Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia adalah gangguan yang terjadi hanya selama kehamilan dan setelah kelahiran dan mempengaruhi

baik ibu dan bayi yang belum lahir. Preeklampsia setidaknya terjadi 5-8% dari seluruh kehamilan, hal ini ditandai dengan peningkatan progresif tekanan darah dan adanya protein dalam urin. Pembengkakan, peningkatan berat badan tiba-tiba dan sakit kepala serta perubahan dalam penglihatan adalah gejala penting. Biasanya, preeklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu (pada trimester 2 atau 3 tengah ke akhir kehamilan) dan sampai enam minggu setelah melahirkan, meskipun dalam kasus yang jarang dapat terjadi lebih awal dari 20 minggu. Perawatan prenatal yang tepat sangat penting untuk mendiagnosa dan mengelola preeklampsia. Pregnancy Induced Hypertension (PIH) dan toksemia adalah istilah lama untuk preeklampsia. Sindrom HELLP dan eklampsia (kejang) adalah varian lain dari preeklampsia. Secara global, preeklampsia dan gangguan hipertensi kehamilan yang lain adalah penyebab utama penyakit ibu dan bayi dan kematian. Dengan perkiraan konservatif, gangguan ini bertanggung jawab untuk 76,000 ibu dan 500.000 kematian bayi setiap tahun.1

BAB II STATUS PASIEN I. Nama Jenis Kelamin Usia Agama Alamat Pekerjaan Pendidikan terakhir Status Pernikahan Pembiayaan No Rekam Medis II. IDENTITAS : Ny. Dewi Daud Yusuf : Perempuan : 29 tahun 1 bulan : Islam : Jagakarsa, Jakarta Selatan : Ibu Rumah Tangga : Tamat SD : Menikah : Jampersal : 01244126

HASIL ANAMNESA

Pasien masuk ke IGD pada tanggal 6 Juli 2013 pukul 14.30 dengan : a. Keluhan Utama Mules sejak 1 hari SMRS b. Keluhan Tambahan Mual, muntah, sakit kepala, tidak ada perdarahan. c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD diantar suami mengaku hamil 9 bulan, HPHT lupa, ANC tidak pernah. USG tidak pernah. Pasien merasa perutnya mulas sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala. Perdarahan tidak terjadi. Lendir keluar, tidak ada keputihan dan ari ari belum keluar. Riwayat kehamilan G2P1A0.

Pasien merupakan pasien rujukan dari puskesmas setempat. Didapatkan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut : Keadaan umum K/E TD Nadi RR Suhu TFU His : Compos Mentis : Stabil : 140/90 mmHg : 80x/menit : 20x/menit : 36,5C : 31 cm : Masih jarang L1 Bokong L2 Punggung kanan L3 Kepala L4 Bag DJJ VT NB B : 149 DPM : Belum ada pembukaan : ANC

d. Riwayat Penyakit Dahulu Asma Alergi Hipertensi (+) (-) (-)

Diabetes mellitus (-) Sakit Paru Sakit jantung Gastritis (+) (-) (-)

e. Riwayat Penyakit Keluarga Asma Alergi (-) (-)


3

Hipertensi

(+)

Diabetes mellitus (-) Sakit Paru Sakit jantung (-) (-)

f. Riwayat Kebiasaan Merokok (-) Alkohol (-) g. Riwayat Imunisasi BCG, Polio, DPT, Campak, Hepatitis B : (+) h. Riwayat Obsetri dan Ginekologi Menarche Lamanya mens Banyaknya pembalut Infertilitas Mioma Infeksi Polip Cervix Kanker Ovarium Cervicitis kronis Perkosaan Endometriosis Operasi kandungan Kelahiran anak pertama Tahun Usia ibu Usia bayi Kelahiran di : 2004 : 22 th : 7 bulan (sc) : RSCM
4

: umur 12 tahun : 10 hari : 3 lembar/ hari ::::::::::-

Penyulit kelahiran III.

: premature, BBLR (1400gr)

PEMERIKSAAN FISIK : Tampak Sakit Sedang : Compos Mentis : 140/100 mmHg : 90x/menit : 18x/menit : 36,5 C : 165 cm : 70 kg

PEMERIKSAAN FISIK DARI IGD Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu Tinggi badan Berat badan AIRWAY Bebas, tidak ada hambatan BREATHING Teratur, tidak ada wheezing, tidak ada stridor CIRCULATION CRT < 3 detik, akral hangat TRIASE : URGENT

PEMERIKSAAN FISIK LANJUTAN di IGD (pukul 13.00 16.00) Kepala Mata Hidung Gigi mulut Tenggorokan Telinga Leher : normal : normal : normal : normal : normal : normal : normal
5

Thoraks Jantung TFU Hiss Kontraksi DJJ Inspeksi Perspekulum

: normal : normal : 38 cm :: ada : 156 dpm : v/u tss : potio lunak, OUE terbuka.

18,5 > IMT < 25 : TIDAK Kehilangan berat badan 5% dalam 3 bulan : TIDAK Kurang asupan makan selama 1 minggu Mengalami penyakit berat Resiko jatuh (morse) Nyeri Laboratorium (CTG) Diagnose sementara G2P1A0, H 33-34 MGG, JPTH, gawat janin PEB, BSC 1x Instruksi tindakan Memberitahukan hasil pemeriksaan fisik Observasi tanda vital dan DJJ Cek DPL, GDS, BT/CT Kolaborasi advice SpOG : SC Cito Hidrasi 1800cc dalam 12 jam. Ditujukan untuk mengganti cairan dan darah yang hilang saat tindakan operasi. : TIDAK : TIDAK ::: non reasing

Mg SO4 4 gram iv. Lanjut 1 gram. Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat. Magnesium sulfat (MgSO4) menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.Pengunaan magnesium sulfat sebagai pengobatan preeklampsia dan eklampsia lebih disukai karena mudah mencegah dan mengatasi kejang, penderita tetap sadar, jarang terjadi aspirasi, pengaruh terhadap bayi sedikit dan mudah dilaksanakan Cara pemberian dan dosis terpilih magnesium sulfat masih bermacam-macam, namun semuanya bertujuan untuk mendapatkan kadar magnesium dalam darah yang dapat memberikan efek pengobatan yang optimal dan berlangsung lama.

Nifedipin 4x20 mg. Nifedipin merupakan Antagonis kalsium yang merupakan relaksan otot polos yang menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi influks kalsium melalui kanal kalsium yang bergantung pada voltase. Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium, namun sebagian besar pengalaman klinis adalah dengan nifedipin. Obat ini populer karena murah, mudah penggunaannya dan sedikit insiden terjadinya efek samping. Obat ini terbukti menjadi obat tokolitik yang efektif baik ketika dibandingkan dengan plasebo atau obat-obat lainnya. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa efektivitas obat ini sama dengan ritodrin dalam mencegah persalinan premature. Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial oral. Absorpsi secara oral tergantung dari keasaman lambung. Nifedipine dimetabolisme di hepar, 70-80% hasil metabolismenya dieksresikan ke ginjal dan sisanya melalui feses. Nifedipin menghasilkan hipotensi sistemik dengan menyebabkan vasodilatasi perifer. Obat ini telah digunakan dalam terapi hipertensi selama kehamilan atau post partum.Secara klinis, ketika digunakan untuk terapi persalinan prematur, obat ini memilikiefek terhadap kardiovaskular yang minimal

dan tidak terdapat morbiditas janin atau neonatus yang signifikan dari penggunaan klinis nifedipin sebagai obat tokolitik. 2 NaC 3x600mg. NAC adalah singkatan untuk N-asetilsistein. NAC adalah bentuk pra-acetylized dari asam amino yang tubuh kita memproduksi secara alami. Nasetilsistein lebih stabil daripada asam amino sistein dan lebih mudah larut dalam air. Sifat NAC adalah melindungi tubuh dari radikal bebas dan juga antioksidan yang sangat kuat. Obat ini baik untuk keadaan pre eklampsia dimana terjadi stress oksidasi dan terjadi peningkatan radikal bebas. Vit C 2x100 mg. Pemberian Vitamin C sebagai suplemen juga berguna sebagai anti oksidan untuk melawan radikal bebas.2,3 HASIL PENANGANAN DI HIGH CARE (16.30) Pasien dirawat dikelas III kamar 17 C Working diagnose : G2P1A0 Gawat janin PEB BSC1X Dasar diagnose : Gawat janin Terapi Indikasi Tata cara Tujuan Resiko Komplikasi Prognosis Alternative : Sc cito : Gawat janin : Spinal anesthesia : Melahirkan bayi : Perdarahan, pengangkatan rahim : Perdarahan, infeksi pada luka operasi : Dubia : Pengangkatan rahim

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN NILAI PADA PASIEN 13,8 g/dl 42 % 20,3 rb/ul 163 rb/ul 5.05 jt/ul 82.8 fl 27.3 pg 32.9 g/dl 14.2 % 30.3 11.3 15 12 73 0.2 3+ 1.025 Negative 1+ Negative 6.5 Negative 2+ Negative Yellow 13,2-17,3 g/dl 33-45 % 5,0-10,0 rb/ul 150-450 rb/ul 4,40-5,90 jt/ul 80-100 fl 26-34 pg 32-36 g/dl 11,5-14-5 % 27.4 39.3 11.3 14.7 0 - 34 0 40 70 - 140 <1 Negative 1.005 1.030 Negative Negative Negative 4.8 7.4 Negative Negative Negative Yellow NILAI NORMAL

06-07-2013 HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit VER HER KHER RDW HEMOSTASIS APTT PT FUNGSI HATI SGOT SGPT GDS URINALISA Urobilinogen Protein Urine Berat Jenis Bilirubin Keton Nitrit pH Leukosit Darah/Hb Glukosa Urin/Reduksi Warna

Kejernihan SEDIMEN URIN Epitel Leukosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Lain-lain Elektrokardiogram Interpretasi V. Irama QRS rate Axis P wave PR intv QRS intv T inverted ST change Q patologis LVH RVH RESUME : sinus : 80 x/m : normal

Clear

Clear

1+ 12 45 Granula (0-1) Negative Negative 05 02 Negative Negative Negative Negative Negative

: normal (0,08) : normal (0,16) : normal (0,08) : V4 ::::-

Pasien wanita 29 tahun daaing dengan keluhan perut mulas sejak 1 hari SMRS, disertai mual muntah sakit kepala dan nyeri di ulu hati. G2P1A0, H -34 mgg dengan gawat janin karena adanya PEB, JPHT, BSC 1x. Riwayat pre eclampsia +. ANC Hasil PF : tekanan darah tinggi + Hasil PP : Laboratorium menunjukkan : leukositosis. VI. DIAGNOSIS
10

Diagnosis kerja: G2P1A0 dengan Gawat janin, PEB, BSC1X VII. PROGNOSIS : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad malam

Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam

11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi Preeklampsia Preeklampsia adalah gangguan kerusakan endotel vaskular luas dan vasospasme yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan dapat hadir hingga akhir 4-6 minggu postpartum. Hal ini secara klinis didefinisikan oleh hipertensi dan proteinuria, dengan atau tanpa edema patologis. Konsensus medis sulit mengenai nilai-nilai yang menentukan preeklampsia, tetapi kriteria yang wajar pada wanita yang normotensif sebelum usia kehamilan 20 minggu termasuk tekanan darah sistolik (SBP) lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (DBP) lebih besar dari 90 mm Hg pada 2 pengukuran berturut-turut, 4-6 jam terpisah. Preeklampsia pada pasien dengan hipertensi esensial yang sudah ada sebelumnya didiagnosis jika SBP telah meningkat sebesar 30 mm Hg atau jika DBP telah meningkat sebesar 15 mm Hg. 4 3.2. Etiologi Preeklampsia Etiologi preeklampsia timbul masih belum terjadinya diketahui.

Namun, syndrome ini ditandai dengan adanya vasokonstriksi, hemokonstentrasi, dan adanya kemungkinan perubahan pada plasenta, ginjal, hepar dan otak. Biasanya lebih terlihat pada wanita yang mengalami preeklampsia berat. Adapun faktor resiko dari preeklampsia dapat dilihat pada tabel disamping.5

12

3.3. Patofisiologi Preeklampsia

3.4. nifestasi Klinis Preeklampsia

M a

13

3.5. Diagnosis Preeklampsia Klasifikasi Hipertensi pada Kehamilan

Diagnosis Pre eklampsia dikategorikan menjadi dua yaitu, 1. Pre Eklampsia ringan Diagnosis Pre Eklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya Hipertensi disertai Proteinuria dan/ atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Hipertensi; sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Proteinuria 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria pre eklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisasi. 2. Pre eklampsia berat Diagnosis Pre Eklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

14

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg Proteinuria lebih 5gr/24 jam atau 3+ dalam pemeriksaan kualitatif. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam Kenaikan kadar kreatinin plasma Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur Nyeri Epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen Edema paru dan sianosis Hemolisis mikroangiopatik Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat Gangguang fungsi hepar; peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat Sindrom HELLP6

3.6. Penatalaksanaan Preeklampsia Penatalaksanaan pada preeklampsia ditujukan terutama untuk menyelamatkan ibu dan juga bayi. Preeklampsia ringan Wanita dengan preeklamsia ringan harus dirawat di rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut dan jika ada, indikasi untuk persalinan. Jika preeklamsia ringan sudah dikonfirmasi dan usia kehamilan adalah 40 minggu atau lebih, indikasi untuk persalinan. Pada usia kehamilan 37-40 minggu, status serviks dinilai. Jika status serviks kurang baik, pre-induksi agen pematangan serviks digunakan sesuai kebutuhan. Kadang-kadang, wanita dengan pemeriksaan serviks sangat tidak baik antara 37 dan 40 minggu dapat dikelola dengan harapan untuk waktu yang terbatas dengan istirahat, pengawasan janin antepartum, dan pemantauan ketat kondisi ibu, termasuk pengukuran tekanan darah setiap 4-6 jam dan penilaian harian patela refleks, berat badan, proteinuria, dan gejala-gejala yang mungkin muncul. Hitung darah lengkap dan SGOT/SGPT, laktat dehidrogenase, dan asam urat harus diperiksa mingguan untuk dua kali seminggu. Persalinan dilakukan jika status serviks menjadi baik, test antepartum tidak normal, usia kehamilan mencapai 40 minggu, atau bukti memburuknya
15

preeklampsia terlihat. Jika manajemen hamil dilakukan setelah 37 minggu, pasien harus memahami bahwa manfaat kemungkinan penurunan resiko adalah kelahiran sesar. Wanita dengan preeklamsia ringan sebelum 37 minggu dikelola dengan istirahat, pengujian antepartum dua kali seminggu, dan evaluasi ibu seperti yang dijelaskan. Kortikosteroid diberikan jika usia kehamilan kurang dari 34 minggu, amniosentesis dilakukan sebagai diperlukan untuk menilai kematangan paru janin. Ketika manajemen pengawasan kehamilan diperpanjang dilakukan, pertumbuhan janin dinilai dengan USG setiap 3-4 minggu. Kadang-kadang, manajemen rawat jalan dapat diandalkan dengan hati-hati, yaitu pasien tanpa gejala dengan proteinuria minimal dan hasil tes laboratorium normal. Pendekatan ini meliputi tirah baring di rumah, jumlah gerakan janin harian, pengujian antepartum dua kali seminggu, evaluasi serial pertumbuhan janin, dan penilaian terhadap tekanan darah, proteinuria, kenaikan berat badan, refleks patella, dan gejala. Setiap bukti perkembangan penyakit merupakan indikasi untuk rawat inap dan pertimbangan untuk persalinan. Terlepas dari keparahan, semua wanita dengan preeklamsia sebaiknya menerima profilaksis intrapartum magnesium sulfat untuk mencegah kejang. Manfaat profilaksis magnesium sulfat dalam mencegah kejang pada pasien dengan preeklampsia ringan belum terbukti secara meyakinkan dalam literatur.

16

Preeklampsia berat Setiap pasien yang datang dengan preeklampsia berat harus rawat inap dan diobservasi dan dimonitoring tekanan darah, keadaan janinnya, serta manifestasi klinis dan perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu. Pemeriksaan laboratorium seperti hemoglobin, hematokrit, trombosit, kreatinin serum, SGOT dan SGPT juga harus dimonitoring. USG dari perkembangan janin dan keadaan dari amnion juga perlu dimonitor. Persalinan dilakukan jika usia kehamilan adalah 34 minggu atau lebih, paru janin dikonfirmasi, atau bukti memburuk status ibu atau janin terlihat. Pengontrolan tekanan darah dapat dicapai dengan hydralazine, labetalol, atau nifedipine. Tujuan terapi antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik <160 mmHg dan tekanan darah diastolik <105 mm Hg. Kontrol terlalu agresif tekanan darah dapat
17

membahayakan perfusi ibu dari ruang intervillous dan berdampak negatif oksigenasi janin. Hydralazine adalah vasodilator perifer yang dapat diberikan dalam dosis 5-10 mg IV. Onset tindakan adalah 10-20 menit, dan dosis dapat diulang dalam 20-30 menit jika diperlukan. Labetalol dapat diberikan dalam dosis 5-20 mg melalui dorongan IV lambat. Dosis dapat diulang dalam 10-20 menit. Nifedipin adalah blocker saluran kalsium yang dapat digunakan dalam dosis 5-10 mg oral. Rute sublingual administrasi tidak boleh digunakan. Dosis dapat diulang dalam 20-30 menit, sesuai kebutuhan. Pengelolaan preeklampsia berat sebelum 34 minggu masih kontroversial. Di beberapa lembaga, persalinan dilakukan terlepas dari kematangan janin. Di University of Southern California, persalinan sering ditunda untuk jangka waktu terbatas untuk memungkinkan administrasi kortikosteroid. Magnesium sulfat dimulai, status janin dimonitor secara terus menerus, dan agen antihipertensi yang digunakan sesuai kebutuhan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik <160 mmHg dan tekanan darah diastolik <105 mm Hg. Kehamilan antara 33 dan 35 minggu, pertimbangan harus diberikan untuk amniosentesis untuk studi kematangan paru. Jika matang, persalinan segera dilakukan. Jika belum matang, kortikosteroid diberikan dan, jika mungkin, persalinan ditunda 24-48 jam. Kehamilan antara 24 dan 32 minggu, terapi antihipertensi dilakukan seperti yang ditunjukkan, kortikosteroid yang diberikan, dan konseling ibu ekstensif dilakukan untuk menjelaskan risiko dan manfaat dari perpanjangan kehamilan. Konsultasi Neonatologi sangat membantu untuk menggambarkan risiko neonatal khusus untuk usia kehamilan dan taksiran berat janin. Durasi manajemen ditentukan secara individual dari perkiraan berat janin, usia kehamilan, dan status ibu dan janin. Manajemen hamil merupakan kontraindikasi dengan adanya kompromi janin, hipertensi yang tidak terkontrol, eklampsia, DIC, sindrom HELLP, edema serebral, edema paru, atau bukti pendarahan otak atau hati. Ketika preeklampsia berat didiagnosis sebelum 24 minggu kehamilan, kemungkinan hasil yang baik rendah. Konseling menyeluruh harus mengatasi realistis risiko dan manfaat yang diharapkan dari manajemen hamil dan harus mencakup pilihan untuk terminasi kehamilan.

18

Tatalaksana Intrapartum Pada wanita dengan preeklampsia tanpa kontraindikasi untuk persalinan, persalinan pervaginam adalah pendekatan yang lebih disukai. Agen pematangan serviks dan oksitosin digunakan sesuai kebutuhan. Selama persalinan, magnesium sulfat diberikan untuk profilaksis kejang sebagai IV dosis loading 4-6 g selama 20-60 menit, diikuti dengan dosis pemeliharaan 1-2 g / jam. Output urine dan kadar kreatinin serum dimonitor, dan dosis magnesium disesuaikan untuk mencegah hypermagnesemia. Refleks patella dan tingkat pernapasan harus sering dinilai. Dengan adanya refleks
19

patela, kadar magnesium serum biasanya tidak diperlukan. Kadar magnesium terapi berkisar dari 4-8 mg / dL. Hilangnya refleks patela diamati pada tingkat magnesium 10 mg / dL atau lebih tinggi, paralisis pernapasan dapat terjadi pada tingkat 15 mg / dL atau lebih, dan serangan jantung adalah mungkin dengan tingkat lebih dari 25 mg / dL. Kalsium glukonat (10 mL larutan 10%) harus tersedia dalam hal hypermagnesemia. Untuk menghindari edema paru, jumlah cairan IV tidak boleh melebihi 100 mL / jam. Kontrol nyeri dicapai dengan anestesi regional atau dengan intramuskular atau IV analgesik narkotika. Pemantauan hemodinamik invasif dicadangkan untuk edema paru refrakter, sindrom gangguan pernapasan dewasa, atau oliguria responsif terhadap fluid challange. Jika operasi caesar diperlukan, trombosit harus tersedia untuk transfusi mungkin bagi pasien dengan jumlah trombosit <50.000 / mm3. Penggunaan produk darah lainnya dipandu oleh temuan klinis dan laboratorium.7,8 3.7. Komplikasi

3.8. Prognosis Di seluruh dunia, preeklampsia dan eklampsia diperkirakan bertanggung jawab untuk sekitar 14% dari kematian ibu per tahun (50,000-75,000). Morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia dan eklampsia berhubungan dengan kondisi berikut.:
20

Disfungsi endotel sistemik Vasospasme dan trombosis pembuluh kecil yang mengarah ke iskemia jaringan dan organ Gejala SSP, seperti kejang, stroke, dan perdarahan Nekrosis tubular akut Koagulopati Ruptur plasenta pada ibu Secara umum, risiko kekambuhan preeklampsia pada wanita yang kehamilan sebelumnya rumit oleh preeklamsia waktu dekat adalah sekitar 10%Jika seorang wanita sebelumnya telah menderita preeklamsia berat (termasuk sindrom HELLP dan / atau eklampsia), dia memiliki. resiko 20% terkena preeklampsia kadang-kadang pada kehamilan berikutnya nya. Jika seorang wanita telah memiliki sindrom HELLP atau eklampsia, risiko kekambuhan sindrom HELLP adalah 5% dan eklampsia itu adalah 2%. Semakin awal penyakit memanifestasikan selama kehamilan, semakin tinggi kemungkinan rekuren. Jika preeklamsia terjadi sebelum usia kehamilan 30 minggu, kemungkinan rekuren mungkin setinggi 40%.4 SPINAL ANESTESIA Anestesi spinal adalah penyuntikan obat anestesi local secara langsung kedalam cairan serebrospinal (CSF), di dalam ruang subarachnoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan Anestetik Lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah. Indikasi Bedah ekstremitas bawah Bedah panggul Tindakan sekitar rectum-perineum Bedah obstetric-ginekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah

21

Kontra indikasi Hipovolemia. Sebagai akibat kehilangan darah atau dehidrasi. Pasien-pasien semacam ini cenderung mengalami penurunan cardiac output yang berat karena hilangnya respon vasokonstriksi kompensatorik Cardiac output yang persisten rendah. Seperti yang terlihat pada stenosis mitral atau aorta yang berat. Penurunan aliran balik vena lebih lanjut akan menurunkan cardiac output, membahayakan perfusi organ-organ vital. Cara Persiapan untuk analgesia spinal adalah mempersiapkan daerah tusukan dan diteliti apakah ada penyulit misalnya kelainan anatomis tulang punggung sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Lalu persiapan alat-alat, peralatan monitor, peralatan resusitasi, jarum spinal. Teknik Analgesia Spinal 1. Setelah dimonitor, posisikan pasien pada posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. 2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4-L5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap Medula Spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol. 4. Beri anestetik local pada tempat tusukan, misalnya Bupivacain 5% 5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G, atau 25 G. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer) yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babock) irisan jarum (hevel) harus sejajar dengan serat Duramater, yaitu pada posisi tidur miring hevel mengarah ke atas atau bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jamur spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan22

Sepsis kulit local. Resiko mencetuskan infeksi Koagulopati. Sebagai akibat diathesis perdarahan atau antikoagulasi terapeutik. Peningkatan TIK. Resiko herniasi

pelan (0,5 ml/detik) diselingin aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau sudah yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor kelaur. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter. 6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik (anestetik local dengan berat jenis lebih besar dari cairan serebrospinal.9,10

23

BAB IV ANALISIS KASUS 4.1. Identitas Pasien Nama Rekam Medik Usia Jenis Kelamin Agama Alamat 4.2. Anamnesis Riwayat Hipertensi (+), riwayat preeklampsia sebelumnya (+), Asma (-), Alergi (-), Diabetes Melitus (-), penyakit jantung (-), riwayat operasi sebelumnya (-). : Ny. Dewi Daud Yusuf : 1244126 : 29 tahun 1 bulan : Perempuan : Islam : Jln. Belimbing Jakarta Selatan

24

Pada pasien ini, diagnosis dapat ditegakkan dari 1. Anamnesis ditemukan gejala seperti mual, muntah, pusing, nyeri ulu hati, mempunyai riwayat penyakit Hipertensi dan riwayat pre eklampsi pada kehamilan yang sebelumnya. 2. Pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah nya sistol diatas 140 dan diastole nya diatas 90 mmHg. 3. Pada hasil pemeriksaan penunjang, pemeriksaan lab urine ditemukan ada protein dalam urine yaitu +3. Hal ini sudah mencakup kriteria untuk dinyatakan sebagai Preeklampsia. Dasar diagnosis dari Preeklampsia adalah : Hipertensi; sistolik/diastolic 140/90 mmHg. Proteinuria 300mg/24 jam atau 1+ dalam pemeriksaan kualitatif Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria pre eklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisasi. KESIMPULAN : PASIEN MEMILIKI RESIKO UNTUK MENGALAMI PREEKLAMPSIA LAGI PADA KEHAMILAN KALI INI. 4.3. Keadaan preoperative BB TB TD N RR Temp. Hb HT : 70 kg : 160 cm : 175/105 mmHg : 148 x/menit : 18 x/menit : afebris : 13.8 g/dL : 42

Konsultasi anestesi : pro operasi

25

4.4. Intraoperasi 6 Juli 2013 (Catatan Anestesia) Diagnosa PreOp Jenis Operasi ASA Teknik Anestesi : G2P1A0, gawat janin dengan PEB, JKTH, BSC 1X : Sectio Caesaria : II dengan PEB : Regional Anestesia (Spinal) Daerah pemasangan L3-L4 Spinocain no 27G Obat-obat : Fentanyl 25 mcg Marcain 15 mg Oksigen 3L/menit Obat lain : Ondancentron 4 mg Ranitidin 50 mg Induxin 20 iu Ketorolac 30 mg Lama Anestesi Lama Operasi Infus Cairan intra operatif Perdarahan Urin KESIMPULAN : Karena terjadi gawat janin, maka pasien disarankan untuk SC CITO. Dari hasil konsultasi anestesi, didapati pasien memiliki ASA II, karena pasien mengalami preeklampsia dimana manifestasi klinis nya adalah hipertensi, suatu kelainan sistemik ringan
26

: 17.00 18.00 (1 jam) : 17.05 17.55 (50 menit) : Tangan kiri Vasofix 20G : RL 600 cc : 300 cc : 100 cc

sampai sedang. Untuk itu, kita perlu mewaspadai tanda vital seperti tekanan darah, dan nadi. Untuk operasi sc, dikarenakan daerah operasi ada dibawah T10, maka digunakan teknik operasi regional (spinal). Digunakan spinal needle nomor 27 G sesuai dengan kondisi pasien dan ditusukan didaerah bebas medulla spinalis, yakni L3-L4. Anastesia spinal adalah pilihan utama untuk kebanyakan pasien seksio sesarea berencana dan emergensi. Anestetik local yang digunakan untuk anestesia spinal hiperbarik. Keuntungan anesthesia spinal untuk seksio sesarea adalah mudah, blok yang mantap, dan kinerja cepat. Karena teknik ini menyebabkan hipotensi, maka sebelum dimulai operasi, tekanan darah pasien diukur untuk memastikan keadaan pasien optimal untuk dianestesi dan dioperasi. Obat anestesi yang digunakan adalah fentanyl yang memiliki efek Analgesik dengan onset 30-60 detik dan masa kerja 30-60 menit dan Marcain yang termasuk Bupivacain dengan dosis normal 1-2 mg/KgBB. Obat ini sering digunakan sebagai analgesik intratekal dalam proses persalinan seksio. Fentanyl dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis bupivakain sehingga hipotensi lebih sedikit dan meningkatkan analgesia. Selain itu, diketahui pula bahwa penambahan dosis kecil dari opioid lipofilik ini selama anestesia spinal dapat menyebabkan onset yang lebih cepat, blok yang lebih baik, dan waktu pemulihan fungsi motorik yang lebih cepat setelah pembedahan. Kombinasi dari Bupivacain dan Fentanyl dapat dicapai hasilnya dengan baik saat melakukan anestesi Spinal. Pernafasan pasien ditunjang dengan mengalirkan 02 3L / menit via nasal kanul. Karena pasien merasa mual (pasien memiliki gastritis dan efek dari obat anestesi yaitu fentanil) maka diberikan ondasentron dengan dosis 4-8 mg. namun pasien masih terus mual, sehingga diberikan lagi ranitidine dengan dosis 10 mg untuk mengatasi gastritis pasien selama operasi berlangsung. Pasien diberikan infuse kristaloid berupa RL untuk mengganti cairan maintenance serta pengganti dari perdarahan yang terjadi sebanyak 600 ml. Penanganan pada pasien ini sudah benar yaitu diberikan cairan RL sebanyak 600 ml pada saat berlangsungnya operasi. Karena perawatan yang penting pada pre eklampsia adalah pengolaan cairan karena penderita pre eklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral atau infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Pada pasien ini keluarnya urin 100cc dalam 1 jam.
27

Sesaat setelah bayi lahir, segera dialirkan RL yang mengandung Induxin 20 iu via drip untuk merangsang kontraksi rahim agar perdarahan bisa berhenti. Menjelang akhir operasi, diberikan ketorolak dengan dosis 30 mg untuk mengurangi nyeri pasca operasi.

4.5. Balans Cairan KEBUTUHAN CAIRAN Jenis Operasi : 6 cc/kg x 70 kg Maintenance : (4x10) + (2x10) + (1x50) Puasa 1 jam pertama Cairan masuk Infus : RL 500 ml Cairan keluar Urin Perdarahan IWL ` Balans : 600 430 = + 170 ml Estimate Blood Volume (EBV) = 65 cc/kg x 70 kg = 4550 ml Indikasi transfuse bila perdarahan > 20% dari EBV = 20% x 4550 cc = 910 ml Pada pasien ini perdarahan hanya 300 ml sehingga tidak membutuhkan transfusi darah (Hb pasien 13,8 g/dL) sehingga hanya diberikan cairan Kristaloid. Monitoring Saat Operasi JAM TEKANAN NADI OBAT
28

= 420 cc = 110 cc = 0 cc

: 0 x 100 cc

: M + O + P = 110 + 420 + 0 = 530 cc x1 600 ml + 600 ml 100 ml 300 ml 30 ml = 430 ml

17.00 17.05 17.10 17.15 17.20 17.25 17.30 17.35 17.40 17.45 17.50 17.55 18.00

DARAH 176 / 103 mmHg 173 / 106 mmHg 135/88 mmHg 123 / 58 mmHg 114 / 55 mmHg 114 / 53 mmHg 111 / 53 mmHg 100/57 mmHg 99 / 58 mmHg 105/63 mmHg 110/60 mmHg 113/58 mmHg 113/58 mmHg

158 x/menit 156 x/menit 152 x/menit 151 x/menit 101 x/menit 102 x/menit 90 x/menit 103 x/menit 95 x/menit 97 x/menit 98x/menit 108 x/menit 108 x/menit

Ondasentron 4mg Ranitidine 50 mg Induxin 20 iu

Ketorolak 30 mg

Keadaan Akhir Pembedahan: TD N Jalan nafas Nafas Kesadaran Muntah Mual Sianosis : 113 /58 mmHg : 108x / menit : tidak ada masalah : spontan : sadar betul : (-) : (-) : (-)

Diagnosa pasca bedah : sc ec gawat janin dan pemasangan KB spiral ALDRETE SCORE awal : 9 ALDRETE SCORE akhir :9 Instruksi pasca bedah Bila mual Bila sakit Antibiotic, infus minum : bebas, bertahap. Tidak boleh duduk selama 12 jam : ondasetron 3x4mg : ketorolac 3x 30 mg : sesuai anjuran dokter

29

Catatan: Bayi lahir jam 17.25 dengan jenis kelamin perempuan dengan berat 1800 gram, panjang badan 46 cm, tidak menangis spontan. APGAR SCORE 5/7, dengan air ketuban berwarna hijau lumpur KESIMPULAN Pada keadaan pasca bedah, tidak didapati kendala yang berarti karena teknik yang digunakan berupa anesthesia regional (spinal) sehingga tidak terjadi penurunan kesadaran. Tekanan darah pasca bedah pun tidak ada kendala.

30

31

Anda mungkin juga menyukai