Anda di halaman 1dari 19

Nama: Hafidzal Imam Zeindiqa NIM : A01110097

PEMBUATAN TEMPAT PEMBUANGAN LIMBAH YANG DISEBABKAN OLEH PABRIK AGAR TIDAK MENCEMARI SUNGAI KAPUAS KHUSUSNYA DI KOTA PONTIANAK

A.

Latar belakang

Kebersihan lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kesejahteraan masyarakat disuatu daerah. Suatu daerah yang memilik tingkat kebersihan yang baik maka masyarakat yang tinggal didaerah tersebut juga akan memiliki tingkat kesehatan yang baik sehingga akan tercipta suatu masyarakat yang sejahtera. Di Kota Pontianak khususnya dapat kita lihat bahwa kurangnya akan kesadaran dari pihak pabrik akan kebersihan lingkungan, menyebabkan pencemaran lingkungan yang akhirnya berdampak kepada kesehatan masyarakat yang ada disekitar lingkungan pabrik. Permasalahan ini harus cepat ditanggapi oleh pemerintah.

Salah satu cara yang baik untuk menanggulangi permasalahan ini adalah pemerintah menyediakan tempat khusus untuk membuang limbah pabrik yang ada di Kota Pontianak. Tetapi pada kenyataannya pabrik membuang limbah bekas olahannya ke sungai, dan akhirnya mencemari sungai, sehingga masyarakat yang ada disekitar menjadi resah dan terkena dampaknya.

Masalah yang dihadapi ini hendaknya dipikirkan lebih lanjut oleh pemerintah sehingga pemerintah dapat mengupayakan tempat pembuangan limbah pabrik, agar sungai kapuas tidak tercemar dan masyarakat juga menjadi nyaman karena bersihnya sungai yang sering dipakai sebagai kebutuhan masyarakat sekitar.

Dan sungai Kapuas merupakan sungai yang mengalir ke seluruh KALBAR, apabila permasalahan ini tidak cepat-cepat ditanggulangi maka akan lebih berbahaya lagi untuk masyarakat seluruh KALBAR.

Maka dari itu pemerintah Kota Pontianak harus bergerak cepat dan tanggap dalam menanggulangi masalah ini, agar semua masyarakat dapat merasa nyaman dalam menggunakan air Sungai Kapuas.

Sungai Kapuas merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat yang bertempat tinggal disekitarnya, untuk itu sebagai pemerintah sekitar, harus cepat menanggulanginya, agar masyarakat juga menyadari, bahwa pemerintah memperhatikan mereka demi kesejahteraan hidup mereka.

Karena dari itu masalah ini harus ditanggap serius, agar masyarakat tidak kecewa dengan pemerintah sekitar, dan menghindari hal-hal yg tidak diingankan yg akan dilakukan oleh masyarakat.

B. Indentifikasi masalah

Yang menjadi permasalahan disini menurut latar belakang yang telah dikemukakan adalah perlunya pemerintah menyediakan tempat pembuangan limbah pabrik, untuk menjadi tempat pembuangan limbah agar limbah yg dibuang tidak mencemari sungai, karena selama ini sungai telah dicemari oleh limbah pabrik, dan tempat yang disediakan adalah tempat yang aman dan tidak mencemari alam yang ada disekitarnya.

Masalah ini tentu menjadi permasalah yang harus dipikirkan bagaimana pemecahannya oleh pemerintah,sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang lebih lanjut dan lebih serius, kerena sungai kapuas merupakan ikon Kalimantan Barat, yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Jika sungai kapuas tidak dijaga dengan baik, maka akan mengurangi minat dari touris baik dalam negeri dan luar negeri untuk berkunjung ke Kota Pontianak.

Permasalahan disini merupakan permasalahan dalam konteks lingkungan hidup yang dapat menganggu kelangsungan hidup masyarakat luas jika diabaikan begitu saja. Jadi pemerintah harus bertindak cepat dalam menangani masalah ini, agar alam tidak semakin tercemar dan masyarkat menjadi nyaman dan sejahtera.

Dan membuat lingkungan sungai Kapuas khususnya di kota Pontianak menjadi terjaga tanpa limbah-limbah pabrik yang mencemarinya, ini juga membuat keindahan sungai Kapuas di pandang dari touris luar dan dalam negeri menjadi indah dan menjadi daya tarik yg lebih bagi kota Pontianak sendiri.

C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari pembuatan naskah akademik ini adalah untuk memberikan gambaran yang ringkas dan jelas supaya masalah yang telah disampaikan dapat diajukan peraturannya sehingga masalah tersebut dapat ditanggulangi secara tepat dan cepat dan sesuai dengn hukum yang berlaku, sehingga pemerintah dan masyarakat sama-sama dapat memecahkan masalah sehingga dapat menciptakan kehidupan yang sejahtera di daerah tersebut.

Naskah akademik ini juga berguna sebagai pedoman dan acuan sebelum membuat peraturan yang sah dan sesuai menurut undang-undang sehingga saat pembuatan peraturan daerah dapat membuat peraturan yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik setelah terciptanya peraturan daerah yang telah dibuat.

D. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan naskah akademik ini adalah Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir. Cara kerja dari metode yuridis sosiologis dalam penelitian tesis ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi kepustakaan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan pengujian secara induktifverifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam masyarakat. Dengan demikian kebenaran dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi. Pendekatan yuridis empiris mencakup penelitian terhadap efektifitas hukum. Penelitian terhadap efektifitas hukum merupakan penelitian yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat, penelitian ini sangat relevan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penelitian ini mensyaratkan bahwa di samping

mengetahui ilmu hukum juga mengetahui ilmu sosial, dan memiliki pengetahuan dalam penelitian ilmu sosial (social science research).

Penelitian ini menggunakan teknik penelitian lapangan, obyek yang diteliti merupakan kawasan padat penduduk yang berada di tepian sunga Kapuas, dan sungai Kapuas tersebut telah tercemar oleh limbah pabrik. Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarkat dan menurunkan niat wisatawan untuk datang ke Kota Pontianak

BAB II
A. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Berdasarkan identifikasi permasalahan dan latar belakang permasalahan urgensi pembentukan Undang-Undang Tentang Pembuangan limbah adalah: (1) Belum adanya peraturan khusus terhadap pembuangan limbah; (2) Penataan kerja pabrik dan pembuangan limbah; dan (3) Penjabaran lebih lanjut tentang pembuangan limbah pabrik. Mengenai masing-masing permasalahan tersebut, berikut elaborasi masing-masing permasalahan berdasarkan penyelenggaraan serta kondisi yang ada:

1. Belum Adanya Peraturan Khusus terhadap Pembuangan Limbah Pabrik

Berbeda dengan Kota lain yang sama-sama diatur dalam konstitusi, Pemerintah Kota Pontianak sebagai pengatur tata kota, tidak ada diatur secara menyeluruh dalam konsep yang utuh dengan suatu undang-undang. Dalam pembahasan mengenai Undang-Undang suatu Kota terdapat tiga pandangan tentang urgensi eksistensi pengaturan ini. Pandangan pertama menyatakan bahwa UU ini tidak perlu diadakan sebab semua kewenangan Pemerintah Kota Pontianak sudah diatur secara rinci dalam Peraturan Daerah Tahun 1989, dari sana tidak membutuhkan penjabaran lebih lanjut pada pengaturan berupa undang-undang.

Pandangan yang kedua adalah menganggap perlunya adanya UU yang berhubungan dengan peraturan tentang suatu Kota, namun tidak harus secara utuh, cukup pengaturan secara parsial atau sektoral. Sedangkan, pandangan ketiga adalah pengaturan yang bersifat implementatif

yang menyangkut keseluruhan aspek mengenai materi yang sudah diatur dalam Peraturan Daerah Tahun 1989.

Saat ini yang dipakai untuk mengatur tentang suatu Kota adalah pandangan yang kedua. Pengaturan yang digunakan bersifat parsial dan tidak menyeluruh pada semua aspek dalam satu Peraturan Daerah. Misalnya Undang-Undang Kementerian Negara, Peraturan Daerah yang dibuat oleh Gubernur. Misalnya, Undang-Undang yang hanya mengatur tempat pendirian pabrik. Sedangkan apabila terdapat suatu kewenangan yang belum ada pengaturan turunan dari konstitusi Pemerintah Daerah melakukan diskresi untuk menafsirkan sekaligus melaksanakan kewenangan tersebut.

2. Penataan Regulasi dan Organ di Bawah Pemerintah Daerah

Pengaturan yang berhubungan dengan pemerintah daerah bersifat sektoral, biasanya diadakan dengan dua kondisi, Pertama, dengan konsep yang jelas dan pengaturan bersifat permanen, seperti misalnya Undang-Undang Kementerian Negara dan Peraturan Daerah, tetapi ada pula yang peraturan yang sifatnya reaktif-permanen, semisal, Komisi Hukum dan juga reaktif-ad hoc, seperti pembentukan Satuan Tugas REDD+. Dari segi bentuknya pengaturan tentang suatu Kota tersebar dalam berbagai bentuk secara hierarkis seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan Presiden/keputusan Presiden, dan lain sebagainya. Kondisi dari masing-masing peraturan tersebut satu sama lain ada yang memiliki keterkaitan dan ada yang berdiri sendiri. Akibat dari kondisi tersebut seringkali terjadi overlapping pengaturan atas suatu lembaga yang mengurusi bidang yang sama. Semua hal tersebut terjadi akibat tidak adanya pengaturan induk Pemerintah Daerah yang berupa undang-undang yang mengakomodir secara komprehensif.

Akibat dari ketidakjelasan pengaturan di atas, organ di bawah Gubernur masing-masing berdiri sendiri dengan urusan-urusan yang dilimpahkan kepadanya untuk dikerjakan. Belum ada grand design bagaimana struktur kelembagaan dan bagaimana hubungan antar kelembagaan di bawah Pemerintah Daerah tersebut. Ketiadaan cetak biru kepresidenan tersebut mengakibatkan tumpang tindih kewenangan, dikarenakan pendekatan sektoral terhadap suatu permasalahan, sehingga tidak terkoordinasikan dengan baik antar lembaga di bawah Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan tugas pemerintah yang seharusnya menjadi agenda yang saling terhubung satu sama lain. Praktiknya masing-masing lembaga menonjolkan kinerja kelembagaannya, sehingga tidak bisa dinilai kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Dari kondisi demikian mengakibatkan in-efisiensi dan in-efektifitas pelaksanaan tugas pemerintahan. Dalam penyelesaian permasalahan menjadi lambat karena tidak terkondisikan dan terkoordinasikan dengan baik. Pendekatan sektoral menjadikan birokrasi menjadi gemuk dan cenderung menghabiskan banyak anggaran.

3. Penjabaran Lebih Lanjut Kewenangan Presiden dalam Konstitusi

Pengaturan Pemerintah Daerah dalam UUD Tahun 1945 secara spesifik terdapat dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 58. Dalam masing-masing kewenangan tersebut belum semua diturunkan dalam undang-undang, hanya sebagian yang sudah dijabarkan ke dalam bentuk undang-undang. Hal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan dalam praktik ketatanegaraan, seberapa sering kewenangan tersebut digunakan. Misalnya kewenangan membuat perjanjian antara Daerah dan Kota karena sering digunakan, maka ada undangundang yang mengaturnya. Berbeda halnya dengan kewenangan menyatakan tentang tata kota atau membuat keindahan kota, belum ada undang-undang yang mengaturnya, jika suatu

saat ada keadaan permasalahan yang merusak pemandanga Kota dan mencemari sungai yang ada di Kota, maka akan ada aturan Pemerintah untuk melakukan pembaharuan Peraturan Daerah tersebut, oleh karenanya kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan melalui diskresi.

Undang-undang yang mengatur tentang penjabaran atas kewenangan konstitusional sifatnya terpisah-pisah. Padahal, masing-masing tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kewenangan konstitusional Presiden secara keseluruhan.

B. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur Dalam Undang-Undang terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat

Sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dalam identifikasi masalah, maka implikasi pada penerapan sistem baru ini akan didasarkan pada indikator yang ada di atas dengan rumusan implikasi meliputi, dampak penerapan, peluang untuk diterapkan, dan risiko apabila diterapkannya sistem baru tersebut.

1. Adanya Peraturan Khusus terhadap Kota Pontianak

Dari adanya Peraturan Daerah maka akan memberikan dampak adanya sistem hukum baru bagi pengaturan Kota yang ada di Daerah tersebut dan menggantikan sistem hukum yang ada selama ini. Sistem tersebut akan menjadi pengaturan secara utuh bagi Pemerintah Daerah KalBar sebagaimana cabang kekuasaan yang lain. Keberadaan Peraturan Daerah, menjadi pijakan dasar Pemerintah Daerah untuk menjalankan Tugasnya dan melaksanakan kewenangan kewajibannya. Selain itu, Peraturan ini menjadi payung hukum bagi Pemerintah Daerah dalam lingkup Pemerintahannya dan bagi masyarakat luas menjadi tolok ukur dalam melaksanakan agenda-agenda pemerintahan. Peluang untuk pembentukan Peraturan Daerah

ini untuk terwujud sangat tinggi, karena dukungan diperoleh dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi sebab agenda untuk penyusunan Peraturan ini merupakan agenda dalam penguatan sistem Pemerintahan dan penerapan check and balances. Jika Peraturan Daerah ini ada, maka memiliki risiko akan terbatasinya kewenangan yang dimiliki Pemerintah. Dalam hal menjalankan tugasnya, Pemerintah Daerah bisa menjalankan diskresi dalam menerjemahkan Tugasnya tersebut, maka dengan diatur Tugasnya tersebut dalam Peraturan Daerah, Pemerintah terikat hanya pada apa yang tertulis dalam Peraturan Daerah.

2. Penataan Regulasi dan Organ di Bawah Pemerintah Daerah

Dengan adanya Peraturan Daerah sebagai induk bagi segala pengaturan Provinsi dan Kota, maka hal ini akan memberikan dampak dalam sistem hukum dalam pengaturan semua lembaga yang berada di bawah lingkup Pemerintah Daerah KalBar. Semua pengaturan akan mengacu dan merujuk pada Peraturan Daerah ini. Sebagai aturan Pemerintah Daerah yang utuh, maka segala pokok pengaturan yang terpisah dalam lingkup sektoral akan masuk menjadi muatan dalam pengaturan yang ada dalam Peraturan Daerah. Dampak yang lebih luas adalah menghilangkan overlapping dalam pengaturan dan organ di bawah Pemerintah Daerah. Peluang untuk menjadikan Peraturan Daerah sebagai induk dari semua pengaturan Pemerintah Daerah dapat diwujudkan. Selama ini pengaturan tentang Peraturan Daerah yang dibuat dengan sifat reaktif dan sektoral. Dengan menjadikannya sebagai aturan induk maka setiap permasalahan regulasi dan organ Pemerintah Daerah akan didesain secara menyeluruh. Resiko dari Peraturan Daerah dijadikan sebagai induk pengaturan Provinsi dan Kota adalah terhadap Peraturan-peraturan yang sudah ada maka harus masuk materi muatannya pada Peraturan Daerah ini. Padahal Peraturan-peraturan yang mengatur tersebut notabene adalah Peraturan yang baru dan belum lama berlakunya. Selain itu, penataan pemerintahan ini akan membuat perombakan struktur yang sudah mapan, sehingga harus memulai dengan yang baru

dan sangat dimungkinkan untuk menghapus atau menggabung organ yang sudah ada. Akibatnya harus pula memikirkan tenaga yang sebelumnya menempati lembaga yang dihapus atau digabungkan akan dipindahkan ke mana dan penyesuaian kualifikasi kemampuan yang dimiliki.

3. Penjabaran Lebih Lanjut Kewajiban Pemerintah Daerah

Dengan keberadaan Peraturan Daerah yang materi muatannya menjabarkan kewajiban Pemerintah Daerah yang ada di konstitusi hal tersebut akan memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kewenangannya. Hal tersebut karena Peraturan Daerah ini mengatur bagaimana mekanisme melakukan tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah. Dengan mengatur materi muatan sebagai penjabaran tugas dan kewajiban pemerintah daerah maka akan menjadikan kewenangan tersebut utuh dalam satu kesatuan, tidak lagi terpecah-pecah ke dalam berbagai peraturan-peraturan dan mengharuskan semua kewenangan untuk diatur di dalamnya. Peluang untuk melakukan penjabaran Tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah ke dalam Peraturana Daerah sangat besar terlaksana. Dengan penjabaran Tugas dan kewajiban Pemerinrah Daerah ke dalam Peraturan Daerah, maka berisiko untuk membatasi ruang gerak Pemerintah Daerah. Penjabaran dari tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah sangat dimungkinkan untuk mempersempit makna dari tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah, sehingga dalam hal ini kebijakan yang dihasilkan karena penyempitan kewenangan itu tidak memberikan hasil yang maksimal. Maka dari itu, penjabaran lebih lanjut tentang tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah harus tetap sejalan dengan semangat konstitusi.

Karena dari itu Pemerintah Daerah harus tetap sejalan dengan organ yang ada dibawahnya, karena koordinasi pemrintah daerah dan pemerintah kota harus tetap terjaga dengan baik,

agar Peraturan Daerah yang dibuat akan berfungsi baik bagi masyarakat yang ada di Kota Pontianak, dan berjalan sebagaimana mestinya.

C. Solusi dari masalah yang dibahas dalam naskah akademik ini Untuk membuat suatu peraturan yang baru masyarakat tidak akan langsung dapat paham dan langsung dapat menjalankannya sehingga untuk itulah diperlukannya usaha dari pemerintah untuk membuat masyarakat sadar dan paham bagaimana peraturan tersebut diterapakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. dengan beberapa cara yakni : 1. Sikap moral kunci kesadaran hukum, Jika masyarakat menganggap bahwa hukum dipraktekkan pemerintah kepadanya dirasa baik dalam menjalin keberlangsungan hidupnya, tentunya rakyat akan berperan sesuai hukum itu dan sebaliknya, jika hukum secara substansial merugikan ataupun tingkah laku masyarakatnya kurang taat, maka perlikau yang diharapkan sulit terwujud dan akhirnya muncul peran yang kontradiktif terhadap hukum. Dari segi sosial, perilaku yang menyimpang itu lebih disebabkan oleh moral (mores) yang tidak sejalan dengan kehendak hukum . Summer mengatakan bahwa moral masyarakat selalu berada lebih dulu daripada adanya hukum, sehingga dapat digeneralisasikan jika moral masyarakat baik, maka tingkat kepatuhannya terhadap hukum juga baik , tetapi jika moral masyarakat buruk tentu perilakunya paradoks terhadap hukum. Agar perilaku sejalan dengan kehendak tertulis harus ada perubahan secara evolutif, perlahan dan bertahap serta berkesinambungan terhadap perilaku sosial masyarakat yang umumnya lewat saluran pendidikan khusunya pendidikan hukum. Pembinaan kesadaran hukum ini dapat dilakukan

2. Motivasi bertingkah laku

Dalam menghadapi nilai baru, perilaku sosial mayarakat cenderung menganut atau menyikapinya tergantung dari 3 faktor yaitu:

1. Apakah norma itu sudah diketahui ?

2. Serasi tidaknya dengan perilaku sosial setempat ?

3. Apakah si pemegang peran digerakkan oleh motivasi yang menyimpang ?

Dari uraian sidemen tersebut ada bebrapa faktor yang menarik untuk dikaji selain faktor sosialisasi, sinkronisasi tetapi juga faktor psikologis yakni dorongan dari dalam untuk berkonstribusi atau tisaj berkonfron terhadap nilai baru.

3. Pertimbangan Pembuatan Hukum

Pembuatan hukum itu merupakan suatu rencana bertindak. Dengan memperhatikan berbagai factor dalam kehidupan masyarakat, maka pembinaan kesadaran hukum tidak boleh dilakukan secara sepotong-sepotong, parsial. Melainkan memperhatikan berbagai factor yang terkait dengannya..

Oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan usaha yang sistematis meliputi tekhnik-tekhnik perundang-undangan yang dipakai. Dengan harapan proses pertimbangan pembuatan hukum tersebut mampu mengakomodir nilai dan kehendak-cita-cita masyarakat atau cita-cita bersama.

4. Pembinaan kesadaran hukum

Pada dasarnya kesadaran hukum itu merupakan control; agar hukum dibuat dan dilaksanakan sebaik mungkin. Oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha kearah pembinaan kesadaran hukum yang berorientasi kepada usaha-usaha menanamkan, memasyarakatkan dan melembagakan nilai-nilai yang mendasari peraturan tersebut.

Kesadaran untuk memerlukan hukum sebagai sarana yang disengaja untuk mencapai tujuantujuan yang dikehendaki merupakan keinginan bersama sebagai sarana merealisasikan kebijaksanaa-kebijaksanaan Negara, dalam bidang ekonomi, politik, social budaya dan hankam sesuai dengan skala perioritas yang telah ditentukan

PERATURAN PEMERINTAH DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMISAHAN TEMPAT PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK DENGAN SUNGAI KAPUAS YANG ADA DI KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA PONTIANAK,

Menimbang : a. Bahwa didaerah kota Pontianak yang mempunyai sungai Kapuas yang dikenal sebagai sungai terpanjang di Indonesia, dan sungai Kapuas tersebuta sehari - hari dapat dijadikan sebagai lalu lintas air dan kehidupan masyarka yang bertempat tinngal di tepian sungai kapuas.

b. Bahwa peraturan yang mengatur tentang pemisahan antara tempat pembuangan limbah pabrik dengan sungai Kapuas belum pernah dibuat dan diatur oleh pemerintah daerah kota Pontianak sehingga dibuatnya peraturan daerah tentang hal ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada;

c. Bahwa peraturan daerah tersebut merupakan peraturan yang harus dibuat dan diberlakukan secepatnya sehingga dapat membantu pemerintah daerah kota Pontianak agar limbah pabrik tidak tercemar di sungai kapuas tersebut;

d. Bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur tentang pemisahan pembuangan limbah pabrik dengan sungai Kapuas yang ada di kota Pontianak. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, pasal 28H ayat (1), dan pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209),

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota Pontianak 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 9. Peraturan Pemeritah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah 10. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 11. Peraturan Pemerintah Kota Pontianak Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak tahun 2003-2013 12. Peraturan Pemerintah Kota Pontianak Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah 13. Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Susunan Pembentukan Oragnisasi Perangkat Daerah Kota Pontianak

Dengan Persetujuan Bersama

Dewan Perwakilan Rakyat Kota Pontianak


Dan

Wali Kota Pontianak MEMUTUSKAN:


Menetapkan : Peraturan Daerah Pemisahan Tempat Pembuangan Limbah dan Sungai Kapuas

BAB. I KETENTUAN UMUM PASAL 1 Dalam peraturan daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Pontianak 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah 3. Wali Kota adalah Walikota Pontianak 4. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah 5. Cairan Merkuri adalah limbah atau sisa kegiatan sehari-hari pabrik dan atau dari proses pengolahan bahan bahan pabrik yang berbentuk cairan yang berasal dari bahan organik yang tidak digunakan 6. Kebersihan adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan upaya kebersihan termasuk sarana, prasarana serta personal agar semua benda yang dikategorikan sebagai limbah dan tiap sesuatu yang menurut sifatnya harus dibuang, dapat dijalankan dan diurus penyelanggaraan dengan baik sehingga akan tercapai suatu lingkungan hidup yang bersih, sehat dan indah 7. Pemisahan limbah pabrik dan sungai adalah Kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan pencemaran alam 8. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat penampungan limbah pabrik sebelum dikelola, agar tidak mencemari lingkungan 9. Tempat pembuangan akhir yang disingkat TPA adalah lokasi/tempat penampungan, pengolahan dan pemusnahan limbah pabrik kemedia lingkungan secara aman 10. Pemisahan limbah pabrik dan sungai kapuas adalah upaya yang meliputi kegiatan mengurangi pencemaran lingkungan

BAB II PENGOLAHAN KEBERSIHAN/LIMBAH

PASAL 2 (1) (2) Kegiatan pembinaan dan pengendalian terhadap pengolahan dan pelayanan limbah/kebersiahan dilaksanakan dinas terkait. Pengolahan limbah oleh dinas terkait sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : a. Pemeliharan kebersihan lingkungan pada pusat-pusat kota, pasar, jalan-jalan umum, saluran-saluran umum, beram jalan, tempat-tempat umum dan tempat lain yang berhubungan dengan limbah dan kebersihan. b. Pengaturan dan penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). c. Pengumpulan dan pengangkutan limbah dari sumbernya ke Tempat Penampungan Sementara dan atau Tempat Pembuangan Akhir. d. Pemusnahan dan pemanfaatan dengan cara-cara yang tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan. PASAL 3 Klasifikasi tempat penghasil dan sumber limbah, meliputi : a. Pemukiman; b. Daerah komersial; c. Daerah institusi; d. Fasilitas umum; e. Kawasan industri f. Kawasan pengerjaan bangunan,pemugaran,dan pembongkaran; g. Kawasan rumah sakiti/puskesmas/rumah bersalin; h. Kegiatan pertanian PASAL 4 Pengurangan limbah dilakukan meliputi : a. Penetapan sasaran dalam jangka waktu tertentu dalam pengurangan limbah; b. Memfasilitasi kegiatan pembuangan limbah yang tepat dan jauh dari pemukiman masyarakat. PASAL 5 (1) Penyaluran limbah dilakukan mulai dari sumbernya (2) Pengelola tempat penampungan sementara wajib menyalurkan limbah ke tempat pembuangan

(3) Pengelolaan kawasan perumahan dalam bentuk kuster, fasilitas umum, fasilitas sosial wajib melakukan pembuangan limbah yang dihasilakan oleh kluster, fasilitas umum dan fasilitas sosial yang bersangkutan. PASAL 6 (1) Pembuangan limbah dan tempat penyimpanan sementara ketempat pembuangan menggunakan alat angkut yang telah disediakan. (2) Persyaratan tekhnis alat angkut sebagaimana yang ada pada ayat (1) ditentukan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam bidang perhubungan PASAL 7 (1) Penetapan Lokasi Pembuangan limbah disesuaikan dengan tata ruang Kota Pontianak (2) Penetapan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota PASAL 8 (1) Dinas teknis berkewajiban memberikan pelayanan dibidang perlimbahan (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi pengalokasian limbah PASAL 9 (1) Setiap orang wajib memelihara kebersihan dengan cara membatasi, mengurangi, dan menangani limbah yang berwawasan ligkungan (2) Kewajiban dimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kebersihan bangunan dan pencemaran limbah. BAB III Ketentuan Pidana PASAL 10 (1) Barang siapa melanggar Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000,000,- (seratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tindakan pelanggaran.

BAB IV Ketentuan Penutup PASAL 11 Perturan daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam lembar Daerah Kota Pontianak.

Ditetapkan di Pontianak 19 Maret 2013 WALI KOTA PONTIANAK TTD

SUTARMIDJI, SH. MH Diundangkan di Pontianak 19 Maret 2013 Sekertaris Daerah Kota Pontianak HAFIDZAL IMAM ZEINDIQA

Anda mungkin juga menyukai