Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau individu tersebut tidak tertarik untuk menelan makanan. Pada istilah klinik, anoreksia total adalah hilangnya rasa lapar yang diakibatkan proses patologis. Anoreksia biasanya berkaitan dengan proses penyakit yang secara langsung menghambat atau menekan pusat lapar atau merangsang aktivitas pusat kenyang. Oleh karena anoreksia berkaitan dengan banyak proses penyakit, maka tugas utama tenaga medis adalah menentukan apakah anoreksia yang terjadi pada pasien bersifat patologik atau fisiologik/psikologik, dan mengoreksi penyebab utamanya (5). Anoreksia dapat terjadi karena penurunan selera makan (anoreksia sejati) atau terjadi karena faktor lain yang tidak mempengaruhi selera makan (pseudoanoreksia). Penurunan selera makan yang bersifat sementara dapat terjadi karena rasa takut, latihan berat, atau perubahan menu makanan (5). Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi dan penyakit yang dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut (6). Batas umur untuk usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. WHO membagi umur tua sebagai berikut: 1. 2. 3. Umur lanjut (elderly): 60-74 tahun Umur tua (old): 75-90 tahun Umur sangat tua (very-old): > 90 tahun 5

II.2 Teori Penuaan Beberapa teori mengenai proses menua tersebut ialah : 1) Teori Radikal Bebas, yang menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan berbagai komponen penting seluler, termasuk protein, DNA, dan lipid, dan menjadi molekul-molekul yang tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu fungsi sel lainnya. 2) Teori Glikosilasi, yang menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa-protein yang disebut sebagai advanced glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain yang termodifikasi sehingga menyebabkan disfungsi pada manusia yang menua. 3) Teori DNA repair, yang menunjukkan adanya perbedaan pola laju repair kerusakan DNA yang diinduksi sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblas yang dikultur (6). II.3 Malnutrisi karena anoreksia geriatri Seorang lanjut usia selalu dalam keadaan risiko malnutrisi karena terjadi penurunan asupan makanan karena adanya perubahan fungsi usus, metabolisme yang tidak efektif, kegagalan homeostasis dan defek utilisasi nutrien. Keadaan tersebut diperberat dengan ko-insidensi dari penyakit akut atau kronik, trauma, keadaan hiperkatabolik, infeksi dan terapi obat yang dapat mengubah kebutuhan nutrisi. Banyak faktor bisa menyebabkan deteriorasi status gizi yang 6

menyebabkan kegagalan perbaikan jaringan dan fungsi kekebalan sehingga dari keadaan tersebut perbaikan menjadi sulit atau tidak mungkin terjadi. Tujuan hidup manusia ialah menjadi tua tetapi tetap sehat sehingga keadaan patologik pun dicoba untuk disembuhkan untuk mempertahankan healthy aging karena proses patologik mempercepat penderita meninggal dunia (11). Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah satu upaya utama adalah status gizi yang bersangkuan dipertahankan pada kondisi optimum agar kualitas kehidupan yang bersangkutan tetap baik. Perubahan status gizi pada lansia disebabkan perubahan lingkungan atau kondisi kesehatan. Covinsky dan kawan-kawan meneliti hubungan antara kajian klinis status gizi dan outcome tidak baik pada penderita tua yang dirawat di rumah sakit dan mendapatkan hasil dari 219 penderita yang diteliti 24,4% malnutrisi sedang dan 16,3% malnutrisi berat. Penderita dengan malnutrisi berat lebih banyak meninggal dalam waktu 90 hari setelah meninggalkan rumah sakit dibanding penderita yang malnutrisi sedang maupun gizi baik (31,7%, 23,3% dan 12,3%) (10). Malnutrisi pada lansia terutama malnutrisi energi protein adalah suatu keadaan kekurangan energi dan atau protein untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Malnutrisi energi protein (MEP) biasanya berkembang karena berkurangnya asupan diet kalori atau protein, meningkatnya kebutuhan metabolik sebagai hasil dari keadaan sakit atau trauma atau peningkatan pelepasan nutrien (12,13) Mempertahankan status gizi dalam keadaan optimal merupakan komponen penting dalam penanganan geriatri paripurna, terlebih karena keadaan malnutrisi 7

akut berhubungan dengan outcome peningkatan komplikasi penyakit dan perburukan kesehatan. Status gizi yang jelek dan MEP berhubungan dengan perubahan imunitas, penyembuhan luka terganggu, penurunan status fungsional, peningkatan penggunaan fasilitas kesehatan dan peningkatan angka mortalitas. (12). II.4 Fisiologi yang Mempengaruhi Keadaan Gizi Seorang Lansia Perubahan komposisi tubuh. Bertambahnya usia akan terjadi banyak perubahan komposisi tubuh yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi seorang lansia. Setelah berusia 60 tahun atau lebih berat badan cenderung turun dan untuk mempertahankannya semakin sulit dengan bertambahnya usia. Perubahan komposisi tubuh dicirikan dengan kehilangan secara progresif lean body mass, peningkatan relatif massa lemak dan redistributif lemak dari perifer ke lokasi sentra tubuh. Kehilangan lean body mass yang berlanjut berhubungan dengan peningkatan prevalensi penyakit kronik pada lansia. Kehilangan lean body mass terutama terdiri dari otot skeletal terutama tipe II atau serat fast-twich. Lean body mass sentra misalnya hepar dan lien relatif dipertahankan. Kehilangan masa otot yang terkait dengan usia tampak sebagai hasil dari faktor-faktor yang berhubungan meliputi perubahan metabolisme, fungsi dan struktur jaringan organ, penyakitpenyakit dan pilihan tingkah laku serta cara hidup secara individual (14). Perubahan nafsu makan dan regulasi ambilan energi

Mempertahankan berat badan yang stabil pada usia tua membutuhkan keadaan yang tetap antara pemasukan nutrien dan kebutuhan energi. Dengan bertambahnya usia, alur metabolik, neural, dan humoral yang secara normal dapat mempertahankan keseimbangan regulasi selera makan dan rasa lapar kehilangan keseimbangan responsibilitasnya untuk mengubah energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Keterkaitan psikologis, sosial dan ekonomi dan kultural dan bermacam-macam penyakit memperberat disregulasi keseimbangan masukan energi (14). Perubahan patofisiologi yang menyebabkan kehilangan pengecapan lidah, penciuman, dan nafsu makan dengan bertambahnya usia. Perubahan besar fisiologis dan patologis yang terkait dengan usia mempunyai andil untuk seorang lansia kesulitan mempertahaankan

keseimbangan kebutuhan metabolik dan asupan nutrien. Penglihatan, penciuman, pengecapan, dan tekstur makanan mempunyai andil untuk keinginan makan dan dapat menstimulasi atau menghambat konsumsi berikutnya. Sistem sensor normal penting untuk menikmati makanan. Kemampuan mencium dan mengecap makanan merupakan unsur yang terpenting. Aroma makanan akan membangkitkan stimulasi selera makan (14). Rasa, aroma, penglihatan, dan tekstur / bentuk merupakan komponen penting dari penilaian kenikmatan makanan. Orang-orang yang indera penciuman dan pengecapnya berkurang, cenderung mengalami penurunan nafsu makan dan hingga akhirnya mereka akan mempertanyakan untuk apa mereka makan. Doty et al menemukan bahwa >60% peserta antara usia 65 dan 9

80 tahun dan >80% peserta dengan usia 80 tahun memiliki gangguan pada indera pengecap dan penciuman dibandingkan dengan indera pengecap dan penciuman peserta yang berusia 50 tahun (15). Orang lansia mengalami "peningkatan ambang rasa, kesulitan dalam mengenali berbagai rasa, peningkatan persepsi rasa yang tidak nyaman, dan menurunnya cita rasa." Banyak studi menunjukkan bahwa ambang batas untuk mendeteksi selera tertentu (misalnya, manis, asin, pahit) akan meningkat dengan semakin bertambahnya usia dan obat-obatan tertentu dapat mengurangi fungsi indera pengecap dan penurunan sensitifitas rasa. Suatu penelitian melaporkan bahwa orang lansia yang mengkonsumsi obat-obatan, kurang mampu mendeteksi rasa tertentu pada batas normal. Penelitian yang membandingkan persepsi rasa antara orang dewasa muda dan dewasa tua menemukan hasil bahwa orang lanjut usia memiliki penurunan dalam menilai cita rasa. Orang-orang dengan penurunan indera pengecap dan penciuman pada akhirnya akan mengalami penurunan dalam nafsu makan (16). Pengosongan lambung yang tertunda (gastroparesis) Orang dewasa yang tidak selera makan karena cepat merasa kenyang dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama lebih cenderung untuk makan makanan ringan dengan porsi lebih sedikit, yang dapat menyebabkan asupan kalori kurang dan malnutrisi. Tertundanya pengosongan lambung atau gastroparesis, dapat menyebabkan rasa cepat kenyang. Gejala lain dari gastroparesis ialah muntah setelah makan, mual, nyeri perut, penurunan berat badan, dan kekurangan gizi. Sebuah penelitian oleh Di Francesco et al 10

mengamati lansia yang selama 4 jam setelah mereka mengkonsumsi makanan sebesar 800 kkal, menemukan bahwa pengosongan lambung menjadi tertunda lebih dari 2 jam, rasa kenyang berlangsung lebih lama, dan terjadi penekanan rasa lapar. Seiring bertambahnya usia, ada perubahan dalam fungsi sensorik pencernaan, yang dapat menyebabkan cepatnya rasa kenyang pada orang dewasa tua (17). Menurut Morley, penuaan berhubungan dengan kerusakan relaksasi reseptif dari fundus lambung, yang menghasilkan lebih cepatnya makanan mengisi daerah antrum, distensi lambung, dan rasa kenyang yang lama. Distensi lambung adalah indikasi untuk mengakhiri makan, namun, karena gangguan relaksasi reseptif, dimana terjadi pengisian antrum cepat, orang lansia akan merasakan rasa kenyang sebelum mereka mengkonsumsi kalori yang cukup untuk memenuhi gizi mereka. Hormon cholecystokinin (CCK), yang disekresikan oleh usus proksimal juga berperan dalam memberikan respon kenyang dan membantu memperantarai pengosongan lambung. Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap efek CCK akan meningkat seiring dengan peningkatan usia, dimana lansia memiliki sensitifitas lebih tinggi terhadap CCK. Meningkatnya sirkulasi CCK ditambah dengan meningkatnya sensitifitas, dapat memperlambat pengosongan lambung (18).

Faktor fisiologis lainnya Selain CCK, beberapa hormon lain juga berkontribusi terhadap penurunan berat badan secara tidak disengaja. Leptin, hormon peptida yang 11

diproduksi dalam jaringan adiposa, berfungsi untuk membantu menjaga keseimbangan energi dalam tubuh. Di Francesco et al mencatat bahwa "rendahnya kadar leptin akan memberikan sinyal untuk penurunan jumlah lemak tubuh dan kebutuhan asupan energi, sedangkan tingkat leptin yang tinggi akan memicu lemak tubuh dan adanya rasa untuk tidak memerlukan asupan makanan lebih lanjut." Penelitian menunjukkan bahwa orang lansia memiliki tingkat leptin yang lebih tinggi dari dewasa muda, sehingga akan memicu cadangan makanan berupa lemak dalam tubuh dan tidak adanya keinginan untuk makan. Insulin yang dikatakan sebagai hormon kenyang, merupakan regulator lain dalam metabolisme glukosa. Insulin akan meningkatkan nafsu makan dengan cara meningkatkan sinyal leptin ke hipotalamus dan menghambat sekresi hormon ghrelin (hormon yang merangsang nafsu makan). Beberapa peneliti telah menemukan hubungan antara kadar insulin dan anoreksia geriatri, dan menyimpulkan bahwa kadar insulin yang lebih tinggi merupakan produk sampingan dari resistensi insulin dan resistensi insulin merupakan respon terhadap adanya peningkatan penimbunan lemak tubuh yang merupakan efek dari proses penuaan (17,19).

Masalah mengunyah dan menelan Kondisi mulut, gigi yang buruk, atau gigi palsu yang tidak pas dapat menyebabkan proses mengunyah sulit, yang akan menyebabkan pasien untuk membatasi pilihan makannya, sehingga mengganggu jumlah pemasukan / 12

asupan energi. Gerakan mengunyah mandibula pada masing-masing lansia tidak sama, bahkan pada lansia yang memiliki gigi yang bagus. Di Amerika Serikat, 23% lansia berusia 65-75 tahun dan 36% lansia berusia 75 tahun memiliki penyakit berat periodontal, dan 30% lansia berusia 65 tahun tersebut sudah kehilangan banyak gigi. Penyebab adanya masalah menelan dan mengunyah harus diselidiki dan dilakukan tindakan yang tepat (20). Penggunaan obat-obatan Banyak lansia secara rutin mengkonsumsi obat-obatan untuk beberapa kondisi medis, seperti obat hipertensi, nyeri, hiperkolesterolemia, dan masalah gangguan pernapasan. Penggunaan obat tersebut dapat menyebabkan mulut kering, mual, muntah, sembelit, dan diare yang merupakan efek buruk yang biasanya menghambat nafsu makan. Efek samping kemoterapi, seperti mual dan infeksi pada mukosa mulut, juga dapat menurunkan pemasukan energi. Beberapa obat, seperti digoxin dan metformin dapat menyebabkan

malabsorpsi. Seperti dijelaskan sebelumnya, antikolinergik dan narkotika juga dapat memperlambat proses pencernaan dan meningkatkan risiko penurunan berat badan yang tidak diinginkan (21).

Menutup diri dan Depresi Kehilangan pasangan dan teman-teman atau perubahan dalam rutinitas sehari-hari setelah pensiun dapat berkontribusi untuk timbulnya masalah sosial dan dalam beberapa kasus, perasaan depresi serta kesepian dapat mengurangi nafsu makan. Van Staveren melaporkan bahwa lansia akan makan dengan porsi 13

lebih banyak ketika makan bersama dengan orang sekitar dibandingkan ketika makan sendirian. Sebuah penelitian kepada lansia yang tinggal di daerah kota menunjukan hasil bahwa lansia yang memiliki pengunjung/teman pada saat makan (tidak sendirian saat makan) akan mengurangi risiko lansia tersebut terserang dysphoria (perasaan tidak bahagia). Para pengasuh diharapkan dapat menumbuhkan aspek rasa senang dan sosial dengan cara memotivasi lansia untuk makan dengan seseorang/orang lain agar tidak merasa kesepian (22,23). Depresi juga dapat disebabkan masalah patologis. Sekitar 30% dan 40% dari pasien dengan penyakit Parkinson akan berujung pada depresi (24). Tingginya tingkat depresi juga telah dilaporkan untuk individu dengan penyakit Alzheimer, demensia vaskular, penyakit jantung, diabetes mellitus tipe 2, arthritis, kanker, dan stroke, meskipun tidak jelas apakah kasus depresi ini berhubungan dengan penyakit yang mendasari proses tersebut. Berbeda halnya dengan manusia dewasa muda, dimana pada saat mereka depresi cenderung untuk meningkatkan asupan makanannya, sedangkan pada lansia akan makan dengan porsi yang sedikit ketika sedang dalam keadaan depresi. Hal tersebut akan menyebabkan masalah anoreksia geriatri berkepanjangan dan malnutrisi pada akhirnya (25). II. 5 Patofisiologi anoreksia geriatri Regulasi pencernaan makanan adalah suatu yang sangat kompleks, dengan berbagai mekanisme untuk memastikan proses pencernaan makanan tetap optimal. Secara garis besar, pemasukan makanan diregulasi oleh pusat makan 14

yang bekerjasama dengan sistem pengaturan nafsu makan perifer. Sistem pusat pengaturan makan akan menerima stimulasi dari sinyal sel lemak perifer (leptin), nutrisi yg diabsorbsi dan hormon yang bersirkulasi. Pada studi yang dilakukan pada manusia dan binatang menunjukan bahwa perubahan pada berbagai macam sistem diatas terjadi pada proses penuaan, yang menghasilkan proses anoreksia geriatri. Beberapa studi pada binatang dan manusia berusia tua telah memberikan petunjuk tentang kemungkinan patogenesis fisiologi anoreksia geriatri (18). Penjelasan tentang beberapa faktor yang mungkin terlibat dalam patogenesis dari fisiologi anoreksia geriatri diberikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Faktor yang Terlibat dalam Patofisiologi Anoreksia Geriatri (26). Ketika glukosa dan triacilgliserol masuk ke duodenum orang muda, menyebabkan pengurangan rasa lapar dan pemasukan makanan. Ketika nutrisi masuk lewat duodenum pada orang tua / lansia, pengurangan pada rasa lapar dan 15

pemasukan makanan lebih sedikit ditemukan. Hal ini menyebabkan peningkatan rasa lapar yang terlihat di orang dewasa selama pencernaan makanan terjadi bukan karena tidak banyaknya sinyal pengatur rasa makan atau peningkatan respon untuk mengabsorbsi nutrisi di usus halus, tetapi karena adanya sinyal nafsu makan lain yang berasal dari lambung (26). Hipotesis ini sesuai dengan penemuan cairan preload yang lebih cepat kosong dari lambung, dimana tidak terlihat menurunkan atau meningkatkan pemasukan energi pada orang tua bila dibandingkan orang muda. Penelitian yang lebih jauh diperlukan dalam pengukuran hormon gastrointestinal dari usus halus dan perbedaan pada efek agonis dan antagonis pada orang muda dan tua untuk mendukung hipotesis ini (26). Sebuah penelitian menunjukkan nilai rata-rata pengosongan lambung yang lebih lambat pada orang tua dibandingkan orang muda. Dengan penggunaan USG, menunjukkan derajat distensi antrum yang secara langsung dengan perkembangan nafsu makan setelah makan. Dengan bertambahnya usia, makanan lebih cepat bergerak dari fundus ke antrum dan lebih lama berdiam di antrum, memicu distensi antrum yang lebih cepat dan hebat. Beberapa studi menunjukkan peran nitrit oxide memerankan peran yang penting dalam pengaturan makanan. Nitrit oxide diproduksi untuk menghasilkan efek pada pemasukan makanan pada sisi central dan perifer. Di perifer, nitrit oxide bertanggung jawab untuk relaksasi fundus lambung untuk makanan, menyebabkan dilatasi fundus untuk berperan sebagai penampung makanan sebelum membawa makanan ke antrum. Nitrit oxide melambatkan pengosongan lambung lewat mekanisme pengaturan tonus pylorus 16

dan dilatasi fundus. Pada penelitian kepada binatang yang berusia tua, terdapat pengurangan pada messenger RNA untuk nitrit oxide sintesis yang disebabkan penuaan. Hal ini menunjukkan bahwa di orang yang lebih tua, pengurangan nitrit oxide fundus memacu penurunan relaksasi adaptif, yang menyebabkan nafsu makan yang lebih cepat pada orang tua (26). Colesistokinin adalah prototipe hormon penstimulasi nafsu makan dan bertanggung jawab untuk 10-20 persen sinyal yang bertanggung jawab untuk penyetop makan pada manusia. Penelitian pada binatang telah menunjukkan peningkatan efek nafsu makan pada colesistokinin pada orang dewasa bila dibandingkan pada binatang yang muda. Konsentrasi colesistokinin di sirkulasi menunjukkan peningkatan pada lansia, tapi satu penelitian menunjukkan hal ini terjadi hanya pada lansia dengan anorexia dan konsentrasi colesistokinin akan normal pada orang muda setelah berat badan kembali ke batas normal. Peran penting colesistokinin pada regulasi lapar pada orang muda dan tua masih belum pasti pada saat ini. Opioid feeding drive dimediasi sebagian besar oleh dynorphin, yang memeran peran penting untuk transport lemak pada binatang dan manusia, penelitian pada tikus menunjukkan menurunnya kemampuan opioid untuk meningkatkan pemasukan makanan pada binatang tua. Hal ini menurunkan efektivitas untuk mengurangi reseptor opioid yang terjadi karena pertambahan usia (26). Tidak ada penelitian yang memeriksa efektivitas antagonis opioid dalam mengurangi pemasukan makanan pada orang tua. Tetapi, penurunan asupan makanan dari penambahan usia telah menyebabkan pengurangan fungsi opioid 17

pada binatang, silver morley menunjukaan bahwa pada orang tua terjadi kegagalan dalam pengurangan pemasukan cairan ketika disuntikkan antagonis opioid. Ketika penemuan ini digabung dengan fakta bahwa penurunan nafsu makan yang besar pada orang lansia berhubungan dengan pencernaan lemak, hal ini terlihat sebagai bukti preemsumtif bahwa penurunan pemasukan opioid memegang peranan penting pada perkembangan psikologis dari anoreksia geriatri. Opoid endogen juga menjembatani indra perasa manis dan konsumsi makanan manis tidak terlihat menurun oleh penuaan, bahkan mungkin meningkat. Kemungkinan bahwa pemasukan lemak dipicu oleh opioid (26). Neuropeptida Y (NPY) adalah agen orexegenic yang baru ditemukan. Konsentrasi NPY menurun seiring bertambahnya usia. Efek NPY lebih dominan pada makanan kaya karbohidrat. Penelitian lebih jauh menunjukkan peran NPY dalam regulasi pemasukan makanan. Namun efektivitas dari neurotransmiter yang diketahui mengatur nafsu makan, seperti corticotropin releasing factor, tidak berhubungan dengan usia (26). Insulin telah terbukti sebagai salah satu agen pemicu nafsu makan dan konsentrasi insulin meningkat seiring pertumbuhan usia. Amylin adalah agen anorectic yang terdapat di perifer dan sentral, yang dapat menurunkan pengosongan lambung. Pada manusia konsentrasi amylin meningkat dari dewasa muda hingga lansia. Peningkatan ini menunjukkan peran amylin dalam kejadian anoreksia geriatri (26). II.6 Presentasi Klinis Malnutrisi pada Lansia

18

Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, dan pengukuran imunologis sangat kompleks. Monitor ketat berat badan yang mencerminkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan energi, merupakan cara yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk menilai malnutrisi. Perubahan berat badan dinyatakan dalam persentase perubahan dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan 5% berat badan biasanya berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Bila kehilangan berat badan >10% biasanya berkaitan dengan penurunan status fungsional dan hasil pengobatan. Kehilangan berat badan 15-20% atau lebih biasanya secara tidak langsung menunjukan manutrisi berat. Pengukuran antropometri cadangan lemak dan massa otot dapat membantu penilaian malnutrisi. Evaluasi klinis kehilangan turgor kulit, atrofi otot interosseus tangan dan otot temporalis kepala juga dapat menilai hilangnya lemak subkutan dan massa otot. Meskipun tidak ada kriteria definitif untuk klasifikasi derajat manutrisi energi protein, bila berat badan turun >20% berat badan sebelum sakit, albumin serum kurang dari 2,1 mg/dl, dan trasferin serum kurang dari 80 U/ul, biasanya telah terjadi malnutrisi berat (27). II.7 Tatalaksana Malnutrisi pada Lansia a. Atasi problem akut (jika ada) seperti mengatasi infeksi, kontrol tekanan darah, dan menjaga kondisi keseimbangan metabolik, elektrolit, dan cairan. Setelah masalah akut teratasi, pasien diminta mengkonsumsi sebanyak mungkin makanan. Tujuannya adalah memberikan asupan kalori kira kira 35 kkal/kgBB ideal. Lakukan upaya intervensi nutrisi yang agresif. Sebagai patokan umum, dalam 48 jam pertama perawatan sudah diberikan asupan 19

gizi adekuat. Pendekatan yang diambil tergantung kondisi klinis pasien, apakah memerlukan support nutrisi jangka pendek atau jangka panjang. Bagi yang membutuhkan support jangka pendek (<10hari) diberikan hiperalimentasi melalui vena perifer berupa larutan asam amino, dekstrosa 10%, dan intralipid. b. Pemberian diet per NGT harus dihindari pada pasien usia lanjut dengan delirium karena resiko aspirasi dan tarikan selang oleh pasien. Bila pasien tidak delirium dapat diberikan diet per flowcare. Selang ini tidak mengiritasi dan tidak terlalu mengganggu mobilitas atau kemampuan menelan makanan. Untuk pasien yang membutuhkan terapi nutrisi selama 6 minggu atau lebih, dianjurkan pemberian melalui gastrostomi atau jejunostomi. Diet cair harus mengandung tidak lebih dari 1 kkal/ml dengan kecepatan 25 ml/jam agar tidak terlalu kental dan dapat masuk ke selang dengan mudah. c. Target utama adalah kemandirian fungsional dan meningkatkan kekuatan otot sehingga strategi yang bertujuan memperbaiki massa otot sangatlah penting. Latihan fisik yang sesuai dapat dilakukan untuk tujuan ini. Sangatlah penting memahami perlunya pendekatan terpadu dalam tatalaksana malnutrisi pada usia lanjut. Intervensi nutrisi agresif hanya merupakan bagian dari keseluruhan strategi (27).

20

Anda mungkin juga menyukai