Anda di halaman 1dari 28

Lab/SMF Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Refleksi Kasus

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE BENIGNA

Disusun Oleh Sizigia Hascharini U Pembimbing dr. Rahmawati, Sp.THT KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik SMF/Lab Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman / RSUD A.W Sjahranie Samarinda 2013 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis merupakan perforasi membran timpani dengan sekret persisten dari telinga tengah selama lebih dari 6 sampai 12 minggu. Otitis media supuratif dapat terjadi dengan atau tanpa kolesteatoma dan gejala klinis keduanya hampir sama. Penatalaksanaan kolesteatoma termasuk didalamnya operasi timpanomastoid dengan medikamentosa. (Roland, 2013) Otitis media supuratif kronik berbeda dengan otitis media tipe serosa yaitu dengan ada atau tidaknya perforasi yang menetap selama lebih dari 1 sampai 3 bulan. Otitis media supuratif kronik sulit untuk ditangani dan pada mastoid terjadi perubahan akibat infeksi yang terjadi. (Roland, 2013) Berdasarkan survei WHO, dari pasien dengan keluhan keluar cairan dari telinga, 60% merupakan otitis media supuratif kronik. Pasien ini juga menderita penurunan pendengaran yang signifikan. Otitis media supuratifa kronik hampir 90% terjadi di Asia Tenggara, dan Pasifik, dan Afrika sedangkan untuk daerah Amerika, Eropa, Timur Tengah dan Australia kejadiannya jarang. (World Health Organization, 2004) Pasien yang datang dengan keluhan keluar cairan telingan persisten selama lebih dari 2 minggu harus dilakukan pembersihan sekret dan dipastikan keadaan membran timpani. Diagnosisnya ditegakkan dengan melihat intak atau tidaknya membran timpani. (World Health Organization, 2004) Penatalaksanaan pasien dengan keluhan ini harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui adanya infeksi intrakranial atau ekstrakranial. Hal ini terkait dalam perlu atau tidaknya dilakukan tindakan operatif seperti mastoidekstomi. (World Health Organization, 2004)

1.2. Tujuan Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah : 1. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan tinjauan kepustakaan mengenai perjalanan penyakit OMSK 2. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior di Laboratorium Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus. (Dhingra, 2007) 2.1.1. Membran timpani Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm. (Dhingra, 2007) Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang). (Dhingra, 2007)

Gambar 1. Membran timpani (NDMC, 2007) 4

2.1.2. Kavum timpani Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani. (NDMC, 2007)

Gambar 2. Kavum timpani (NDMC, 2007) Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan 5

di antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius. (Dhingra, 2007)

Gambar 3. Kavum timpani (NDMC, 2007) 2.1.3. Tuba Eusthachius Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagiantulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani 6

menuju ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani. (Dhillon, 2000) 2.1.4. Prosesus Mastoideus Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. (Dhingra, 2007) 2.2. Otitis Media Supuratif Kronik 2.2.1. Definisi Otitis media merupakan suatu keadaan inflamasi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi atau patogenesis. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan prosesnya. Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya dibagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). OMSK dicirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani yang perforasi ataupun tympanostomy tube yang tidak respon dengan terapi medikamentosa. (Kenna, 2006) 2.2.2. Etiologi Bakteri Pseudomonas yang paling banyak menyebabkan aureus, OMSK Proteus adalah species, aeruginosa, Staphilococus

Klebsiella pneumoniae dan Diptheroids. Selain itu dapat disertai dengan bakteri anaeob dan jamur. (Roland, 2013) P. aeruginosa merupakan organisme paling banyak menyebakan OMSK. Pada penelitian ditemukan Pseudomonas pada discharge telinga pada 48 98 % kasus. P. Aeruginosa menggunakan pili sehingga menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada epitel telinga tengah. Pseudomonas menghasilkan protease, lippolisakarida, dan enzim lain yang menghambat imunologis dalam melawan infeksinya. Kerusakan yang terus 7

berlanjut, nekrosis, dan erosi tulang akan menyebakan beberapa komplikasi atau penyakit sistemik. Pseudomonas resisten terhadap makrolida, penisilin broadspektrum, sefalosporin generasi pertama dan kedua. (Roland, 2013) S. aureus merupakan penyebab kedua terbanyak. Pada pasien dengan OMSK ditemukan 15 30 % karena infeksi bakteri ini. Sedangkan sisanya disebabkan oleh gram negatif seperti Klebsiella (10 21 %), dan Proteus (10 15%). (Roland, 2013) Penyebab OMSK antara lain (Nursiah, 2003) : 1. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat. 2. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. 3. Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis. 4. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. 8

5.

Infeksi saluran nafas atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6.

Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.

7.

Alergi Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8.

Gangguan fungsi tuba eustachius. Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

2.2.3. Klasifikasi OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna). Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering. (Dhingra, 2007)

OMSK tipe aman adalah OMSK yang inflamasinya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). (Djaafar, 2006) OMSK tipe maligna adalah OMSK yang dapat disertai dengan kolesteatom. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik, dengan atau tanpa kolesteatom pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya. (Djaafar, 2006)

Gambar 4. Perforasi Membran Timpani (NDMC, 2007) Bentuk perforasi membran timpani adalah (Djaafar, 2006) : 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-kadang sub total. 2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai 10

perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom. 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. 2.2.4. Patogenesis Otitis media supuratif kronik merupakan episode berulang dari infeksi akut. Otitis ini berawal dengan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Inflamasi ini menyebabkan terjadinya mukosa edema. Inflamasi tetap berlanjut sehingga mukosa ulserasi dan epitel rusak. Sebagai respon terhadap inflamasi terbentuk jaringan granulasi. Siklus inflamasi, ulserasi, infeksi dan granulasi terus berulang akan menimbulkan komplikasi. (Roland, 2013) Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah, pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, maka disebut juga sebagai penyakit tubotimpanal. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. (Djaafar, 2006) Pada primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba. (Dhingra, 2007) Pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi

11

mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama. (Dhingra, 2007) 2.2.5. Gejala Klinis Gejala klinis yang dapat ditemukan pada pasien adalah sebagai berikut (Nursiah, 2003) : 1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan pendengaran Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak 12

dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea. 3. Otalgia ( nyeri telinga) Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih 13

mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah. 2.2.6. Diagnosis Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan otoskopi, anamnesa dapat diketahui tentang awal mula penyakit, riwayat penyakit terdahulu, faktor risiko, gejala klinis serta hal-hal lainnya yang mengarah ke diagnosis yang mungkin terjadi. Diagnosis pasti OMSK dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya seperti pemeriksaan Pada audiometri, pemeriksaan pemeriksaan otoskopi radiologi dan pemeriksaan jenis OMSK bakteriologi. (Kenna, 2006) dapat dibedakan berdasarkan perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral, marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi pada perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati. Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran timpani (annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa kavum timpani bewarna pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna mukosa menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip. Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi yang letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar, atau pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan hanya pada mukosa kavum timpani dan tulangtulang pendengaran ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang. 14

Sedangkan gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars flaksida. (Roland, 2013; Kenna, 2006) Beberapa faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK (Kenna, 2006) : Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telingan purulen berlanjut. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamosa dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. Pemeriksaan audiologi untuk evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi pasien anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. (Nursiah, 2003) Pemeriksaan radiologi dengan foto polos radiologi, posisi Schller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. (Djaafar, 2006) Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK untuk identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh

15

pada media kultur (agar darah). Jika telah terjadi cukup lama perlu dilakukan uji resistensi kuman dari sekret telinga. (Aboet, 2007) 2.2.7. Penatalaksanaan Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar; terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang kurang. (Djaafar, 2006) Aural Toilet Aural toilet dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya pasien dengan OMSK. Pada kanal auditori eksternus dapat ditemukan adanya sekret mukoid dan deskuamasi epitelium. Setelah sekret pada liang telinga dibersihkan diberikan obat topikal. Pembersihan liang telinga sebaiknya dilakukan 2 3 kali per hari sebelum diberikan pengobatan topikal. (Roland, 2013) Irigasi pada liang telinga merupakan alternatif yang efektif. Cairan yang digunakan asam asetat 50% dan aquades 50%. 30 40 ml digunakan untuk irigasi kanalis auditori eksternus dengan syiringe kecil. Cairan irigasi dikeringkan kemudian 5 10 menit kemudian berikan antimikroba ototopikal. (Roland, 2013) Kontrol Jaringan Granulasi Jaringan granulasi dapat memenuhi telinga tengah dan kanal auditori eksternus. Jaringan granulasi dapat dicegah dengan pemberian antimikroba topikal untuk mengeliminasi infeksi dan mengurangi inflamasi. Kauter dapat digunakan untuk mengurangi jaringan granulasi dan mengontrol pembentukannya. (Roland, 2013) Kegagalan terapi topikal dinyatakan jika terjadi ketidakmampuan antibiotik topikal mencapai tempat infeksi telinga tengah. Yang menyebabkan 16

gangguan hingga tidak sampai ke tempat infeksi adalah adanya debris, jaringan granulasi, kolesteatoma, neoplasia, dan serumen. Jika pemberian terapi topikal gagal perlu diperiksakan adanya obstruksi dari liang telinga termasuk dengan pemeriksaan radiologi. (Roland, 2013) Minimal inhibitory concentrations (MICs) jika mikroorganisme 1 2 mcg/ml. Secara umum pemberian intravena aminoglikosida dan sefalosporin untuk Pseudomonas dapat mengurangi level MICs tersebut. Terapi oral golongan kuinolon dapat menghambat MICs. Konsentrasi pada cairan telingan tengah jarang ditemukan hingga 4 6 mcg/ml. Bebeda dengan pemberian antibiotik topikal yang terdiri dari 3000 mcg/ml dan konsentrasinya 3000 mcg/ml. Karena tingginya konsentrasi antimikroba, terapi topikal terlihat lebih efektif dari terapi sistemik. Pada penelitian yang membandingkan keduanya didapatkan terapi topikal menyembuhkan 2 kali lebih banyak. (Roland, 2013) Terapi Sistemik Terapi sistemik diberikan pada OMSK yang gagal dengan terapi topikal. Topikal gagal biasanya karena kegagalan medikamentosa untuk sampai ke jaringan yang terinfeksi. Terapi sistemik diperkirakan lebih sukses karena penetrasi jaringan lebih banyak. Jika fokus infeksi adalah tulang mastoid dan tidak dapat dicapai dengan pengobatan topikal, diberikan antibiotik yang dapat penetrasi sehingga infeksi dapat dieliminasi. (Roland, 2013) Seluruh jenis aminoglikosida yang dapat digunakan antara lain Tobramisin merupakan salah satu antibiotik yang efektif. Terapi sistemik dilakukan selama 3 4 minggu. Tindakan bedah dilakukan apabila gagal terhadap antibiotik 2013) topikal dan sistemik. Timpanomastoidektomi merupakan kombinasi yang dapat menghentikan terjadinya otorea (80%). (Roland,

17

Table 1. Manajemen OMSK dengan Kolesteatoma (Cummings, 2000) OMSK dengan kolesteatoma perlu dilakukan eradikasi dengan reseksi tulang temporal. Tujuan dari pembedahan adalah untuk mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Penilaian jenis prosedur operasi dipertimbangkan berdasarkan luasnya penyakit, adanya komplikasi, pneumatisasi mastoid, fungsi tuba eustachius, status pendengaran kedua telinga, kemampuan pasien, pengalaman dan keterampilan operator. Jenis operasi yang dapat dilakukan adalah atticotomi, simple mastoidektomi, canal wall up atau canal wall down, mastoidektomi radikal, mastoidektomi modifikasi dengan prosedur Bondy. (Cummings, 2000)

18

Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Canal wall up dan Canal wall down (Cummings, 2000) Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe benigna yang tidak dapat sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. (Soepardi, 2008) Mastoidektomi radikal dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Maleus, inkus dan krus anterior posterior stapes diangkat kecuali basis stapes. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. (Soepardi, 2008) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi dilakukan pada OMSK maligna dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh ronggamastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Dinding posterior MAE diangkat sebagian, dipertahankan dinding MAE tempat anulus timpanikus. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. (Soepardi, 2008) Miringoplasti dilakukan pada OMSK tipe benigna yang tenang dengan tuli ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Dikenal dengan nama timpanoplasti tipe I. Tujuannya untuk mencegah infeksi yang berulang dengan perforasi persisten. (Soepardi, 2008) Timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang berat atau gagal konservatif. Tujuannya untuk memperbaiki pendengaran. Biasanya disertai rekonstruksi tulang pendengaran. (Soepardi, 2008)

19

Timpanoplasti dengan pendekatan ganda dilakukan pada OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi luas. Tujuannua untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa teknik mastoidektomi radikal. Kolesteatoma dibersihkan dan granulasi diangkat melalui 2 jalan yaitu liang telinga, dan rongga mastoid dengan timpanotomi posterior. Tapi teknik ini masih kontroversial. (Soepardi, 2008) 2.2.8. Komplikasi Komplikasi OMSK dapat dibagi atas (Aboet, 2007) : 1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari kelumpuhan n. Fasial dan labirinitis. 2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis. Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial. 2.2.9. Prognosis Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik jika infeksi dapat dikontrol dengan baik. Perbaikan penurunan pendengaran bervariasi tergantung dari penyebabnya. Tuli konduksi dapat diperbaiki dengan operasi. Tujuan dari penatalaksanaan adalah menyelamatkan telinga. Angka kesakitan OMSK terkait dengan tuli konduksi dan stigma tentang keluarnya cairan telinga. Tingkat kematian OMSK meningkat apabila terjadi komplikasi intrakranial. OMSK tanpa komplikasi tidak berakibat pada kematian. (Roland, 2013) BAB III LAPORAN KASUS I. Identitas Pasien Pasien berobat ke poli THT tanggal 13 Juli 2013. 20

Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Pendidikan terakhir II. Anamnesis Keluhan Utama

: Tn. LY : 31 tahun : Perempuan : Ibu rumah tangga : Jln. Siti Aisyah : SMA

: Keluar Cairan dari telinga sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang : Keluhan tersebut dialami pasien sejak 2 hari yang lalu. Cairan yang keluar berwarna putih kekuningan, kental, dan tidak berbau. Pasien juga merasakan telinganya berdengung disertai penurunan pendengaran pada telinga kanan. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri dan pusing. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa 3 bulan yang lalu. Saat itu air masuk ke telinga pasien, pasien berusaha mengeluarkannya dengan memasukkan lebih banyak air tetapi air tidak keluar. Setelah itu kejadian itu keluar cairan bening agak kental. Tetapi saat itu pasien tidak berobat karena sehari setelahnya cairan tidak keluar lagi. Sekarang pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak 1 hari yang lalu dan dalam 1 minggu terakhir pasien batuk dan pilek. Riwayat penyakit dahulu : Ada riwayat pilek berulang. Pasien sering bersin dan pilek di pagi hari. Tidak ada riwayat sakit gigi berulang. Tidak ada riwayat penyakit kencing manis Tidak ada riwayat penyakit TB. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien Tidak ada keluarga yang menderita penyakit kencing manis Tidak ada keluarga yang menderita penyakit TB Pasien sering mengkorek-korek telinga 2 kali/minggu dengan cotton bud. 21

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat kebiasaan:

Pasien tidak hobi berenang

III. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dilakukan tanggal 13 Juli 2013 jam 10.00 wita Kesadaran Vital Sign : Composmentis : Nadi : 84 x/menit, Pernafasan : 20 x/menit, Tekanan Darah : 120/80 mmHg, Suhu : 36,80C Status Generalis: Kepala Thorax Abdomen Ekstremitas : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (-), pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (-), pembesaran KGB (-) : pergerakan simetris, Rhonki (-), Wheezing (-), sonor, vesikuler, S1S2 tunggal reguler : flat, soefel, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal : akral hangat, edema (-)/(-)

Status Lokalis (THT) Struktur Kanan TELINGA Radang (-), sikatrik (-), nyeri tarik (-), nyeri tekan tragus (-) Radang (-), sikatrik (-), nyeri tekan (-) Hiperemis (+), sekret (+) Kiri Radang (-), sikatrik (-), nyeri tarik (-), nyeri tekan tragus (-) Radang (-), sikatrik (-), nyeri tekan (-) Hiperemis (-), sekret (-) Jernih, tipis, retraksi (-), edema (-), refleks cahaya (+)

Aurikula

Retroaurikula MAE

Membran timpani

Perforasi subtotal

Fetor Septum nasi Vestibulum nasi Mukosa cavum nasi

HIDUNG Tidak ada Tidak ada Tidak ada deviasi Hiperemis (-) Hiperemis (-) Hiperemis (-), Hiperemis (-), discharge (-), tumor discharge (-), tumor (-) 22

(-) Permukaan halus, Konka nasi hiperemis (-), edema (-) TENGGOROKAN Fetor Membesar (-), Tonsil Uvula Palatum mole Dinding faring hiperemis (-), debris (-)

Permukaan halus, hiperemis (-), edema (-)

Membesar (-),

hiperemis (-), debris (-) (-) Simetris, hiperemis (-), edema (-) Simetris, hiperemis (-), edema (-) Permukaan halus, hiperemis (-), granula (-), refleks muntah (+)

Pemeriksaan Pendengaran
Tes Garputala Rinne Weber Schwabach Kanan Kiri Negatif Positif Lateralisasi ke telinga kanan Memanjang Sama dengan pemeriksa

Audiometri

23

Air conduction Telinga kanan : 33,75 db Telinga kiri : 22,50 db Bone conduction Telinga kanan : -3,75 db Telinga kiri : -5 db Gap 10 db tuli konduksi Derajatnya ringan IV. Diagnosis OMSK benigna dextra + Tuli konduksi derajat ringan dextra V. Penatalaksanaan: Non farmakologis Saat pasien berkunjung ke poli dapat dilakukan aural toilet Edukasi o Tidak boleh mengorek telinga o Tidak boleh kemasukan air o Obatdiminum teratur hingga 3 4 minggu 24

o Kontrol jika obat habis Farmakologis Klindamisin 2 x 300 mg Efedrin 2 x 25 mg Loratadin tab 2 x 10 mg

Prognosis Ad vitam : Bonam Ad fungsionam : Dubia ad bonam Ad sanasionam : Dubia ad bonam

BAB IV PEMBAHASAN 25

Otitis media purulenta kronik benigna merupakan infeksi kronik yang inflamasinya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa menderita OMSK benigna dextra + Tuli konduksi derajat ringan dextra. Pasien mengeluhkan keluar cairan dari telingan kanan yang dialami pasien sejak 2 hari yang lalu. Cairan yang keluar berwarna putih kekuningan, kental, dan tidak berbau. Pasien juga merasakan telinganya berdengung disertai penurunan pendengaran, tidak mengeluhkan adanya nyeri dan pusing. Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa 3 bulan yang lalu. Tetapi saat itu pasien tidak berobat karena sehari setelahnya cairan tidak keluar lagi. Sekarang pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak 1 hari yang lalu dan dalam 1 minggu terakhir pasien batuk dan pilek. Riwayat otitis media sebelumnya tidak mendapat penanganan yang baik merupakan salah satu faktor terjadinya OMSK. Pada pasien ini ditemukan adanya riwayat keluar cairan 3 bulan sebelumnya dimana pada saat itu pasien tidak berobat ke dokter karena keluhan tidak begitu mengganggu dan sekret berhenti setelah beberapa hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hidung dan tenggorokan dalam batas normal. Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan MAE perforasi subtotal pada telinga kanan dan membran timpani tidak terlihat hiperemis. Sedangkan pada pemeriksaan tes pendengaran dengan garpu tala didapatkan tes Rinne negatif pada telinga kanan, Weber lateralisasi ke sebelah kanan, dan Schwabah memanjang pada telinga sebelah kanan dengan kesimpulan adanya tuli konduksi pada telinga kanan. Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin atau tuli campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara ke telinga tengah. Tuli konduktif merupakan tuli yang disebabkan oleh 26

kelainan di telinga luar dan tengah. Pada kasus otitis media supuratif kronik dengan kolesteatoma pada pasien, tuli konduktif yang terjadi dimungkinkan disebabkan oleh perforasi membran timpani yang hampir total atau kerusakan tulang pendengaran yang terdestruksi akibat kolesteatoma oleh karena enzim kolagenase, asam fospatase dan enzim proteolitik yang dilepaskan oleh osteoklast dan sel inflamasi mononuclear terkait kolesteatoma. Penatalaksanaan pasien ini dengan pemberian medikamentosa antibiotik klindamisin 2 x 300 mg, efedrin 2 x 25 mg, dan loratadin tab 2 x 10 mg. Pada pasien ini diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi. Infeksi pada OMSK lebih banyak disebabkan oleh Pseudomonas atau S. aureus. Klindamisin merupakan salah satu antibiotik yang dapat mengeradikasi bakteri gram negatif, positif dan anaerob khususnya pada jenis Streptococus dan Pneumococus. Pada pasien juga diberikan loratadin yang merupakan antihistamin generasi kedua dan efedrin untuk mengatasi alerginya yang diduga merupakan salah satu faktor predisposisi OMSK. Pasien juga diberi edukasi berupa tidak boleh mengorek telinga, tidak boleh kemasukan air, obatdiminum teratur hingga 3 4 minggu, dan kontrol jika obat habis. Prognosis pada pasien ini secara vitam bonam, fungsionam dubia ad bonam dan sanasionam dubia ad bonam. Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik jika infeksi dapat dikontrol dengan baik. Perbaikan penurunan pendengaran bervariasi tergantung dari penyebabnya. Tuli konduksi dapat diperbaiki dengan operasi.

27

Daftar Pustaka Aboet, A. (2007). Radang Telinga Tengah Menahun. Medan: Universitas Sumatera Utara. Cummings, C. W. (2000). Otolaryngology - Head and Neck Surgery. Missouri: Mosby. Dhillon, R. S. (2000). Nose and Throat and Head and Neck Surgery. London: Churchill Livingstone. Dhingra, P. L. (2007). Disease of Ear, Nose, and Throat. New Delhi: Elsevier. Djaafar, Z. A. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. NDMC. (2007). Interactive Atlas of Human Anatomy. Norvartis. Nursiah, S. (2003). Pola KUman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa Antibiotik di Bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Roland, S. P. (2013, May). http://emedicine.medscape.com/article/859501overview. Retrieved July 2013, from http://emedicine.medscape.com/: http://emedicine.medscape.com/ Soepardi, E. A. (2008). Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FKUI. World Health Organization. (2004). Chronic Suppurative Otitis MEdia-BUrden of Illness and Management Option. Geneva: World Health Organization.

28

Anda mungkin juga menyukai