Anda di halaman 1dari 10

Nabi Muhammad SAW adl nabi pmbawa risalah Islam, rasul trakhir penutup rangkaian nabi2 dan rasul2

Allah SWT di muka bumi. Ia adalah salah seorang dari yang tertinggi di antara 5 rasul yang termasuk dalam golongan Ulul Azmi atau mereka yang mempunyai keteguhan hati (QS. 46: 35). Ayahnya bernama Abdullah Muttalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama Tahun Gajah, pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu dtg @ pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Kabah. Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan Kabahnya Dalam penyerangan Kabah itu, tentara Abrahah hancur krna terserang penyakit yang mmatikan yang dibawa oleh burung Ababil yang mlempari tentara gajah. Beberapa bln stlh pnyerbuan tentara gajah, Aminah mlahirkn sorg bayi laki2, yang dbri nama Muhammad. Ia lhr pd mlm mnjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 570 M. Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah meninggal dunia. Nma Muhammad dberikn olh kakek@, Abdul Muttalib. Nm itu sedikit ganjil di kalangn orang2 Quraisy, krn@ mrka brkata kpda Abdul Muttalib, Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama demikian. Abdul Muttalib menjawab, Saya mengerti. Dia memang berbeda dari yang lain. Dgn nm ini sy ingn agr slruh dunia mmujinya. Masa pengasuhan Haliman binti Abi Duaib as-Sadiyah Kebiasaan di Mekah, ank yg baru lahir diasuh dan disusui olh wnta desa dgn mksd agr ia bisa tumbuh dlm pergaulan masyarakat yang baik dan udara yang lbh bersih. Saat Muhammad lahir, ibu2 dari desa Saad dtg ke Mekah mhubungi keluarga2 yg ingn mnyusui ank@. Desa Saad terletak kira2 60 km dari Mekah, dekat kota Taif, swtu wilayah pegunungan yang sangat baik udara @. Di antara ibu2 tsb terdapat seorang wanita bernama Halimah binti Abu Duaib as Sadiyah. Keluarga Halimah tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya Halimah pun mengambil Muhammad SAW sbg anak asuh @. tnyata kdrn Muhammad SAW ssngt mbawa berkah pd keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing peliharaan Haris, suami Halimah, mjdi gemuk2 dan mhasilkn susu lbh banyak dari biasanya. Rumput tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur. Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram berubah menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh itulah yang membawa berkah bagi kehidupan mereka. Tanda-tanda kenabian Sejak kecil Muhammad SAW telah memperlihatkan keistimewaan yang sangat luar biasa. Usia 5 bulan ia sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala kambing. Saat itulah ia berhenti menyusu dan krna@ harus d kmbalikn lg pd ibu@. Dgn brt hti Halimah terpaksa mengembalikan anak asuhnya yang telah membawa berkah itu, sementara Aminah

sangat senang melihat anaknya kembali dalam keadaan sehat dan segar. Namun tak lama setelah itu Muhammad SAW kembali diasuh oleh Halimah karena terjadi wabah penyakit di kota Mekah. Dalam masa asuhannya kali ini, baik Halimah maupun anak-anaknya sering menemukan keajaiban di sekitar diri Muhammad SAW. Dalam kesempatan lain, Dimrah, anak Halimah, berlari-lari sambil menangis dan mengadukan bahwa ada dua orang bertubuh besar-besar dan berpakaian putih menangkap Muhammad SAW. Halimah bergegas menyusul Muhammad SAW. Saat ditanyai, Muhammad SAW menjawab, Ada 2 malaikat turun dari langit. Mereka memberikan salam kepadaku, membaringkanku, membuka bajuku, membelah dadaku, membasuhnya dengan air yang mereka bawa, lalu menutup kembali dadaku tanpa aku merasa sakit. Halimah sangat gembira melihat keajaiban-keajaiban pada diri Muhammad SAW, namun karena kondisi ekonomi keluarganya yang semakin melemah, ia terpaksa mengembalikan Muhammad SAW, yang saat itu berusia 4 tahun, kepada ibu kandungnya di Mekah. Dalam usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW telah menjadi yatim-piatu. Aminah meninggal karena sakit sepulangnya ia mengajak Muhammad SAW berziarah ke makam ayahnya. Setelah kematian Aminah, Abdul Muttalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad SAW. Namun kemudian Abdul Muttalib pun meninggal, dan tanggung jawab pemeliharaan Muhammad SAW beralih pada pamannya, Abi Thalib. Ketika berusia 12 tahun, Abi Thalib mengabulkan permintaan Muhammad SAW untuk ikut serta dalam kafilahnya ketika ia memimpin rombongan ke Syam (Suriah). Usia 12 tahun sebenarnya masih terlalu muda untuk ikut dalam perjalanan seperti itu, namun dalam perjalanan ini kembali terjadi keajaiban yang merupakan tanda-tanda kenabian Muhammad SAW. Segumpal awan terus menaungi Muhammad SAW sehingga panas terik yang membakar kulit tidak dirasakan olehnya. Awan itu seolah mengikuti gerak kafilah rombongan Muhammad SAW. Bila mereka berhenti, awan itu pun ikut berhenti. Kejadian ini menarik perhatian seorang pendeta Kristen bernama Buhairah yang memperhatikan dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai betul isi kitab Taurat dan Injil. Hatinya bergetar melihat dalam kafilah itu terdapat seorang anak yang terang benderang sedang mengendarai unta. Anak itulah yang terlindung dari sorotan sinar matahari oleh segumpal awan di atas kepalanya. Inilah Roh Kebenaran yang dijanjikan itu, pikirnya. Pendeta itu pun berjalan menyongsong iring-iringan kafilah itu dan mengundang mereka dalam suatu perjamuan makan. Setelah berbincang-bincang dengan Abi Thalib dan Muhammad SAW sendiri, ia semakin yakin bahwa anak yang bernama Muhammad adalah calon nabi yang ditunjuk oleh Allah SWT. Keyakinan ini dipertegas lagi oleh kenyataan bahwa di belakang bahu Muhammad SAW terdapat sebuah tanda kenabian. Saat akan berpisah dengan para tamunya, pendeta Buhairah berpesan pada Abi Thalib, Saya berharap Tuan berhati-hati menjaganya. Saya yakin dialah nabi akhir zaman yang telah ditunggu-tunggu oleh seluruh umat manusia. Usahakan agar hal ini jangan diketahui oleh orangorang Yahudi. Mereka telah membunuh nabi-nabi sebelumnya. Saya tidak mengada-ada, apa yang saya terangkan itu berdasarkan apa yang saya ketahui dari kitab Taurat dan Injil. Semoga tuan-tuan selamat dalam perjalanan. Apa yang dikatakan oleh pendeta Kristen itu membuat Abi Thalib segera mempercepat urusannya di Suriah dan segera pulang ke Mekah. Gelar al-Amin

Pada usia 20 tahun, Muhammad SAW mendirikan Hilful-Fudl, suatu lembaga yang bertujuan membantu orang-orang miskin dan teraniaya. Saat itu di Mekah memang sedang kacau akibat perselisihan yang terjadi antara suku Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudl inilah sifat-sifat kepemimpinan Muhammad SAW mulai tampak. Karena aktivitasnya dalam lembaga ini, disamping ikut membantu pamannya berdagang, namanya semakin terkenal sebagai orang yang terpercaya. Relasi dagangnya semakin meluas karena berita kejujurannya segera tersiar dari mulut ke mulut, sehingga ia mendapat gelar Al-Amn, yang artinya orang yang terpercaya. Selain itu ia juga terkenal sebagai orang yang adil dan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Suatu ketika bangunan Kabah rusak karena banjir. Penduduk Mekah kemudian bergotong-royong memperbaiki Kabah. Saat pekerjaan sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk melakukan pekerjaan itu. Akhirnya salah satu dari mereka kemudian berkata, Serahkan putusan ini pada orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini. Mereka semua menunggu, kemudian tampaklah Muhammad SAW muncul dari sana. Semua hadirin berseru, Itu dia al-Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima semua keputusannya. Setelah mengerti duduk perkaranya, Muhammad SAW lalu membentangkan sorbannya di atas tanah, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua kepala suku memegang tepi sorban itu dan mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian yang diharapkan, Muhammad SAW meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-suku tsb dan mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu. Pernikahan dengan Khadijah Pada usia 25 tahun, atas permintaan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar kaya raya, Muhammad SAW berangkat ke Suriah membawa barang dagangan saudagar wanita yang telah lama menjanda itu. Ia dibantu oleh Maisaroh, seorang pembantu lelaki yang telah lama bekerja pada Khadijah. Sejak pertemuan pertama dengan Muhammad SAW, Khadijah telah menaruh simpati melihat penampilan Muhammad SAW yang sopan itu. Kekagumannya semakin bertambah mengetahui hasil penjualan yang dicapai Muhammad SAW di Suriah melebihi perkiraannya. Akhirnya Khadijah mengutus Maisaroh dan teman karibnya, Nufasah untuk menyampaikan isi hatinya kepada Muhammad SAW. Khadijah yang berusia 40 tahun, melamar Muhammad SAW untuk menjadi suaminya. Setelah bermusyawarah dgn keluarganya, lamaran itu akhirnya diterima dan dalam waktu dekat segera diadakan upacara pernikahan dengan sederhana. yang hadir dalam acara itu antara lain Abi Thalib, Waraqah bin Nawfal dan Abu Bakar as-Siddiq. Pernikahan bahagia itu dikaruniai 6 orang anak, terdiri dari 2 anak lelaki bernama Al-Qasim dan Abdullah, dan 4 anak perempuan bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua anak lelakinya meninggal selagi masih kecil. Nabi Muhammad SAW tidak menikah lagi sampai Khadijah meninggal, saat Muhammad SAW berusia 50 tahun. Dalam kehidupan rumah-tangganya dengan Khadijah, Muhammad SAW tidak pernah menyakiti hati istrinya. Sebaliknya istrinya pun ikhlas menyerahkan segalanya pada suaminya. Kekayaan istrinya digunakan oleh Muhammad SAW untuk membantu orang-orang miskin dan tertindas. Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah sebelum pernikahan mereka, semuanya ia bebaskan, salah satunya adalah Zaid bin Haritsah yang kemudian menjadi anak angkatnya.

Wahyu pertama Menjelang usianya yang ke-40, Nabi Muhammad SAW sering berkhalwat (menyendiri) ke Gua Hira, sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana. Suatu ketika, pada tanggal 17 Ramadhan/6 Agustus 611, ia melihat cahaya terang benderang memenuhi ruangan gua itu. Tiba-tiba Malaikat Jibril muncul di hadapannya sambil berkata, Iqra (bacalah). Lalu Muhammad SAW menjawab, M an bi qri (saya tidak dapat membaca). Mendengar jawaban Muhammad SAW, Jibril lalu memeluk tubuh Muhammad SAW dengan sangat erat, lalu melepaskannya dan kembali menyuruh Muhammad SAW membaca. Namun setelah dilakukan sampai 3 kali dan Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, Malaikat Jibril kemudian menyampaikan wahyu Allah SWT pertama, yang artinya: (QS. 96: 1-5) Dengan turunnya 5 ayat pertama ini, berarti Muhammad SAW telah dipilih oleh Allah SWT sebagai rasul. Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tsb, dengan rasa ketakutan dan cemas Nabi Muhammad SAW pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah, Selimuti aku, selimuti aku. Sekujur tubuhnya terasa panas dan dingin berganti-ganti. Setelah lebih tenang, barulah ia bercerita kepada istrinya. Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Nabi Muhammad SAW datang pada saudara sepupunya, Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Nabi Muhammad SAW, Waraqah pun berkata, Aku telah bersumpah dengan nama Tuhan, yang dalam tangan-Nya terletak hidup Waraqah, Tuhan telah memilihmu menjadi nabi kaum ini. AnNms al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadamu. Kaummu akan mengatakan bahwa engkau penipu, mereka akan memusuhimu, dan mereka akan melawanmu. Sungguh, sekiranya aku dapat hidup pada hari itu, aku akan berjuang membelamu. Dakwah Nabi Muhammad SAW Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS. 74: 1-7) Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Mula2 ia mlkukn @ scra smbunyi2 di lingkungan keluarga dan rekan2@. Orang pertama yang menyambut dakwah@ adl Khadijah, istrinya. Dialah yg pertama kali masuk Islam. Mnyusul stlh itu adl Ali bin Abi Thalib, saudara sppu@ yg kala itu baru brumur 10 tahun, shgga Ali mjdi lelaki pertama yg msk Islam. Kmdian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak2. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas budak yg tlh mjdi ank angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sjk ibunya msih hidup. Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan bbrpa org teman dekat@, seperti, Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sad bin Abi Waqqas, dan Talhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam.

Stlh bbrpa lma Nabi SAW mnjlnkn dakwah secara diam2, turunlah perintah agar Nabi SAW mnjlkn dakwah secara terang2n. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya dlm sebuah jamuan. Pd ksmptan i2 ia mnympaikn ajaran@. Namun tnyata hanya sedikit yang mnerima@ Sebagian menolak dgnn halus, sebagian menolak dgn kasar, salah 1@ adalah Abu Lahab. Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW dlm pertemuan yang lebih besar. Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil bdri di sna ia berteriak mmggl org bnyk. Krn Muhammad SAW adl org yg tpcya, pndduk yakin bahwa pastilah terjadi sswtu yang sgt penting, shgga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW. Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata, Saudara-saudaraku, jika aku berkata, di belakang bukit ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian, percayakah kalian? Dengan serentak mereka menjawab, Percaya, kami tahu saudara belum pernah berbohong. Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang mendapat gelar al-Amin. Kemudian Nabi SAW meneruskan, Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku agar aku memperingatkan saudarasaudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain Allah. Bila saudara ingkar, saudara akan terkena azabnya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan kemudian tidak ada gunanya. Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang berkumpul itu marah, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab berteriak, Celakalah engkau hai Muhammad. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami? Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Quran yang artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. 111: 1-5) Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW bermunculan, namun tanpa kenal lelah Nabi Muhammad SAW terus melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai nyata. Hampir setiap hari ada yang menggabungkan diri dalam barisan pemeluk agama Islam. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta lemah. Meskipun sebagian dari mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat yang mendorong mereka beriman sangat membaja. Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa Mekah, kaum feodal, dan para pemilik budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama disamping juga khawatir jika struktur masyarakat dan kepentingan-kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan sosial dan persamaan derajat. Mereka menyusun siasat untuk melepaskan hubungan keluarga antara Abi Thalib dan Nabi Muhammad SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad SAW agar berhenti berdakwah, atau menyerahkannya kepada mereka. Abi Thalib terpengaruh oleh ancaman itu, ia meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Tetapi Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata, Demi Allah saya tidak akan

berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara mengucilkan saya. Mendengar jawaban ini, Abi Thalib pun berkata, Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu. Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah menemui Abi Thalib dengan membawa seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan Muhammad SAW. Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan. Walid bin Mugirah berkata, Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan kepada kami Muhammad untuk kami bunuh, karena dia telah menentang kami dan memecah belah kita. Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib dengan berkata, Sungguh jahat pikiran kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan, dan saya serahkan kemenakan saya untuk kalian bunuh. Sungguh suatu penawaran yang tak mungkin saya terima. Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka menghadapi Nabi Muhammad SAW secara langsung. Mereka mengutus Utbah bin Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk Nabi SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita, dan harta yang mereka kira diinginkan oleh Nabi SAW, asal Nabi SAW bersedia menghentikan dakwahannya. Namun semua tawaran itu ditolak oleh Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan, Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah agama Allah ini, hingga agama ini memang atau aku binasa karenanya. Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy mulai melakukan tindak kekerasan. Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka siksa dengan sangat kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak diberi makan dan minum. Salah seorang budak bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di atas pasir yang panas dan di atas dadanya diletakkan batu yang besar dan berat. Setiap suku diminta menghukum anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia murtad kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukul hingga babak belur oleh anggota keluarganya sendiri. Secara keseluruhan, sejak saat itu umat Islam mendapat siksaan yang pedih dari kaum Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi untuk melakukan ibadah di Kabah, dan lain sebagainya. Kekejaman terhadap kaum Muslimin mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam, pada tahun ke-5 kerasulannya, Nabi SAW menetapkan Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai negeri tempat pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka menerima tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan diterima dengan tangan terbuka. Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita. di antara rombongan tsb adalah Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah SAW), Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Jafar bin Abi Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini lebih dari 80 orang. Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habasyah ini, termasuk membujuk raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat Islam disana. Namun berbagai usaha itu pun gagal. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, justru semakin bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman tsb, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab. Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki Singa Arab itu, semakin kuatlah posisi umat Islam dan dakwah Muhammad SAW pada waktu itu.

Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi Muhammad SAW terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka pun berusaha melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan blokade. Mereka memutuskan segala macam hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan dengan Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka buat dalam bentuk piagam itu mereka tanda-tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam Kabah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar kota Mekah. Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian Muhammad SAW dan berlangsung selama 3 tahun itu merupakan tindakan yang paling menyiksa. Pemboikotan itu berhenti karena terdapat beberapa pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan pemboikotan itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah yang mendorong mereka melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya dapat kembali pulang ke rumah masing-masing. Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi Thalib, paman Nabi SAW yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari kemudian, Khadijah, istrinya, juga meninggal dunia. Tahun ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan Tahun Kesedihan (m al-Huzn) bagi Nabi Muhammad SAW. Telebih sepeninggal dua pendukungnya itu, kaum Quraisy tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada Nabi SAW. Hingga kemudian Nabi SAW berusaha menyebarkan dakwah ke luar kota, yaitu ke Taif. Namun reaksi yang diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk Taif), tidak jauh berbeda dengan penduduk Mekah. Nabi SAW diejek, disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian kepala dan badannya. Peristiwa Isra Miraj Pada tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad SAW mengalami peristiwa Isra Miraj. Isra, yaitu perjalanan malam hari dari Masjidilharam di Mekah ke Masjidilaksa di Yerusalem. Miraj, yaitu kenaikan Nabi Muhammad SAW dari Masjidilaksa ke langit melalui beberapa tingkatan, terus menuju Baitulmakmur, sidratulmuntaha, arsy (takhta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah SWT. Dalam kesempatannnya berhadapan langsung dengan Allah SWT inilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah untuk mendirikan sholat 5 waktu sehari semalam. Peristiwa Isra Miraj ini terdapat dalam Al-Quran surat Al-Isr ayat 1. Hijrah Harapan baru bagi perkembangan Islam muncul dengan datangnya jemaah haji ke Mekah yang berasal dari Yatsrib (Madinah). Nabi Muhammad SAW memanfaatkan kesempatan itu untuk menyebarkan agama Allah SWT dengan mendatangi kemah-kemah mereka. Namun usaha ini selalu diikuti oleh Abu Lahab dan kawan-kawannya dengan mendustakan Nabi SAW.

Suatu ketika Nabi SAW bertemu dengan 6 orang dari suku Aus dan Khazraj yang berasal dari Yatsrib. Setelah Nabi SAW menyampaikan pokok-pokok ajaran Islam, mereka menyatakan diri masuk Islam di hadapan Nabi SAW. Mereka berkata, Bangsa kami sudah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya kini Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaramu dan ajaran-ajaran yang kamu bawa. Oleh karena itu kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dari kamu ini. Pada musim haji tahun berikutnya, datanglah delegasi Yatsrib yang terdiri dari 12 orang suku khazraj dan Aus. Mereka menemui Nabi SAW di suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan Nabi SAW, mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Karena ikrar ini dilakukan di Aqabah, maka dinamakan Baiat Aqabah. Rombongan 12 orang tsb kemudian kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Musab bin Umair yang sengaja diutus oleh Nabi SAW atas permintaan mereka. Pada musim haji berikutnya, jemaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 75 orang, termasuk 12 orang yang sebelumnya telah menemui Nabi SAW di Aqabah. Mereka meminta agar Nabi SAW bersedia pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi SAW dari segala ancaman. Nabi SAW menyetujui usul yang mereka ajukan. Mengetahui adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan orang-orang Yatsrib, kaum Quraisy menjadi semakin kejam terhadap kaum muslimin. Hal ini membuat Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Secara diam-diam, berangkatlah rombongan-rombongan muslimin, sedikit demi sedikit, ke Yatsrib. Dalam waktu 2 bulan, kurang lebih 150 kaum muslimin telah berada di Yatsrib. Sementara itu Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar as-Sidiq tetap tinggal di Mekah bersama Nabi SAW, membelanya sampai Nabi SAW mendapat wahyu untuk hijrah ke Yatsrib. Kaum Quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW sebelum ia sempat menyusul umatnya ke Yatsrib. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW, sehingga ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur. Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman. Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang. Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di

rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala al-Badru, yang isinya: Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadi (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Nabi SAW hanya berkata, Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya. Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.Sejak itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madnah an-Nab (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madnah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia. Ibadah haji terakhir Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut juga dengan haji wada. Pada tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya. Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain: * larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq (benar) dan mengambil harta orang lain dengan bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah suci.* larangan riba dan larangan menganiaya* perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut* perintah menjauhi dosa* semua pertengkaran di antara mereka di zaman Jahiliah harus dimaafkan* pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan* persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan* hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu mereka memakan apa yang dimakan majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya* dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang tak akan pernah usang, yaitu Al-Quran dan Sunah Nabi SAW.

Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah, Sudahkan aku menyampaikan amanat Allah, kewajibanku, kepada kamu sekalian?Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, Ya, memang demikian adanya.Nabi Muhammad SAW kemudian menengadah ke langit sambil mengucapkan, Ya Allah, Engkaulah menjadi saksiku.Dengan kata-kata seperti itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya. Kembali ke Madinah Setelah upacara haji yang lain disempurnakan, Nabi Muhammad SAW kembali ke Madinah. Disinilah ia menghabiskan sisa hidupnya. Ia mengatur organisasi masyarakat di kabilah-kabilah yang telah memeluk Islam dan menjadi bagian dari persekutuan Islam. Petugas keamanan dan para dai dikirimnya ke berbagai daerah untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan Islam, dan memungut zakat. Pada saat-saat itu pula wahyu Allah SWT yang terakhir turun: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu (QS. 5: 3) Mendengar ayat ini, banyak orang yang bergembira karena telah sempurna agama mereka, tetapi ada pula yang menangis, seperti Abu Bakar, karena mengetahui bahwa ayat itu jelas merupakan pertanda berakhirnya tugas Rasulullah SAW.a Wafatnya Nabi SAW Dua bulan setelah menunaikan ibadah haji wada di Madinah, Nabi SAW sakit demam. Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah kondisinya tidak memungkinkan lagi, yaitu 3 hari menjelang wafatnya, ia tidak mengimami shalat berjamaah. Sebagai gantinya ia menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat. Tenaganya dengan cepat semakin berkurang. Pada tanggal 13 Rabiulawal 11/8 Juni 632, Nabi Muhammad SAW menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar, dengan wasiat terakhir, Ingatlah shalat, dan taubatlah

Anda mungkin juga menyukai