Anda di halaman 1dari 7

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola kepadatan dan fluktuasi larva Aedes aegypti berdasarkan musim

Demam Berdarah (DBD) di daerah endemis di Kota Surabaya. Populasi dari penelitian adalah rumah yang di tinggali bersama dengan tempat perkembangbiakan yang baik di dalam dan di luar rumah. 55 rumah yang dipilih secara acak di 11RWs di kecamatan Nginden. Sampel dari penelitian ini adalah larva Aedes aegypti yang diperoleh dari tempat pengembangbiakan. Ukuran sampel diambil dari semua larva yang ada di setiap rumah-rumah yang dipilih. Sampel larva itu diambil dan dibawa untuk identifikasi dan didokumentasi jenis spesiesnya. Penelitian ini diaplikasikan di rumah-rumah yang sama pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2008 di musim hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks larva tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan House Indeks (HI) 76,8%, Container Index (CI) 40,5%, dan Breteau Indeks (BI) 137,5%. Ada penurunan pada bulan Maret dengan HI 63,3%, CI 31,3%, dan 92,7% BI. Dan ini terus menurun pada bulan Mei dengan HI 42,6%, CI 21,1%, dan BI 57,4%. Semua indeks larva dalam tiga bulan yang diamati menunjukkan persentase yang tinggi terhadap larva yang mempunyai batas aman atau ambang batas kritis (5%) yang jauh lebih tinggi seperti yang didefinisikan oleh WHO. Hal ini dapat di simpulkan bahwa masyarakat di Kecamatan Nginden terancam terinfeksi DBD. Ketiga indeks ini mencapai puncak pada Januari, yang juga merupakan puncak dari musim hujan. Secara bertahap menurun pada bulan Maret Dan Mei seiring dengan penurunan intensitas hujan. Indeks Kepadatan larva (LDI) juga menunjukkan nilai yang tinggi. Pada bulan januari terdapat 173 larva per rumah, pada bulan Maret terdapat 187 larva / rumah, dan pada bulan Mei terdapat 84,8 larva / rumah. Wadah atau tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes kebanyakan ditemukan keberadaannya pada pada Januari dan secara bertahap menurun pada bulan Maret dan Mei. Bak mandi tradisional adalah wadah paling produktif dalam rumah, sementara drum dan ember adalah wadah yang paling produktif di luar rumah. Wadah lainnya yang memberikan kontribusi adalah kulkas, pot bunga, sumur, dan kotak meteran PDAM. Kata kunci : fluktuasi populasi Aedes Aegepti, indeks larva, wadah, musim.

Pengantar Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 (Sumarmo, 1987) kemudian menyebar ke kota-kota dan propinsi di seluruh Indonesia (Suroso, 1996: Suroso dan Umar, 1999). Pertama kali menyebar, Surabaya telah menjadi daerah endemis demam berdarah dengan beberapa wabah yang mengakibatkan banyak korban. Dari tahun 1997 sampai 2004, tercatat 123 kecamatan sebagai daerah endemis DBD. Tiga kecamatan dikategorikan sebagai sporadik DBD dan hanya tujuh kecamatan yang bebas dari DBD (Dinas Kesehatan Surabaya, 2005). Kecamatan Nginden di Kabupaten Sukolilo adalah salah satu kecamatan dan kabupaten dengan endemik demam berdarah di Surabaya. Dilaporkan bahwa terdapat satu kasus DBD di kecamatan Nginden pada tahun 2004, Ini meningkat menjadi tujuh kasus pada tahun 2005 dan sembilan kasus di tahun 2006. Selain itu, dilaporkan bahwa tujuh kasus pada tahun 2007, dua dari tujuh pasien meninggal (Pusat Kesehatan Menur, 2007). Proses penyebaran DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti host, agent, dan lingkungan. Faktor host adalah orang yang menderita DBD. Faktor agen adalah virus dengue yang menyebabkan DBD dan faktor lingkungan adalah lingkungan sekitar yang mendukung kehidupan nyamuk. Oleh karena itu, mereka tetap hidup dan berkembang biak. Hal ini juga didukung oleh musim atau faktor cuaca. Upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit tersebut telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya, instansi terkait lainnya, dan masyarakat. Salah satu cara untuk memutuskan mata rantai penularan DBD adalah dengan memberantas vektor Aedesaegypti dan Ae.albopictusas pemancar nyamuk demam berdarah. Berbagai upaya telah dilakukan namun hasilnya tidak memuaskan. Hal ini ditunjukkan oleh data vektor kepadatan penduduk DBD yang masih tinggi dan terjadi setiap tahun (Yotopranoto et al, 2005;.. Yotopranoto dkk, 2007). Faktor musiman juga signifikan terhadap bionomic dari Ae.aegyptisuch sebagai hujan, suhu udara, dan kelembaban udara. Faktor musiman merupakan faktor pendukung dalam reproduksi dan distribusi vektor demam berdarah dan sangat berpotensi menimbulkan wabah (Prasittisuk dan Andjapraridze, 1996;. Gubler, 1998, Sukri dkk, 2003). Dalam penelitian ini, pengamatan terhadap fluktuasi Ae. aegypti dan faktor lingkungan pendukung keberadaannya selama musim hujan telah dilakukan di Nginden, Kabupaten Sukolilo, Surabaya, pada tahun 2008.

Sampel dan Metode Sampel Sampel dari penelitian ini adalah tahap larva dari Ae.aegypti yang diambil dari tempat perkembangbiakan atau wadah baik di dalam (indoor) dan luar (outdoor) rumah diamati. Jenis kontainer diidentifikasi dan diukur berdasarkan jenis dan lokasi baik di dalam atau di luar rumah.

Penentuan sampel Ada 11 RW di Nginden, Kabupaten Sukolilo, Surabaya dengan kasus demam berdarah dalam tiga tahun terakhir. Dalam setiap RW, lima rumah yang dipilih secara acak dengan menggunakan cluster random sampling dan RW digunakan sebagai cluster. Metode Sampling Di rumah-rumah yang dipilih, jenis dan jumlah wadah diidentifikasi dan diukur baik dari dalam (indoor) maupun luar (outdoor) rumah. Semua Ae.aegyptilarval diambil dari wadah gayung dan pipet plastik dan dihitung untuk menghitung jumlah larva. Kemudian, larva dibawa ke dalam sebuah wadah dengan larutan formalin 5%. Setiap wadah diberi label kemudian dibawa ke Laboratorium Entomologi di Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan spesies. Waktu Sampling Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari, Maret dan Mei 2008 di musim hujan. Pengambilan sampel dilakukan di rumah-rumah yang sama di setiap bulan survei. Analisis Data Data dianalisis melalui pengukuran House Indeks (HI), Container Index (CI), Breteau Indeks (BI), dan Indeks Kepadatan larva (LDI). House Index (HI) =

Presentase rumah yang positif jentik dari seluruh rumah yang diperiksa

Container Index (CI) = Presentase container yang positif jentik

Breteau Index (BI) = Jumlah container dengan jentik dari 100 rumah

Indeks Kepadatan larva (LDI) = Hasil dan Pembahasan Insiden demam berdarah di kecamatan Nginden terjadi pada tahun 2004 sampai 2006. Ketika studi ini dilakukan, sebelumnya telah di temukan delapan kasus DBD. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian ini terus bertambah setiap tahun. Dalam studi ini, 55 rumah yang dipilih secara acak. Wadah yang berisi larva larva Aedes diidentifikasikan. Para larva di dalam wadah yang tertangkap, dihitung, dan diidentifikasi berdasarkan jenis spesies dan jumlahnya. Jumlah wadah yang digunakan untuk mengukur HI, CI, dan BI. Selain itu, LDI juga harus diukur untuk mengamati kepadatan Aedes. Hasil pengukuran dinyatakan dalam tabel 1, gambar 1, tabel 2, dan gambar 2. Penelitian ini dilakukan pada bulanbulan yang dipilih yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2008 yang terjadi musim hujan. Oleh karena itu, fluktuasi populasi Ae. aegypti dapat dianalisis berdasarkan waktu dan musim. Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa HI, CI, dan BI pada bulan Januari berada di posisi tertinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Ini menurun pada bulan Maret dan Mei. LDI pada bulan Januari lebih rendah dari Maret (tabel 2 dan gambar 2) tetapi masih menunjukkan tingkat tinggi populasi larva karena merupakan puncak musim hujan di Surabaya. Biasanya, puncak musim hujan pada bulan Januari dan Februari. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai HI 76,8%. Ini menunjukkan bahwa 76,8% rumah diperiksa ada berhubungan dengan Ae.aegypti. Itu didukung dengan tingginya nilai BI 137,5% yang berarti bahwa ada banyak wadah berisi Ae.aegypti larval di rumah-rumah. Musim hujan membuat wadah yang kosong di luar rumah terisi dengan air yang biasanya kosong pada musim kemarau. Larva ini juga meggunakannya sebagai tempat berkembang untuk Ae.aegypti. Selain itu, selama musim hujan, kelembaban udara juga tinggi (95%) menyebabkan udara begitu lembab dan penuh uap. Kondisi ini menguntungkan kehidupan nyamuk karena mereka bisa hidup lebih lama di udara lembab dibanding di udara kering. Nyamuk ini lebih menyukai hidup pada suhu hangat (25-30 C). Jika nyamuk memiliki waktu lebih lama untuk hidup, mereka lebih memiliki banyak kesempatan untuk berkembang biak pada suhu yang dapat menyebabkan peningkatan populasi mereka. Cuaca yang lebih hangat juga mempengaruhi virus dengue dalam tubuh Ae.aegypti. hal itu memudahkan perkembangan dengan cuaca hangat dan semakin pendek masa inkubasi. Masa inkubasi virus dengue tipe 2 adalah sekitar 12 hari di 30 C, namun menjadi 7 hari di 32-35 C. Lima hari yang pendek dari periode masa inkubasi virus di dalam nyamuk akan meningkatkan potensi perkembangbiakkan transmisi sampai dengan tiga kali lebih tinggi daripada suhu normal. Hal ini terkait erat dengan isu pemanasan global (Science Daily, 1998;. Hales dkk, 2002; Kairi, 2007). Hal ini dapat di simpulkan, cuaca hangat akan menyebabkan

nyamuk menjadi lebih berbahaya dan menular dengan virus dengue di dalamnya yang siap untuk menginfeksi manusia. Dalam bulan-bulan berikutnya, Maret dan Mei, terjadi penurunan HI, BI, dan CI dibandingkan pada bulan Januari. Alasannya adalah karena musim hujan sudah lewat puncaknya maka terjadi penurunan intensitas. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya jenis dan jumlah larva dalam wadah yang ditemukan pada bulan Maret dan Mei seperti yang ditunjukkan dalam tabel 3. Namun, LDI dari Ae.aegyptilarva lebih tinggi pada bulan Maret dibandingkan bulan Januari. Hal Ini menyiratkan bahwa kemungkinan distribusi demam berdarah masih tinggi pada bulan Maret. Di sisi lain, orang-orang mulai menyadari bahwa nyamuk mungkin akan menginfeksi mereka dengan penyakit demam berdarah sehingga mereka secara sukarela membersihkan wadah air yang mungkin menjadi larva atau kepompong Ae.aegypti. Hasil analisis pada bulan Mei menunjukkan bahwa HI, BI, dan CI terjadi penurunan dibandingkan pada bulan Januari dan Maret (Gambar 1) karena intensitas hujan kurang. Namun, kasus DBD masih terjadi pada bulan selain Januari, yaitu pada bulan Maret, April, dan Mei. Hal ini menunjukkan bahwa rumah yang tidak diamati mungkin ada Ae.aegyptilarval. Dari rumah-rumah tidak diamati, virus itu mulai didistribusikan oleh nyamuk. Ada banyak jenis perkembangbiakan Ae.aegypti di kecamatan Nginden terletak di dalam atau di luar rumah. Secara keseluruhan, ada tempat perkembangbiakan di dalam rumah di setiap bulan yang diamati. Hal Itu berpotensi lebih tinggi menjadi tempat perkembangbiakan dari Ae.aegypti. Bak mandi traditional adalah wadah yang paling produktif dalam rumah karena sebagian besar orang mandi dua kali sehari sehingga mereka perlu menampung air di dalamnya. Hal itu berbeda dengan orang yang tinggal di luar negeri. Masyarakat Indonesia dari masyarakat yang mampu, mereka sebagian besar menggunakan bak mandi atau shower yang airnya secara otomatis dibuang di saluran setelah mandi. Gentong atau wadah air tradisional yang terbuat dari gerabah merupakan salah satu wadah yang potensial terutama bagi orang-orang yang tidak menggunakan air PDAM atau telah terjebak aliran air PDAM. Mereka perlu untuk menampung air untuk kebutuhan sehari-hari. Biasanya wadah air sebagian besar terbuat dari plastik tapi beberapa dari mereka yang wadahnya terbuat dari gerabah atau semen (Tsuda dkk., 2002). Hampir sama dengan apa yang terjadi di Laos ketika orang menggunakan wadah air di depan rumah mereka untuk mencuci kaki mereka sebelum memasuki rumah juga di Vietnam (Huber dkk., 2003). Kebiasaan ini juga ada di beberapa daerah di Indonesia seperti di Bali, Lombok, Sumbawa, Riau, dan tempat-tempat lainnya. Di selatan Thailand, jenis wadah sebagian besar digunakan untuk tempat perkembangbiakan adalah kotak logam, tabung semen, dan wadah gerabah baik di dalam maupun di luar rumah. Sementara Ae. Albopictus kebanyakan berkembangbiak di lubang pohon, tempurung kelapa, kulit, tabung air, kotak logam, dan pot bunga (Kittayapong dan Strickman, 1993;. Preechaporn dkk, 2007). Tempat perkembangbiakan lain di dalam rumah di kecamatan Nginden adalah kulkas, ember, akuarium tanpa ikan di dalam, wudlu titik (wadah air untuk membersihkan badan sebelum berdoa) dan sumur. Wadah yang paling produktif di luar rumah yaitu gentong atau wadah air penampungan tradisional dan diikuti dengan bak mandi tradisional, sumur, pot bunga, penampungan air seperti ban, akuarium, kolam, dan kotak meteran PDAM. Dalam studi ini, sumur

di dalam dan di luar rumah memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kepadatan populasi Ae.aegypti. Karakteristik sumur juga yang terbuat dari semen dan batu bata lebih disukai untuk bertelur. Nyamuk juga sukauntuk melekatkan telur dalam pot bunga karena juga terbuat dari semen dan batu bata. Nyatanya, tidak ada telur di kolam, kolam renang, atau juga sumur yang terbuat dari tanah atau yang terbuat dari tanah. Sepertinya bahwa nyamuk tidak menempatkan telur mereka di tanah atau permukaan yang terbuat dari tanah. Hasyimi dan Soekirno (2004) menyatakan bahwa di lokasi penelitian mereka di Tanjung Priok, Jakarta, beberapa kecamatan menunjukkan beberapa jenis wadah paling produktif Ae.aegypti seperti tempayan dan bak mandi tradisional di kecamatan lainnya. Mungkin terjadi karena di beberapa daerah, itu sulit untuk mendapatkan air sehingga mereka harus menampung air untuk minum dan memasak, sementara mereka menggunakan air dari sumur untuk mandi di kamar mandi umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kontainer dalam atau di luar rumah menurun dari bulan ke bulan. Salah satu alasan adalah bahwa orangorang mulai merasa malu ketika larva Aedes atau kepompong yang ditemukan di rumah-rumah mereka. Oleh karena itu, kesadaran untuk secara sukarela membersihkan rumah mereka meningkat sehingga tidak ada lagi larva yang ditemukan di rumah. mereka di bulan berikutnya. Juga mungkin disebabkan oleh penurunan intensitas hujan yang mempengaruhi penurunan wadah terutama yang terletak di luar rumah pada bulan Maret dan Mei. Ada beberapa wadah yang harus di waspadai untuk dikendalikan karena banyak orang tidak menyadari bahwa tempat-tempat itu sangat berpotensial untuk perkembangbiakan seperti kotak penyimpanan air kulkas. Selalu berisi air tetapi jarang diganti atau dikosongkan. Sementara di luar rumah, pot bunga, sumur, dan kotak meteran PDAM adalah air diabaikan berpotensi digunakan untuk berkembang biak Ae.aegyptito. Data dari berbagai wadah yang sesuai dengan studi Yotopranoto dkk. (2007) di distrik Sawahan, dan kabupaten Tambaksari, Surabaya yang daerah endemis dengan kasus tertinggi demam berdarah pada waktu itu. Gionar et al. (2001) juga menyatakan bahwa hal itu dikategorikan sebagai tempat perkembangbiakan di Gondokusuman, Yogyakarta. Delapan puluh sembilan sumur diamati dan 35% sumur yang positif mengandung larva Ae.aegypti pada musim kemarau dan 51% sumur positif dalam musim hujan. Sebagian besar sumur tersebut terbuat dari batu bata dan semen. Faktor lain yang menyebabkan tingginya nilai HI, BI, dan CI adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan dan bahaya demam berdarah. Banyak orang telah mengetahui tentang demam berdarah dengue dan distribusinya termasuk anggota PKK dan pemimpin di RW namun akibat kurangnya implementasi atau tindakan langsung untuk mencegah penyakit (Yotopranoto et al, 2005). Sehingga kejadian DBD berlangsung terus menerus dan berkelanjutan, untuk itu diperlukan upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar mereka menyadari demam berdarah dan secara aktif mencegah dan memberantas vektor penyakit, Ae.aegypti.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian memeriksa larva Aedes Aegyptiin Nginden, Kabupaten Sukolilo, Surabaya, selama musim hujan pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2008, dapat disimpulkan bahwa: 1. Fluktuasi populasi larva Ae. Aegypti mengikuti intensitas hujan yang

jatuh pada setiap bulan yang diamati (Januari, Maret, dan Mei). 2. Indeks larva (House Index, Container Index, dan Breteau Index) selalu melebihi tingkat aman (5%). 3. Larva Density Index Ae.aegyptiis selalu tinggi. 4. Wadah yang paling produktif perkembangbiakkan Ae.aegypti adalah bak mandi tradisional dan diikuti dengan wadah air tradisional dan wadah air lainnya. Saran 1. Hal ini diperlukan untuk memeriksa fluktuasi populasi larva Ae.aegypti di kecamatan Nginden saat musim kemarau. 2. Hal ini penting untuk mengamati keberadaan Ae.aegypti di rumahrumah kelas atas di kecamatan Nginden. 3. Hal ini diperlukan untuk melakukan konseling terus menerus atau berkelanjutan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap DBD dan partisipasi aktif mereka untuk mencegah DBD terutama vektor penyakit.

Anda mungkin juga menyukai