Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ike Wardhana Efroza

NIM : 06071001023
Ketika Profesi Guru Tak Lagi Membanggakan

KENDARI—Dulu, menjadi seorang H Djaliman Mady, MM, pemerhati


guru menjadi impian banyak orang. pendidikan yang juga Ketua Badan
Sebab menjadi guru, bisa membuat Perencanaan Pembangunan Provinsi
orang tidak tahu seuatu, menjadi tahu Sultra. Menurut dia, kekurangan guru
banyak hal. Namun seiring dengan tersebut lebih dipicu oleh maraknya
perkembangan zaman, profesi guru guru yang beralih profesi, mengisi
bukan lagi menjadi kebanggaan. jabatan-jabatan tertentu di birokrasi
Di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pemerintahan.
misalnya, sejumlah guru, kini ramai- ”Bertahan pada profesi sebagai guru
ramai memburu jabatan struktural di saja, kita sudah kekurangan tenaga
sejumlah istansi pemerintah non- guru. Tentu dengan membludaknya
kependidikan. tenaga guru masuk istansi pemerintah
Sikap ini, mengindikasikan, seorang ini, kita di Sultra semakin kekurangan
guru tidak lagi bangga menjalani guru. Dan ini sangat berbahaya bagi
profesi sebagai guru. Akibatnya, masa depan pendidikan anak cucu
kekurangan tenaga guru di sejumlah kita,” tutur Djaliman Mady dalam
sekolah di daerah berlambang ”Anoa” percakapan dengan SH di Kendari,
ini semakin tak terelakkan lagi. Minggu (1/5) malam.
Tidak jarang, sebuah sekolah hanya Kepala Dinas Pendidikan Nasional
ditangani oleh dua sampai tiga orang Provinsi Sultra, Drs H Zalili Sailan,
guru. Bahkan ada sekolah yang hanya MSi tidak menapik banyaknya guru
dikelola oleh dua orang guru. Dapat yang masuk di jajaran birokrasi
dibayangkan, bagaimana mutu lulusan pemerintahan tersebut. Namun untuk
sekolah yang demikian itu. mencegah hal itu, belum aturan yang
Di Kabupaten Bombana, Provinsi membenarkannya.
Sultra misalnya, satu sekolah dasar ”Semua PNS memilik hak yang sama.
(SD) paling banyak hanya memiliki Jadi, kita tidak bisa menghalangi
lima orang guru, sudah termasuk mereka untuk menduduki jabatan di
kepala sekolah. Dalam kondisi seperti pemerintahan. Yang bisa melakukan
itu, justru banyak guru yang mengejar itu, hanya pemerintah pusat melalui
jabatan di pemerintahan. kebijakan secara nasional,” katanya.
”Di SD Taubonto, Kabupaten
Bombana, sekolah tempat saya Otonomi Daerah
mengajar, hanya ada tiga orang guru Fenomena trend-nya tenaga guru
termasuk kepala sekolah,” kata memasuki instansi pemerintah tersebut
Saimuddin, kepada SH di Baubau menurut Djaliman Mady, mulai
akhir pekan lalu. menggejala ketika pemerintah
”Bagaimana kita bisa meningkatkan memberlakukan Otonomi Daerah.
mutu pendidikan, kalau seorang guru Pada era ini kata dia, mereka yang
harus mengajar di seluruh kelas untuk berprofesi sebagai guru merasa
semua bidang studi. Kan tidak rasional memiliki hak yang sama dengan
itu,” Saimuddin menambahkan. Pegawai Negeri Sipil (PNS) lainnya
untuk mendapatkan jabatan struktural
Alih Profesi di pemerintahan.
Apa yang diungkapkan Saimuddin, Padahal jelas Djaliman, dari segi
salah orang guru SD di Kabupaten penjenjangan karier, tenaga guru
Bombana tersebut ikut dibenarkan Drs sangat berbeda jauh dengan tenaga
Nama : Ike Wardhana Efroza
NIM : 06071001023
administrasi pemerintahan. ”Kalau ”Tenaga guru di Buton, sudah
tenaga guru pangkatnya bisa naik memasuki hampir seluruh instansi
setiap dua tahun, tenaga administrasi pemerintah. Pada saat yang sama,
pemerintahan sudah beruntung kalau sejumlah sekolah sangat kekurangan
bisa naik pangkat setiap empat tahun. guru. Ini, sangat berbahaya bagi dunia
Karena itu, sangat tidak adil, kalau pendidikan kita, terutama menyangkut
tenaga guru diberi kesempatan yang kualitas lulusan,” kata Djaliman yang
sama dengan tenaga administrasi untuk mengaku prihatin melihat fenomena
mengisi jabatan struktural. Sebab itu itu.
tadi, penjenjangan kariernya berbeda Menurut Djaliman, penempatan tenaga
jauh dengan PNS di pemerintahan,” guru di instansi non-pendidikan, selain
kata Djaliman. menjadi ancaman bagi melorotnya
Fenomena guru yang ingin mutu pendidikan, juga sangat tidak
meninggalkan profesinya ini, menjadi efektif bagi penyelenggaraan
ancaman serius bagi dunia pendidikan. pemerintahan di daerah. Sebab tenaga
Bukan tidak mungkin, ke depan Sultra guru belum tentu menguasai dan
akan semakin sulit untuk mendapatkan memahami bidang tugasnya ketika
tenaga guru. Dampaknya yang lebih berada di lingkungan pemerintahan.
jauh, mutu pendidikan di daerah akan ”Tenaga guru mungkin saja menguasai
terus melorot, jauh di bawah standar teori dan ilmunya. Tetapi pada tataran
nasional. aplikasi, mereka mesti harus belajar
Masalahnya lanjut Djaliman, lembaga lagi, dan itu butuh waktu. Ini yang
pendidikan yang mencetak sumber sangat tidak efektif bagi
daya tenaga guru, belakangan ini, penyelenggaraan administrasi
hampir tidak ada lagi. Yang masih pemerintahan,” katanya.
tersisa, tinggal PGSD (Pendidikan Untuk mencegah masalah ini menurut
Guru Sekolah Dasar) dan FKIP di Djaliman, tidak ada pilihan lain kecuali
Perguruan Tinggi. Sedangkan SPG dan pemerintah pusat bisa mengeluarkan
IKIP, sudah ditutup sejak beberapa kebijakan nasional, yang melarang
tahun terakhir. tenaga guru masuk instansi non-
”Ada SPG dan IKIP saja, kita sudah kependidikan.
kekurangan guru. Tentu dengan
hilangnya kedua lembaga itu, tenaga Perbaikan Nasib
guru ke depan akan menjadi langka. Ini Ketua Persatuan Guru Republik
akan menjadi preseden buruk bagi Indonesia (PGRI) Provinsi Sultra, Drs
pendidikan anak cucuk,” katanya. La Parisa Salik tidak menyalahkan
Diungkapkan Djaliman, saat ini saja, sikap guru yang beralih profesi itu.
Sultra sudah kekurangan tenaga guru Menurutnya, sejumlah guru menempuh
cukup besar. Khusus di Kabupaten langkah itu, semata-mata ingin
Buton, jumlah kekurangan guru di memperbaiki nasib, menambah tingkat
berbagai tingkatan pendidikan kesejahteraan. Sebab bertahan menjadi
mencapai 1.600 orang lebih. Itupun guru, gaji yang diterima tidak mampu
data di tahun 2002 lalu. lagi mengurangi beban hidup keluarga
Jumlah kekurangan guru tersebut jelas yang dirasakan amat berat.
Djaliman diperkirakan terus ”Gaji seorang guru, sangat berbeda
bertambah, seiring dengan banyaknya jauh dengan PNS di pemerintahan.
jumlah guru yang ditempatkan di Makanya, tidak usah heran, kalau
beberapa instansi pemerintah non- banyak guru beralih profesi,” kata La
kependidikan. Parisa
Nama : Ike Wardhana Efroza
NIM : 06071001023
Karena itu lanjut La Parisa, bila menjadi guru. Dengan begitu, masalah
menginginkan guru tetap pada kekurangan guru hanya karena guru
profesinya, tidak ada pilihan lain beralih profesi tidak akan terjadi lagi.
kecuali pemerintah segera ”Kalau guru-guru diberikan tunjangan
memperhatikan nasib para guru. yang ideal, orang yang tidak berprofesi
Minimal, guru-guru diberikan guru pun bisa tertarik jadi guru.
tunjangan profesi yang memadai. Apalagi mereka yang memang
Menurut La Parisa, bila profesi guru berprofesi guru, tentu akan kembali
dihargai sesuai dengan beban tugas dan menjalani tugasnya sebagai guru,” kata
pengabdiannya, mencerdaskan La Parisa tanpa menyebut nilai
kehidupan bangsa, orang akan tertarik tunjangan ideal bagi seorang guru. ***

Copyright © Sinar Harapan 2003

Komentar saya terhadap artikel di atas :

Ketika membaca artikel di atas, sangat mudah ditangkap inti


permasalahannya, yakni kembali menyoroti tunjangan hidup atau kesejahteraan guru.
Permasalahan klasik ! Kita lihat bahwa artikel ini adalah artilkel tahun 2003,
sedangkan sekarang sudah tahun 2009. Dan saat ini pun kita belum mencium angin
segar bahwa tunjangan guru akan lebih diperhatikan. Bahkan saat ini masih banyak
kasus guru yang bekerja part time, pagi mengajar, siang ngojek.
Bagi kita yang saat ini menempuh pendidikan keguruan sering kali khawatir
dengan permasalahan ini. Makanya banyak yang walaupun kuliah di FKIP tetapi
dalam hatinya masih ada keraguan dan belum ada kesiapan bila nantinya ia
dihadapkan pada kenyataan bahwa ia adalah seorang guru. Malang sekali kau wahai
guru ! Sebuah sindiran dan kata yang cukup menyinggung bagi kita sebagai calon
guru. Siapa yang patut dipersalahkan?
Ketika kita berbicara tanggungjawab atas semua permasalahan di atas, maka
kita akan berpikir pemerintahlah yang harus bertanggungjawab terhadap
permasalahan ini. Pemerintah, yang dalam hal ini adalah pemegang kebijakan
pendidikan, sudah saatnya memberikan perhatian lebihnya terhadap kesejahteraan
guru. Pendidikan adalah modal dasar dari setiap kemajuan. Maka ketika pendidikan
diabaikan, jangan salahkan bila kemerosotan dan kemunduran akan menjalar ke
seluruh aspek kehidupan.

“Ketika hanya ada 1000 guru di Indonesia, maka dipastikan aku adalah salah
satu diantaranya. Ketika hanya ada 3 guru di Indonesia, maka salah satu dari
ketiganya adalah aku. Dan ketika hanya ada 1 guru di Indonesia, maka saya
pastikan itu adalah aku.”

Jayalah pendidikan Indonesia !!!

Anda mungkin juga menyukai