Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN Ileus obstruksi yang disebabkan karena adhesi pascaoperasi ternyata menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang

cukup tinggi, dan tidak sedikit juga menimbulkan kerugian bagi pasien. Operasi yang paling banyak menyebabkan ileus obstruksi adhesi pascaoperasi diperkirakan adalah operasi dengan manipulasi jaringan terbanyak selama operasi terjadi dibawah colon transversum seperti appendektomi, kolektomi dan operasi ginekologis Berikut ini dilaporkan suatu kasus seorang laki-laki Tn. F dengan ileus Obstruktif ec Adhesi yang akan dilakukan operasi Laparatomi dengan anastesi umum.

BAB II LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Ruangan BB II. ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri perut seluruhnya sejak pukul 09.00 SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang Os mengeluh kira-kira sejak pukul 09.00 nyeri seluruh perut, muntah-muntah berwarna hijau lebih dari 5 kali semenjak Os mengeluh nyeri perut, kadang berwarna putih (seperti air liur). Os mengaku beberapa hari sebelumnya BAB lanncar, dan ada kentut, hanya dari pagi Os merasa mulai terasa menyesak dan perut kembung, pada ahirnya Os merasa nyeri. Tidak ada keluhan pada BAK. Kemudian Os dibawa ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi pada pukul 12.30, karena keluhan Os tidak berhenti. 2 tahun yang lalu, Os mengaku pernah operasi usus buntu ( Laparatomi atas indikasi appendik perporasi). Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi (-) Riwayat asma (-) Riwayat DM (-) Riwayat batuk lama (TB) (-) - Riwayat operasi (+) - Riwayat alergi obat (-) - Riwayat penyakit lain: hiperkolesterol (-) : Tn. F : 18 tahun : Laki-laki : Jln. Amid RT.03 Legok. : Bedah II : 45 kg

Riwayat Kebiasaan (-)

Pemeriksaan Fisik 1. Tanda vital Kesadaran : Composmentis TD Nadi 2. Kepala - Mata - THT - Leher Thoraks - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi : Simetri ka-ki, retraksi (-) : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), vokal fremitus ka=ki : Sonor di kedua lapangan paru : Pulmo : vesukuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-) Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-) 3. Abdomen - Inspeksi - Palpasi - Perkusi - Auskultasi : cembung, sikatrik (-) : Nyeri tekan (+), hepar lien tidak teraba : Timpani : Burburitme (+) : Ca (-/-), SI (-/-) : Telinga (dbn), hidung (sekret (-), tenggorokan (mallapati 1) : dbn : 120/70 mmHg : 78 x/mnt RR : 18x/mnt Suhu : Afebris

4. Genitalia: Tidak ada kelainan 5. Ekstremitas: Akral hangat (+)

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah Rutin Leukosit Eritrosit Hb Ht Trombosit CT BT : 7,0 x 103/mm3 : 5,19 x 106/mm3 : 14,7 g/dl : 44,9 % : 258x 103/mm3 : 4 menit : 2,5 menit

Kimia Darah Lengkap Faal Hati Protein Total : 1,0 g/dl Albumin Globulin SGOT SGPT Faal Ginjal Ureum Kreatinin X-ray X-Foto Polos Abdomen : Air fluid level 2. 3. CT-Scan Tidak dilakukan Pemeriksaan Penunjang lain : 38,7 mg/dl : 0,7 mg/dl : 4,9 g/dl : 2,5 g/dl : 20 U/L : 14 U/L

STATUS FISIK ASA : 1 2 3 4 5 E IV. TINDAKAN ANASTESI 1. Diagnosis pra bedah 2. Tindakan bedah : Ileus Obstruktif ec Adhesi : Laparatomi + Reseksi

3. Status Fisik ASA 4. Metode Anastesi Premedikasi Induksi Relaksasi Pemeliharaan Intubasi Posisi penderita Lama Anestesi Jumlah Cairan Input Output Perdarahan

:1 2 3 4 5 E : General anastesi : Ranitidin 50 mg, Ondansentron 4 mg, SA 0,5 mg : Propofol 90 mg : Recoronium Bromide 22,5 mg : Sevoflurans + N2O (3L) : O2 (3L) : ETT No. 7,5 : terlentang : 3 jam : RL 5 Kolf 2500ml : 400 cc : 400 cc

5. Keadaan selama operasi Penyulit waktu anastesi : -

Kebutuhan Cairan Pasien ini: BB = 45 kg Defisit Cairan karena Puasa (P) P = 45 x BB x 2cc P = 6 x 45 x 2cc = 540 cc Maimtenance (M) M = BB x 2cc M = 45 x 2 cc = 90 cc Stress Operasi (O) O = BB x 8cc (operasi besar) O = 45 x 8 = 360cc Perdarahan Total = Suction + Kassa + duk Total =200 + 50 cc + 150cc = 400cc

Kebutuhan cairan selama operasi: Jam I : (540) + 90 + 360 = 720cc Jam II : (540) + 90 + 360 = 585cc Jam III : (540) + 90 + 360 = 585cc Total cairan: 720cc + 585cc + 585cc + 400cc = 2290cc 6. Monitoring Jam 10.00 10.15 10.30 10.45 11.00 11.15 11.30 11.45 12.00 12.15 12.30 12.45 7. Ruang Pemulihan Masuk jam Tanda Vital Jam 13.00 13.15 13.30 : 12.45 WIB : TD 120/70 TD(mmhg) 120/70 110/90 120/70 :1 :2 :2 :2 :2 Nadi 80 RR 18 Nadi 78 76 78 RR(x/menit) 18 16 18 Keadaan Umum : Kesadaran CM TD (mmhg) 110/70 122/70 115/81 110/72 110/70 120/73 118/80 110/70 120/70 116/68 120/70 120/80 Nadi (x/menit) 78 76 78 78 76 78 77 79 75 78 76 76 RR(x/menit) 16 18 18 16 18 20 17 18 16 20 18 18

Skoring Alderate : Aktifitas Pernapasan Warna kulit Sirkulasi Kesadaran

Jumalah Instruksi Anastesi

:9

1. Observasi tanda-tanda vital tiap 15 menit selama 24 jam post operasi 2. Jangan tidur pake bantal selama 24 jam 3. Puasa sampai bising usus (+) 4. Terapi sesuai intruksi operator bedah

B AB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Ileus Obstruktif 3.1.1 Definisi

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. 1 Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. 1,2 3.1.2 Epidemiologi Diperkirakan setiap tahunnya kasus ileus obstruksi yang disebabkan adhesi pascaoperasi 1 % dari seluruh kasus rawat inap, 3% dari kasus emergensi, dan 4% dari seluruh kasus laparotomi eksplorasi. Ileus obstruksi yang disebabkan adhesi juga menyebabkan gangguan produktivitas dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk operasi adhesiolisis. Penelitian Ray tahun 1998 di Amerika Serikat memperlihatkan adhesiolysis menghabiskan 1.3 milyar US dollar setiap tahunnya.1,2 3.1.3 Etiologi Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh 2: 1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak. 2. Hernia inkarserata eksternal 3. Neoplasma. 4. Intususepsi usus halus 5. Penyakit Crohn 6. Volvulus 7. Batu empedu yang masuk ke ileus. 8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi. 3.1.4 Patofisiologi

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.1,2 3.1.5 1. 2. 3. 4. Manifestasi klinis Nyeri abdomen Muntah Distensi Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif 1,2:

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada 1,2: 1. Lokasi obstruksi 2. Lamanya obstruksi 3. Penyebabnya 4. Ada atau tidaknya iskemia usus 3.2 Terapi cairan pada pembedahan 3,4 Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti cairan yang pindah

keruang ketiga (ke rongga peritoneum, keluar tubuh), dan mengganti perdarahan yang terjadi. a. Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) 4 ml/kgBB/ jam untuk berat badan 10 kg pertama 2 ml/ kgBB/ jam untuk berat badan 10 kg kedua 1 ml/ kgBB/ jam tambahkan untuk sisa berat badan

b. Penggantian cairan yang pindah ke ruang ketiga 6-8 ml/ kgBB untuk bedah besar. 4-6 ml/kgBB untuk bedah sedang 2-4 ml/kgBB untuk bedah kecil

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan, dan evaporasi) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis, misalnya bedah mata diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan. Pembedahan dengan trauma ringan, misalnya appendiktomi dapat diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Pembedahan dengan trauma sedang berat diberikan cairan sebnyak 2 ml/kgBB/ jam untuk kebutuhan dasar di tambah 8ml/ kgBB/ jam untuk pembedahannya. c. Penggantian darah yang hilang Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk perdarahan dibawah 20 % dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan infus yang komposisinya sama dengan komposisi elektrolit serum, misalnya Ringer Laktat.

10

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (Estimated Blood Volume = Taksiran Volume Darah), akan menimbulkan hipotensi, takikardia dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan karena depresi komponen vasoaktif. Perkiraan volume darah: Dewasa laki laki : 75 ml/kgBB Dewasa Wanita : 65 ml/kgBB

Pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan: Keadaan umum penderita (kadar Hb dan Hematokrit) sebelum pembedahan Jumlah/ penaksiran perdarahan yang terjadi Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum Keadaan hemodinamik Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan Jika mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit Usia penderita

Cairan yang digunakan dalam terapi, yang sering adalah cairan elektrolit (kristaloid), cairan non elektrolit dan cairan koloid.3,4,5 Cairan elektrolit (kristaloid) Cairan pemeliharaan, tujuan untuk mengganti kehilangan cairan tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Misalnya: Dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,45%. Cairan pengganti, untuk mengganti kehilangan cairan tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses patologi (efusi pleura, asites). Misalnya: Dekstrose 5%, NaCL 0,9%, Ringer laktat. Cairan non elektrolit

11

Dekstrose 5% untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori. Cairan koloid Disebut juga plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intravaskular. Contoh cairan ini adalah Dekstran, haemacel, albumin, plasma, dan darah.4

BAB IV ANALISA KASUS

12

Pengelolaan pemberian cairan selama pembedahan pada pasien ini, meliputi penggantian cairan karena puasa, selama operasi (stress operasi) dan perdarahan yang terjadi: 1. Dilakukan loading dose cairan sebelum operasi dengan tekanan darah 120/70 mmHg, diberikan Ringer Laktat 1 kolf, yang berisi ranitidin dan ondansentron, dan untuk mengganti defisit cairan karena puasa selama 6 jam. Perhitungan : Puasa = 6 jam x BB x 2 cc = 6 x 45 kg x 2 cc = 540 cc Penggantian cairan karena puasa terpenuhi, dimana 1 kolf cairan Ringer laktat berisi 500 cc, cairan diberikan pada pukul 10.00 10.15, habis dalam waktu 15 menit. 2. Cairan pemeliharaan (Maintenance) Maintenance = BB x 2cc = 45 kg x 2cc = 90 cc 3. Stress Operasi O = BB x 8cc (operasi besar) O = 45 x 8cc = 360 cc 4. Perdarahan yang terjadi Suction : 200 cc sehingga perdarahan murni 200 cc Dari Kassa, didapatkan 50cc Dari Duk, didapatkan 150 cc Total perdarahan = 400

5. Kebutuhan cairan selama operasi: Jam I : (540) + 90 + 360 = 720cc Jam II : (540) + 90 + 360 = 585cc Jam III : (540) + 90 + 360 = 585cc Total cairan: 720cc + 585cc + 585cc + 400cc = 2290cc

13

Urin output total dari operasi ini adalah 400 cc. Kebutuhan total cairan pada pasien ini, yaitu 2290 cc selama operasi, terdiri dari jumlah cairan pengganti puasa 540cc, maintenance 90cc, stress operasi 360cc dan perdarahan 400cc. Operasi dilakukan mulai jam 10.00 sampai 12.45 yang berlangsung selama 3 jam. a. Jam I dibutuhkan 720cc input : RL 1 kolf loading dose (500cc) RL 1 kolf 30 tetes per menit (500cc)

b. Jam II dibutuhkan 585cc input : RL 1 kolf 30 tetes permenit (500cc)

c. Jam III dibutuhkan 585cc input : Ringer Laktat 2 kolf 1000 cc, 30 tetes per menit.

Kebutuhan cairan pada pasien ini sudah tercukupi, yaitu total cairan yang dibutuhkan 2290cc dan sudah diberikan 2500cc, namun tetap harus dipantau dalam pengawasan ketat, terutama Hb dan urin output. Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Pada saat di RR, dilakukan monitoring seperti di ruang operasi, yaitu meliputi tekanan darah, saturasi oksigen, denyut nadi, RR hingga kondisi stabil. Tekanan darah pasien sewaktu di RR adala 120/70 mmHg dengan Nadi 80x / menit dan RR 18 x/ menit, dan pasien tidak tampak gelisah ataupun sesak. Pasien diberikan Oksigen nasal kanul 2 liter/ menit dan pemberian obat analgetik yaitu ketorolac dan tramadol dalam 500cc Ringer Laktat. Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Aldrete lebih

14

dari 8. Pada pasien ini, didapatkan skornya 9. Pasien pindah dan dibawa ke bangsal bedah pukul 13.30. Dibangsal sebaiknya dilakukan pemantauan ketat terhadap input dan output cairan serta pemeriksaan elektrolit untuk mengetahui kondisi elektrolit pasien, normal atau terdapat gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia atau hiperkalemia.

BAB V KESIMPULAN

15

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Penatalaksanaan awal dari pasien dengan obstruksi usus halus harus ditujukan pada resusitasi cairan yang agresif karena pasien dengan obstruksi usus halus sering banyak kehilangan cairan dan elektrolit, khususnya kalium. Resusitasi dilakukan dengan cairan kristaloid seperti Ringer Laktat. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.

DAFTAR PUSTAKA

16

1. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 189 2. Halim Fs. Tingkat Keberhasilan Terapi Non Operatif Pada Ileus Obstruktif Karena Adhesi Pasca Operasi Di Sub-Bagian Bedah Digestif RSHS Bandung Tahun 2003-2008 (Thesis). RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung: 2008 3. Latief As dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. FKUI, 2009. Hal:259-276 4. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. FKUI, 2012. Hal 133146 5. http://herrysetyayudha.wordpress.com/2012/04/01/terapi-resusitasi-cairan/

17

Anda mungkin juga menyukai