Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika sebagai suatu mata pelajaran yang semestinya digemari
siswa, karena matematika merupakan alat bantu untuk mata pelajaran-mata pelajaran
lain. Namun kenyataan yang terjadi justru matematika menjadi mata pelajaran yang
kurang disukai siswa, dengan berbagai alasan, seperti sulit, rumit dan membosankan.
Berbagai alasan tersebut ternyata membawa dampak terhadap hasil belajar siswa pada
mata pelajaran matematika menjadi rendah. Sebagaimana yang terjadi di SMA Negeri
1 Xxx, rendahnya hasil belajar matematika dapat dilihat dari hasil ulangan harian
maupun hasil ujian nasional, serta sedikitnya siswa yang memperoleh ketuntasan
tanpa mengikuti program remedial pada setiap kompetensi dasar. Masalah yang
sering dihadapi adalah : guru merasa optimis pada saat mengajar, karena dirasakan
siswa sangat antusias memperhatikan penjelasannya, sehingga dianggapnya siswa
telah mengerti apa yang diajarkan, siswa dapat memahami contoh soal yang
diberikan, siswa bisa mengerjakan latihan , dan tugas PR yang diberikan juga
dikerjakannya dengan baik, tetapi ketika diadakan ulangan harian masih banyak yang
nilainya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Berdasarkan hasil pengamatan guru
sejawat dan hasil wawancara dengan beberapa siswa yang nilainya kurang, rendahnya
nilai matematika mereka, sering diakibatkan karena siswa malas berlatih, merasa
takut (tegang) ketika mengikuti kegiatan pembelajaran, merasa bosan belajar
matematika yang hanya mempelajari hal-hal yang abstrak dan hafalan rumus secara
verbal saja. Hal tersebut merupakan tantangan untuk guru matematika, sehingga
diharapkan guru mampu melaksanakan langkah kreatif dan inovatif dalam
pembelajaran untuk dapat meningkatkan minat, aktifitas dan hasil belajar siswa.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pengelolaan pembelajaran
matematika perlu diupayakan agar senantiasa dapat membangkitkan minat dan
motivasi siswa, sehingga siswa akan merasa tertarik, merasa asyik, tidak bosan dan
tidak merasa terpaksa untuk mempelajari matematika. Pembelajaran matematika juga
harus dikemas untuk membentuk pola pikir siswa, sehingga siswa mampu
menganalisis, mengevaluasi dan mengaplikasikan konsep-konsep serta dapat mencari
alternatif-alternatif pemecahan masalah. Suasana pembelajaran yang demikian
diharapkan mampu memberikan hasil belajar yang lebih bermakna bagi siswa,
memperkuat pemahaman siswa mengenai suatu kompetensi dasar, sehingga akan
lebih tahan lama untuk diingat siswa.
Kondisi pembelajaran sebagaimana tersebut di atas sejalan dengan tuntutan
Bab XI Pasal 40 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yakni pendidik harus profesional untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.
Salah satu permasalahan yang selalu dikemukakan dalam dunia
pendidikan adalah bagaimana suatu proses pembelajaran dirancang dan dilaksanakan
guna meningkatkan kualitas pembelajaran. Baik dan buruknya kualitas pendidikan
sangat berhubungan dengan kinerja guru dalam menjalankan profesinya sebagai
pembelajar. Dalam ruang ini seorang guru selalu ditantang untuk dapat menemukan
format yang tepat dan memformulasikan dalam strategi yang tepat pula dari suatu
rancangan pembelajaran yang mencerahkan.(Parman, 2005:9). Oleh karena itu
dikembangkan berbagai model-model pembelajaran sebagai inovasi pembelajaran.
Tentu saja guru perlu menyesuaikan dengan kondisi peserta didik, tersedianya
sarana/prasarana serta materi pembelajaran dalam menentukan model pembelajaran
yang digunakan.
Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang
dilaksanakan masih banyak menggunakan pendekatan konvensional, dimana guru
menerangkan dan siswa mencatat, kemudian diberi contoh soal dilanjutkan latihan
soal dan siswa diberi PR. Pembelajaran yang demikian cenderung bersifat
indoktrinasi dengan metode latihan (drill and practice) sehingga aktifitas belajar siswa
seakan terprogram harus mengikuti prosedur/algoritma yang dibuat oleh guru.
Kondisi pembelajaran seperti ini membuat siswa sulit untuk mengembangkan
keterampilan intelektual dan motorik secara optimal. Siswa cenderung pasif
menerima pengetahuan dari guru tanpa ada kesempatan untuk mengelola sendiri
pengetahuan yang diperolehnya sehingga menurunkan daya kreatifitas dan daya nalar,
terutama saat menghadapi permasalahan matematika yang belum dikenal sebelumnya
dan siswa menganggap bahwa belajar matematika kurang menarik dan kurang
bermakna dalam kehidupannya. Berdasarkan temuan Marpaung (2000), didapat
problematik dalam pembelajaran matematika antara lain : (1)Siswa hampir tidak
pernah dituntut mencoba strategi sendiri atau cara alternatif dalam memecahkan
masalah, (2)Siswa umumnya duduk sepanjang waktu sekolah di atas kursi dan jarang
siswa berinteraksi dengan sesama siswa selama pelajaran berlangsung. Pola
pembelajaran seperti itu harus diubah dengan cara menggiring peserta didik mencari
ilmunya sendiri. Guru sebagai fasilitator sedangkan peserta didik harus menemukan
konsep-konsepnya secara mandiri. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru
diharapkan dapat mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu kemampuan
memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatihkan dan dibiasakan sedini
mungkin. Peserta didik yang dihadapi guru SMA sekarang ini kebanyakan belum
terbiasa dengan kondisi pembelajaran tersebut, karena sejak dari Sekolah Dasar
mereka diajar guru dengan pendekatan konvensional, sehingga kadang-kadang terasa
amat berat bagi guru SMA untuk melakukan perubahan secara total. Namun hal ini
tetap harus dimulai walaupun masih sangat memerlukan bimbingan guru. Menurut
Slavin (1994) pemberian keterampilan berpikir dan pemecahan masalah kepada
peserta didik memerlukan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama
orang tua, teman sejawat, dan guru.
Untuk melatih siswa bisa menemukan ilmunya sendiri, guru biasanya
menggunakan metode diskusi kelompok dalam membahas suatu kompetensi dasar,
namun metode ini ada kelemahannya, yaitu tidak semua siswa aktif menyatakan
pendapatnya, sehingga pekerjaan hanya didominasi oleh beberapa siswa saja
(www.gurupkn.wordpres.com/). Untuk mengatasi masalah tersebut penulis mencoba
suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengaktifkan semua siswa dalam
kelompoknya, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Dalam model pembelajaran ini, semua siswa dalam kelompok mendapatkan nomor,
guru mengamati dan menilai keaktifan siswa selama kerja kelompok, setelah selesai
diskusi guru menunjuk salah satu nomor dalam salah satu kelompok untuk
menyampaikan hasil diskusinya dilanjutkan tanggapan dari kelompok lain dengan
menunjuk nomor juga. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan (1)
semua siswa termotivasi akan bertanggungjawab secara mandiri untuk dapat
mengerjakan/mengetahui jawabannya melalui kerja kelompok, (2) dapat melatih
siswa untuk menemukan sendiri ilmu pengetahuannya dengan cara
bekerjasamadengan temannya, (3) dapat menguatkan pemahaman terhadap materi
pembelajaran sehingga konsep dapat terserap dengan baik dan tahan lama untuk
diingat siswa. Dengan demikian penerapan model pembelajaran kooperatif Numbered
Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada materi Program
Linear untuk siswa kelas XII IPA-1 SMA Negeri 1 Xxx.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dirumuskan sebagai berikut :
Apakah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat
meningkatkan hasil belajar matematika tentang Program Linear untuk siswa kelas XII
IPA SMA Negeri 1 Xxx Banjarnegara?

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan
kelas ini adalah untuk mengetahui meningkat tidaknya hasil belajar matematika
tentang program linear melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together untuk siswa kelas XII IPA SMA Negeri 1 Xxx Banjarnegara.
.
E. Manfaat Penelitian
Kegiatan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Siswa , yaitu melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together mereka dapat merasakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan,
memudahkan, mengasyikkan dan mencerdaskan.
2.Guru, yaitu dapat meningkatkan profesionalisme dan mampu melakukan penelitian
tindakan kelas termasuk bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together serta mengevaluasi hasil yang telah dilaksanakan.
Selain itu diharapkan mereka dapat membuka cakrawala berpikir serta
meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam kegiatan pembelajarannya.
3. Peneliti, yaitu sebagai wahana untuk berlatih mengembangkan potensi dan profesi
melalui penelitian tindakan kelas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia.
4. Sekolah dan penentu kebijakan dalam bidang pendidikan, sebagai bahan
pertimbangan kebijakan pendidikan yang berkenaan dengan peningkatan mutu
pendidikan termasuk dalam memfasilitasi kegiatan inovasi pembelajaran dan
penelitian di sekolah.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori
1. Pengertian Belajar
Cronbach mengartikan belajar sebagai berikut: “Learning is show by
a change in behavior as result of experience”(“belajar ditunjukkan oleh perubahan
tingkah laku sebagai hasil pengalaman”). Disini Cronbach menekankan pentingnya
kegiatan belajar pada pengalaman. Dan belajar melalui pengalamanlah yang
membuat siswa lebih berkesan terhadap apa yang dipelajari, yang akhirnya akan
memperoleh hasil belajar yang optimal.

2. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pengendali utama. Dalam kegiatan pembelajaran
dapat dilakukan berbagai metode dan model pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
merupakan serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. (Uzer
Usman, 1995). Dalam kegiatan pembelajaran seorang siswa belajar karena
berinteraksi dengan lingkungan dalam rangka mengubah tingkah laku. Oleh karena
itu belajar dapat diartikan sebagai upaya perubahan tingkah laku dengan serangkaian
kegiatan membaca, mendengar, mengamati, meniru dan sebagainya. Agar kegiatan
pembelajaran dapat berjalan kondusif, beberapa kemampuan atau kecakapan yang
harus dimiliki seorang pendidik atau guru adalah:
1) menumbuhkan keaktifan dalam belajar
2) menarik minat dan perhatian siswa
3) membangkitkan motivasi siswa
4) terampil dalam menggunakan media pembelajaran
5) memanfaatkan sumber-sumber belajar secara maksimal
6) melakukan penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment)

3. Hasil Belajar
Bloom (1981: 4) menggambarkan hubungan antara hasil belajar
dengan faktor-faktor belajar dengan mengatakan bahwa: “Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh kognitif dan afektifnya saat belajar. Dan kualitas pengajaran yang
diterimanya dipengaruhi oleh cara pengelolaan proses interaksi kelas”. Bloom
membedakan tiga macam hasil belajar yaitu: (1) pengetahuan kognitif, (2) hasil
belajar afektif, dan (3) psikomotorik. Penggolongan hasil belajar tersebut sesuai
dengan tuntutan pembelajaran yang mengacu Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu
pembelajaran kontekstual yang menghendaki tercapainya kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotor.

4. Pembelajaran kooperatif
Dalam kooperatif learning siswa diberi kesempatan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah. Para siswa
juga berkesempatan unt.....

.....dst

Anda mungkin juga menyukai