorak. Kecelaan akibat benda bermuatan listrik Benda bermatan listrik yang mengenai tubuh akan meningglakan bekas luka masuk listrik hanya apabila persentuhan tersebut mengahsilkan cukup panas. Luka demikian tampak sebagai bagian tangah ang berwarna coklat kehitaman, kering dan mencekung dikelilingi oleh tepi yang meninggi, sekitar luka terdapat daerah pucat berbentuk halo yang dikelilingi oleh kulit yang jiperemis. Namun untuk pemastian bahwa luka tersebut benar-benar disebabkan oleh benda bermuatan listrik, perlu hasil pemeriksaan setempat yang menyokong akan hal tersebut, menginga kawat pijar juga dapat memberikan luka serrupa. Pada kulit yang basah atau bila tempat persentuhanluas, luka mask listrik tidak dapat terbentuk. Pada kasus kecelakaan tersentuh benda bermuatan listrik, bagian tubuh yang sering terkena adalah bagian yang terbuka terutama pada tangan. Namun pernah pula ditemukan seorang pekerja yang sedang memperbaiki atap bocor, terpeleset dan lehernya tersangkut pada kabel listrik yang terbentang di atas atap rumah tersebut. Gambaran luka keluar listrik sering kali tidak jelas.10-11

17

MEDIKOLEGAL DAN ASPEK HUKUM


1. Kewajiban dokter membantu peradilan PASAL 133 KUHAP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas ntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Penjelasan Pasal 133 KUHAP (2) keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Keputusan Menkeh No. M.01PW.07-43 tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP. Pasal 134 KUHAP (1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. (2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut. (3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. Pasal 137 KUHAP (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

2. Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya Pasal 138 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya ada alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

18

Pasal 184 KHAP (1) Alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa (2) Hal yang secara umum sudah diktahui tidak perlu dibuktikan Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Penjelasan pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Pasal 187 KUHAP Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, diseai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata lakasana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliaannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yan lain 3. Sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter Pasal 216 KUHP (1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupah. (2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum. (3) Jika pada waktu melakukan kejahaan belum lewat dua tahun adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiganya.

19

Pasal 222 KUHP Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denada paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 224 KUHP Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannya: 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan 4. Rahasia jabatan dan pembuatan SKA/ V et R Peraturan pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafal sumpah doker Saya bersumpah/berjanji bahwa: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan Saya ajkan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martaat pekerjaan saya. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran. Saya akan mereahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya sadan karena keilmuan saya sebagai dokter. .........dst. Peraturan pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran. Pasal 322 KUHP (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Pasal 51 KUHP (1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. (2) Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan itikad mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. 5. Bedah mayat klinis, anatomis dan transplantasi Peraturan Pemerintah No18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi alat dan atau Jaringan tubuh manusia. Pasal 70 UU kesehatan (2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat. 6. Persetujuan tindakan medik Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/per/IX/1989 tentang persetujuan Tindakan Medik

20

7. Pantia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran Peraturan Menteri Kesehatan No 554/menKes/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran 8. Praktek dokter Pasal 512a KUHP Barangsiapa sebagai mata pencaharian baik khusus maupaun sebagai sambilan menjalankan pekerjaan dokter atau dokter gigi dengan tidak mempunyai surat izin, didalam keadaan yang tidak memaksa, diancam dengan kurungan paling lama dua bulan atau denga setinggitingginya sepuluh ribu rupiah. Pasal 531 KUHP Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang mengahadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam jika kemdian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pasal 53 UU Kesehatan (1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. (2) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati pasien. (3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medik terhadap seseorang denga memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan. (4) Ketentuan menganai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 54 UU Kesehatan (1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. (2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. (3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja MDTK ditetapkan dengan Keppres. Pasal 55 UU Kesehatan (1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. 9. Keterangan Palsu Pasal 267 KUHP (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang dalam rumah sakit gila atau untuk menahannya disitu dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan. (3) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan paslu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 7 KODEKI
Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan keenarannya. 2

21

VISUM ET REPERTUM
Di hadapan dokter, seorang korban hidup dapat berstatus sebagai korban untuk dibuatkan visum et repertum, sekaligus berstatus sebagai pasien untuk diobati dan dirawat. Sebagai pasien mempunyai hak dan kewajiban akibat hubungan dokter-pasien (kontra terapeutik). Berbagai hak yang dimiliki pasien, seperti hak atas informasi, hak menolak/memilih alternatif cara pemeriksaan/terapi, hak atas rahasia kedokteran dan lain-lain harus dipatuhi oleh dokter. Sebagai korban, berlaku ketentuan-ketentuan seperti yang diatur dalam hukum acara pidana sehingga tidak dapat begitu saja menolak pemeriksaan forensik yang akan dilakukan terhadap dirinya. Visum et repertum berasal dari kata latin yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris yaitu something seen atau appearance (visum) dan inventions atau find out (repertum). Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Peranan dan fungsi visum et repertum adalah untuk proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Maksud pembuatan visum et repertum yakni sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Ada 3 tujuan pembuatan visum et repertum, yaitu : 1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim. 2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat. 3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan visum et repertum yang lebih baru. Perbedaan Visum Et Repertum dengan catatan medik dan surat keterangan medik lainnya. Catatan medik adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medik beserta tindakan pengobatan/perawatannya, yang merupakan milik pasien, meskipun dipegang oleh dokter/institusi kesehatan. Catatan medik ini terikat pada rahasia pekerjaan dokter yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 dengan sanksi hukum seperti dalam pasal 322 KUHP. Dokter boleh membuka isi catatan medik kepada pihak ketiga, hanya setelah memperoleh izin dari pasien, baik izin langsung mauun perjanjian yang dibuat sebelumnya antara pasien dengan pihak ketiga tertentu. Visum et repertum dibuat atas kehendak undang-undang, maka dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana, sepanjang visum et repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses peradilan. Jenis dan Bentuk Visum Et Repertum. Dikenal beberapa jenis visum et repertum, yaitu: a. Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan) b. Visum et repertum kejahatan susila c. Visum et repertum jenazah d. Visum et repertum psikiatrik

22

Jenis a,b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh/raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa tindak pidana. Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih dengan kepala surat institusi kesehatan yang merupakan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat singkatan, dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia. Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu : 1. Visum et repertum orang hidup 2. Visum et repertum jenasah 3. Expertise Ada 3 jenis visum et repertum orang hidup, yaitu : 1. Visum et repertum luka / visum et repertum seketika / visum et repertum defenitif 2. Visum et repertum sementara 3. Visum et repertum lanjutan Visum et repertum seketika tidak membutuhkan perawatan dan pemeriksaan lanjut sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang dokter tulis pada bagian kesimpulan visum et repertum yakni luka derajat I atau luka golongan C. Dokter tidak diperkenankan menulis luka penganiayaan ringan karena ini istilah hukum. Visum et repertum sementara membutuhkan perawatan dan pemeriksaan lanjut sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi lukanya tidak ditentukan dan tidak ditulis oleh dokter pada bagian kesimpulan visum et repertum. Ada 5 kegunaan visum et repertum sementara, yaitu : 1. Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak. 2. Mengarahkan penyelidikan. 3. Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa. 4. Menentukan tuntutan jaksa. 5. Medical record. Dokter membuat visum et repertum lanjutan bilamana luka korban telah dinyatakan sembuh. Alasan lain pembuatannya yaitu korban pindah rumah sakit, korban pindah dokter atau korban pulang paksa. Jika korban meninggal dunia maka dokter membuat visum et repertum jenasah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan visum et repertum kecuali luka korban belum sembuh atau korban pindah dokter. Ada 2 tujuan pembuatan visum et repertum jenasah, yaitu : 1. Menentukan sebab kematian korban. 2. Menentukan cara kematian korban. Expertise merupakan visum et repertum khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban. Misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, rambut, tulang, dan lain-lain. Ada pihak yang mengatakan bahwa expertise bukan termasuk visum et repertum. Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu: 1. Kata Pro Justitia yang diletakkan di bagian atas. Khusus dibuat untuk tujuan peradilan dan tidak membutuhkan meterai. 2. Bagian pendahuluan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyidik berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.

23

3. Bagian pemberitaan diberi judul Hasil pemeriksaan dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/perawatan. Bila dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan. Yang diuraikan merupakan pengganti barang bukti, berupa perlukaan/keadaan kesehatan/sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan ke dalam pemberitaan dan dianggap sebagai rahasia kedokteran. Ada 5 hal yang harus diperhatikan oleh dokter saat membuat bagian pemberitaan visum et repertum, yaitu : 1. Tidak mencatat keluhan subjektif korban. 2. Tidak menggunakan istilah medis. 3. Menulis angka kedalam huruf. 4. Tidak menggunakan singkatan. 5. Tidak membuat diagnosa tapi hanya menulis ciri-ciri, sifat-sifat dan keadaan luka korban. Bagian kesimpulan diberi judul kesimpulan dan berisi pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya luka iris yang disebabkan oleh kekerasan dengan menggunakan benda tajam. Selain jenis luka (misalnya luka iris) dan jenis kekerasan (misalnya kekerasan benda tajam), bagian ini juga memuat pendapat dokter tentang kualifikasi luka. Hal ini berlaku pada korban hidup. Jika korbannya mati maka dokter menulis sebab kematiannya. Bagian penutup tidak berjudul dan berisi tanda tangan,nama terang dokter yang membuatnya, dan sumpah atau janji dokter yang dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter berisi kalimat baku demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUALIFIKASI LUKA Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu : 1. Luka ringan / luka derajat I / luka golongan C / penganiayaan ringan. 2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B / penganiayaan sedang. 3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A / penganiayaan berat. Luka derajat I apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Luka derajat II apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban. Luka derajat III menurut KUHP ps 90 ada 6, yakni : 1. Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut. 2. Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya. 3. Hilangnya salah satu panca indera korban. 4. Cacat besar. 5. Terganggunya akal selama lebih 4 minggu. 6. Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu. Dokter tidak boleh menulis luka ringan, luka sedang atau luka berat pada bagian kesimpulan visum et repertum sebab ketiganya merupakan istilah hukum. Melainkan dokter akan menulis antara lain : luka ini menyebabkan halangan pekerjaan selama 6 hari, atau luka ini menyebabkan kehilangan salah satu panca indera. 24

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat visum et Repertum orang hidup : 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter. 4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. 5. Ada identitas korban. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal permintaannya. 8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa. Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat visum et repertum jenasah, yakni : 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Harus sedini mungkin. 3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar . 4. Ada keterangan terjadinya kejahatan. 5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal pemeriksaannya. 8. Korban diantar oleh polisi. Saat menerima permintaan membuat visum et repertum, dokter harus mencatat tanggal & jam penerimaan surat permintaan dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil visum et repertum kepada penyidik selama 20 hari. Jika belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.13,14

KESIMPULAN Pada kasus ini dapat terlihat bahwa korban meninggal akibat asfiksia yang dimana terdapat jejas jerat. Dapat diduga korban mengalami asfiksia mekanik. Luka memar di sebabkan oleh trauma benda tumpul yang dipukulkan ke tubuh korban pada bagian punggung. Pada alat kelamin terlihat luka bakar akibat listrik. Dapat dikatakan adanya tindak kekerasan pada korban sebelum korban akhirnya meninggal. Penyebab kematian korban dapat dikatakan asfiksia tapi bagaimana korban meninggal tidak dapat ditentukan.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan Cetakan Pertama Edisi Revisi bagian Pendahuluan. Jakarta : Sagung Seto, 2008. 2. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Cetakan kedua. Jakarta:bagian kedokteran ferensik FKUI. 1994. 3. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama dan edisi kesatu dan kedua. Tempat Kejadian Perkara. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1994&1997. Pg 203-6. 4. Tanatologi. Di unduh dari www.klinikindonesia.com. 8 Januari 2010. 5. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama dan edisi kesatu dan kedua. Tanatologi. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1994&1997. Pg 25-36. 6. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama dan edisi kesatu dan kedua. Traumatologi forensik. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1994&1997. Pg 37-54. 7. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama dan edisi kesatu dan kedua. Kematian akibat asfiksia mekanik. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1994&1997. Pg 55-70. 8. Pencekikkan. Di unduh dari www.klinikindonesia.com. 8 Januari 2010. 9. Autopsi forensik. Di unduh dari http://www.freewebs.com/reef_forensik/autopsi.htm. 8 Januari 2010. 10. Staf pengajar ilmu kedokteran forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Cetakan ke-4. Jakarta : bagian kedokteran Forensik FKUI, 2000. 11. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik bab Identifikasi. Jakarta : Binarupa Aksara, 1997. 12. Budyanto A, Wibisana W, dan Sudiono S dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan pertama dan edisi kesatu dan kedua. Visum et Repertum. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran forensik FKUI. 1994&1997. Pg 5-16. 13. Visum et Repertum. Di unduh dari www.klinikindonesia.com. 8 Januari2010.

26

Anda mungkin juga menyukai