Anda di halaman 1dari 27

ACUAN PELAKSANAAN

PENDIDIKAN KESETARAAN PROGRAM PAKET A, PAKET B, DAN PAKET C

DIREKTORAT PENDIDIKAN KESETARAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA, 2006

PENULIS : PENYUNTING : PENYELENGGARA PROGRAM : Ace Suryadi, Ph.D Ella Yulaelawati, Dra., M.A., Ph.D

( Penanggungjawab ) (Ketua ) (Wakil Ketua ) ( Sekretariat ) ( Sekretariat )

Naskah Acuan Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan Program Paket A B C ini telah diujicobakan secara terbatas di beberapa provinsi yang melibatkan Dinas Pendidikan, pengelola kelompok belajar, tutor dan nara sumber lainnya.

KATA PENGANTAR Pendidikan nasional sangat berperan bagi pembangunan manusia karena dapat menginvestasikan perwujudan manusia Indonesia yang berakhlak mulia, berkarakter produktif, dan berdaya saing sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pendidikan sebagai hak azasi manusia tercantum pada pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang tertulis: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28C ayat (1) yang tertulis, Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Sejalan dengan Undang-undang tersebut untuk memenuhi hak-hak warga negara terhadap akses pendidikan bermutu, Pendidikan Kesetaraan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nonformal di Indonesia, telah diperkenalkan mulai tahun 1970. Program Paket A, Paket B, dan Paket C telah berperan dengan signifikan dalam memberikan layanan pendidikan bagi mareka yang terkendala untuk menyelesaikan pendidikan formal. Keberadaan Pendidikan Kesetaraan menjadi lebih penting lagi dalam meningkatkan pendidikan sepanjang hayat di negara ini. Namun demikian, pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan yang ada saat ini masih perlu dikembangkan dan diperbaharui, melalui pemikiran kreatif dan inovatif, khususnya dalam diversifikasi pelayanan mengingat luas dan heterogennya cakupan sasaran Pendidikan Kesetaraan. Untuk itulah maka Acuan Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Paket B, dan Paket C disusun agar dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang benar bagi masyarakat. Saya ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada berbagai pihak atas kontribusi dan perannya dalam penyusunan acuan ini. Tentu saja kesempurnaan acuan ini menjadi keinginan kita bersama, maka dengan senang hati kami menunggu masukan yang bermanfaat untuk perbaikan buku acuan ini. Akhirnya semoga acuan yang disusun dengan kesungguhan, komitmen, dan keikhlasan ini dapat bermanfaat untuk kita semua, dengan harapan semoga Allah Swt berkenan memberikan rakhmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amiin.

Jakarta, September 2006 Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Ace Suryadi, Ph.D NIP. 130 687 374

PRAKATA

Kreativitas dan produktivitas sangat berpengaruh untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia (SDM). Sumberdaya manusia yang kreatif dan produktif akan menampilkan hasil kerja atau kinerja yang baik, secara perorangan atau kelompok. Pendidikan dapat berperan untuk membangun kreativitas dan produktivitas SDM sekaligus penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan dunia kerja dan kesiapan belajar sepanjang hayat. Pendidikan Kesetaraan dirancang untuk memberikan pengakuan terhadap pembelajaran mandiri dan pengetahuan yang diperoleh di luar sekolah. Pendidikan Kesetaraan menguatkan kreativitas dan produktivitas yang mungkin telah berkembang pada seseorang melalui pembelajaran kecakapan hidup. Untuk meningkatkan mutu Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Pendidikan Kesetaraan menyusun Acuan Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Paket B, dan Paket C yang memberikan rujukan teknis dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, potensi, dan karakteristik peserta didik. Acuan ini diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi para pembina, penyelenggara, penulis bahan ajar, pamong, dan tutor dalam memberikan layanan terbaiknya kepada warga masyarakat. Dengan adanya acuan ini, diharapkan pengambil keputusan, akademisi, praktisi, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan pendidikan nasional semakin memahami arti penting dan strategisnya Pendidikan Kesetaraan dalam sistem pendidikan nasional.

Jakarta, September 2006 Direktur Pendidikan Kesetaraan

Ella Yulaelawati, MA., Ph.D NIP. 131 386 322

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................... ............................................. PRAKATA .......................................... ................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................................... I. PENDAHULUAN ............................................................................................. A. Latar Belakang ............................................................................................. B. Pengertian ..................................................................................................... C. Dasar Hukum ............................................................................................... D. Tujuan ......................................... .................................................................. E. Sasaran......................................... .................................................................. II. KARAKTERISTIK SASARAN DAN KOMUNITAS BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN A. KARAKTERISTIK SASARAN B. KARAKTERISTIK PENYELENGGARA KOMUNITAS BELAJAR III. DIVERSIFIKASI LAYANAN ..................................................................... IV. PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESETARAAN ................................ A. Kurikulum................................ ............................................................. B. Proses Pembelajaran ............................................................................ C. Pendidik dan Tenaga Kependidikan.................................. ............... D. Peserta Didik ............................ ............................................................ E. Sistem Pindah Jalur (Multi Entri dan Exit)............... ........................ F. Sarana dan Prasarana........................................................................... G. Pengelolaan ................................. ......................................................... V. PENUTUP ..................................................................................................... Lampiran Administrasi Kelompok Belajar ................... ................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nonformal meliputi; pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan nonformal berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dapat secara berjenjang dan terstruktur dengan sistem yang luwes, fungsional dan mengembangkan kecakapan hidup untuk belajar sepanjang hayat. Program Paket A Setara SD/MI dan Paket B Setara SMP/MTs berfungsi untuk: menuntaskan wajib belajar 9 tahun terutama pada kelompok usia 15-44 tahun dan memberikan layanan wajib belajar 9 tahun bagi siapa pun yang terkendala memasuki jalur pendidikan formal karena berbagai hal serta bagi individu yang menentukan pendidikan kesetaraan atas pilihan sendiri. Program Paket C Setara SMA/MA memberikan pelayanan pendidikan bagi siapa pun yang kebutuhan pendidikannya tidak dapat dipenuhi oleh jalur pendidikan formal. Pendidikan Kesetaraan dapat dilaksanakan pada satuan pendidikan nonformal terdiri atas, antara lain: lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis talim, pondok pesantren, komunitas sekolahrumah, dan satuan pendidikan yang sejenis lainnya. Untuk merespon kebutuhan masyarakat terhadap layanan dan peningkatan mutu jalur Pendidikan Nonformal, Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, menyusun acuan penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan. Acuan ini disusun untuk memberikan rambu-rambu teknis penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan program Paket A, Paket B, dan Paket C. Acuan pelaksanaan ini diharapkan dapat memfasilitasi para penyelenggara, instansi yang terkait dengan PNF baik di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan organisasi-organisasi sosial, kemasyarakatan dan keagamaan agar dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan program Paket A, B dan C sesuai dengan standar yang diharapkan. B. Pengertian 1. Pendidikan Kesetaraan Pendidikan Kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencangkup program Paket A, Paket B, dan Paket C (Penjelasan Pasal 26 Ayat (3) UU Sisdiknas No. 20/2003). Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk

oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Pasal 26 Ayat (6)). 2. Program Paket A. Program Paket A adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal yang dapat diikuti oleh peserta didik yang ingin menyelesaikan pendidikan setara SD/MI. Lulusan Program Paket A berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan ijazah SD/MI. 3. Program Paket B Program Paket B adalah program pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal yang dapat diikuti oleh peserta didik yang ingin menyelesaikan pendidikan setara SMP/MTs. Lulusan Program Paket B berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan ijazah SMP/MTs. 4. Program Paket C Program Paket C adalah program pendidikan menengah pada jalur pendidikan nonformal yang dapat diikuti oleh peserta didik yang ingin menyelesaikan pendidikan setara SMA/MA. Lulusan Program Paket C berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan ijazah SMA/MA. C. Dasar Hukum Dasar hukum penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan program Paket A, B dan C adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 4. Instruksi Presiden: a. No. 1 tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. b. Instruksi Presiden No.5 Tahun 2006, tanggal 9 Juni 2006 Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. 5. Keputusan Mendikbud No. 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan Paket B. 6. Kep. Mendiknas No. 86/U/2003 tentang penghapusan UPERS. 7. Keputusan Mendiknas No. 0132/U/2004 tentang Program Paket C. D. Tujuan Tujuan Pendidikan Kesetaraan adalah: 1. Memperluas akses Pendidikan Dasar 9 tahun melalui jalur Pendidikan Nonformal Progam Paket A dan Paket B.

2.

Memperluas akses Pendidikan Menengah melalui jalur Pendidikan Nonformal Progam Paket C. 3. Meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing Pendidikan Kesetaraan program Paket A, B dan C. 4. Menguatkan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik terhadap penyelenggaraan dan lulusan Pendidikan Kesetaraan. E. Sasaran Sasaran Pendidikan Kesetaraan terdiri dari: 1. Kelompok masyarakat usia 15 44 yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. 2. Kelompok masyarakat yang membentuk komunitas belajar sendiri dengan flexi learning seperti komunitas sekolahrumah atau komunitas e- learning. 3. Penduduk yang terkendala ke jalur formal karena berbagai hal berikut: a. potensi khusus seperti pemusik, atlet, pelukis dll, b. waktu seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya, c. geografi seperti etnik minoritas, suku terasing dan terisolir, d. ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan petani, nelayan, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita, b. keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), c. bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, korban Napza, dan anak Lapas.

BAB II KARAKTERISTIK SASARAN DAN KOMUNITAS BELAJAR PENDIDIKAN KESETARAAN A. KARAKTERISTIK SASARAN Berikut adalah karakteristik sasaran dan komunitas belajar Pendidikan Kesetaraan 1. KELOMPOK MASYARAKAT USIA 15-44 TAHUN Salah satu kendala untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun pada skala nasional adalah keragaman pencapaian pendidikan masyarakat pada kelompok usia yang beragam. Pada kelompok usia 15-44 tahun masih banyak yang belum tamat SD/MI, SMP/MTs, atau lulus SD/Mi tapi tidak melanjutkan. Menurut data BPS (2004) pada kelompok usia 13-15 tahun (3 tahun diatas usia SD/Mi)terdapat 583.487 orang putus sekolah SD/MI, dan 1,6 juta lebih yang tidak sekolah SD/MI. Kemudian pada kelompok usia 16-18 tahun terdapat 871.875 orang putus sekolah SMP/MTs, dan 2,3 lebih juta lebih yang lulus SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke SMP/MTs. Sasaran wajib belajar melalui pendidikan nonformal difokuskan pada kelompok usia 3 tahun di atas usia sekolah tersebut di atas, yaitu 2.509.989 yang merupakan jumlah dari putus sekolah SD/Mi, dan SMP/Mts serta sebagian dari usia 16-18 tahun yang putus lanjut ke SMP/Mts. Angka ini lebih besar pula untuk kelompok usia 18-44 yang juga merupakan sasaran wajar PNF yang apabila tidak dituntaskan akan cenderung menjadi buta aksara.

2. KOMUNITAS BELAJAR DENGAN FLEXI LEARNING Kelompok masyarakat yang membentuk Komunitas Belajar sendiri dengan flexi learning (pembelajaran yang fleksibel) terdiri atas: (i) Kelompok masyarakat belajar mandiri atau keluarga yang memberikan layanan pembelajaran terbaik bagi anak-anaknya melalui sekolahrumah tunggal, sekolahrumah majemuk, dan komunitas sekolah rumah, (lihat acuan sekolahrumah). Di antara karakteristik dan ciri-ciri kelompok masyarakat sekolahrumah adalah: a) mandiri, b) produktif, c) supel, d) memiliki pengalaman di luar negeri, e) demokratis, f) disiplin, dan g) menghargai hak asasi. (ii) Kelompok masyarakat yang hidup di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang membentuk komunitas belajar secara on-line (elearning). Di antara karakteristik komunitas belajar e-learning adalah: a) memiliki kemampuan linguistik,

b) c) d) e) f) g)

memiliki kecakapan dalam komunikasi, mahir dalam bahasa asing terutama bahasa Inggris, memiliki wawasan yang luas (alam maya), lebih memiliki kemampuan intrapersonal, cenderung individual, dan akrap dengan teknologi komunikasi.

(iii) Kelompok masyarakat yang mengaktualisasikan diri dalam mewujudkan aspirasi secara mandiri dalam bentuk berbagi sekolah alternatif (sekolah alam, sekolah kelas campuran dan sejenisnya). Kelompok masyarakat ini memiliki ciri-ciri, di antaranya: a) memiliki wawasan luas tentang lingkungan, b) mencintai lingkungan, c) menganggap lingkungan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kehidupan, d) menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi manusia, e) terbuka, f) menghormati sesama, dan g) humanis. (iv) Kelompok masyarakat yang melihat pentingnya mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Di antara ciri dan karakteristik kelompok masyarakat ini adalah: a) memiliki keprihatinan terhadap kondisi pendidikan nasional, b) memandang penting pendidikan, c) menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, d) menganggap ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional sebagai prasyarat penting dalam pembangunan.

3. PENDUDUK YANG TERKENDALA KE JALUR FORMAL (i) Penduduk berpotensi khusus, seperti pemusik, atlet, pelukis dll. Di antara karakteristik individu-individu yang berpotensi khusus adalah: a) memiliki keahlian tertentu (spsialisasi), b) menikmati dan mengaprsiasi keindahan, c) menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, d) tidak suka dengan ikatan-ikatan dan peraturan-peraturan yang mengikat, e) tekun dan profesional dalam bidangnya. (ii) Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya. Mereka adalah penduduk, yang di antara karakteristik mereka adalah: a) mengabiskan waktu mereka untuk bekerja, waktu kosong hanya pada hari Sabtu dan Minggu atau hari-hari libur lainnya, a. cenderung kurang memperhatikan pentingnya belajar karena sudah memiliki penghasilan, b. motivasi belajar rendah, karena prioritas hidup mereka adalah bekerja untuk mencari nafkah,

10

c. mampu memenuhi kebutuhan hidup minimal melalui penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya, d. dibebani tanggungjawab membantu ekonomi keluarga, e. kemampuan konsentrasi belajar rendah, karena fisiknya kelelahan/capek bekerja, f. memiliki pengalaman yang spesifik dalam pekerjaan atau bakat tertentu, g. tempat tinggal mereka terkonsentrasi di tempat/wilayah tertentu seperti lokasi industri/pabrik, perkebunan, pantai, dan lain-lain, (iii) Penduduk terkendala geografi, mereka adalah etnik minoritas, suku terasing dan terisolir, yang terkonsentrasi di: a) kawasan perbatasan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang berbatasan dengan Malaysia, b) daerah pulau-pulau terpencil, c) daerah-daerah perbatasan antara Indonesia-Malaysia (untuk sasaran TKI), seperti di Provinsi Kalbar (Kabupaten: Sambas. Bengkayang. Landak. Sanggau. Sintang. Kapuas Hulu); Kalteng (Kabupaten Barito Utara), dan Kaltim (Kabupaten: Kutai Barat, Malinau, Nunukan), d) daerah-daerah tertinggal sesuai Kep. Menneg. Pembangunan Daerah Tertinggal No.001/KEP/M-PDT/II/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal terdapat 199 kabupaten sebagai daerah tertinggal. (iv) Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita. 1. Penduduk nelayan / pesisir, dengan ciri-cir sebagai berikut: a. sangat dipengaruhi oleh kehidupan yang mengandalkan laut yang menantang, b. perolehan hasil tangkapan/ikan yang tidak menentu, c. tergantung dengan musim ikan yang hanya terjadi 8 bulan d. mengalami kemiskinan yang terstruktur akibat terbelit hutang dengan juragan, e. kurang memperhatikan kesehatan dan pendidikan, f. jiwa/watak yang keras, dan berjiwa pengikut (follower), g. sedikit sekali memiliki kesempatan mendapat informasi, dan bimbingan atau penyuluhan. 2. Penduduk petani, dengan karakteristik sebagai berikut: a) pola pikir masih sangat sederhana dan praktis baik dalam budidaya pertanian maupun kehidupan sosialnya; b) kurang memiliki keinginan dan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan teknik pengelolaan pertaniannya; c) masih tergantung pada keadaan alam; d) kurangnya keterampilan dalam penanganan pasca panen dan penguasaan pasar; e) kurang memiliki kemampuan dalam mengakses permodalan; f) kurang mementingkan pendidikan anggota keluarga.

11

3. Pembantu Rumah Tangga (PRT) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW), dengan karakteristik sebagai berikut: a) jauh dari keluarga, b) hidup tergantung pada majikan, c) bekerja sepenuh masa tanpa jadwal yang pasti, d) bekerja tanpa deskrepsi tugas (mengerjakan apa saja), e) tidak memiliki perlindungan hak hukum, f) tanpa jaminan masa depan yang pasti, g) tempat bekerja tertutup dan mudah terdedah pada gangguan kekerasan dan seksual. (v) Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah). Di antara karakteristik warga pondok pesantren ini adalah: a) sangat menghormati dan memandang tinggi kedudukan kyai, kyai bagi mereka adalah sumber ilmu pengetahuan agama dan figur dalam berperilaku, b) memiliki ilmu pengetahuan agama Islam yang luas dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mengamalkan ajaran agama, c) pada umumnya mereka di daerah pedesaan, a. Memiliki semangat; keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian dan ukhuwah islamiyah (persaudaraan Islam), b. Kurang memperhatikan pentingnya ilmu umum, dan d) membutuhkan keterampilan bermatapencaharian.

(vi) Bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, anak Lapas, dan korban Napza: 1. Anak jalanan, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. memiliki pengalaman yang unik /spesifik untuk hidup di jalanan. b. mampu mengatasi berbagai masalah untuk bertahan hidup. c. berumur 7-18 tahun, berasal dari keluarga miskin dan korban antara lain; kekerasan dan pelecehan seksual, broken home, dan terlantar. d. gairah hidup dan motivasi belajar rendah. e. sulit beradaptasi dengan keteraturan hidup wajar, (kumuh, kumal, liar dan kriminal) termasuk, peraturan sekolah. f. pemakai obat-obat terlarang atau pengisap aibon, minum minuman keras, perokok, dan gaya hidup seks bebas. g. memiliki kemampuan konsentrasi pendek, pikiran yang berubahubah, h. hidup nekad dan pemberani, dan i. tidak peduli dengan lingkungan. 2. Anak Lapas, dengan karakteristik mereka sebagai aberikut: a. gairah hidup dan motivasi belajar rendah. b. memiliki pengalaman yang unik dalam hidup di masyarakat, d. mampu mengatasi berbagai masalah untuk bertahan hidup, e. sulit beradaptasi dengan keteraturan hidup wajar, (kriminal) termasuk, norma hidup di masyarakat, f. berasal dari keluarga miskin, dan berumur 12-50 tahun, g. berasal dari pelaku antara lain; kekerasan dan pelecehan seksual dan kejahatan,

12

h. pemakai obat-obat terlarang (narkoba), minuman keras, dan perokok, i. membentuk hubungan kekeluargaan berdasarkan konsep keluarga komunitas Lapas, j. terpisah dari keluarganya dan memiliki permasalahan emosional, k. kemampuan konsentrasi pendek dan tidak fokus, l. tidak peduli dengan lingkungan, temperamen keras, hidup nekad, dan berjiwa labil (trauma). 3. Korban Napza, yang karakteristik mereka di antaranya adalah: a) pemakai obat-obat terlarang atau pengisap aibon, minum minuman keras, perokok, dan gaya hidup seks bebas, pengkonsumsi narkoba, b) korban antara lain; kekerasan dan pelecehan seksual, broken home, dan terlantar. c) putus asa dan gairah hidup rendah, d) sulit beradaptasi dengan keteraturan hidup wajar, termasuk peraturan sekolah. e) Tidak memiliki motivasi belajar, f) hidup nekad dan tidak memiliki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.

13

B. KARAKTERISTIK PENYELENGGARA KOMUNITAS BELAJAR Sebagai community based educatioan and broad based education program Pendidikan Kesetaraan dapat diselenggarakan oleh berbagai bentuk lembaga, organisasi, dan komunitas belajar, yang di antaranya adalah sebagai berikut: a) PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) PKBM (Pusat kegiatan Belajar Masyarakat) merupakan institusi pendidikan nonforma yang dimiliki dan dikelolah oleh masyarakat atau ormas, orsosmas atau organisasi keagamaan. Pemerintah berperanan sebagai fasilitator. PKBM didirikan untuk pemberdayaan masyarakat; dalam aspek ekonomi, budaya, sosial. Ia adalah tempat atau pusat belajar masyarakat; dari dan untuk masyarakat yang netral dan bleksibel. PKBM sebagai lembaga pendidikan nonformal melayani berbagai program pendidikan nonformal, yang diantaranya adalah; pendidikan anak usia dini, keaksaraan fungsional, kursus, dan pendidikan kesetaraan Paket A, B dan C. Hingga saat ini terdapat 3.064 PKBM yang tersebar di berbagai desa dan kota di Indonesia. b) SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) merupakan institusi pendidikan nonformal yang dimiliki dan dikelola oleh Departemen Pendidikan di level kabupaten. Terdapat 277 SKB yang tersebar di 400 kabupaten di seluruh Indonesia. Sebagai sanggar atau pusat kegiatan belajar SKB melayani berbagai kegiatan dan program pendidikan nonformal, termasuk didalamnya dalah program pendidikan kesetaraan paket A, B dan C. c) Pondok Pesantren Pondok pesantren merupakan salah satu institusi pendidikan tertua di Indonesia. Ia muncul bersamaan dengan datangnya Islam di negara ini sejak 13 abad yang lalu.. Pondok pesatren telah berperanan penting dalam penyebaran agama Islam dan pengambangan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan di bawah pengawasan Departemen Agama yang higga saat ini mencapai sekitar 14.000 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Tanah Air. Sebagian besar pondok pesantren berada di daerah-daerah perdesaan dengan peserta didik yang sebagian besar adalah dari kalangan masyarakat miskin; petani dan nelayan. Dengan penandatanganan MOU dan kerjasama antara Departemen Agama dan Departemen Pendidikan, banyak pondok pesantren yang menyelenggarakan program pendidikan kesearaan Paket A, B dan C. d) Majlis Taklim Majlis taklim, yang secara literal berarti tempat pembelajaran merupakan suatu wadah di mana suatu kelompok masyarakat bertemu untuk belajar dan mendalami ajaran agama Islam. Majlis taklim bersifat nonformal dan tumbuh semarak di seluru plosok tanah baik melalui organisasi-organisasi keagamaan maupun oraganisasioraganisasi masyarakat. Sebagai perkumpulan masyarakat yang berbasis pendidikan Majlis Taklim dapat menyelenggarakan Pendidikan Kesetaraan program Paket A, Paket B dan Paket C. e) Sekolahrumah Sekolahrumah adalah layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orangtua/ keluarga di rumah atau tempat-tempat lain, di mana

14

proses belajar mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal. Sekolahrumah diklasifikasikan ke dalam beberapa format; a) Sekolahrumah Tunggal yang dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga dan tidak bergabung dengan keluarga lain, b) Sekolahrumah Majemuk yang dilaksanakan oleh orangtua dari dua atau lebih keluarga lain yang menerapkan Sekolahrumah, dan c) Komunitas Sekolahrumah yang merupakan gabungan beberapa Sekolahrumah Majemuk. Pendidikan Kesetaraan menjadi sistem alternatif bagi Sekolahrumah. f) Sekolah Alam Sekolah Alam merupakan suatu bentuk pelayanan pendidikan yang menyatu dengan alam. Menerapkan proses pembelajaran belajar bersama yang diwujudkan dalam karya nyata melalui metode belajar yang terbuka, nyata dan menyenangkan. Tutor lebih berperan sebagai fasilitator dan dinamisator yang memberi semangat kepada peserta didik untuk selalu gemar berekspresi, bereksperimen, dan bereksplorasi dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai laboratorium. g) Sekolah Multy Ggrade Teaching Sukolah Multy Grade Teaching atau juga biasa disebut dengan Multigrade School dan Multigrade Classadalah sekolah di mana peserta didik yang berbeda-beda tingkatan / level / kelas di campur dan di tempatkan dalam satu kelas. Sekolah jenis ini banyak ditemukan tidak saja di negara-negara membangun tapi juga di negaranegara industri. Sekolah jenis ini muncul akibat dari jumlah guru yang lebih sedikit dari jumlah kelas yang ada. Sehingaa seorang guru harus mengajar lebih dari satu kurikulum dalam satu kelas dan dalam waktu yang sama. Jenis sekolah ini juga dapat mengikuti dan menyelenggarakan program Pendidikan Kesetaraan. Bahkan, model sekolah ini akan lebih sesuai dengan program Pendidikan Kesetaraan karena Pendidikan Kesetaraan memberikan peluang adanya sistem pindah jalur bagi peserta didik. h) Susteran Susteran yang merupakan institusi pendidikan untuk para biarawati di lingkungan Umat Kristen-Katolik dapat menjadi penyelenggara Pendidikan Kesetaraan. Susteran yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia baik dengan sarana dan prasarana gereja maupun yang terpisah dari gereja dapat berperanan penting dalam memperluas akses dan meningkatkan mutu Pendidikan Kesetaraan di lingkungan Umat Kriten-Katolik. i) Diklat-diklat dan UPT Dalam rangka memperluas akses pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan nasional telah menjalin kerjasama dengan berbagai departemen. Pusat-pusat pendidikan dan Latihan maupu Unit Pelaksana Teknis yang dimiliki oleh berbagai departemen, khususnya yang telah menjalin kerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional, dapat menjadi penyelenggara dan tempat penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan.

15

BAB III DIVERSIVIKASI LAYANAN a. Pangkalan belajar b. Pembelajaran langsung, yaitu model layanan pembelajaran yang dilakukan secara langsung. Artinya antara tutor dan peserta didik bertatap muka secara langsung, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Kegiatan tutorial tatap muka yang akan menjadi wahana untuk mendiskusikan berbagai kesulitan yang ditemui oleh peserta didik selama mempelajari materi modul. Mereka mengemukakan bahwa ada kesulitan yang mereka hadapi di dalam memahami materi modul yang ada. c. Lumbung Sumber Daya, yang berorientasi basis komunitas. Dilakukan berkelompok terkumpul dalam pusat pembelajaran yang selanjutnya dilaksanakan proses belajar mengajar secara tutorial. Hal ini dapat diawali dengan memberikan pelatihan kepada konstituen utama yang selanjutnya diminta menjadi volunteer untuk pengembangan program di tengah-tengah komunitas masyarakatnya masing-masing. Orang tua atau keluarga dapat berperan sebagai volunteer. d. Layanan pendidikan bergerak (mobile education service) atau kelas berjalan (Mobile Classroom), merupakan pelayanan pendidikan dengan sistem jemput bola (door to door) yang dilakukan oleh tutor pada peserta didik dari satu tempat ke tempat yang lain. Kelas berjalan dapat berupa mobil yang berkeliling atau dengan menggunakan sepeda motor yang dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan, seperti: kemasan bahan belajar dalam CD yang dapat ditayangkan melalui layar komputer VCD/DVD/TV yang dapat disaksikan oleh kelompok-kelompok belajar (Paket B). Mobil atau sepeda motor keliling tersebut beserta tutornya secara rutin mengunjungi peserta didik baik perorangan maupun kelompok. e. E-Learning, yaitu pembelajaran pendidikan kesetaraan secara on line (e-learning) sebagai alternatif bagi peserta didik yang relatif sulit untuk bertemu langsung dengan tutor atau meninggalkan tempat kerjanya. Dalam e-learning pemberian informasi dalam pembelajaran yang lebih langsung kepada peserta didik dapat dilakukan melalui tatap muka audio visual dan internet.

16

BAB IV PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESETARAAN A. Kurikulum 1. Kurikulum Satuan Pendidikan Kesetaraan Kurikulum tingkat satuan Pendidikan Kesetaraan dan silabusnya untuk program Paket A, Paket B, dan Paket C disusun secara induktif, tematik dan berbasis kecakapan hidup, serta sesuai dengan konteks lokal dan global. Kurikulum disusun dan ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota sebagai lembaga yang bertanggung jawab di bidang pendidikan serta berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan Pendidikan Kesetaraan. Penyusunan struktur kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan dan memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal maupun global serta memperhatikan karakteristik daerah, ciri khas Pendidikan Kesetaraan, dan peserta didik. Muatan kurikulum Pendidikan Kesetaraan mengacu pada standar nasional pendidikan yang meliputi mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Kedalaman muatan kurikulum dapat disajikan per darjah (level) atau tingkat pencapaian kompetensi. Muatan kurikulum disusun dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal maupun global serta memperhatikan karakteristik daerah, ciri khas Pendidikan Kesetaraan, dan peserta didik. Pengaturan beban belajar diatur dengan menggunakan dua sistem Jam belajar : 1) pertemuan sistem tatap muka (reguler), dan 2) sistem satuan kredit kesetaraan (SKK). Kedua model pengaturan beban belajar dilakukan agar lebih cocok dengan ciri Pendidikan Kesetaraan yang menekankan program pembelajaran secara mandiri dan moduler, serta dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan peserta didik.

2. Mata Pelajaran Untuk Sasaran Beragam


Di lain mata pelajaran yang ditetapkan dalam muatan kurikulum Pendidikan Kesetaraan, mata pelajaran muatan lokal dan pengembangan diri harus lebih disesuikan dengan sarsaran peserta didik yang beragam, seperti berikut: a) Sekolahrumah; Di antara materi yang harus dikenalkan adalah keterampilan dalam bidang musik, seni, sastera, olah raga dan keterampilan sosial dan spiritual, dan keterampilan bahasa asing, dan materi-materi lain yang biasa digunakan oleh sekolahrumah di luar negeri. b) E-leraning; Materi tentang komputer, undang-undang cyber, dan teknologi informasi dan komunikasi seperti desain hiasan, membuat animasi, dan membuat halaman situs web, dan keterampilan bahasa asing. c) Sekolah alternatif (Sekolah Alam dan Kelas Campuran ); Di antar materi yang dapat dikenalkan kepada peserta didik di lingkungan sekolah alam adalah; materi tentang eko sistem, lingkungan, polusi, pembangunan berkesinambungan, dall. Sementara untuk peserta didik pada Kelas Campuran

17

perlu mempelajari hal-hal yang berkaitan tentang hak asasi manusia dan persaman hak, keterampilan sosial dan adaptasi. d) Petani; Materi kecakapan hidup (life skill) yang disesuikan dengan kondisi dan keperluan masyarakat pertanian yang meliputi; budidaya, penanganan panen, pengelolaan paska panen, pemasaran, permodalan dan kaedah bisnis. e) PRT dan TKW; untuk peserta didik yang berprofesi sebagai PRT dan TKW perlu mendapatkan materi pelajaran tentang keterampilan kerumahtanggaan, teknik komunikasi, bahasa yang digunakan ketika bekerja, dan juga materi tentang hak dan kewajiban sebagai buruh. Selain itu mereka juga perlu diajar dan dilatih tentang seni bela diri untuk dapat menghindari terjadinya kemungkinankemungkinan yang tidak diinginkan. f) Nelayan; Materi kecakapan hidup yang berkaitan dengan kegiatan usaha perikanan antara lain: usaha/ keterampilan penangkapan ikan, usaha/ keterampilan budidaya perikanan, usaha/ keterampilan pengolahan hasil perikanan. Juga materi yang beerkaitan dengan pembinaan perilaku, wawasan perikanan, dan wawasan tentang pengembangan produksi dan pemasaran. g) Pondok pesantren; Di antara materi kecakapan hidup / keterampilan vokasional yang harus dikembangkan pada warga pondok pesantren adalah; perikanan, pertanian, peternakan, pertukangan, kerajinan, kesenian, kaligrafi, kewirausahaan dan manajemen. h) Anak Jalanan, Anak Lapas dan Korban Napza; Kebiasaan dan tekanan yang dialami dalam kehidupan anak jalanan, anak lapas, dan korban Napza berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan kejiwaannya. Mereka mempunyai pertimbangan sendiri dalam mengambil keputusan yang mungkin sangat berbeda dengan anak-anak sebayanya yang hidup normal. Dengan demikian, materi pelajaran untuk mereka harus ditambah dengan materi-materi tentang pengetahuan kesehatan umum dan kesehatan seksual, penegtahuan tentang hukum dan kriminal, pengetahuan tentang ketahanan hidup, bimbingan konseling/BK, dan budi pekerti/etika.

B. Proses Pembelajaran 2. Pendekatan Proses pembelajaran Pendidikan Kesetaraan menggunakan pendekatan induktif, tematik, partisipatif (andragogis), konstruktif dan lingkungan. a) Induktif; adalah pendekatan yang membangun pengetahuan melalui kejadian atau fenomena empirik dengan menekankan pada belajar pada pengalaman langsung. b) Tematik; adalah pendekatan yang mengorganisasikan pengalamanpengalaman dan mendorong terjadinya pengalaman belajar yang meluas tidak hanya tersekat-sekat oleh batasan pokok bahasan, sehingga dapat mengaktifkan peserta didik dan menumbuhkan kerjasama.

18

c) Konstruktif; adalah pendekatan yang menumbuhkan pengakuan bahwa setiap peserta didik mempunyai pandangan sendiri terhadap dunia dan alam sekitarnya berdasarkan pengalaman individu dalam menghadapi dan menyelesaikan situasi yang tidak tentu. Pembelajaran konstruktif dilaksanakan melalui pandangan individual peserta didik untuk membangun makna. d) Partisipatif andragogis; adalah pendekatan yang membantu menumbuhkan kerjasama dalam menemukan dan menggunakan hasil-hasil temuannya yang berkaitan dengan lingkungan sosial, situasi pendidikan yang dapat merangsang pertumbuhan dan kesehatan individu, maupun masyarakat. e) Berbasis lingkungan; adalah pendekatan yang meningkatkan relevansi dan kebermanfaatan pembelajaran bagi peserta didik sesuai potensi dan kebutuhan lokal. 2. Metode Pembelajaran Dengan tetap memperhatikan aspek psikologi dan sosial kelompok masyarakat yang berbeda-beda, dan berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut di atas, secara garis besar proses pembelajaran dilakukan melalui beberapa metode berikut: a. Metode Kooperatif; menggalakkan peserta didik yang mempunyai berbagai kebolehan berinteraksi dan bekerja sama untuk menguasai sesuatu konsep atau keterampilan bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk rekanrekan yang lain, serta memotivasi semua peserta didik. b. Metode Interaktif; suatu kaidah yang melibatkan interaksi antara tutor dan peserta didik, antar peserta didik, peserta didik dengan komputer, atau peserta didik dengan lingkungannya. c. Metode Eksperimen; proses pembelajaran dengan menjalankan kajian atau penyiasatan tentang suatu fenomena yang berlaku dalam alam sekitar. d. Tutorial; tenaga kependidikan menerangkan pelajaran secara interaktif dengan membuka peluang kepada peserta didik untuk bertanya. e. Diskusi; tenaga kependidikan menugaskan peserta didik untuk mendiskusikan, isu tertentu yang berkaitan dengan tema pelajaran dan dalam waktu yang sama tenaga kependidikan membimbing dan memberikan kata putus. g. Penugasan; tenaga kependidikan memberikan tugas kepada peserta didik, baik secara individual maupun kelompok, tugas-tugas yang berkaitan dengan pelajaran. h. Praktek; tenaga kependidikan menerangkan dan memberikan contoh tentang cara-cara membuat keterampilan tertentu, kemudian diikuti dan diterapkan oleh peserta didik. i. Belajar mandiri; proses belajar di luar jam pelajaran formal di mana peserta didik mempelajari pelajaran atau mempraktekkan suatu keterampilan dengan bantuan kawan ataupun orang lain. j. Demonstrasi; proses belajar dengan menggunakan peragaan. k. Observasi; proses belajar dengan memperhatikan dan menganalisa objek pembelajaran. l. Simulasi; proses belajar dengan bermain peran atau menggunakan alat peraga/ bukan alat sesungguhnya.

19

m. Studi kasus; proses belajar untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 3. Metode Pembelajaran Untuk Sasaran Beragam Selain menggunakan metode-metode di atas, untuk sasaran yang beragam diperlukan juga beberapa metode yang lebidh sesuai, seperti berikut: a) Sekolahrumah; metode pembelajaran pada sekolahrumah harus bersifat demokratis, kekeluargaan yang disiplin, dan terbuka. b) E-leraning; metode pembelajaran tatap muka audio visual dan internet. c) Sekolah alternatif (Sekolah Alam dan Kelas Campuran); sekolah alam dapat lebih menekankan pada metode pembelajaran melalui proyek dan praktek lapangan. d) PRT dan TKI; untuk peserta didik dari kalangan PRT dan TKW metode pembelajaran melalui praktek akan lebih sesuai, terutama untuk materi yang berkaitan dengan keterampilan kerumahtanggaan. e) Petani dan Nelayan; untuk materi-materi yang berkaitan dengan keterampilan bertani dan bernelayan perlu lebih banyak menggunakan metode praktek lapangan dan magang. f) Pondok pesantren; metode wetonan (guru membacakan kitab sementara santri mendengarkan) dan metode sorogan (santri menyodorkan dan guru mendengarkan dan memberikan komentar) yang masih banyak berjalan di lingkungan pesantren dapat dikombinasikan dengan metode-metode lain yang lebih bersifat dialogis dan komunikatif. d. Anak Jalanan, Anak Lapas dan Korban Napza; perlu metode pembelajaran yang lebih realistik (berdasarkan pengalaman di lapanga), kemitraan, interaktif, eksploratif (terhadap potensi), pemberian sangsi, dan metode-metode lain yang dapat memberikan suasana kondusif secara psikologis, dan yang dapat memberi motivasi. 4. Pembelajaran Dengan Modul Pembelajaran dengan modul adalah satu pendekatan pembelajaran mandiri yang berfokuskan penguasaan kompetensi dari bahan kajian yang dipelajari peserta didik dengan waktu tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya. Fungsi pembelajaran modul adalah untuk memastikan semua peserta didik menguasai kompetensi yang diharapkan dalam suatu materi ajar sebelum pindah ke materi ajar selanjutnya melalui pembelajaran mandiri. Sementara tujuan pembelajaran modul adalah untuk mengurangi keragaman kecepatan belajar dari peserta didik agar mencapai suatu tingkat pencapaian kompetensi tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah disusun secara sistematis dan terstruktur Pembelajaran modul bermanfaat untuk: 1. meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa harus melalui tatap muka secara teratur karena kondisi geografis, sosial ekonomi, dan situasi masyarakat, 2. menentukan dan menetapkan waktu belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan belajar peserta didik,

20

3. secara tegas mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik secara bertahap melalui kriteria yang telah ditetapkan dalam modul, 4. mengetahui kelemahan atau kompetensi yang belum dicapai peserta didik berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam modul sehingga tutor dapat memutuskan dan membantu peserta didik untuk memperbaiki belajarnya dan melakukan pengulangan. C. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus memiliki kompetensi personal dan sosial serta didukung dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai: 1. Kompetensi Profesional, Personal dan Sosial Pendidik pada Pendidikan Kesetaraan harus memiliki kompetensi profesional yang berupa penguasaan materi pembelajaran, pedagogik dan andragogik (mengelola pembelajaran nonformal), dan pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan nonformal, memiliki kompetensi personal yang berupa kepribadian yang menjadi teladan, berakhlak mulia, sabar, ikhlas, dan memiliki kompetensi sosial dalam berkomunikasi dan bergaul secara efektif. 2. Kualifikasi Akademik Syarat kualifikasi akademik yang harus dimiliki pendidik pada Pendidikan Kessetaraan adalah sebagai berikut: a. Pendidikan minimal SPG/ SGO/ Diploma II dan yang sederajat untuk Paket A dan Paket B, dan Diploma III untuk Paket C. b. Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/ MTs untuk Paket B dan guru SMA/ M Aliyah untuk Paket C. c. Tenaga lapangan Dikmas untuk latar belakang jurusan pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran. d. Kyai, ustadz di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan. e. Nara sumber teknis (NST) dengan kompetensi / kualifikasi sesuai dengan mata pelajaran keterampilan yang diampunya, seperti penyuluh pertanian atau kelompok tani nelayan andalan (KTNA). Tenaga kependidikan pada Pendidikan Kesetaraan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administratif, tenaga perpustakaan dan tenaga laboran. D. Peserta Didik 1. Peserta didik program Paket A Setara SD/MI adalah warga masyarakat yang; a. belum menempuh pendidikan di SD, dengan perioritas kelompok usia 15-44 tahun. b. putus sekolah dasar, c. tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, d. tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan) 2. Peserta didik program Paket B Setara SMP/ MTs adalah warga masyarakat yang;

21

a. lulus Paket A/ SD/MI, b. b. belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun. c. putus SMP/MTs, d. tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, e. tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan) 3. Peserta didik program Paket C Setara SMA/MA adalah warga masyarakat yang; a. lulus Paket B/SMP/MTs, b. putus SMA/M.A, SMK/MAK, c. tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, d. tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan) 4. Penempatan Peserta Didik Penempatan peserta dilakukan dengan berbagai cara: a. Verifikasi hasil pendidikan terakhir yang diperoleh (dibuktikan dengan raport dan/atau ijazah). b. Seleksi melalui wawancara atau tes tertulis yang dilakukan oleh tutor atau petugas yang ditunjuk oleh penyelenggara. c. Apabila syarat pertama dapat dibuktikan secara sah, maka peserta didik dapat langsung ditempatkan. d. Tes penempatan digunakan untuk menempatkan kelas sesuai dengan kemampuan yang tidak dapat dibuktikan syarat pertama (a) dan kedua (b). E. Sistem Pindah Jalur (Multi Entri dan Exit) Pasal 12 ayat (1) UU Sisdiknas No. 20/2003 memberikan hak kepada setiap peserta didik untuk pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara. Perpindahan jalur dapat dilakukan melalui proses penyetaraan yang akan menentukan kompetensi peserta didik dan kesesuaiannya terhadap kelas / darjah tertentu. Sistem ini memungkinkan peserta didik Pendidikan Kesetaraan dapat keluar dengan berbagai alasan (masalah ekonomi, bekerja, pindah tempat), tetapi mereka tetap berpeluang masuk kembali ke Pendidikan Kesetaraan dengan menunjukkan portofolio apabila keadaan telah memungkinkan. Calon peserta didik yang belum mempunyai catatan perkembangan pencapaian kompetensi dapat masuk ke Pendidikan Kesetaraan melalui tes penempatan kelas/ darjah. Peserta didik pendidikan formal dapat pindah ke Pendidikan Kesetaraan dalam jenjang pendidikan yang sama disesuaikan dengan kompetensi atau kelas/ darjahnya.

22

F. Sarana dan Prasarana 1. Tempat Belajar Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan di berbagai lokasi dan tempat yang sudah ada baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti gedung sekolah, madrasah, sarana-sarana yang dimiliki pondok pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Masyarakat (SKB), masjid, pusat-pusat majlis taklim, gereja, balai desa, kantor organisasi-organisasi kemasyarakatan, rumah penduduk dan tempat-tempat lainnya yang layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.

2. Administrasi Untuk menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar diperlukan sarana administrasi sebagai berikut: 1) Papan nama kelompok belajar. 2) Papan struktur organisasi penyelenggara. 3) Kelengkapan administrasi penyelenggaraan dan pembelajaran (format terlampir) yang meliputi : a. Buku induk peserta didik dan tutor. b. Buku daftar hadir peserta didik dan tutor. c. Buku keuangan/ Kas umum. d. Buku daftar inventaris. e. Buku agenda pembelajaran. f. Buku laporan bulanan tutor. g. Buku agenda surat masuk dan keluar. h. Buku daftar nilai peserta didik. i. Buku tanda terima ijazah. G. Pengelolaan 1. Pembinaan dan Pengawasan a. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Direktorat Pendidikan Masyarakat melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan program Paket A, B, dan C melalui pengadaan; kurikulum, modul, dan berbagai acuan Pendidikan Kesetaraan. b. Kasubdin Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi PLS membina pelaksanaan penyelenggaraan, kegiatan belajar, evaluasi dan kegiatan lain yang berkaitan. c. Penilik Dikmas / TLD (Tenaga Lapangan Dikmas) di Kecamatan memantau pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara rutin. 2. Proses Pelaksanaan Program a. Tahap Persiapan: 1) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan Penilik Dikmas / TLD di Kecamatan mengadakan komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat; kepala desa/ kelurahan, kyai, ulama, dai, ketua orsosmas,

23

ketua LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan tokoh masyarakat yang lain. 2) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan Penilik Dikmas / TLD di Kecamatan dengan para tokoh masyarakat mengadakan sosialisasi program kepada masyarakat luas. 3) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan Penilik Dikmas / TLD di Kecamatan dengan tokoh masyarakat mengidentifikasi penyelenggara program, tempat belajar, calon peserta didik dan tenaga pendidik. 4) Penyelenggara program membuat kesepakatan dengan tenaga pendidik dan peserta didik tentang kegiatan belajar. 5) Penyelenggara program menyiapkan tempat kegiatan belajar, modul, bahan dan peralatan praktek dan pendidikan keterampilan, dan perlengkapan lain.

b. Tahap Pelaksanaan: 1) Memulai kegiatan belajar sesuai dengan jadwal kegiatan. 2) Melaksanakan kegiatan belajar. 3) Memberi bimbingan baik secara individu maupun kelompok. 4) Melaksanakan kegiatan evaluasi. 5) Melayani dan memenuhi kebutuhan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan. c. Pasca Pembelajaran: 1) Membantu memfasilitasi peserta didik yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 2) Membantu peserta didik yang telah lulus/ tamat belajar untuk menciptakan kegiatan usaha. 3) Membantu peserta didik yang telah lulus/ tamat untuk mendapatkan lapangan kerja. 4) Mendata peserta didik yang telah bekerja.

3. Pembiayaan Pembiayaan penyelenggaraan program diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), swadaya masyarakat dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat. Diantara komponen pendanaan yang perlu mendapat perhatian adalah: a. Pengadaan bahan dan peralatan belajar; buku/ modul dan alat tulis. b. Pengadaan bahan dan peralatan praktek dan keterampilan. c. Honorarium pendidik dan tenaga kependidikan. d. Honorarium penyelenggara. e. Pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan. f. Evaluasi dan ujian. g. Beasiswa bagi peserta didik yang cemerlang. g. Monitoring dan evaluasi program.

24

4. Partisipasi Masyarakat Penyelenggaraan program kesetaraan Paket A, B, dan C adalah berbasis kemasyarakatan. Oleh itu setiap penyelenggaraan dianjurkan selalu menjalin kerja sama dengan semua pihak dan komponen dalam masyarakat; sekolah negeri, madrasah, pondok pesantren, perusahaan, instansi pemerintah, dan tokoh masyarakat, demi meningkatkan mutu pendidikan. 5. Sistem Informasi Manajemen Penyelenggaraan program memerlukan Sistem Informasi Manajemen (SIM). Sistem Informasi Manajemen (SIM) diperlukan untuk mendata, mengetahui, memantau dan menganalisis perkembangan dan kemajuan progam dengan baik. SIM menjadi tanggungjawab Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dengan melibatkan seluruh komponen pelaksana di daerah.

25

BAB V PENUTUP

Demikian acuan ini dibuat untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus memberikan rujukan teknis dalam pelaksanaan pengelolaan kelompok belajar Pendidikan Kesetaraan program Paket A, B dan C. Semua pihak; pemerintah, perusahan-perusahan swasta, organisasi-organisasi sosial dan keagamaan, masyarakat, pendidik dan tenaga kependidikan, dan peserta didik diharapkan dapat berperanan aktip dalam mensukseskan pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan tersebut.

26

LAMPIRAN ADMINISTRASI KELOMPOK BELAJAR

27

Anda mungkin juga menyukai