Anda di halaman 1dari 35

L APO R AN PEND AH ULU AN

MET ODOLOGI PENDEKAT AN

B AB

4.1

LANDASAN TEORI

4.1.1 Ekosistim Ekosistem secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tumbuhan, hewan, organisme lain serta semua komponen lingkungan yang tidak hidup. Secara lebih komprehensif ekosistem dijelaskan dalam Undangundang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai suatu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup (Pasal 1, butir 4). Ekosistem adalah suatu sistem yang dinamik. Sekiranya satu unsur dalam ekosistem berubah maka keseluruhan ekosistem akan terganggu. Sebagai contoh jika hujan di suatu kawasan semakin kurang dalam masa panjang keadaan tumbuh -tumbuhan di kawasan itu akan berubah. Hal ini disebabkan karena suatu ekosistem senantiasa berusaha menyesuaikan dan mengekalkan keseimbangannya. Dengan ini adalah menjadi tanggungjawab kita sebagai anggota masyarakat untuk menjaga keseimbangan ekosistem di kawasan kita. Ekosistem sangat terkait dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup berdasarkan undang-undang yang sama dijelaskan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia, dan perilakunya yang mempenga ruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (pasal 1 butir 1). Dengan demikian tatanan kesatuan secara utuh antara manusia, tumbuhan atau hewan, udara atau lahan atau air, Daerah Aliran Sungai atau kawasan industri umpamanya, adalah ekosistem. Namun demikian sebuah ekosistem dapat tidak melibatkan manusia. Ekosistem yang melibatkan manusia tentunya juga melibatkan tentunya juga melibatkan sumberdaya buatan sebagai hasil karya

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 1

L APO R AN PEND AH ULU AN

manusia. Minimum di dalam satu ekosistem ad a unsur organisme/hayati. (biotic ) dan sumberdaya alam non hayati atau lingkungan fisik (abiotic ). Sehingga hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara organisme dengan lingkungannya tercipta. Kajian hubungan organisme-habitat itu disebut ekologi. Ekosistem dapat bermacam-macam bentuknya sesuai di bentangan atau hamparan apa ekosistem itu terletak. Jadi ekosistem terdiri atas komponen fisik dan hayati. Kata ekosistem diikuti oleh nama komunitas atau habitat seperti ekosistem hutan, ekosistem waduk, ekosistem perkotaan, ekosistem perdesaan, ekosistem DAS/sungai, dan sebagainya. Kualitas ekosistem DAS dapat dilihat dari output ekosistem tersebut dan secara fisik antara lain dapat diukur dari besarnya erosi, sedimentasi, aliran permukaan, fluktuasi de bit dan produktivitas lahan. Suatu DAS yang berada dalam kondisi alami memiliki kestabilan ekosistem yang relatif jauh lebih baik dari DAS yang ekosistemnya telah berubah. Karena sifatnya yang dinamis maka ekosistem dapat mengalami suatu kemunduran atau degradasi. Degradasi adalah menurunnya fungsi ekosistem tyang disebabkan oleh kerawanan. Degradasi ekosistem terlihat dari menurunnya kualitas dan kuantitas fungsi sustu ekosistem, baik dari gatra fisik maupun hayati. Kerawanan yang menimubulkan degradasi ekosistem disebabkan oleh 2 hal, yaitu peristiwa alami atau kegiatan manusia. Penyebab degradasi ekosistem yang sifatnya alami, yaitu peristiwa yang terjadi di alam bukan karena ulah dan perilaku manusia dapat dibedakan menjadi 8 penyebab, yaitu : 1 . Kebakaran 2 . Pemangsaan 3 . Badai topan 4 . Letusan gunung berapi 5 . Banjir 6 . Kekeringan 7 . Wabah penyakit tanaman 8 . Longsor dan pergeseran Sedangkan penyebab degradasi ekosistem akibat aktivitas manusia antara lain: 1 . Kehutanan 2 . Pertanian 3 . Perumputan 4 . Pertambangan 5 . Pengembangan sumberdaya air 6 . Konstruksi jalan raya 7 . Urbanisasi

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 2

L APO R AN PEND AH ULU AN

4.1.2 Pengelolaan DAS Mengingat sangat strategisnya suatu DAS dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat maka perlu dilaksanakan suatu pengelolaan DAS yang efetif dan efisien. Pengelolaan DAS atau DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Tujuan pengelolaan DAS adalah: a. Penggunaan sumberdaya lahan secara rasional untuk mencapai produksi maksimum yang lestari b. Menekan kerusakan tanah dan air menjadi seminimal mungkin c. Distribusi air yang merata sepanjang tahun dan tersedianya air pa da musim kemarau d. Mempu mempertahankan DAS yang bersifat lentur (resilient) serta meningkatnya pendapatan (equity ) masyarakat dalam DAS. Dalam melaksanakan pengelolaan DAS maka perlu diingat prinsip -prinsip dasar sebagai berikut : a. b. c. d. Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian sumber daya dalam DAS. Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. terpadu, menyeluruh,

Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang desentralistis sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestarian serta adanya peran para pengelola yang terlibat adalah : a. Manajemen Daerah Aliran Sungai (Watershed Management) b. Manajemen Sumber Daya Air ? Manajemen kuantitas air (penyediaan air) ? Manajemen kualitas air

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 3

L APO R AN PEND AH ULU AN

c. Manajemen Pemeliharaan Prasarana Pengairan ? Pemeliharaan preventif ? Pemeliharaan korektif ? Pemeliharaan darurat ? Pengamatan instrumen keamanan bendungan d. Manajemen Pengendalian Banjir ? Pemantauan dan prediksi air ? Pengaturan (distribusi) dan pencegahan banjir ? Penanggulangan banjir ? Perbaikan kerusakan akibat banjir e. Manajemen Lingkungan Sungai ? Perencanaan peruntukan lahan daerah sempadan sunga i ? Pengendalian penggunaan lahan sempadan sungai ? Pelestarian biota air ? Pengembangan pariwisata, olah raga, dan transportasi air f. Manajemen Pemberdayaan Masyarakat ? Program penguatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan pedesaan, sehingga pendapatan petani meningkat. ? Program pengembangan pertanian konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan pelestarian sumber daya tanah dan air. ? Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan DAS. ? Berbagai bentuk insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peringatan produksi pertanian dan usaha konservasi tanah dan air. ? Upaya mengembangkan kemandirian dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah, sehingga mampu memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya ekonomi rakyat. ? Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS. Pendekatan DAS akan dapat mengevaluasi hubungan dan pengaruh kegiatan di bagian hulu dan hilir DAS, sehingga perlakuan dan penentuan pemanfaatan sumberdaya di bagian hulu akan sangat mempengaruhi kegiatan pemanfaatan sumberdaya di di bagian hilir.

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 4

L APO R AN PEND AH ULU AN

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat

4.1.3 Penataan Ruang Wilayah Penataan ruang wilayah merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan serta menjaga keserasian pembangunan antar sektor melalui pengendalian program -program pembangunan dalam jangka panjang. Keterpaduan dan keserasian pembangunan ini penting dilakukan karena akan membawa perubahan dan pergeseran yang mendasar dalam pola pemanfaatan ruang khususnya bagi wilayah DAS Bahorok. Perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang dimaksud meliputi : ? Perubahan strategi dan arahan pengembangan wilayah serta perubahan kebijakan pemantapan kawasan lindung; ? Kebijakan pengelolaan kawasan budidaya; ? Kebijakan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan kawasan prioritas; ? Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan sumberdaya lainnya. A. Azas, Fungsi dan Kedudukan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah didasarkan atas azas: ? Pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan; ? Persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum ? Keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat Fungsi rencana tata ruang adalah sebagai pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam lingkup wilayah tertentu dan jangka waktu tertentu. Kedudukan arahan penataan ruang wilayah ekosistem DAS Bahorok adalah: ? Merupakan penjabaran kebijakan RTRW Nasional, RTRW Propinsi yang berkaitan langsung dengan arahan pengembangan DAS Bahorok

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 5

L APO R AN PEND AH ULU AN

Merupakan acuan kebijakan bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, khususnya yang mengatur struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah ekosistem DAS Bahorok Merupakan acuan, pengikat dan penyelaras dalam rangka keterpaduan penataan ruang antara RTRW Propinsi Sumut dengan Rencana Tata Ruang DAS Bahorok Kriteria Penetapan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya 1. Kawasan Lindung Tujuan dari penetapan Kawasan Lindung dalam penyusunan kriteria pen ataaan ruang wilayah ekosistem DAS Bahorok adalah untuk melindungi sumber daya alam atau buatan yang ada di dalamnya, juga ditujukan untuk mencegah berbagai kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan baik pada kawasan lindung maupun sekitarnya. Uraian selengkapnya mengenai jenis, definisi, dan kriteria kawasan lindung berdasarkan Keppres No 57 tahun 1989 dan Keppres No 32 tahun 1990 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Jenis, Definisi, dan Kriteria Kawasan Lindung
Jenis Kawasan Definisi Kriteria

B.

Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya Kawasan Hutan Lindung Kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. 2. 1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, dan curah hujan yang melebihi nilai skor 175, dan atau Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih dan atau Kawasan hutan den gan ketinggian 2.000m atau lebih di atas permukaan air laut. Kawasan Bergambut Kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisasisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu lama. Tanah bergambut dengan ketebalan 3m atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.

3.

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 6

L APO R AN PEND AH ULU AN

Jenis Kawasan Kawasan Resapan Air

Definisi Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (aquifer) yang berguna sebagai sumber air.

Kriteria

Kawasan Perlindungan Setempat Sempadan Pantai Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi panrtai Semapadan Sungai Kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, dan mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai kelestarian 2. Daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik minimal 100m dari titik pasang tertinggi ke arah darat 1. Minimal 100m di kiri kanan sungai besar dan 50m di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan. Kawasan Sekitar Danau/Waduk Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Alam Kawasan Suaka Alam Kawasan yang memiliki ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora fauna yang khas dan beraneka ragam. Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan satwa, dan daerah pengungsian satwa. 2. Kriteria cagar alam adalah: 1. Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta type ekosistemnya Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak/belum diganggu manusia Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelola yang efektif dengan daerah-daerah penyangga Daratan sekeliling tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 -100m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Minimal radius 200m di sekitar mata air.

3.

4.

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 7

L APO R AN PEND AH ULU AN

Jenis Kawasan

Definisi 5.

Kriteria yang cukup luas Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satusatunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi Kriteria Suaka Margasatwa 1. Tempat hidup dan berkembangbiaknya suatu jnis 2. 3. satwa yang perlu dikonservasi Memiliki keanekaragaman dan populasi yang tinggi Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu Mempunyai luasa yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan Kriteria Hutan Wisata 1. Memiliki keadaan yang menarik dan indah baik 2. secara alami maupun buatan Memenuhi kebutuhan manusia dan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat pemukiman 3. penduduk Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan s egi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa. Kriteria Daerah Perlindungan Plasma Nutfah 1. Memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat di kawasan konservasi yang telah ditetapkan 2. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa tersebut Mempunyai luas dan lapangan yang tidak membahayakan.

4.

3.

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 8

L APO R AN PEND AH ULU AN

Jenis Kawasan

Definisi 1.

Kriteria Kriteria Daerah Pengungsian Merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan baru bagi satwa tersebut.

2.

Pantai Berhutan Bakau

Kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada peri kehidupan pantai dan lautan.

Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya

Daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan atol, dan karang yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan ekosistem

Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam

- Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, dan pendidikan - Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa asli atau buatan, pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata, dan rekreasi. - Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian di darat maupun laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekrasi alam.

Kawasan berhutan dan bervegetasi tetap, memiliki flora dan fauna yang beranekaragam, memilki arsitektur bentang alam yang baik, dan memiliki akses yang baik untuk keperluan wisata.

Kawasan Cagar Alam dan Ilmu Pengetahuan

Kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alam yang khas berada

Tempat dan ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 9

L APO R AN PEND AH ULU AN

Jenis Kawasan Kawasan Rawan Bencana

Definisi Kawasan yang sering atau brpotensi tinggi mengalami bencana alam Rawan

Kriteria akan bencana letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor.

2.

Kawasan Budidaya Pengembangan kawasan budidaya merupakan salah satu usaha pengembangan wilayah yang disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan. Oleh karenanya tujuan dari pengembangan kawasan budidaya di wilayah ekosistem DAS Bahorok adalah untuk memanfaatkan potensi yang ada untuk mensejahterakan masyarakat serta menunjang pembangunan daerah. Pengembangan kawasan budidaya memiliki berbagai jenis yang uraian selengkapnya berdasarkan Keppres No 57 tahun 1989 dan Keppres No 32 tahun 1990 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Jenis, Definisi, dan Kriteria Kawasan Budidaya
Jenis Kawasan Definisi Kriteria

Kawasan Hutan Produksi Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi terbatas dimana eksploitasinya hanya dapat dengan tebang pilih tanam Kawasan hutan dengan faktor lereng lapangan, jenis tanaman, dn curah hujan yang mempunyai nilai skor 125 174, di luar hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan konversi lainnya (SK Mentan No 683/Kpts/Um/8/1981 dan 837/Kpts/Um/11/1980 Kawasan Hutan Produksi Tetap Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi tetap dimana eksploitasinya dapat dengan tebang pilih atau tebang habis dan tanam Kawasan hutan dengan faktor lereng lapangan, jenis tanaman, dn curah hujan yang mempunyai nilai skor 124 atau kurang di luar hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan konversi lainnya (SK Mentan No 683/Kpts/Um/8/1981 dan 837/Kpts/Um/11/1980 Kawasan Hutan Produksi Konversi Kawasan hutan yang bilamana diperlukan dapat dialihgunakan Kawasan hutan dengan faktor lereng lapangan, jenis tanaman, dn curah hujan yang mempunyai nilai skor 124 atau kurang di luar hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan konversi lainnya (SK

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 10

L APO R AN PEND AH ULU AN

Jenis Kawasan

Definisi

Kriteria Mentan No 683/Kpts/Um/8/1981 dan 837/Kpts/Um/11/1980

Kawasan Pertanian Kawasan Tanaman Pangan Lahan Basah Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah dimana pengairannya dapat diperoleh secara alamiah ataupun teknis Kawasan yang sesuai untuk tanaman pangan lahan basah adalah yang mempunyai sistem dan atau potensi pengembangan pengairan yang memiliki: 1. 2. 3. Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering Kawasan yang diperuntukka n bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura, atau tanaman pangan Ketinggian < 1.000m Kelerengan < 40% Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30m Kawasan yang tidak mempunyai sistem dan atau potensi pengembangan pengairan yang memiliki: 1. Ketinggian < 1.000m 2. 3. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman tahunan/perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri. Kelerengan < 40% Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30m

Kawasan yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan dengan mempertimbangkan faktor-faktor: 1. Ketinggian < 2.000m 2. Kelerengan < 40% 3. Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30m

Kawasan Peternakan

Kawasan yang diperuntukkan bagi peternakan hewan besar dan padang penggembalaan ternak

Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan ternak dengan me mpertimbangkan faktor-faktor: 1. 2. 3. Ketinggian < 1.000m Kelerengan < 15% Jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang rumput alamiah

Kawasan Perikanan

Kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan, baik berupa pertambakan/kolam maupun perairan darat lainnya.

Kawasan yang sesuai untuk perikanan ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor: 1. Kelerengan < 8% 2. Persediaan air cukup Kriteria lokasi sesuai dengan yang ditetapkan Departemen Pertambangan untuk daerah masing-masing yang mempunyai potensi bahan tambang bernilai

Kawasan Pertambangan

Kawasan yang diperuntukkan bagi pertambangan, baik wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 11

L APO R AN PEND AH ULU AN

Jenis Kawasan Kawasan Perindustrian

Definisi pertambangan Kawasan yang diperuntukkan bagi industri, berupa tempat pemusatan ke giatan industri. tinggi. 1. 2. 3. 4. 5.

Kriteria Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri Tersedia sumber air baku yang cukup Ada sistem pembuangan limbah Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan berpotensi untuk pengembangan irigasi.

Kawasan Pariwisata

Kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata

Kawasan yang mempunyai: 1. Keindahan alam dan 2. panorama Masyarakat dengan kebudayaan bernilai tinggi dan diminati wisatawan Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai nilai sejarah tinggi

3.

Kawasan Permukiman

Kawasan yang diperuntukkan bagi pemukiman

1. 2. 3.

Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada Ketersediaan air jernih Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah ada/berkembang Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah.

4.

4.1.4 Pengembangan Wilayah/Pemanfaatan Ruang Berbasis Ekosistim DAS Pengelolaan keseimbangan sumberdaya air wilayah secara terpadu saat ini didasarkan pada satuan wilayah keruangan Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum dapat juga digambarkan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta m engalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 12

L APO R AN PEND AH ULU AN

suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha -usaha penggunaan sumberdaya di suatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin. Sebagai unit satuan wilayah, DAS bertindak sebagai operator dalam rangka rangkaian pengubahan presipitasi, y ang merupakan masukan (input) klimatologi, menjadi limpasan (runoff) sebagai keluaran (out-put) hidrologi utama. Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah, dan air. Dalam dekade terakhir ini permintaan akan sumberdaya tersebut meningkat sangat tajam yang pada kondisi tertentu menimbulkan dampak negatif bagi pembangunan berkelanjutan. Meningkatnya kebutuhan terutama dalam konteks kepentingan pemenuhan kebutuhan penduduk yang sangat besar sangat berdampak kepada pola tekanan terhadap sumberdaya hutan, tanah, dan air yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Berikut adalah hal-hal yang penting dalam p engelolaan DAS terkait dengan pengembangan wilayah/pemanfaatan ruang : a. Pengelolaan DAS dilakukan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaaan. b. Sasaran wilayah Pengelolaan DAS adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan ekosistem. Penentuan sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang di tinjau dari aspek penggunaan lahan, tata air, dan sosial ekonomi. Lingkup kegiatan pengelolaan DAS dapat digolongkan menjadi empat sasaran, yaitu : (i) pengelolaan sumber daya air permukaan dan air tanah; (ii) pengelolaan a l han/tanah; (iii) pengelolaan vegetasi, hutan dan tanaman; dan (iv) pengelolaan aktifitas manusia. c. DAS dan Wilayah Sungai tidaklah pernah mempunyai batas yang bertepatan (co-incided ) dengan batas-batas wilayah administrasi. Oleh karena itu DAS perlu diklasifikasi menurut hamparan wilayahnya. d. Pengelolaan DAS dan pengembangan wilayah. Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, maka pengelolaan DAS sangat erat kaitannya dengan penataan ruang dan penatagunaan tanah, seperti penetapan kawasan lindung, budidaya dan kawasan tertentu. Penetapan fungsi kawasan ini berdasarkan pada hasil evaluasi kemampuan lahan agar produktif dan

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 13

L APO R AN PEND AH ULU AN

berkelanjutan. Oleh karena itu rencana pengelolaan DAS harus diintegrasikan kedalam Rencana Umum Tata Ruang Daerah.

4.2

METODOLOGI PENDEKATAN

4.2.1 Pola Pikir Penyusunan Arahan Pemanfaatan DAS Bahorok ini pada dasarnya menggunakan dua instrumen, yaitu instrumen Kebijakan Penataan Ruang dan instrumen Kebijakan pengeolaan DAS secara terpadu. Sedangkan metodologi yang digunakan disesuaikan dengan kedua instrumen tersebut, dan akan dijelaskan pada paparan berikutnya.

4.2.2 Pengumpulan Data Tujuan pengumpulan data ialah untuk mengumpulkan data dan fakta yang memberikan gambaran umum DAS (Biofisik dan sosial ekonomi), issue pokok y ang ada di dalam DAS tersebut serta data yang diperlukan untuk analisis penentuan kriteria penataan wilayah ekosistem DAS Bahorok. Data tersebut dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu data biofisik dan data sosial ekonomi. a. Data biofisik adalah lebih bersifat pada keadaan sumberdaya alamnya yang antara lain : ? Letak dan luas DAS/Sub DAS ? Topografi dan kemiringan lereng ? Geologi, tanah dan geomorfologi ? Data iklim, yang meliputi data curah hujan, kelembaban, temperatur udara dan jumlah bulan basah/kering (time series : minimal 10 tahun terakhir). ? Data hidrologi. ? Keadaan penutupan lahan (hutan, perkebunan, belukar, alang-alang dan lain-lain). ? Keadaan lahan kritis dan penyebarannya ? Penggunaan Lahan ? Kondisi liputan lahan ? Data lainnya yang diperlukan (banjir, kekeringan, intensifikasi pertanian, perkebunan, industri dan sebagainya). b. Data Sosial ekonomi yang diperlukan antara lain :

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 14

L APO R AN PEND AH ULU AN

? ? ? ? ? ?

Kependudukan (jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan) Ekonomi dan wisata Luas dan Pemilikan lahan Kelembagaan/organisasi masyarakat Sarana/prasarana penyuluhan dibidang pertanian/kehutanan Sarana pendidikan, perhubungan dan sarana perekonomian lainnya

c. Teknik Pengumpulan Data Bio -Fisik ? Pengumpulan data bio -fisik dilaksanakan dengan mewawancarai/ mencatat informasi yang tersedia pada instansi/dinas yang berkompetan atau langsung di stasiun-stasiun yang bersangkutan atau dengan menganalisa/interpretasi peta atau citra/foto udara yang tersedia. ? Data iklim dapat diperoleh dari instansi/stasiun iklim yang ada di wilayah DAS yang bersangkutan atau stasiun terdekat. ? Data iklim yang dikumpulkan sedapat mungkin selama jangka waktu sekurang-kurangnya 10 tahun terakhir. Data hidrologi dan prasarana pengairan diperoleh dari Instansi/Dinas Kimpraswil setempat atau instansi lain. ? Data keadaan penggunaan lahan, khususnya tentang hutan negara diperoleh dari instansi/Dinas Kehutanan setempat (kantor KPH/BLP) . Letak dan penyebaran lahan kritis diplotkan pada peta wilayah kerja. ? Keadaan penggunaan lahan perkebunan diperoleh dari instansi/Dinas Perkebunan. Letak dan penyebaran lahan krit is/terlantar supaya diplotkan pada peta wilayah kerja. d. Teknik pengumpulan data sosial ekonomi ? Data dan informasi keadaan sosial-ekonomi penduduk dapat berupa data primer maupun data sekunder (statistik). ? Data primer diperoleh dengan cara sampling terhadap petani penggarap pemilik tanah dengan sistem random. ? Data sosial ekonomi diperoleh dari instansi/dinas yang terkait sampai pada tingkat kabupaten. Data ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi penduduk di dalam DAS yang bersangkutan. ? Data tersebut meliputi jumlah penduduk menurut kelas umur, jenis kelamin, mata pencaharian, tingkat pendidikan, perekonomian, sarana/prasarana perhubungan dan penyuluhan pertanian.

4.2.3 Pengolahan Data dan Analisis Keseimbangan Air dan Hidrologi Analisis neraca air merupakan bagian dari kegiatan pengembangan sumber daya air. Menurut Sri Harto (1999) pengembangan sumberdaya air dapat diartikan

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 15

L APO R AN PEND AH ULU AN

secara umum sebagai upaya pemberian perlakuan terhadap fenomena alam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan umat manusia. Sedangkan neraca air merupakan suatu gambaran umum mengenai kondisi ketersediaan air dan pemanfaatannya di suatu daerah. Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena mengandung variabilitas ruang (spatial variability ) dan variabilitas waktu (temporal variability ) yang sangat tinggi. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan secermat mungkin agar hasilnya merupakan informasi yang akurat untuk perencanaan dan perancangan sumberdaya air. Menurut buku pedoman perencanaan sumber daya air wilayah sungai yang telah disusun oleh Ditjen. Sumber Daya Air Dep. Kimpraswil tahun 2001, fokus kajian pengembangan sumberdaya air meliputi kegiatan: a) penghitungan potensi sumberdaya air, b ) analisis kebutuhan air baik tahun eksisting ataupun masa yang akan datang dan sekaligus pembuatan analisis neraca sumberdaya airnya, c) pemberian alternatif sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan. Kepincangan antara jumlah ketersediaan dengan kebutuhan air dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks. Hal ini akan semakin diperumit mengingat hubungan tersebut selalu berubah setiap saat seiring dengan kondisi perubahan dari kedua aspek tersebut. Oleh karena itu, ke depan dirasa sangat perlu untuk mencarikan solusi penyelesaian masalah tersebut dengan mengupayakan pengaturan terhadap pola pemanfaatan sumberdaya air maupun kebutuhannya selain tetap memperhatikan aspek efisiensi dan konservasi. A. Ketersediaan Air

Salah satu aspek yang harus diketahui sebelum melakukan analisis neraca air di suatu daerah adalah jumlah ketersediaan air. Yang dimaksud dengan ketersediaan air merupakan debit aliran rendah atau debit andalan (dependable flow). Untuk memprakirakan besarnya debit aliran tersebut telah banyak metode dikembangkan oleh beberapa ahli yang dapat dipakai tergantung dari jenis dan panjang data yang tersedia dengan menggunakan pendekatan analisis Daerah Aliran Sungai (DAS). a. Pembangkitan Data Data seri waktu debit dig unakan untuk mengetahui ketersediaan air di daerah irigasi, pasokan air bersih, perikanan dan pengelontoran. Pada kenyataannya data aliran sungai sangat jarang. Pencatatan relatif tidak

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 16

L APO R AN PEND AH ULU AN

lengkap dan hanya melingkupi beberapa periode hujan saja. Banyak wilay ah sungai yang tidak terukur alirannya. Meskipun demikian perlu diupayakan untuk meperoleh seri data aliran yang berkesinambungan. Apabila data aliran yang tersedia cukup panjang (10 30 tahun) maka analisis debit andalan dapat langsung dilakukan dengan menggunakan metode statistik yang akan dijelaskan lebih rinci pada sub bab berikutnya. Sedangkan kalau data alirannya terbatas dan data hujan cukup panjang maka data aliran tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metode dengan pendekatan modeling hujan-aliran. Contoh model hujanaliran yang dapat digunakan antara lain SAMO, SMAR, NRECA dan Mock. Model Mock lebih sering dipakai, dibandingkan model lainnya karena model ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif sedikit. Perhitungannya didasarkan pada data curah hujan, evaporasi, kondisi DAS dan karakteristik hidrologi daerah tinjauan. Model Mock (Gambar 4.2) dijabarkan dengan persamaan berikut:
AET ? CF * PET ER ? P ? AET ? SM ? SMC ? ISM WS ? ER ? ? SM I ? Cds * WS ; ? S ? GWS ? IGWS BF ? I ? ? S DRO ? WS ? I TRO ? DRO ? BF QRO ? A * TRO
Keterangan : AET = evapotranspirasi aktual (mm/bulan), CF = koefisien tanaman (-), PET = evapotranspirasi potensial (mm/bulan), P = hujan (mm/bulan), ER = excess rainfall (mm/bulan), ?SM = perubahan lengas tanah (mm/bulan), SMC = soil moisture capacity (mm/bulan), ISM = initial soil moisture (mm/bulan), WS = kelebihan air (mm/bulan), I = infiltrasi (mm/bulan), Cds = koefisien infiltrasi pada musim kemarau (-), Cws = koefisien infiltrasi pada musim penghujan (-), GWS = groundwater storage (mm/bulan), IGWS = initial groundwater storage (mm/bulan), K = konstanta resesi air tanah (-), ?S = perubahan tampungan (mm/bulan), BF = aliran dasar (mm/bulan), DRO = aliran langsung (mm/bulan),

I ? Cws * WS

GWS ? 0 ,5 * (1 ? K ) ? K * IGWS

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 17

L APO R AN PEND AH ULU AN

TRO A QRO

= total aliran (mm/bulan), = luas daerah aliran sungai (km2), = debit aliran (m3/dt).

Prosedur pembangkitan data dilakukan berdasarkan parameter-paramater model yang dihasilkan dari proses kalibrasi terhadap data yang tersedia.

ER = P - AET

W
SMC

DRO = WS - I

? SM ISM I GW ?S IGW BF = I -

QRO = (DRO + BF) * A


Gambar 4.1
Skematisasi Model Hujan-Aliran Mock

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 18

L APO R AN PEND AH ULU AN

b.

Debit Andalan Untuk menentukan debit andalan dibutuhkan seri data debit yang panjang seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Metode yang sering dipakai untuk analisis adalah metode statistik (rangking). Penetapan rangking dapat pula menggunakan analisa frekuensi / probabilitas dengan rumus Weibul. Untuk analisis neraca air dan irigasi debit andalan yang dipakai adalah 80%, sedangan untuk perencanaan pasokan air bersih dapat ditetapkan sebesar 90%. Debit andalan 80% (Q80%) berarti akan dihadapi resiko adanya debit -debit lebih kecil dari debit andalan sebesar 20% banyaknya pengamatan (dalam 5 tahun ada kemungkinan satu tahun gagal). Prosedur analisisnya dimulai dengan mengurutkan seri data dari urutan besar ke kecil. Kemudian dirangking dimulai dengan rangking pertama (m=1) untuk data ya ng paling besar dan seterusnya. Langkah ketiga dibuatkan kolom plotting dengan rumus Weibul:

P?
Keterangan : P = Probabilitas m = Rangking N = Jumlah Data

m?1 N

Selanjutnya contoh analisis ini dapat dilihat pada Tabel 4.1

B. Pemanfaatan Sumber Daya Air


Pemanfaatan air secara umum dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu jumlah air y ang digunakan untuk keperluan non irigasi dan irigasi. Untuk memprakirakan besarnya pemanfaatan dua aspek tersebut di atas digunakan pendekatan wilayah administrasi. Kerangka waktu untuk perencanaan berkisar antara 5 50 tahun. Pada umumnya, makin besar investasi akan semakin panjang waktu perencanaan. Pada saat modal langka, jangka waktu perencanaan akan cenderung lebih pendek. Pada kurun waktu tahun 1950 dan 60 an kerangka waktu perencanaan investasi di bidang sumber daya air berkisar antara 25 50 tahun, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air pada jangka waktu tersebut. Sekarang, pertumbuhan yang lebih dinamis perlu diperhitungkan (dinamis dalam

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 19

L APO R AN PEND AH ULU AN

artian perubahan keinginan dan tujuan masyarakat/sosial, perubahan kondisi ekonomi, perubahan teknologi dan sebagainya). Sebagai konsekuensinya maka titik berat perencanaan sumber daya air lebih menekankan pada tambahan kebutuhan air yang diperlukan pada 5 10 tahun mendatang dibandingkan dengan 50 tahun ke depan. Meskipun demikian, analisa untuk pengambilan keputusan tetap pada kerangka waktu yang panjang seperti 25 50 tahun ke depan, untuk menjamin ketersediaan pasokan setelah 5 10 tahun mendatang. Tabel : 4.3 Contoh Analisis Debit Andalan 80% di S. Hipotetik
No. Rangking
m/(N+1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 3.70 7.41 11.11 14.81 18.52 22.22 25.93 29.63 33.33 37.04 40.74 44.44 48.15 51.85 55.56 59.26 62.96 66.67 70.37 74.07 77.78 81.48 85.19 88.89 92.59 96.30 3.38 2.96 2.85 2.78 2.36 2.03 1.97 1.97 1.84 1.81 1.75 1.75 1.68 1.63 1.49 1.31 1.28 1.26 1.20 1.12 0.90 0.89 0.86 0.85 0.78 0.73 0.89 3.12 2.51 2.16 2.16 1.95 1.90 1.79 1.78 1.73 1.68 1.68 1.65 1.63 1.55 1.39 1.37 1.35 1.16 1.12 1.03 0.96 0.94 0.80 0.67 0.64 0.57 0.94 2.64 2.40 2.07 2.05 1.99 1.91 1.88 1.83 1.81 1.79 1.69 1.47 1.37 1.35 1.22 1.19 1.11 1.11 1.00 0.97 0.94 0.81 0.79 0.59 0.52 0.37 0.81 2.41 2.23 1.73 1.67 1.60 1.53 1.48 1.27 1.21 1.14 1.10 1.10 1.09 1.09 1.09 0.87 0.85 0.70 0.65 0.58 0.47 0.42 0.28 0.27 0.13 0.12 0.42 1.51 1.34 1.24 0.84 0.83 0.65 0.63 0.55 0.55 0.54 0.54 0.54 0.49 0.37 0.34 0.24 0.19 0.19 0.17 0.12 0.10 0.10 0.10 0.06 0.05 0.04 0.10 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

m3/dt
0.59 0.48 0.40 0.39 0.39 0.37 0.34 0.24 0.22 0.22 0.22 0.19 0.11 0.09 0.08 0.08 0.07 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.46 0.36 0.18 0.13 0.10 0.09 0.05 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.18 0.17 0.07 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.16 0.05 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 1.56 0.67 0.39 0.28 0.20 0.19 0.12 0.07 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 2.31 1.83 1.59 1.25 0.99 0.74 0.67 0.52 0.43 0.37 0.36 0.35 0.34 0.30 0.28 0.28 0.27 0.25 0.23 0.21 0.20 0.14 0.14 0.07 0.03 0.03 0.14 3.79 3.48 2.82 2.61 2.30 2.04 1.89 1.88 1.54 1.42 1.34 1.24 1.22 1.05 1.03 0.98 0.94 0.84 0.80 0.68 0.59 0.55 0.54 0.44 0.37 0.34 0.55

Q 80%

C. Kebutuhan Air Non Irigasi Analisis kebutuhan air non irigasi meliputi kebutuhan air untuk domestik, perkotaan, industri, dan pengganti kehilangan air. Dimana jumlah dan penyebaran penduduk akan menentukan kuantitas kebutuhan airnya. Untuk

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 20

L APO R AN PEND AH ULU AN

memproyeksikan jumlah penduduk secara tepat adalah sangat sulit. Banyak pendekatan yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode pendekatan eksponensial yang telah direkomendasikan di dalam buku pedoman perencanaan sumber daya air wilayah sungai yang telah diterbitkan Ditjen. Sumber Daya Air tahun 2001. Metode ini memakai anggapan prosentase pertumbuhan penduduk tiap-tiap dekade adalah konstan. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

Pt ? P?1 ? r ?
keterangan: Pt P r t = populasi t tahun yang akan datang ( orang), = populasi waktu dasar yang ditinjau (orang), = perkembangan penduduk tiap tahun (%), = banyaknya tahun yang diproyeksikan (-).

Untuk memudahkan analisis, penentuan jumlah penduduk suatu DAS diprakirakan dengan menggunakan pendekatan pengalian antara jumlah penduduk total suatu kabupaten yang masuk dalam wilayah DAS dengan suatu koefisien. Koefisien tersebut dalam hal ini ditetapkan berdasarkan presentase luasan daerah kabupaten yang berada dalam dalam wilayah DAS tersebut per luas Kabupaten secara keseluruhan. Macam kebutuhan air non irigasi dapat diuraikan secara lengkap sebagai berikut: 1. Kebutuhan Domestik dan Perkotaan. Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air domestik dan perkotaan dihitung didasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan air perkapita. Kebutuhan air perkapita dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan kebiasaan atau tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam memprakirakan besarnya kebutuhan airnya perlu dibedakan antara kebutuhan air untuk penduduk perkotaan dan perdesaan. Adanya pembedaan kebutuhan air dilakukan dengan pertimbangan bahwa penduduk diperkotaan cenderung memanfaatkan air secara berlebih dibandingkan penduduk perdesaan. Formula umum yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

q( r ) ? q( u) ? QD ? ? ? P (u ) ? ? P (r ) ? 1000 ?1000 ?
Keterangan: QD = kebutuhan air domestik (liter/hari),

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 21

L APO R AN PEND AH ULU AN

q(u) P(u) q(r) P(r)

= kebutuhan air domestik dan perkotaan daerah perkotaan (liter/orang/hari), = jumlah penduduk kota (orang). = kebutuhan air domestik daerah perdesaan (liter/orang/hari), = jumlah penduduk perdesaan (orang).

Besarnya konsumsi air dapat mengacu pada standar kriteria desain penyediaan air yang direkomendasikan pada buku pedoman perencanaan sumber daya air wilayah sungai seperti yang diberikan pada Tabel 4.2 Tabel : 4.4 Standar Kriteria Desain Penyediaan Air
Loh SR Bina program / CK Poluplasi kota > 1.000.000 500.000-1.000.000 100.000-500.000 20.000- 100.000 3.000-20.000 Desa DAB / CK 1 Poluplasi kota > 1.000.000 500.000-1.000.000 100.000-500.000 20.000- 100.000 3.000-20.000 Desa DAB / CK 1 Poluplasi kota > 1.000.000 500.000-1.000.000 100.000-500.000 20.000- 100.000 3.000-20.000 Desa Loh TA Domestik SR TA % % 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 Loh (rerata) 60 60 60 45 30 20 Non Domestik % Dom loh Kehilangan % loh Jumlah Jumla h loh Keb. Puncak Kebutuhan Jumlah

60 40 30 15 15 110

120 100 90 60 45 30

120 100 90 60 45 30

120 170 150 90 60 -

30 30 30 30 30 -

50 50 50 50 50 -

50 50 50 50 50 -

120 100 90 60 45 60

60 40 30 20 5 -

72 40 27 12 2.3 -

20 20 20 20 20 -

48 35 29 18 12 -

240 175 146 90 60 60

1.15 1.15 1.15 1.15 1.10 -

276 210 168 104 66 60

210 170 150 90 60 -

30 30 30 30 30 -

80 80 80 80 80 -

20 20 20 20 20 -

174 142 126 78 54 60

60 40 30 20 5 -

104 57 38 16 2.7 -

20 20 20 20 20 -

70 50 41 24 14 -

348 249 205 118 71 60

1.15 1.15 1.15 1.15 1.15 -

400 256 236 136 78 60

Keterangan : CK = Direktorat Jenderal Cipta Karya, PU DAB = Direktorat Air Bersih, PU SR = Sambungan Rumah TA = Terminal Akhir Loh = Liter per orang per hari.

Kebutuhan air non domestik diperkirakan berdasarkan presentase dari kebutuhan air domestik. Sebagai contoh skanerio CK 1 dengan jumlah penduduk 100.00 500.000 : Air domestik : 50% x 150 + 50% x 30 = 90 l/or/hr Non domestik : 30% x 90 = 27 l/or/hr Kehilangan : 20% x (90+27)/(100 -20%) = 29 l/or/hr Kebutuhan puncak : 1,15 x 146 = 168 l/or/hr 2. Kebutuhan Air untuk Industri Banyak cara untuk memprediksikan kebutuhan air industri tergantung pada ketersediaan data yang ada. Menurut Erwan dkk (1996) untuk memprediksikan kebutuhan air industri secara rinci diperlukan data yang

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 22

L APO R AN PEND AH ULU AN

banyak dari hasil survei langsung lewat kuesioner. Apabila datanya yang tersedia sangat terbatas maka kebutuha n ini dapat diprediksikan dengan menggunakan satuan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Teknik Penyehatan, Ditjen Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan rata-ratanya adalah 2.000 lt/unit/hari atau 500 lt/hari/karyawan Nippon Koei, 1995). 3. Kebutuhan air untuk Pemeliharaan Sungai Proyeksi kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai diestimasikan berdasarkan studi yang dilakukan oleh IWRD (FIDP), yaitu perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan kebutuhan air untuk pemeliharaan per kapita. Menurut IWRD, kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai sekarang ini adalah sebesar 360 lt/kapita/hari dan untuk tahun 2015 - 2020 diprakirakan berkurang menjadi 300 lt/kapita/hari dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2015 tersebut sudah semakin banyak penduduk yang mempunyai/memanfaatkan sistem pengolahan limbah. Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai untuk selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Qf ?

q( f ) ? P( n) 1000

Keterangan : Qf = Kebutuhan air pemeliharaan s ungai (m3 /hari) q(f) = Kebutuhan air pemeliharaan sungai perkapita (lt/kapita/hari) P(n) = Jumlah Penduduk Kota (orang).

4. Kebutuhan Air untuk Perikanan Banyak metode yang dapat dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air perikanan. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk mengisi kolam pada saat awal tanam dan penggantian air (Heru, 1986). Penggantian air bertujuan untuk memperbaiki kondisi kualitas air dalam kolam. Intensitas penggantiannya tergantung pada jenis ikan yang dipelihara. Jenis ikan gurami (Osphronemus gouramy ) dan karper (Cyprinus) dibutuhkan penggantian air minimal ? 1 kali dalam seminggu, sedangkan ikan lele dumbo (Clarias glariepinus) hanya membutuhkan minimal ? 1 bulan sekali. Dan besarnya jumalah air yang diganti menurut Sri Najiyanti (1992) dan FIDP (dalam Triatmodjo, 1998) adalah kurang lebih sepertiga dari tinggi genangan kolam atau 7 mm/hari/ha. Kebutuhan air untuk perikanan untuk selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 23

L APO R AN PEND AH ULU AN

Qfp ?

q( fp) ? A( fp ) ? 10000 1000

keterangan : Qfp = Kebutuhan air untuk perikanan (m3 /hari), q(fp) = Kebutuhan air untuk pembilasan (mm/hari/ha), A(fp) = Luas kolam ikan (ha).

5. Kebutuhan air untuk peternakan Kebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan mengacu pada hasil penelitian dari FIDP yang dimuat dalam Technical Report National Water Resources Policy tahun 1992. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Secara umum kebutuhan air untuk ternak dapat diestimasikan dengan cara mengkalikan jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air berdasarkan persamaan berikut ini :

QE ? ?q(1) ? P(1) ? q( 2 ) ? P( 2 ) ? q( 3) ? P( 3) ?
keterangan : QE = kebutuhan air untuk ternak (lt/hari), q(1) = kebutuhan air untuk sapi, kerbau, dan kuda (lt/ekor/hari), q(2) = kebutuhan air untuk kambing, dan domba (lt/ekor/hari), q(3) = kebutuhan air untuk unggas (lt/ekor/hari), P(1) = jumlah sapi, kerbau, dan kuda (ekor), P(2) = jumlah kambing, dan domba (ekor), P(3) = jumlah unggas (ekor).

Tabel : 4.3 Kebutuhan Air untuk Ternak Jenis Ternak Sapi/kerbau/kuda Kambin g/domba Babi Unggas Kebutuhan air (lt/ekor/hari) 40 5 6 0,6

Sumber : Technical Report National Water Resources Policy, 1992.

D.

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan air untuk keperluan pertanian secara umum. Selain untuk memenuhi kebutuhan air di areal persawahan juga untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan peternakan dan perikanan. Kebutuhan air untuk irigasi diperkirakan dari perkalian antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhannya persatuan luas. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kebutuhan untuk penyiapan lahan (IR),

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 24

L APO R AN PEND AH ULU AN

kebutuhan air konsumtif untuk tanaman (Etc), perkolasi (P), kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (RW), curah hujan efektif (ER), efisiensi air irigasi (IE), dan luas lahan irigasi (A). Besarnya kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

IG ?

?Etc ? IR ? RW ? P ? ER ?
IE

?A

keterangan IG Etc IR RW P ER EI A

: = kebutuhan air irigasi (m3 ), = kebutuhan air konsumtif (mm/hari), = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari), = kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari), = perkolasi (mm/hari), = hujan efektif (mm/hari), = efisiensi irigasi (-), = luas areal irigasi (m 2).

1. Kebutuhan air konsumtif (Etc). Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air konsumtif dengan memasukkan faktor koefisien tanaman (Kc). Persamaan umum yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Etc ? Eto ? Kc
keterangan : Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari), Eto = evapotranspirasi (mm/hari), Kc = koefisien tanaman (-).

Evapotranspirasi dapat dihitung dengan metode Penman dan nilai Kc mengikuti cara FAO seperti yang tercantum dalam Standar Perencanaan Irigasi (1986). 2. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR) Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan kebutuhan maksimum air irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah (1) lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan, dan (2) jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan air penyiapan lahan yang didasarkan pada lajuan air

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 25

L APO R AN PEND AH ULU AN

konstan dalam liter/detik selama periode penyiapan lahan. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

? ek ? IR ? M ? k ? ?e ? 1 ?
keterangan : IR M T S = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari), = kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan, = Eo + P, Eo = 1,1 x Eto; P = Perkolasi (mm/hari), = jangka waktu penyiapan lahan (hari) dan k = M x (T/S), = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S = 250 mm. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setalah transplantasi, yaitu sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian. 2. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (RW). Penggantian lapisan air dilakukan dua kali, masing-masing ketebalan 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi sesuai dengan standar Perencanaan Irigasi.

3. Perkolasi (P)
Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat tanah daerah tinjauan yang dipengaruhi oleh karakteristik geomorfologis dan pola pemanfaatan lahannya. Pada tanah lempung berat karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada jenis-jenis tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.

4. Hujan efektif (ER)


Curah hujan efektif dihitung dengan menggunakan pendekatan intersepsi. Intersepsi (IC) ialah jumlah air hujan yang tertahan atau tidak sampai ke tanah (zona perakaran tanaman) dan selanjutnya dianggap hilang. Persamaannya adalah sebagai berikut:

IC ? 0,5 e 0 ,48 ?hujant ?

0 ,84

? 0,93242

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 26

L APO R AN PEND AH ULU AN

Untuk tanaman palawija intersepsi akan tergantung pada penutup arealnya. Besarnya diperkirakan setengah dari rerata intersepsi tanaman padi. Persamaannya adalah sebagai berikut :

IC ? 0,25 e 0, 48 ?hujant ?

0 ,84

? 0,93242

Hujan efektif dasar adalah curah hujan netto yang jatuh di petak sawah setelah mengalami intersepsi dan penguapan sebelum mencapai permukaan lahan. Rumusan untuk besaran ini adalah sebagai berikut:

ER(t) = hujan(t) IC(t) , bila hujan (t) ? IC(t) ER(t) = 0, bila hujan(t) ? IC(t)
keterangan: ER(t) = hujan efektif dasar tiap satuan waktu (mm), Hujan(t) = tebal hujan (mm), IC(t) = kapasitas intersepsi tiap satuan waktu (mm).

5. Efisiensi irigasi (EI). Efisiensi irigasi merupakan indikator utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang, baik di saluran maupun di petak sawah. 6. Luas areal irigasi (A) Proyeksi luas areal irigasi dapat diperkirakan dengan cara mempertimbangkan potensi daerah irigasi yang masih dapat dikembangkan, ketersediaan airnya, dan perkembangan jumlah penduduk. Selanjutnya contoh perhitungan kebutuhan air dapat dilihat pada tabel 4.4

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 27

L APO R AN PEND AH ULU AN

Tabel : 4.5 Contoh Perhitungan Kebutuhan Irigasi


NO URAIAN SATUAN 1 JAN 2 1 PEB 2 1 MAR 2 1 APR 2 1 MEI 2 1 JUN 2 1 JUL 2 1 AUG 2 1 SEP 2 1 OKT 2 1 NOV 2 1 DES 2 KETERANGAN

1 2 3

ETo Perkolasi ( P ) Hujan Effektif (Re) 3.1 - Padi 3.2 - Palawija

mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr

3.86 2.00 3.97 5.37 Padi

3.86 2.00 2.33 4.77

4.08 2.00

4.08 2.00

4.18 2.00 2.71 3.13 LP 4.60 6.60

4.18 2.00 3.64 5.03

4.38 2.00 3.36 2.80

4.38 2.00 1.73 5.93

3.88 2.00 0.93 3.80 Padi

3.88 2.00 1.17 1.67

3.92 2.00 1.68 3.73

3.92 2.00 1.40 0.00

4.09 2.00 2.47 5.37

4.09 2.00 1.07 0.20


Panen

3.96 2.00 0.61 0.60

3.96 2.00 0.00 2.37

3.84 2.00 5.46 0.00

3.84 2.00 0.89 6.17

3.93 2.00 2.75 4.53

3.93 2.00 8.77 5.67 LP

3.74 2.00 9.66 4.70

3.74 2.00 4.29 5.63 Padi

3.67 2.00 2.85 4.40

3.67 2.00 9.89 6.63

Data Data Data Data

0.65 0.23 4.03 0.90


Panen

4 5 6 7 8 9 9.1 9.2 9.3 9.4 9.5 9.6 10

Pola Tanam Eo = 1,1 ETo Eo + P Pek. Persiapan ( LP ) Penggantian Air (RW) Koef. Tanaman C1/LP C2/LP C3/LP Koef Tanaman Rerata C- Padi C- Palawija LP ET C= ETo x Crerata mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr

Palawija 4.36 6.36 4.36 6.36 4.22 6.22 4.22 6.22 4.32 6.32

4.25 6.25 1.10 0.00 0.95 1.05 0.67

4.25 6.25 1.10

4.49 6.49

4.49 6.49

4.60 6.60

4.82 6.82 1.10

4.82 6.82 1.10 1.05 1.05 1.10 1.07

4.27 6.27 2.20 0.95 1.05 1.05 1.02

4.27 6.27 1.10 0.00 0.95 1.05 0.67

4.31 6.31 1.10 0.50 0.00 0.95 0.48

4.31 6.31

4.50 6.50

4.50 6.50

4.32 6.32

4.11 6.11

4.11 6.11 1.10

4.04 6.04 1.10 1.05 1.05 1.10 1.07

4.04 6.04 2.20 0.95 1.05 1.05 1.02

Perhitungan Perhitungan Tabel

11.38 11.41 11.41

12.95 12.95 12.89

LP 0.00 0.95 0.32 0.00 0.00 LP

1.10 LP

1.10 1.10 LP

1.05 1.10 1.10 1.08

0.59 0.50 0.00 0.36

0.96 0.59 0.50

1.05 0.96 0.59

1.02 1.05 0.96

0.95 1.02 1.05 0.95 1.02 0.95

LP

1.10 LP

1.10 1.10 LP

1.05 1.10 1.10 1.08

0.68 LP LP 4.73 4.69 3.96 2.60 1.88 1.41 2.78

0.87

1.01

1.01

0.66

0.32 LP LP LP 4.04 3.93 3.74 Perhitungan Perhitungan

10.1 - Padi 10.2 - Palawija 11 NFR = ETc+P+RW-Re

2.59

1.24

0.00 11.38 11.41 11.41

12.95 12.95 12.89 3.56 4.00 4.00 2.53 1.23

11.1 - Padi 11.2 - Palawija 11.3 NFR ( Total ) 12 DFR = NFR/(8,64*Eff)

mm/hr mm/hr mm/hr

1.72 1.72

2.01 2.01

1.35 11.15 1.35 11.15

8.70 8.70

7.77 7.77

4.47 4.47

6.06 6.06

7.23 7.23

4.53 4.53

3.30 3.30

2.01 2.01

0.00 0.00 0.00

0.00 5.36 5.36

0.00 5.40 5.40

0.00 3.63 3.63

0.00 4.53 4.53

0.00 10.30 10.30 0.00 0.00 10.30 10.30

3.23 3.23

2.85 2.85

4.18 4.18

0.00 0.00

Perhitungan Perhitungan

12.1 - Sal. Induk Eff = 0,65 12.2 - Sal. Sekunder Eff = 0,72 12.3 - Sal Tersier Eff = 0,80

l/dt/ha l/dt/ha l/dt/ha

0.31 0.28 0.25

0.36 0.32 0.29

0.24 0.22 0.20

1.99 1.79 1.61

1.55 1.40 1.26

1.38 1.25 1.12

0.80 0.72 0.65

1.08 0.97 0.88

1.29 1.16 1.05

0.81 0.73 0.66

0.59 0.53 0.48

0.36 0.32 0.29

0.00 0.00 0.00

0.95 0.86 0.78

0.96 0.87 0.78

0.65 0.58 0.53

0.81 0.73 0.66

0.00 0.00 0.00

1.83 1.66 1.49

1.83 1.66 1.49

0.58 0.52 0.47

0.51 0.46 0.41

0.74 0.67 0.60

0.00 0.00 0.00

Perhitungan Perhitungan Perhitungan

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 28

L APO R AN PEND AH ULU AN

E.

Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi sebagai diagnose kondisi D AS dilakukan dengan menghitung beberapa indikator hidrologi, seperti koefisien rejim sungai (KRS), koefisien varian (CV), indeks penggunaan air (IPA), koefisien pengaliran (C), dan indeks penggunaan lahan (IPLM). Gambaran alur pemikian sistem hidrologi dapat dilihat pada Gambar 4.3. Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

KRS ?

Qmaks Qmin

Dimana : KRS Qmaks Qmin

= = =

Koefisien rejim sungai Debit maksimum Debit minimum

C?

q I
= = = Koefisien pengaliran Debit rata-rata (mm) curah hujan rata-rata (mm)

Dimana : C q I

CV ?

St x100% Q
= = = Koefisien varian Standar deviasi limpasan debit rata-rata tahunan

Dimana : CV St Q

IPA ?

p k

Dimana : IPA p k

= = =

indeks persediaan air potensi sumberdaya air (m3) kebutuhan air (m3)

IPLM ?
Dimana : IPLM LLV LDAS

LLV x100 % LDAS


= = = indeks penggunaan lahan (%) luas lahan bervegetasi luas DAS

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 29

L APO R AN PEND AH ULU AN

Debit

Ad a

Ketersediaan Air

Tidak Ada

Pembangkita n

? ? ? ? ?

KRS CV C IPA IPLM Keseimbanga n Air

Curah Hujan

Analisis Peta

Non Irigasi Irigasi

Kebutuhan Air

Gambar 4.2. Diagram Alur Pemikiran Hidrologi

4.2.4 Penentuan Indikator Kinerja DAS Dalam pedoman penyelenggaraan pengelolaan DAS, indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena keberhasilan maupun kegagalan hasil kegiatan pengelolaan DAS dapat dimonitor dan dievalusi melalui indikator yang telah ditetapkan. Perlu ditekankan bahwa indikator tersebut seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah dipahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap pengelola DAS. Penetapan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa kegiatan pengelolaan DAS dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain, status atau "kesehatan" suatu DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi Penggunaan Lahan, Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan.

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 30

L APO R AN PEND AH ULU AN

Sebagai contoh, untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek/kriteria tata air, maka diperlukan indikator-indikator : debit aliran sungai, kandungan sedimen dan bahan pencemar lainnya serta nisbah hantar sedimen (SDR). Untuk masing-masing indikator tersebut telah ditentukan parameter dan tolok ukurnya, misalnya parameter untuk debit aliran sungai adalah data time series debit aliran sungai. Sedangkan tolok ukur untuk parameter koefisien rejim sungai (KRS) ditentukan berdasarkan nilai baku yang telah ditentukan, dalam hal ini, kondisi tata air dikatakan baik apabila besarnya angka KRS adalah sama dengan atau lebih kecil dari 50. Dengan cara yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria penggunaan lahan (IPL dan KPL), tata air, sosial (peran serta stakeholders), ekonomi (tekanan pendudu k) dan kelembagaan (KISS). Dalam melakukan penyusunan kriteria penataan ini dilakukan dengan menganalisis beberapa parameter seperti di bawah ini : ? Peraturan atau standar yang terkait dengan penataan ruang, pengelolaan DAS atau sumberdaya air (tata air), kehutanan, ekosistem atau lingkungan hidup, kawasan lindung, kewenangan pemerintah pusat dan daerah; ? Indikator kinerja DAS ; ? Potensi dan permasalahan di DAS ; ? Konsep pengelolaan DAS secara terpadu . Dengan menganalisis parameter -parameter di atas maka akan disusun kriteriakriteria untuk penentuan pemanfaatan ruang pada ekosistem DAS Bahorok. Produk yang dihasilkan adalah kriteria untuk : ? Kawasan lindung ? Kawasan budidaya pertanian dan non pertanian (industri, permukiman, jalan, perkotaan, perdesaan, wisata) Selanjutnya berdasarkan kriteria penataan wilayah ekosistem DAS Bahorok yang telah ditentukan, dan kebijakan penataan ruang yang ada (RTRWN, RTRWP Sumatera, RTRW Provinsi Sumatera Utara, RTRW Kabupaten/Kota) maka disusun suatu rekomendasi baik yang bersifat spatial (keruangan), rencana tindak pengembangan kawasan maupun kelembagaan/peran serta stakeholders untuk mewujudkan keseimbangan ekosistem DAS Bahorok.

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 31

LAPO RAN PEND AH ULU AN

TABEL 4.6 Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS


KRITERIA A. Penggunaan Lahan INDIKATOR 1. Penutupan oleh vegetasi PARAMETER LVP IPL = ---------- x 100% L.DAS STANDAR EVALUASI IPL > 75% baik IPL = 30 - 75% sedang IPL < 30% jelek KPL > 75% baik KPL = 40 - 75% sedang KPL < 40% jelek IE < 1 baik IE > 1 jelek C x P < 0,10 baik C x P = 0,10-0,50 sedang C x P > 0,50 jelek KRS < 50 baik KRS = 50-120 sedang KRS > 120 buruk CV < 10% baik CV > 10% jelek Nilai IPA semakin kecil semakin baik IPA > 0,2 jelek IPA < 0,2 baik KETERANGAN IPL = indek penutupan lahan LVP = luas lahan bervegetasi permanen Informasi dari peta penutupan lahan atau land use LPS = luas penggunaan lahan yang sesuai Rujukan kesesuaian penggunaan lahan adalah RTRW/K dan atau pola RLKT Perhitungan erosi merujuk pedoman RTL-RLKT 1998 Perhitungan nilai C & P merujuk pedoman RTLRLKT tahun 1998 Data SPAS PU/BRLKT/HPH KRS = koefisien regime aliran Q = debit sungai CV = coefisien varian Sd = standar deviasi Data SPAS IPA = Indek Penggunaan Air Q = debit banjir C= Koef. Run Off I = intensitas hujan A = Area DAS

2. Kesesuaian LPS Penggunaan KPL = ---------- x 100% Lahan (KPL) L.DAS 3. Erosi, Indek Erosi erosi aktual (IE) I E = ------------------ x 100% Erosi yg ditoleransi 4. Pengelolaan Pola tanam (C) dan tindakan lahan konservasi (P) B. Tata Air 1. Debit air sungai Q max a. KRS = ---------Q min Sd b. CV = --------- x 100% Q rata-rata kebutuhan b. IPA = --------------persediaan Q = C.I.A

2. Debit banjir

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 32

LAPO RAN PEND AH ULU AN

KRITERIA

INDIKATOR 3. Kandungan sedimen 4. Kandungan pencemar (polutan) 5. Nisbah hantar sedimen (SDR) 6. Neraca air

PARAMETER Kadar lumpur dalam air

STANDAR EVALUASI Semakin menurun semakin baik menurut mutu peruntukan Menurut standar yang berlaku SDR < 50% normal SDR 50 -75% tdk normal SDR > 75% rusak Data SPAS

KETERANGAN

Kadar biofisik kimia

Standar baku yang berlaku, misal PP 20/1990

Total sedimen SDR = ------------------Total erosi R = p Et ? St Gw

Data SPAS dan perhitungan/ pengukuran erosi R = run off; P = curah hujan; Et= evapotranspirasi; ?St= perubahan timbunan air di dalam DAS; Gw= aliran masuk (+) atau aliran keluar (-) Ia= Indeks kekeringan (%) D= Defisit air dalam satuan (mm) Ep= Evapotranspirasi dalam satuan (mm)

7. Indeks Kekeringan

Ia = 100 D/Ep

C. Sosial

1. Kepedulian individu 2. Partisipasi masyarakat 3. Tekanan penduduk terhadap lahan

E Kegiatan positip konservasi mandiri % kehadiran masyarakat dalam kegiatan bersama Indek Tekanan penduduk (TP) f Po (1 + r)t TP = zx ---------------L

0 16,7 (Tidak ada kekeringan) 16,7 33,3 (Kekeringan sedang) > 33,3 (Ada kekeringan) Ada, tidak ada > 70% tinggi 40-70% sedang < 40% rendah TP < 1 ringan TP = 1 -2 sedang TP > 2 berat

Data dari instansi terkait Dari data pengamatan atau laporan instansi terkait t = waktu dlm 5 tahun z = luas lahan pertanian minimal utk hidup layak/petani f = proporsi petani terhadap populasi penduduk DAS Po = jml penduduk tahun 0 L = luas lahan pertanian r = Pertumbuhan penduduk/thn Dihitung KK/thn Data dari instansi terkait atau petani sample

D. Ekonomi

1.Ketergantungan penduduk terhadap lahan

Kontribusi pertanian terhadap total pendapatan keluarga

> 75% tinggi 50-75% sedang < 50% rendah

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 33

LAPO RAN PEND AH ULU AN

KRITERIA

INDIKATOR

PARAMETER

STANDAR EVALUASI

KETERANGAN Data dari instansi terkait atau petani sample Data BPS atau petani sample Dalam bentuk pajak, retribusi untuk dana lingkungan

2. Tingkat Pendapatan keluarga/tahun Garis kemiskinan BPS pendapatan 3. Produktivitas Produksi/ha/thn Menurun, tetap, meningkat lahan 4. Jasa lingkungan Inter nalitas dari externalitas Ada, tidak ada (air, wisata, iklim pembiayaan pengelolaan bersama mikro, umur (cost sharing) waduk) E.Kelembagaan 1. Pemberdayaan Peranan lembaga lokal dalam Berperan, tidak berperan lembaga pengelolaan DAS lokal/adat 2.Ketergantungan Intervensi pemerintah Tinggi, sedang, rendah masyarakat kepada pemerintah 3. K I S S Konflik Tinggi, sedang, rendah 4. Kegiatan usaha Jumlah unit usaha Bertambah, berkurang, tetap bersama Sumber : 1. Departemen Kehutanan, Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2001. 2. Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 1995. 3. Ersyn Seyhan, Fundamental of Hydrology, 1977.

Data hasil pengamatan Data hasil pengamatan

Data hasil pengamatan Data dari instansi terkait

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 34

L APO R AN PEND AH ULU AN

4.2.5 Penentuan Arahan Fungsi Pemanfaatan Ruang Arahan fungsi Pemanfaatan lahan ditetapkan berdasarkan tiga faktor yaitu: a. Kemiringan Lahan b. Jenis Tanah dan Kepekaannya terhadap Erosi c. Curah Hujan Harian rata-rata Melalui program GIS dengan Cara tumpang susun ( overlay ) peta-peta tematik, maka akan diperoleh satuan lahan menurut klasifikasi dan nilai (skor)nya. Penetapan arahan fungsi pemanfaatan lahan dilakukan dengan menjumlahkan skor dari ketiga faktor yang dinilai pada setiap satuan lahan. Jumlah skor tersebut akan mencerminkan kemampuan lahan untuk masing-masing satuan lahan. Berdasarkan besarnya skor total dan kriteria lainnya, akan diperoleh arahan fungsi pemanfaatan lahan dari masing-masing satuan lahan. Arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasa rkan kriteria tersebut dibagi menjadi empat kawasan yaitu : a. Kawasan Fungsi Lindung b. Kawasan Fungsi Penyangga c. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Tahunan d. Kawasan Fungsi Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman

Penyusunan Arahan Pemanfaatan Ruang DAS Bahorok

IV - 35

Anda mungkin juga menyukai