Anda di halaman 1dari 12

5

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pelaksanaan Suction 1. Pengertian Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000). 2. Indikasi penghisapan sekret endotrakeal diperlukan untuk RSUP Dr. Kariadi 2004): a. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence) 1) Pasien tidak mampu batuk efektif. 2) Di duga ada aspirasi. b. Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan : 1) Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas tambahan. 2) Di duga ada sekresi mukus di dalam sal napas. (Protap

3) Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan. c. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium. d. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi. e. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal. Penerapan prosedur suction diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang sudah ditetapkan dengan menjaga kesterilan dan kebersihan agar pasien terhindar dari infeksi tambahan karena prosedur tindakan suction. Adapun standar yang digunakan di RS dr. Kariadi adalah (Protap RSUP Dr. Kariadi, 2004): 3. Standar alat a. Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai. b. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa. c. Pinset steril atau sarung tangan steril. d. Cuff inflator atau spuit 10 cc. e. Arteri klem. f. Alas dada atau handuk. g. Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset. h. Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter. i. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang sudah dipakai. j. Ambubag / air viva dan selang o2.

k. Pelicin / jely

l.

Nacl 0,9 %

m. Spuit 5 cc. 4. Standar pasien. a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakuakan. b. Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan. 5. Prosedur. a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. b. Sebelum dilakukan penghisapan sekresi : 1) Memutar tombol oksigen menjadi 100 % 2) Menggunakan air viva dengan memompa 45 kali dengan kosentrasi oksigen 15 liter. 3) Melepaskan hubungan ventilator dengan ETT. c. Menghidupkan mesin penghisap sekresi. d. Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahanlahan dimasukakan ke dalam selang pernafasan melalui ETT. e. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT. f. Menarik kateter penghisap kirakira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk mencegah trauma pada carina. g. Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisap kemudian suction kateter ditarik dengan gerakan memutar. h. Mengobservasi hemodinamik pasien.

i.

Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara baging.

j.

Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernafas 3-7 kali.

k. Masukkan Nacl 0,9 % sebanyak 3-5 cc untuk mengencerkan sekresi. l. Melakukan baging.

m. Mengempiskan cuff pada penghisapan sekresi terahir saat kateter berada dalam ETT, sehingga sekresi yang lengket disekitar cufft dapat terhisap. n. Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff infaltor setelah ventilator dipasang kembali. o. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan desinfektan dalam tempat yang sudah disediakan. p. Mengobservasi dan mencatat 1) Tensi, nadi, dan pernafasan. 2) Hipoksia. 3) Tanda perdarahan, warna, bau, konsentrasi. 4) Disritmia. Komplikasi yang dapat terjadi akibat penghisapan sekret endotrakeal sebagai berikut( Setianto, 2007): a. Hipoksia / Hipoksemia b. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal

c. Cardiac arest d. Arithmia e. Atelektasis f. Bronkokonstriksi / bronkospasme g. Infeksi (pasien / petugas) h. Pendarahan dari paru i. j. Peningkatan tekanan intra kranial Hipotensi

k. Hipertensi Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007): a. Meningkatnya suara napas b. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal volume. c. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa dipantau dengan pulse oxymeter. d. Hilangnya sekresi pulmonal. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi tata cara suction (Widayatun, 1999) . a. Pengetahuan 1) Pengertian pengetahuan prosedur suction oleh perawat Manusia diciptakan oleh Tuhan YME sebagai mahluk yang sadar, kesadaran manusia dapat disimpulkan dari

10

kemampuannya untuk berfikir, berkehedak dan merasa dengan pikirannya manusia mendapat pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang ( over behavior) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan prosedur suction oleh perawat yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a) Tahu (know) : tahu diartikan dengan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diteima. b) Memahami (Comprehension) : memahami diartikan

sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). c) Aplikasi (Application): aplikasi diartikan dengan

kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

11

d) Analisis ( Analisys) : analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis ( Synthesis) : sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagianbagian didalam bentuk keseluruhan yang baru. f) Evaluasi (Evaluation) : evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk melanjutkan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). 2) Proses adopsi perilaku. Hasil penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Penelitian (Rogers, 1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berprilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi roses yang berurutan yaitu : a) Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

12

b) Interest yakni orang mulai tetarik kepada stimulus. c) Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya) hal ini berarti sikap respond an sudah lebih baik lagi. d) Trial orang telah mulai mencoba perilaku baru. e) Adoption subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, stimulus. Apabila penerima perilaku baru atau adopsi tersebut yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila prilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan seseorang erat kaitannya dengan pendidikan yang telah diperolehnya dalam arti luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan dan segala bentuk interaksi individu dengan lingkungan baik secara formal dan informal (Kariyoso, 1999). Apabila seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi maka dirinya lebih mudah dalam mengetahui, mengerti, memahami, oleh kesadaran, dan sikapnya terhadap

kemampuan

mengetahui

sesuatu

dipengaruhi

kemampuan belajar dan daya ingat.

13

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara ataui angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2002). b. Pendidikan perawat Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan seorang perawat sebab pendidikan akan menghasilkan perubahan keseluruhan cara hidup perawat. Perawat yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai keinginan untuk mengembangkan dirinya, sedangkan mereka yang berasal dari tingkat pendidikan yang rendah cenderung mempertahankan

tradisi yang ada (Walgito, 2002). Kegiatan dan proses pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah tingkah laku individu maupun kelompok. Secara umum pendidikan sangat besar pengaruhnya pada perilaku. Perawat yang mempunyai pendidikan tinggi diharapkan mempunyai perilaku yang lebih baik dari pada perawat yang berpendidikan rendah. Apabila perawat mempunyai pendidikan yang lebih tinggi maka semakin siap menghadapi lingkungan sehingga individu tersebut akan mengubah perilakunya (Purwanto, 1999). c. Pengalaman perawat Pengalaman kerja perawat merupakan salah satu faktor dalam dari perawat yang sangat menentukan tahap penerimaan rangsang

14

pada proses persepsi berlangsung. Perawat yang mempunyai pengalaman selalu akan lebih pandai dari pada mereka yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman. Suatu perilaku atau pelaksanaan didasari oleh perilaku terdahulu atau pengalaman, dengan demikian perilaku terbentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan external (Purwanto, 1999).

15

B. Kerangka Teori

Pengetahuan prosedur suction oleh perawat

Perilaku perawat Pendidikan perawat

Pengalaman perawat ICU

Sekema 2.1. Kerangka teori (Purwanto, 1999), (Walgito, 1999)

16

C. Kerangka Konsep. Kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variable bebas Tingkat pengetahuan perawat tentang prosedur suction variable terikat Pelaksanaan tindakan suction

Skema 2.2. kerangka konseptual penelitian D. Hipotesis. Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan tindakan suction di divisi rawat intensif ruang ICU Rumah Sakit dr. Karyadi Semarang.

Anda mungkin juga menyukai