Anda di halaman 1dari 12

PENEMUAN HUKUM KASUS NENEK MINAH

TUGAS MATA KULIAH PENEMUAN HUKUM


Oleh: TRI AGUSTINA RAHAYU

PROGRAM MAGISTER HUKUM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2013

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ..................................................................................................... i DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 LATAR BELAKANGMASALAHAAN ........................................................... 1 1.2 RUMUSAN PERMASALAHAAN ................................................................... 1 1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..................................................... 2 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN .......................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN MASALAH .................................................................... 3 BAB III PENUTUP .................................................................................................. 8 3.1 KESIMPULAN .................................................................................................. 8 3.2 SARAN .............................................................................................................. 8 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 10

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia pasti menginginkan keadilan di dalam kehidupannya, baik secara ekonomi, sosial maupun hukum. Namun keadilan sendiri juga mengalami perdebatan.Perdebatan tentang keadilan seakan tidak kunjung berakhir. Perdebatan ini sudah dimulai sejak zaman yunani kuno bahkan sampai sekarang. Belum ada kesamaan perumusan dari para pakar tentang keadilan.Sehingga keadilan itu dianggap relative. Adil menurut seorang belum tentu adil menurut orang lain. Perdebatan yang sama terjadi di Indonesia. Akhir-akhir ini banyak kasus hukum yang mengganggu rasa keadilan masyarakat. Kasus yang mengganggu rasa keadilan masyarakat antara lain kasus Nenek Minah yang dituduh mencuri 3 buah kakao, kasus pencurian semangka, kasus seorang buruh pabrik yang dituduh mencuri sandal jepit, kasus seorang anak yang mencuri pulsa dan masih banyak lagi. Kasus-kasus ini dianggap sangat merugikan atau merusak rasa keadilan dalam masyarakat Indonesia. Perilaku aparat penegak hukum yang membawa kasus nenek minah yang miskin ke meja hijau menyulut kemarahan publik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis penemuan hukum dalam kasus Nenek minah.

1.2.

RUMUSAN PERMASALAHAN Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai Penemuan Hukum dalam kasus Nenek Minah pencuri 3 buah kakao. Bagaimana keadilan kasus Nenek Minah jika dilihat dari sisi tujuan hukum (keadikan), dilihat dari sisi hakim sekaligus pengambil keputusan, dan terakhir dilihat dari sisi moralitas.

iii

1.3.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Makalah ini memiliki manfaat untuk dapat dijadikan referensi ilmiah mengenai penemuan hukum.Tujuan makalah ini sendiri adalah untuk melihat penemuan hukum sisi keadilan dibalik kasus Nenek Minah pencuri 3 buah kakao.

1.4.

SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, rumusan permasalahan, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN MASALAH Bab ini berisi pembahasan kasus Nenek Minah pencuri 3 buah kakao dan menganalisis sisi keadilan dari kasus tersebut. BAB III SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dilakukan sehingga diharapkan hasil pembahasan dapat

memberikan saran bagi kasus-kasus serupa yang ada di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB II PEMBAHASAN MASALAH

Pada tahun 2009 ada kasus yang cukup menarik perhatian masyarakat yaitu kasus pencurian 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) yang dilakukan oleh Nenek Minah yang berusia 55 tahun. Kejadian ini bermula Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri. Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi, tiga buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset, peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Muslih Bambang Luqmono SH menjatuhi hukuman 1 bulan 15 hari penjara untuk kasus Minah tersebut. Muslih selaku pimpinan majelis hakim pun merasa agak ragu terhadap putusan yang diambil dan dia merasa bahwa kasus ini sudah melukai banyak orang. Dari kasus ini, penulis melakukan analisis penemuan hukum dengan melihat kasus tersebut dari sisi keadilan, penulis membagi menjadi tiga, yaitu: 1. Dilihat dari tujuan hukum itu sendiri Hukum itu bukan hanya dilihat dari pasal per pasal, namun juga harus dipahami tujuan dari hukum itu sendiri.Salah satu tujuan hukum adalah

menegakan keadilan. Keadilan dapat terjadi jika memenuhi dua syarat yaitu kepastian hukum dan kesebandingan/kemanfaatan. Berdasarkan tinjauan yuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.

247/PID.B/2009/PN.PWT terhadap kasus Nenek Minah, putusan tersebut diambil berdasarkan 3 norma: a. Normatif Secara normatif, terdakwa secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 362 KUHP yaitu melakukan tindak pidana pencurian berupa 3 buah kakao yang nilainya secara relatif sangat kecil. b. Sosiologis Secara sosiologis, terdakwa sudah lanjut usia dan termasuk orang miskin. Terdakwa mengambil 3 buah kakao dengan maksud untuk dijadikan benih untuk ditanam. Selain itu terdakwah kooperatif dalam persidangan dan menghadiri persidangan berkali-kali dari awal hingga akhir c. Filosofis Secara filosofis, tidak tepat seumuran terdakwa harus menjalani pidana penjara di lembaga permasyarakatan dan secara kerugiannya tidak sebanding dengan kerugian atas perbuatannya. Dari putusan tersebut, majelis hakim telah mengambil putusan yang cukup bijak baik bagi terdakwa maupun pelapor. Namun membawa kasus Nenek Minah ke proses hukum dan penjatuhan sanksi seperti putusan pengadilan sangat tidak adil. Seperti diketahui, Nenek minah diproses hukum layaknya seorang penjahat kelas berat, seperti koruptor, pengedar narkoba, dll.Secara leterlek, Nenek minah memang terbukti melakukan pencurian. Apabila melakukan pencurian ya tentu dihukum. Namun, ada pertimbangan keadilan di sini. Usia lansia, kondisi ekonomi (lihat teori-teori diatas), dan jumlah kerugian akibat perbuatan Nenek minah. Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (PU) dalam kasus ini menerapkan UU secara kaku. Pasal 364 KUHP memberikan batasan mengenai tindak pidana ringan apabila barang yang dicuri nilainya tidak lebih dari Rp 250. Kalau melihat angka rupiah dalam

vi

pasal ini, pencurian yang dilakukan Nenek minah memang tidak termasuk dalam pencurian ringan, sehingga dikenakan Pasal Pencurian dalam Pasal 362 KUHP yang ancaman hukumannya maksimal 5 tahun. Dengan pasal kaku ini, penyidik dan PU memproses kasus Nenek Minah di depan majelis hakim. Menurut penulis, hal ini tidak adil khususnya bagi pihak Nenek Minah dan aparat penegak hukum sangat kaku dan positivis. Angka Rp 250 sudah disesuaikan oleh pemerintah melalui Peraturan perundang-undangan Nomor 16 dan Nomor 18 Tahun 1960. Kedua perpu tersebut (yang kemudian disahkan menjadi UU) mewajibkan aparat penegak hukum menyesuaikan kembali jumlah-jumlah uang yang ada dalam KUHP dengan nilai mata uang sesuai dengan perkembangan zaman, baik karena inflasi, deflasi, atau karena hal lain. Apabila disesuaikan dengan nilai yang sekarang, maka seharusnya kasus Nenek minah ini termasuk tindak pidana ringan. Untuk kasus tindak pidana ringan ini KUHAP menyediakan hukum acara yang berbeda yang sederhana dan cepat yang menguntungkan negara dan pelaku. Hal ini diatur dalam Bab XVI bagian keenam Paragraf kesatu KUHAP, pasal 205 sampai dengan pasal 2010. Dengan acara cepat tersebut sidang dapat dilakukan tanpa JPU, persidangan dilakukan dengan hakim tunggal, dan putusan tidak harus dibuat cukup dicatatkan dalam data perkara. Inti ketidakadilan dalam konteks ini, kasus Nenek minah tidak diproses secara cepat, tetapi malah diproses secara biasa layaknya mengadili penjahat kelas berat seperti koruptor, pengedar narkoba, dan pembunuh. 2. Dilihat dari sisi hakim sebagai pengambil keputusan Dalam kasus tersebut sebenarnya majelis hakim agak ragu dengan putusan yang diberikan kepada Nenek Minah. Untuk menghilangkan keraguraguannya, hakim dapat berpegangan pada dua hal yaitu: a. Azas In Dubio Pro Reo yaitu azas yang menyatakan apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.

vii

b. Restorative justice merupakan langkah hukum progresif yang dilakukan aparat hukum khususnya hakim dalam rangka menyeimbangkan penerapan undang-undang (kepastian hukum) dengan kepentingan masyarakat (keadilan dan kemanfaatan) dan bukan untuk menghukum masyarakat.

3. Dilihat dari sisis moral Dari kasus ini,tidak salah jika kita berpendapat bahwa Negara ini adalah Negara yang berorientasi pada uang dan kekuasaan dimana sesorang yang memiliki uang atau kekuasaan dapat mendapatkan previllage dalam hukum. Mari kita lihat kasus yang belakangan ini terjadi yaitu kasus Rasyid Rajasa, dalam kasus tersebut hakim, korban, dan terdakwa memilih menggunakan Restorative justice atau menggunakan cara damai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mengapa dalam kasus Nenek Minah, sang korban dan hakim tidak mau menggunakan Restorative justice? Apakah karena Restorative justice hanya untuk orang-orang yang mempunyai uang/ kekuasaan? Dalam hal ini, penulis menyerahkan pendapat kepada para pembaca. Dilihat dari sisi moralnya juga, seharusnya Nenek Minah yang berumur 55 tahun tidak perlu menempuh jarak sejauh 30 km untuk sampai ke tempat sidang jika permasalahan ini dapat diselesaikan secara damai/ Restorative justice. Dalam agama islam, ada cerita yang cukup terkenal dan cerita ini juga berkaitandengan restorative justice yaitu cerita Khalifah Umar bin Khattab.Dahulu Khalifah Umar bin Khattab mengadili pencuri yang akan dipotong tangannya, lalu beliau bertanya, 'Kenapa Anda mencuri?' Si pencuri beralasan karena untuk makan.Lalu, Umar membebaskan si pencuri itu. Bahkan, si pencuri dibekali sesuatu agar dia tetap bisa makan. Dalam masa kekhalifahan Umar mungkin belum ada Restorative justice, namun dengan menggunakan hati nurani dan logika Khalifah Umar bin Khattab mengambil keputusan ini. Perbuatan Khalifah Umar bin Khattab dapat menjadi contoh

viii

bagi penegak hukum di Indonesia untuk mengambil suatu putusan dan juga tentu dengan melihat peraturan-peraturan yang berlaku. Dari kasus ini akan menambah rasa kepercayaan masyarakat bahwa keadilan bukan milik rakyat kecil melainkan orang-orang besar yang memiliki harta dan kekuasaan. Paradigma ini akan membuat masyarakat semakin tidak percaya terhadap penegakan hukum yang ada Indonesia.

ix

BAB III PENUTUP

3.1.

Kesimpulan Putusan dalam kasus Nenek Minah dirasa sudah memenuhi asas kepastian hukum dan kemanfaatan, karena walau nenek minah dihukum selama 1 bulan 15 hari namun Nenek Minah tidak perlu dipenjara.Namun tetap saja ada solusi yang terbaik bagi kasus ini yaitu dengan menerapkan restorative justice yaitu penyelesaian secara damai tanpa harus pergi ke meja hijau. Selain itu hukuman yang diberikan oleh Nenek Minah tidak memenuhi asas kemanfaatan seperti yang diungkapkan J. Bentham yaitu By utility is meant that property in any object, whereby it tends to produce benefit, advantage, pleasure, good, or happiness, (all this in the present case comes to the same thing) or (what comes again to the same thing) to prevent the happening of mischief, pain, evil, or unhappiness to the party whose interest is considered: if that party be the community in general, then the happiness of the community: if a particular individual, then the happiness of that individual. Prinsip ini dapat dijadikan pedoman bagi majelis hakim bahwa untuk menciptakan keadilan melalui hukum harus memenuhi asas kemanfaatan ini pula, sehingga keadilan dapat tercipta terutama untuk orang yang kurang beruntung seperti Nenek Minah.

3.2.

Saran Hakim sebagai penentu hukum dalam suatu pengambilan haruslah bersikap bijak agar tidak luput dari hak-hak para korban maupun tersangka. Semakin berkembangnya hukum Indonesia, seharusnya hakim tidak hanya melihat keadilan sebagai keadilan prosedural melainkan juga

melihat keadilan sebagai keadilan substantif sehingga asas kepastian hukum dan kemanfaatan dalam keadilan dapat tercapai keduanya. Hakim haruslah membuat keputusan secara adil. Oleh karena itu, hakim haruslah menggunakan asas-asas dibawah ini: 1. Unus Testis Nullus Testis yaitu hakim harus melihat suatu persoalan secara objektif dan mempercayai keterangan saksi minimal dua orang, dengan keterangan yang tidak saling kontradiksi. Atau juga, keterangan saksi yang hanya satu orang terhadap suatu kasus, tidak dapat dinilai sebagai saksi. 2. Audit et Atteram Partem yaitu hakim haruslah mendengarkan para pihak secara seimbang sebelum menjatuhkan putusannya. 3. Azas In Dubio Pro Reo yaitu azas yang menyatakan apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa.

xi

DAFTAR PUSTAKA

Fanani, Ahmad Zaenal. 2008. Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam. Program Doktor Ilmu Hukum, UII Yogyakarta. Friedrich, Carl Joachim. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusamedia. Kelsen, Hans. 2011. General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien, Bandung: Nusa Media. Rawls, John. 2011. Teori Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://news.detik.com/read/2009/11/19/152435/1244955/10/mencuri-3buah-kakao-Nenek-minah-dihukum-1-bulan-15-hari diakses tanggal 2 April 2013 pukul 09.35

http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/kasus-sandal-jepit-dan-buahkakao-ketidakadilan-bagi-masyarakat-kecil-425813.html diakses tanggal 3 April 2013 pukul 14.33

xii

Anda mungkin juga menyukai