Anda di halaman 1dari 33

PERSALINAN KALA III

TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menyelesaikan Modul Persalinan Kala III ini, mahasiswa akan memiliki kemampuan untuk : 1. Melakukan pernatalaksanaan persalinan kala III. 2. Melakukan pemeriksaan plasenta. 3. Menyebutkan berbagai observasi pada persalinan kala III 4. Mencegah penularan HIV pada staf persalinan. 5. Melakukan penatalaksanaan pada kala III memanjang. 6. Melakukan penatalaksanaan retensio plasenta 7. Menyebutkan berbagai penyebab perdarahan pasca persalinan. 8. Melakukan penatalaksanaan pasien perdarahan pasca persalinan PERSALINAN KALA III NORMAL 6.1 APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERSALINAN KALA III?

Persalinan kala III adalah tahapan persalinan setelah anak lahir sampai lahirnya seluruh plasenta dan selaput ketuban. 6.2 BERAPA LAMA PERSALINAN KALA III BERLANGSUNG? Durasi normal dari persalinan kala III tergantung pada metode yang digunakan untuk melahirkan plasenta. Umumnya persalinan kala III berlangsung kurang dari 30 menit, sebagian besar berlangsung sekitar 2 5 menit. 6.3 APA YANG TERJADI PADA KALA III? 1. Kontraksi uterus berlanjut meskipun tidak sesering pada kala II 2. Uterus mengalami kontraksi dan mengecil sehingga plasenta terlepas. 3. Plasenta diperas keluar dari segmen atas rahim menuju ke segmen bawah rahim sampai ke vagina dan akhirnya keluar dari jalan lahir. 4. Kontraksi otot uterus menjepit pembuluh darah uterus sehingga perdarahan tidak berlanjut. Setelah itu, mekanisme pembekuan darah akan membantu mekanisme tersebut untuk menghentikan perdarahan uterus lebih lanjut. 6.4 MENGAPA PROSES PADA KALA III HARUS DIPERHATIKAN?

Komplikasi utama pada kala III adalah perdarahan hebat. Dengan demikian maka penatalaksanaan kala III yang tidak tepat akan membahayakan pasien. Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama kematian ibu bersalin di negara berkembang. . KALA III ADALAH WAKTU KRITIS DALAM PERSALINAN SEHINGGA HARUS MENDAPATKAN PENATALAKSANAAN YANG TEPAT 6.5 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN KALA III? Ada 2 cara penatalaksanaan kala III :

Metode aktif Metode pasif

Untuk meminimalisir perdarahan pada kala III maka dianjurkan agar pada semua persalinan penatalaksanaan kala III sedapat mungkin menggunakan metode aktif; akan tetapi bidan praktek di rumah dapat menggunakan metode pasif. 6.6 APA YANG DIMAKSUD DENGAN PENATALAKSANAAN AKTIF KALA III? 1. Segera setelah anak lahir, dilakukan pemeriksaan palpasi untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan kembar

2. Bila merupakan kehamilan tunggal, berikan oksitosin 3. Bila uterus berkontraksi, lakukan TARIKAN TALIPUSAT TERKENDALI : 1. Pertahankan regangan talipusat dengan menahan talipusat pada klem. 2. Tempatkan telapak tangan lain diatas simfisis pubis dan dorong uterus kearah atas.
o

*** Tarikan talipusat terkendali ini disebut juga metode Brandt Andrew.

3. Separasi plasenta terjadi saat uterus kontraksi dan saat dilakukan tarikan talipusat terkendali, plasenta dilepaskan dari segmen bawah uterus. 4. Bila separasi sudah terjadi, tarikan talipusat dilanjutkan sehingga plasenta lahir. 5. Bila separasi tidak terjadi saat traksi terkendali pertama kali dilakukan, tunggu sampai terjadi kontraksi uterus berikutnya dan lakukan tarikan talipusat ulangan. 6.7 JENIS UTEROTONIK APA YANG DIGUNAKAN PADA KALA III? Salah satu dari yang tersebut dibawah ini: 1. Syntometrine. Diberikan secara intramuskuler setelah anak lahir. Sintometrin tersedia dalam

kemasan ampul 1 ml yang mengandung 5 unit oksitosin dan 0.5 mg ergometrin maleat. Simpan ampul sehingga tidak terkena sinar matahari secara langsung dan dalam ruang pendingin. 2. Oxytocin (Syntocinon ) 5 unit. Diberikan secara intramuskuler. Simpan dengan cara sama dengan sintometrin.. Oxytocin (Syntocinon) adalah obat pilihan. 6.8 BAGAIMANA MEKANISME AKTIVITAS DARI 2 JENIS KOMPONEN DALAM SINTOMETRIN? 1. Oxytocin Menyebabkan kontraksi uterus fisiologik 3 5 menit setelah injeksi intramuskuler dan berlanjut sampai 1 3 jam. 2. Ergometrine Menyebabkan kontraksi uterus yang bersifat tonik 2 5 menit setelah injeksi intramuskuler dan berlanjut sampai 3 jam. 6.9 APA KONTRANDIKASI PEMBERIAN SYNTOMETRIN? Syntometrine mengandung ergometrine sehingga jangan digunakan pada : 1. Penderita hipertensi. Ergometrine menyebabkan vasospasme sehingga akan meningkatkan tekanan darah.

2. Penderita kelainan katub jantung. Kontraksi tonik uterus akan mendorong sejumlah besar darah kedalam sirkulasi dan ini dapat menyebabkan gagal jantung dan edema paru. SEBELUM DIBERIKAN, PASTIKAN TIDAK ADA KONTRAINDIKASI PENGGUNAAN SYNTOMETRINE 6.10 JENIS UTEROTONIK APA YANG DAPAT DIGUNAKAN BILA TERDAPAT KONTRAINDIKASI PENGGUNAAN SYNTOMETRINE? Oksitosin (Syntocinon) dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan sitometrin. Pemberian oksitosin secara intravena dengan 10 u Oksitosin dalam 200 ml cairan RL diberikan dengan tetesan 30 tetes permenit atau diberikan 5 u oksitosin secara intramuskuler. 6.11 BAGAIMANA MELAKUKAN PENATALAKSANAAN KALA III METODE PASIF? 1. Setelah anak lahir, ditunggu adanya tanda-tanda separasi plasenta. 2. Bila tanda separasi plasenta sudah terlihat, pasien diminta untuk meneran dan plasenta lahir dengan upaya ibu sendiri. 3. Uterotonika diberikan setelah plasenta lahir.

6.12 APA TANDA-TANDA SEPARASI PLASENTA? 1. Kontraksi uterus 2. Fundus uteri naik oleh karena plasenta bergerak dari segmen atas uterus ke segmen bawah uterus 3. Talipusat didepan vulva memanjang, ini dengan mudah terlihat dari turunnya klem yang dipasang pada talipusat. 4. Sejumlah darah keluar dari vagina secara mendadak Separasi plasenta dapat dipastikan dengan melakukan tekanan suprapubik. Bila pasenta sudah lepas maka tindakan diatas tidak akan menyebabkan talipusat tertarik kedalam vagina (tidak terjadi retraksi talipusat) 6.13 APA KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PELAKSANAAN PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA III DENGAN METODE AKTIF? KEUNTUNGAN : 1. Perdarahan pasca persalinan lebih sedikit 2. Setiap penolong persalinan harus mampu melakukan metode persalinan kala III aktif oleh karena metode ini harus dikerjakan bila terjadi perdarahan banyak sebelum plasenta lahir atau bila separasi plasenta tidak dapat terjadi secara spontan.

3. Oksitosin mungkin tak perlu digunakan untuk meningkatkan kontraksi uterus setelah plasenta lahir. KERUGIAN: 1. Penolong persalinan tak bisa meninggalkan pasien sehingga diperlukan asisten untuk memberikan obat oksitosik dan menolong anak yang baru dilahirkan. 2. Bila tidak dilakukan secara benar maka resiko terjadinya retensio plasenta meningkat khususnya bila 2 kali kontraksi uterus yang terjadi tidak dimanfaatkan untuk melahirkan plasenta. 3. Traksi talipusat secara berlebihan dapat menyebabkan talipusat putus atau terjadi inversio uteri khususnya bila dilakukan dengan cara yang salah (melakukan traksi saat tidak ada kontraksi uterus) atau tidak disertai dengan penekanan pada daerah suprasimfisis.. 6.14 APA KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PELAKSANAAN PENATALAKANSANAAN PERSALINAN KALA III DENGAN METODE PASIF? KEUNTUNGAN: 1. Tidak membutuhkan asisten. 2. Jarang terjadi retensio plasenta dibandingkan metode aktif. KERUGIAN:

1. Perdarahan lebih banyak dibaidng metode aktif. 2. Terpaksa berubah ke METODE AKTIF bila: 1. Terjadi perdarahan hebat sebelum plasenta lahir. 2. Tidak terjadi separasi plasenta spontan 6.15 BILAMANA PERSALINAN KALA III DISELESAIKAN DENGAN METODE AKTIF DAN KAPAN DIGUNAKAN METODE PASIF? Metode AKTIF : 1. Bidan dan dokter yang bekerja di Rumah Sakit harus melakukan metode AKTIF oleh karena umumnya tersedia tenaga asisten dalam pertolongan persalinan. 2. Metode AKTIF digunakan khususnya pada parturien resiko sedang dan resiko tinggi. Metode PASIF 1. Bidan yang bekerja sendirian terpaksa harus melakukan penatalaksanaan kala II secara pasif oleh karena umumnya dia bekerja sendirian.. 2. Metode ini aman digunakan pada sebagian besar kasus persalinan resiko rendah di klinik bersalin maupun rumah sakit.. Penolong persalinan harus menguasai metode aktif dan pasif dalam penatalaksanaan persalinan kala III

SEMUA PENOLONG PERSALINAN HARUS MAMPU MELAKUKAN PERTOLONGAN PERSALINAN KALA III DENGAN METODE AKTIF MAUPUN PASIF 6.16 BERAPA LAMA TANDA-TANDA SEPARASI PLASENTA DAPAT DITUNGGU PADA PERTOLONGAN PERSALINAN KALA IIII DENGAN METODE PASIF? Bila tanda separasi plasenta belum terlihat sampai 30 menit maka harus disuntikkan oksitosin dan penatalaksanaan persalinan kala III dilakukan dengan metode aktif. 6.17 HARUSKAH TALIPUSAT DIBIARKAN BERDARAH TANPA PEMASANGAN KLEM SEBELUM PLASENTA DILAHIRKAN ATAU HARUSKAH DILAKUKAN PEMASANGAN KLEM TALIPUSAT? 1. Pada persalinan gemelli, setelah anak pertama lahir pada talipusat harus dipasang klem agar tidak berdarah. Pada kembar identik dengan satu plasenta (plasenta monokorionik), janin kedua akan mati bila tidak dilakukan pemasangan klem talipusat setelah anak pertama lahir. 2. Pada persalinan kehamilan tunggal dengan ibu golongan darah Rhesus Negatif (Rh negatif), talipusat

dibiarkan tanpa dipasang klem setelah anak lahir. Tindakan ini dapat menurunkan resiko masuknya darah plasenta kedalam sirkulasi ibu sehingga terjadi sensitisasi, sebagai alternatif dapat diberikan anti D imunoglobulin pada ibu. 3. Membiarkan talipusat tanpa pemasangan klem pada persalinan kala III dapat menurunkan volume plasma sehingga separasi plasenta dapat berlangsung lebih cepat. Umumnya disarankan agar tidak memasang klem talipusat pada kehamilan tunggal. 6.18 BAGAIMANA CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN PLASENTA SETELAH DILAHIRKAN? Harus dilakukan pemeriksaan pada semua plasenta yang dilahirkan : 1. LENGKAP atau TIDAK LENGKAP 2. Pastikan bahwa jumlah kotiledon dan selaput ketuban dalam keadaan lengkap: 1. Selaput ketuban diperiksa dengan menggantung plasenta sedemikian rupa dengan memegang talipusat sehingga selaput ketuban tergantung kebawah. Anda dapat melihat lubang dimana janin dilahirkan dan periksalah apakah selaput ketuban tidak ada yang tertinggal?

2. Kemudian plasenta ditahan dengan kedua telapak tangan dan selaput ketuban disisihkan untuk dapat memeriksa keadaan pars maternalis apakah tidak ada kotiledon yang tertinggaldidalam uterus. 3. KELAINAN PLASENTA: 1. Selaput ketuban yang keruh atau berbau. Keadaan ini terjadi pada korioamnionitis. 2. Bekuan darah pada pars maternalis (hematoma retroplasenta) merupakan tanda dari solusio plasenta. 3. Lokasi insersi talipusat (insersio vilamentosa) 4. Plasenta bilobata 4. UKURAN: o Berat plasenta sesuai dengan usia kehamilan dan umumnya adalah 1/6 berat janin yaitu 450 650 gram pada kehamilan aterm. o Bila plasenta sangat besar maka kemungkinan berikut harus dipikirkan : 1. Plasenta yang besar dan edematous dijumpai pada sifilis kongenital. 2. Plasenta yang besar dan pucat dijumpai pada penyakit hemolitik rhesus.

3. Plasenta yang besar namun tidak disertai dengan kelainan lain sering dijumpai pada maternal diabetes. o Bila plasenta lebih ringan dari yang seharusnya sering dijumpai pada PJT Pertumbuhan Janin Terhambat.
2.

TALIPUSAT o Didalam talipusat didapatkan 2 arteri dan 1 vena. Bila hanya dijumpai 1 arteri maka janin harus diperiksa lebih lanjut oleh karena sering menderita kelainan kongenital lain. o *** Infark plasenta dikenali dengan sebagian permukaan maternal yang keras dan pucat Bedakan dengan kalsifikasi pars maternalis yang sering merupakan gambaran normal.

SEMUA PLASENTA YANG DILAHIRKAN HARUS DIPERIKSA SECARA CERMAT 6.19 PENCATATAN APA YANG HARUS SELALU DIBUAT SELAMA DAN SETELAH PERSALINAN KALA IIII? 1. Pencatatan tentang persalinan kala III: 1. Lama kala III. 2. Jumlah perdarahan

3. Pengobatan yang diberikan 4. Keadaan perineum (robekan jalan lahir) 2. Pencatatan yang dibuat segera setelah plasenta lahir: 1. Apakah kontraksi uterus berlangsung dengan baik? 2. Apakah terjadi perdarahan hebat? 3. Catatan singkat tentang reparasi perineum yang dilakukan. 4. Frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu tubuh ibu. 5. Apakah plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap dan adakah kelainan? 3. Pencatatan yang terjadi dalam waktu 1 jam setelah plasenta lahir: 1. Selama waktu ini (kadang-kadang disebut sebagai persalinan kala IV) dilakukan pemeriksaan dan pencatatan tentang kontraksi uterus dan jumlah perdarahan Selama 1 jam pasien berada pada resiko mengalami perdarahan pasca persalinan. 2. Bila kala III berlangsung normal dan observasi setelah itu juga berlangsung normal, maka

frekuensi denyut nadi, tekanan darah diukur lagi dalam waktu 1 jam kemudian. 3. Bila persalinan kala III berlangung normal, maka observasi dikerjakan setiap 15 menit sampai kondisi pasien normal dan setelah itu dilakukan pemeriksaan dan observasi selama 4 jam. SELAMA 1 JAM PASCA PERSALINAN KALA III PERLU DIOBSERVASI APAKAH KONTRAKSI UTERUS BERLANGSUNG DENGAN BAIK DAN TIDAK ADA PERDARAHAN BERLEBIHAN 6.20 KAPAN SAATNYA ANAK DISERAHKAN PADA IBU UNTUK INISIASI ASI? Segera setelah lahir, bila persalinan berlangsung normal dan anak terlihat sehat dan normal maka harus dilakukan inisiasi ASI. Rangsangan pada putting susu dapat menyebakan kontraksi uterus sehingga membantu separasi plasenta. 6.21 APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH STAF KAMAR BERSALIN UNTUK MENGHINDARI INFEKSI HIV SELAMA PERTOLONGAN PERSALINAN? Semua parturien dianggap memiliki potensi untuk menularkan HIV. Virus HIV berada didalam darah, cairan ketuban dan jaringan plasenta. Kontaminasi melalui

percikan ke mata, luka kecil di tangan atau tertusuk jarum suntik dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV. Dengan demikian , pada semua pertolongan persalinan harus dipatuhi aturan-aturan berkut ini : 1. Penolong persalinan harus menggunakan sarung tangan, apron, pelindung muka dan kaca mata khusus 2. Petugas pemberi resusitasi neonatus atau petugas kebersihan kamar bersalin harus menggunakan sarung tangan. 3. Darah dalam talipusat harus dikosongkan sebelum memasang klem kedua. Tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya semburan darah saat pemotongan talipusat. 4. Jarum suntik yang sudah terpakai harus ditutup dengan tutupnya dan segera dibuang kedalam wadah khusus. 5. Saat melakukan perbaikan luka perineum, jarum harus dipegang dengan forsep dan jaringan dipegang dengan pinset. PROSEDUR PENCEGAHAN INFEKSI TERHADAP HIV HARUS DILAKUKAN DENGAN BENAR OLEH SEMUA STAF KAMAR BERSALIN.

Jarum jahit harus dipegang dengan forsep dan segera disimpan ditempatnya setelah digunakan. ABNORMALITAS PERSALINAN KALA III 6.22 APA YANG DIMAKSUD DENGAN KALA III MEMANJANG? Bila plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit setelah anak lahir. 6.23 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN KALA III MEMANJANG? 1. Bila penatalaksanaan kala III yang digunakan adalah metode aktif maka : 1. Berikan infus 500 ml RL + 5 u Oksitosin. 2. Setelah timbul kontraksi uterus, lahirkan plasenta dengan melakukan traksi talipusat terkendali. 2. Bila menggunakan metode pasif dan tidak berhasil maka metode harus diubah ke metode aktif. 6.24 APA YANG HARUS DILAKUKAN BILA DENGAN PENATALAKSANAAN KALA III MEMANJANG RUTIN PLASENTA MASIH BELUM DAPAT DILAHIRKAN? Lakukan vaginal toucher:

1. Bila plasenta atau bagian plasenta teraba dalam vagina atau pada segmen bawah uterus hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi separasi plasenta. Dengan satu tangan menarik talipusat dan tangan lain mendorong uterus keatas diharapkan dapat melahirkan plasenta. 2. Bila plasenta atau bagian plasenta tidak teraba dalam vagina atau segmen bawah uterus dan hanya dapat meraba talipusat hal tersebut menunjukkan bahwa plasenta masih belum terlepas dan ditegakkan diagnosa RETENSIO PLASENTA. 6.25 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN RETENSIO PLASENTA? 1. Lanjutkan pemberian infus oksitosin 500 ml RL + 5 u oksitosin dan pastikan dapat terjadi kontraksi uterus agar tidak terjadi perdarahan pasca persalinan. 2. Di Rumah Sakit lakukan plasenta manuil 3. Puasakan penderita 6.26 APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN?

Perdarahan lebih dari 500 ml setelah anak lahir. Perdarahan hebat setelah anak lahir. SEMUA KEJADIAN PERDARAHAN HEBAT SETELAH ANAK LAHIR HARUS DIANGGAP

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DAN MENDAPATKAN PELAKSANAAN YANG SERUPA

6.27 APA YANG HARUS DILAKUKAN TERHADAP PENDERITA HPP Penataan tergantung apakah plasenta sudah lahir atau belum. 6.28 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN HPP BILA PLASENTA BELUM LAHIR? 1. Bila penatalaksanaan kala III menggunakan metode aktif, maka harus segera diberikan infus 500 ml RL + 5 unit oksitosin agar uterus berkontraksi dengan baik. Bila uterus sudah berkontraksi, harus dilakukan usaha lain untuk melahirkan plasenta 2. Bila penatalaksanaan kala III menggunakan metode pasif, maka diberikan infus oksitosin 5 u dalam RL 500 ml dan plasenta dilahirkan dengan tarikan talipusat terkendali (metode aktif) 3. Bila usaha melahirkan plasenta masih belum membuahkan hasil maka sudah terjadi retensio plasenta dan dilakukan tindakan plasenta manuil.

6.29 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN PASIEN HPP BILA PLASENTA SUDAH LAHIR? Keadaan ini adalah komplikasi persalinan berat yang diatasi dengan cepat dan tepat berdasarkan rencana penatalaksanaan yang jelas : LANGKAH PERTAMA. Masase fundus uteri untuk merangsang kontraksi uterus agar perdarahan segera berhenti. LANGKAH KEDUA. Segera lakukan pemasangan infuse oksitosin 5 u dalam RL 500 ml. Sekali lagi, pastikan bahwa kontraksi uterus dapat berlangsung dengan baik melalui tindakan masase fundus uteri. Tindakan ini mutlak dilakukan tanpa memandang penyebab HPP. LANGKAH KETIGA. Kosongkan kandung kemih. Kandung kemih penuh akan mengganggu kontraksi uterus sehingga perdarahan akan terus terjadi. LANGKAH KEEMPAT. Tegakkan diagnosa HPP. 2 penyebab utama HPP harus dibedakan:

Perdarahan uterus akibat ATONIA UTERI. Perdarahan akibat ROBEKAN JALAN LAHIR.

DUA PENYEBAB UTAMA HPP YAITU ATONIA UTERI DAN ROBEKAN JALAN LAHIR HPP ADALAH KOMPLIKASI BERBAHAYA DAN HARUS DIATASI DENGAN RENCANA YANG TERPERINCI DAN JELAS 6.30 APAKAH GEJALA KLINIK ATONIA UTERI? 1. Uterus atonik (konsistensi lunak), atau cenderung menjadi atonik setelah masa fundus uteri dan pemberian uterotonik. 2. Perdarahan intermiten dan bergumpal-gumpal 3. Saat dilakukan masase fundus uteri maka bersamaan dengan terjadinya kontraksi uterus keluar pula gumpalan darah dari vagina. PERDARAHAN AKIBAT ATONIA UTERI BERSIFAT EPISODIK DAN BERUPA GUMPALAN BEKUAN DARAH MERAH KEHITAMAN 6.31 APA PENYEBAB ATONIA UTERI? 1. Uterus dipenuhi dengan gumpalan darah 2. Kandung kemih penuh 3. Sisa kotiledon

4. Faktor antenatal tertentu (regangan rahim berlebihan): 1. Bayi besar 2. Hidramnion 3. Kehamilan kembar 5. Kala I memanjang. 6. Oksitosin infuse pada persalinan kala I. 7. Anaestesia umum. 8. Grande multipara. 9. Abruptio placentae. 10. Pasca pemberian MgSO4 pada preeklampsia PENYEBAB ATONIA UTERI YANG PALING UTAMA ADALAH UTERUS DIPENUHI DENGAN BEKUAN DARAH DAN KANDUNG KEMIH PENUH 6.32 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN HPP YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN BILA PENYEBABNYA DIDUGA ADALAH ATONIA UTERI? 1. Masase fundus uteri, kosongkan kandung kemih, berikan methergin (bila tidak ada kontraindikasi) dan berikan infuse oksitosin 5 U dalam RL 500 ml.

2. Bila masih belum terdapat kontraksi uterus, periksa kondisi plasenta (lengkap atau tidak) 3. Bila plasenta tidak lengkap, persiapkan kuretase. 4. Bila plasenta lengkap dan kontraksi uterus tidak baik : 1. Lanjutkan pemberian uterotonika oksitosin per infus 2. Ambil sample darah untuk persiapan tranfusi 3. Kompresi bimanual : tangan kanan dikepalkan dan diletakkan pada fornix anterior, tangan kiri dari sisi luar mencekap fundus dan usahakan agar uterus berkontraksi dengan baik 4. Baringkan pasien pada posisi datar atau semi trendelenburd dengan oksigen mask. 5. Berikan cytotec 2 4 tablet per rektum 6.33 APA YANG HARUS DILAKUKAN BILA KOTILEDON ATAU SELAPUT KETUBAN MASIH TERTINGGAL DALAM UTERUS TETAPI TIDAK TERJADI HPP? 1. Selaput ketuban yang tertinggal umumnya tidak menyebabkan komplikasi

2. Sisa kotiledon dapat menyebabkan HPP akibat adanya atonia dan harus dikeluarkan untuk mencegah komplikasi HPP sekunder. 6.34 APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENURUNKAN RESIKO HPP? Pada pasien resiko tinggi HPP (kehamilan kembar, hidramnion, grandemultipara) hal-hal berikut harus dilakukan :

Pada fase aktif, pasang infus RL Setelah plasenta lahir segera berikan infuse oksitosin Pastikan uterus ber kontraksi dengan baik selama 1 jam pasca persalinan dan pastikan pasien sering mengosongkan kandung kemih.

6.35 APA TANDA KLINIK YANG MENUNJUKKAN BAHWA HPP DISEBABKAN OLEH ROBEKAN JALAN LAHIR? 1. Kontraksi uterus baik 2. Perdarahan merah segar dan terus mengalir TANDA KLINIK HPP YANG DISEBABKAN OLEH ROBEKAN JALAN LAHIR ADALAH TERDAPAT PERDARAHAN MERAH SEGAR YANG TERJADI PADA UTERUS YANG BERKONTRAKSI DENGAN BAIK

6.36 PENATALAKSANAAN PADA KASUS HPP AKIBAT ROBEKAN JALAN LAHIR? Pasien dibaringkan pada posisi lithotomi dan dilakukan pemeriksaan berikut:

Pertama, perineum diperiksa untuk memastikan lokasi robekan dan sumber perdarahan. Perbaiki semua robekan yang ada terutama yang menyebabkan perdarahan. Setelah itu lakukan pemeriksaan vagina dengan membuka vagina menggunakan kedua ujung telunjuk. Robekan vagina harus dijahit. Bila tidak ditemukan robekan perineum maupun vagina maka harus diperiksa lebih lanjut kemungkinan ruptura uteri.

6.37 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN PERDARAHAN YANG BERASAL DARI EPISOTOMI?


Perbaiki luka episiotomi dengan menjahit secara baik Bila luka episiotomi sudah dijahit dan masih berdarah, bukalah jahitan tersebut dan jahit kembali dengan benar.

6.38 APA RESIKO TINGGI KEJADIAN ROBEKAN SERVIK DALAM PERSALINAN?

Pasien meneran saat dilatasi servik belum lengkap.

Partus presipitatus Persalinan operatif per vaginam

6.39 BAGAIMANA ANDA DAPAT MENGENALI KEJADIAN INVERSIO UTERI? 1. Dugaan inversio uteri adalah bila pasien mendadak syok pada kala III dan tanpa disertai perdarahan. 2. Tidak teraba uterus pada palpasi abdomen. 3. Uterus keluar dari vagina secara terbalik. 4. Dapat terjadi saat plasenta belum lepas dari uterus 6.40 BAGAIMANA PENATALAKSANAAN INVERSIO UTERI? 1. Segera pasang dua buah infus untuk mengatasi renjatan yang terjadi. 2. Bila kejadian ini terjadi di rumah bersalin maka segera persiapkan rujukan ke rumah sakit. *** Gangguan pembekuan dapat menyebabkan terjadinya HPP. Gangguan pembekuan sering terjadi pada kasus perdarahan antepartum akibat solusio plasenta. PROBLEMA KASUS KASUS 1

Setelah berlangsungnya satu persalinan dimana kala I dan II berlangsung secara normal dan penatalaksanaan kala III menggunakan metode aktif. Selama pemeriksaan kehamilan diketahui bahwa bukan penderita hipertensi dan tidak memiliki kelainan jantung. Pada persalinan kala III diberikan injeksi sintometrin intra muskuler dan dilanjutkan dengan observasi tanda-tanda separasi plasenta. 1. Apakah dalam kasus ini terdapat kontra indikasi pemberian sintometrin ? Tidak , tapi hendaknya dipastikan dulu apakah ini bukan peristiwa persalinan gemelli? 2. Apakah kala III ini ditangani dengan metode aktif yang benar? Tidak. Plasenta harus dilahirkan saat ada kontraksi uterus dengan melakukan talipusat terkendali dan bukan hanya mengamati adanya tanda separasi plasenta. 3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan uterus untuk ber kontraksi setelah diberikannya sintometrin? 2 3 menit pasca pemberian 4. Apa yang harus dikerjakan bila kontraksi uterus muncul?

Dilakukan traksi talipusat dengan tangan kanan dan tangan kiri melakukan tekanan suprasimfisis untuk mendorong uterus keatas (traksi talipusat terkendali). Separasi dan persalinan plasenta terjadi saat kontraksi uterus. 5. Apa yang harus dikerjakan bila tidak terjadi separasi plasenta setelah kontraksi uterus pertama? Kontraksi uterus berikut terjadi 5 6 menit setelah injeksi sintometrin intramuskuler. Setelah kontraksi uterus berikutnya terjadi, lakukan traksi talipusat terkendali kedua untuk mencoba melahirkan plasenta. Sebagian besar plasenta yang tidak lahir pada tarikan talipusat terkendali pertama akan lahir pada traksi talipusat terkendali berikutnya. KASUS 2 Parturien kala I dan II normal ditolong oleh bidan di rumahnya. Kemungkinan adanya anak kedua disingkirkan melalui pemeriksaan palpasi abdomen dan penatalaksanaan kala II dikerjakan dengan metode pasif. Setelah 30 menit tidak ada tanda-tanda separasi plasenta. Ditegakkan diagnosa Retensio Plasenta dan direncanakan untuk merujuk parturien ke RS untuk tindakan berikutnya (plasenta manuil). 1. Apakah diagnosa Retensio Plasenta benar?

Salah. Diagnosa Retensio Plasenta hanya bisa ditegakkan bila penanganan kala III dilakukan dengan metode aktif. Diagnosis kasus ini adalah kala III memanjang. 2. Apa yang harus dilakukan pada kala III memanjang? Plasenta dilahirkan dengan metode aktif yaitu dengan menyuntikan sintometrin dan melakukan tarikan talipusat terkendali setelah timbul kontraksi uterus. 3. Apa yang harus dilakukan pada kasus Retensio Plasenta yang terjadi di Rumah Bersalin? Lakukan rujukan ke Rumah Sakit untuk tindakan plasenta manuil. 4. Kemungkinan komplikasi persalinan lain apa yang mungkin terjadi pada penderita ini? Perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri 5. Pada kasus ini, bagaimana dapat melakukan rujukan ke rumah sakit secara aman? Pasang infus RL 500 ml yang berisi 5 u oksitosin dan pastikan bahwa kontraksi uterus dapat terjadi dengan baik. Ukur tekanan darah dan nadi setiap 15 menit KASUS 3

Pasien grandemultipara dengan persalinan kala I dan II berlangsung secara normal, plasenta dilahirkan dengan metode aktif. Tidak terdpat komplikasi persalinan. 1.5 jam kemudia diberitahukan bahwa pasien mengalami perdarahan hebat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan syok. 1. Apakah penatalaksanaan persalinan kala III dilakukan dengan benar? Salah. Mengingat bahwa parturien adalah kelompok resiko tinggi mengalami HPP (grandemultipara) maka pada kala I harus sudah dipasang infus. Setelah plaseta lahir diberikan RL 500 ml yang dicampur dengan 5 u Oksitosin. Pasien harus diawasi dengan baik selama 2 jam pasca persalinan (kala IV) untuk memastikan bahwa kontraksi uterus berlangsung dengan baik. Parturien tidak perlu mengalami syok bila observasi perdarahan 2. Apakah anda setuju bahwa langkah pertama dalam penanganan HPP adalah mengukur tekanan darah? Tindakan diatas tidak sepenuhnya salah, mengingat bahwa mengetahui kondisi pasien adalah merupakan langkah penting sebelum melakukan tindakan yang berikutnya. Langkah berikutnya yang dapat dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran tekana darah adalah

masase fundus uteri untuk merangsang kontraksi uterus agar perdarahan berhenti. 3. Apa langkah berkutnya untuk pasien ini?

Berikan cairan infuse secara cepat untuk mengkoreksi renjatan hipovolemik Berikan uterotonika berupa infuse oksitosin dan pastikan bahwa uterus ber kontraksi dengan baik Keluarkan bekuan darah dari vagina dan uterus Berikan cytotec perektal 2 tablet Kosongkan kandung kemih.

4. Penatalaksanaan apa yang berikutnya harus dilakukan? Mencari penyebab HPP. Ada 2 penyebab utama HPP : atonia uteri dan robekan jalan lahir. 5. Pada pasien ini apa kemungkinan besar penyebab HPP? Pada pasien grandemultipara seringkali terjadi atonia uteri. 6. Apa tanda klinik Atonia Uteri?

Kontraksi uterus buruk dan dengan masase uterus cenderung segera relaksasi pasca kontraksi.

Perdarahan episodik dan berupa bekuan-bekuan darah.

KASUS 4 Primigravida dengan kala I yang sangat tidak kooperatif oleh karena seringkali menolak dilakukan VT pada saat yang ditentukan. Pada pemeriksaan diketahui dilatasi 7 cm dan pendataran 90%. 1 jam pasca persalinan ditemukan penderita terbaring diatas genangan darah dengan uterus berkontraksi dengan baik dan kandung kemih kosong. 1. Apa yang harus dilakukan pada pasien ini? Pasang infus RL dan pastikan kontraksi uterus dalam keadaan baik. 2. Terlihat adanya darah segar yang mengalir cukup deras dari vagina, apa kemungkinan penyebab HPP? Robekan jalan lahir. 3. Mengapa pasien ini tergolong resiko tinggi mengalami robekan jalan lahir? Besar kemungkinan persalinan janin berlangsung saat dilatasi belum lengkap 4. Apa yang harus dilakukan?

Baringkan pasien pada posisi lithotomi dan lakukan eksplorasi jalan lahir. 5. Setelah melakukan eksplorasi ternyata tidak ditemukan adanya robekan jalan lahir. Bagaimana penatalaksanaan selanjutnya? Lakukan pemeriksaan secara cermat, ada kemungkinan bahwa terjadi robekan servik akibat meneran saat dilatasi servik belum lengkap.

Anda mungkin juga menyukai