Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Penyakit sinus bagi masyarakat awan seringkali dikaitkan dengan gejala seperti nyeri kepala, sumbatan hidung, drainase post nasal, kelemahan, halitosis dan dispepsia. Padahal, penyakit sinus menimbulkan kumpulan gejala yang agak karakteristik yang bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit dan lokasi 1 Apabila kita membicarakan sinusitis paranasalis hampir selalu pikiran kita mengarah pada sinusitis maksilaris atau kasus yang lebih jarang pada sinus frontalis. Hal ini agaknya disebabkan karena sinus maksilaris disamping merupakan sinus yang paling besar juga dinggap paling sering mengalami kelainan. Anggapan ini antara lain disebabkan oleh letak sinus maksilaris yang paling rendah dan ostiumnya terletak di atas dekat atap 2 Sinusitis maksilaris terutama disebabkan oleh infeksi hidung. Tetapi juga dapat karena infeksi gigi, ini mudah dimengerti karena sinus maksilaris dan gigi letaknya berdekatan 2 Pengobatan sinusitis terdiri dari konservatif dan pembedahan. Pengobatan konservatif yang penting adalah antibiotika dan drainase sinus. Pembedahan dilakukan bila pengobatan konservatif gagal, bertujuan untuk mengangkat mukosa yang patologis 3 Berikut ini akan dilaporkan sebauah kasus sinusitis maksilaris dekstra pada seorang laki-laki berusia 24 tahun yang dirawat inap di bangsal THT RSUD Ulin Banjarmasin.

TINJAUAN PUSTAKA

Batasan
Perkembangan sinus maksila dan ethmoidal dimulai pada fetus berusia 3-4 bulan sehingga saat lahir telah terbentuk. Sinus frontal berkembang dari sinus ethmoid anterior pada usai 8 tahun dan sinus spenoidal berkembang mulai usia 8-10 tahun. Sinus-sinus ini mencapai maksimal pada usia 15-18 tahun 3 Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar berbentuk segitiga, dapat juga terbagi-bagi oleh adanya septum-septum. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa kanina. Dinding posteriornya ialah permukaan infratemporal maksila. Dinding medialnya adalah dinding lateral rongga hidung. Dinding inferiornya adalah prosessus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum ethmoid. Dinding superior adalah dasar orbita. Volume sinus maksila pada orang dewasa kurang lebih 15 ml 3 Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena 3 : 1. letak ostiumnya lebih tinggi daripada dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya bergantung dari gerakan silia 2. Sinus maksila dapat menimbulkan komplikasi ke orbita 3. Dasar sinus maksila adalah sangat berdekatan dengan akar gigi (prosessus alveolaris) pada rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2) dan molar (M1 dan M2) dan kadangkadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut kadang-kadang menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi dari gigi mudah naik ke atas dan dapat menyebabkan sinusitis maksila 4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga peradangan pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus

maksila dan menjadi mudah tersumbat. Disamping itu ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang baik.

Etiologi
Infeksi sinus maksilaris dapat berasal dari 4 : 1. Rhinogen Obstruksi ostium sinus dapat disebabkan pada yang akut disebabkan oleh rhinitis akut (influenza), polip dan septum deviasi. Sedangkan yang kronis terjadi perubahan mukosa menjadi hipertrofi, polipoid atau atropi yang menyebabkan obstruksi. Infeksi ini terjadi melalui cara : a) Percontuinatum : karena mukosa cavum nasi melanjut menjadi mukosa sinus paranasal sehingga proses radang pada cavum nasi akan menjalar ke daerah sinus b) Pus yang berasal dari cavum nasi pada rhinitis akut/kronis dapat masuk ke sinus paranasal pada waktu penderita berenang, menyelam atau memaus dengan keras. 2. Dentogen Sekitar 10% infeksi ini menyebabkan sinusitis a) Infeksi periapikal dan periodontal Infeksi ini akan lebih mudah menjalar ke dalam sinus bila jarak antara sinus dan gigi sangat dekat. Tetapi gigi yang apeknya jauah dari sinus juga dapat menyebabkan radang sinus. Material yang infeksius menjalar ke sinus melalui saluran limfe dam pembuluh darah, meskipun hubungan antara infeksi gigi dan infeksi sinus tidak diragukan lagi tetapi bagaimana cara terjadinya infeksi sinus tersebut belum diketahui dengan pasti. Ada 2 cara terjadinya infeksi sinus,yaitu : Infeksi gigi yang kronis dapat menyebabkan granulasi mukosa sinus pada daerah processus alveolaris dan antrum. Fungsi mukosa dan aktivitas silia terganggu sehingga gerakan cairan mucus tidak lancar. Keadaan ini merupakan predisposisi terjadinya infeksi sinus Bakteri dapat tersebar langsung dari granuloma apical atau kantong periodontal, tetapi dapat pula melalui aliran pembuluh darah atau limfe.

b) Ekstraksi gigi Pada waktu melakukan pencabutan selalu ada kemungkinan terbukanya sinus maskilaris yang terjadi karena : Dasar sinus ikut terangkat waktu ekstraksi yang terjadi biasanya pada gigi molar Dasar sinus hancur karena infeksi kronis apek gigi Penggunaan kuret yang salah Penusukan dengan tidak sengaja dengan elevator Mendesak dan memasukkan sisa akar gigi ke dalam sinus sewaktu mencoba mengeluarkannya Memasukkan dengan tidak sengaja gigi impaksi ke dalam sinus c) Masuknya benda asing ke dalam sinus Benda asing yang dapat masuk yaitu gigi, sisa akar, kapas, bahan cetak gigi atau bahan pengisi saluran akar gigi

Patofisiologi Sinusitis
Sinusitis akut dan kronis memiliki prinsip pafosiologi yang sama, yaitu terganggunya sistem transport mukosilier. Mekanisme etiologi pada sinusitis akut terutama gangguan sistem mukosilier yang disebabkan kuman patogen dan imunitas penjamu. Proses awal dimulai dengan sumbatan pada ostium yang terjadi karena permukaan mukosa pada kompleks osteomeatal berdekatan satu sama lain. Bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan dengan sela ini akan menempel erat atau kontak semuanya sehingga silia tidak dapat bergerak lagi dan mukus tidak dapat dialirkan. Kontak mukosa dapat terjadi pada infundibulum, resessus frontal, celah antara bula etmoid dan konka media serta pada sinus lateral yang terletak di belakang bula etmoid 5 Karena ventilasi terganggu, pH dalam sinus akan menurun dan hal ini juga menyebabkan silia menjadi hipoaktif dan mukus yang diproduksi menjadi lebih kental. Bila sumbatan berlanjut, akan terjadi hipoksia dan retensi mukus, yang merupakan

kondisi ideal untuk tumbuhnya kuman patogen. Infeksi dan toksin selanjutnya akan lebih menggangu fungsi silia sehingga terjadi semacam lingkran setan 6

Diagnosa 7
Pada sinusitis akut, gejala subjektif yang dirasakan adalah demam dan rasa lesu. Pada hidung terdapat produksi ingus yang kental dan berwarna kuning, sukar dikeluarkan dari hidung tetapi sering mengalir ke tenggorokan. Hidung terasa tersumbat dan sering kali ada rasa nyeri di daerah sinus yang terkena. Pada sinusitis maksilaris nyeri ini dirasakan di pipi atau gigi dan kadang-kadang ada nyeri alih di dahi atau di depan telinga. Pada sinusitis sub akut, tanda-tanda akut sudah berkurang dan rasa nyeri tidak begitu terasa lagi. Pada sinusitis kronis keluhan biasanya berupa hidung tersumbat dan mengeluarkan ingus yang kental dan berwarna kuning atau hijau dan kadang-kadang menyebabkan nafas berbau disertai ingus yang turun ke tenggorokan yang menyebabkan batuk yang tidak sembuh-sembuh. Biasanya tidak ada rasa nyeri tetapi ada sakit kepala yang lokasinya tergantung sinus yang terkena, dan sakit kepala ini lebih berat dirasakan pada pagi hari sewaktu bangun tidur dan berkurang setelah melakukan aktivitas seharihari. Pemeriksaaan fisik pada rhinoskopi anterior, sinusitis akan terlihat konka edema dan mukosanya hiperemia. Terdapat adanya sekret purulen di kavum nasi dan mungkin terlihat pus pada meatus medius atau meatus superior, tergantung sinus yang terkena. Dengan rhinoskopi posterior tampak adanya post nasal drip dan derah hiperemis di pipi, juga terdapat pembengkakan di dahi dan kelopak mata atas. Pada sinusitis kronis, gejala tidak seberat yang akut dan tidak ada pembengkakan pipi.

Pemeriksaan Penunjang 7
1. Transiluminasi merupakan pemeriksaaan penunjang paling sederhana dengan menggunakan pen light yang dmasukkan ke dalam mulut, hanya khusus untuk sinusitis maksilaris dan sinusitis frontalis. Sinusitis akan terlihat lebih gelap. 2. Foto rontgen yaitu foto polos sinus paranasal berupa foto waters

3. Nasoendoskopik dapat memperlihatkan bagian-bagian rongga hidung terutama dinding lateral yang rumit termsuk KOM 4. CT-scan merupakan pemeriksaaan penunjang terbaik karena dapat memperlihatkan gambaran sel-sel etmoid anterior dan posterior serta keadaan kompleks osteomeatal selain keadaan sinus-sinus 5. Diagnosis pasti adalah dengan sinuskopi yaitu dengan pungsi sinus melalui meatus inferior atau fossa konka yang dihubungkan dengan endoskop dan dapat langsung di lihat ke dalam antrum sinus

Komplikasi
Komplikasi biasa terjadi pada sinusits akut atau kronik ekserbasi akut, berupa : 3 Osteomeilitis dan abses subperiosteal Kelainan orbita berupa edema palpabrae, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita Kelainan paru berupa bronkiektasis dan asma bronkiale

Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan sinusitis maksilaris akut terdiri dari terapi medis (konservatif) dan operatif (bedah). Pada umumnya apabila dijumpai perubahan yang ringan pada mukosa ostia dan sinus yang berhubungan dengan keadaan tidak stabil pada proses patologik mukosa, maka terapi konservatif akan memberikan hasil yang memuaskan. Sebaliknya apabila terdapat perubahan yang memuaskan. Terapi konservatif terdiri dari : 3,8 1. Vasokontriktor atau dekongestan lokal, untuk melancarkan pengaliran sekret sinus 2. Antibiotika untuk mengatasi infeksinya. Sinusitis maksilaris umumunya diterapi dengan antibiotik spektrum luas. 3. Analgetika untuk mengurangi nyeri 4. Mukolitik untuk mengencerkan sekret yang berat, yang berhubungan dengan perubahan mukosa yang irreversible, terapi konservatif tidak memberikan hasil

5. Dapat pula diberikan heat application, misalnya dengan penyinaran untuk meringankan rasa sakit dan membantu absorbsi zat sisa ke dalam pembuluh darah. Tindakan diatermi, dengan sinar gelombang pendek sebanyak 5-6 kali selama 15 menit pada sinus yang sakit 6. Terapi kausal, misalnya pencabutan gigi bila sebabnya odontogen dan pengobatan alergi jika sebabnya rhinogen Bila tindakan konservatif tidak membawa hasil, maka sebaiknya dilakukan tindakan operatif berupa : 1. Bilas antrum/punksi dan irigasi sinus maksilaris 9 Prosedur ini dikerjakan selain sebagai terapi, juga sebagai diagnosis. Tindakan ini dikerjakan pada sinusitis maksilaris akut, sub akut, dan pansinusitis yang tidak berespon dengan terapi medikamentosa. Tindakan ini dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila. Caranya : dengan memakai trokar yang dimasukkan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar mata atau tepi daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan garam fisiologis. Sekret akan keluar melalui meatus media dan dihantarkan melalui hidung atau mulut. Pungsi dari irigasi sinus ini dapat juga dilakukan melalui fossa kanina. 2. Antrostomi 9 Dikerjakan pada sinusitis maksilaris yang akut dan sub akut yang gagal diterapi dengan medikamentosa dan 1 atau 2 kali irigasi. Biasanya dikerjakan pada sinusitis yang kronik. Caranya : dengan membuat lubang pada meatus anterior yang menghubungkan rongga hidung dengan antrum sinus maksilaris. Lubang itu kemudian dipakai untuk pengisapan sekret dan ventilasi sinus maksila Komplikasi dari tindakan ini adalah perdarahan, kerusakan nervus alveolaris dan kerusakan duktus nasolakrimalis. 3. Cadwell Luc Prosedure 8 Tindakan ini dilakukan untuk menghilangkan kerusakan mukosa yang irreversible dan sebagai drainase.

Caranya : dibuat lubang di daerah ginggivolabial fold diatas tulang maksila setinggi 3-4 cm dari gigi (daerah fossa kanina), sebelumnya dilakukan insisi pada mukosa ginggivolabial. Kemudian dilakukan drainase dan pembersihan mukosa sinus maksila. Proses penyembuhan operasi ini diduga mulai berlangsung segera setelah tampon rongga sinus diangkat. Dikatakan untuk sinus maksila, penyembuhan membrana mukosa normal ini berlangsung sekitar 1,5 bulan dari tampon diangkat. 4. Pembedahan tidak radikal 1 Akhir-akhir ini dikembangkan operasi sinus paranasal dengan menggunakan Bedah Sinus Endoskopik. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga drainase sinus dapat lancar kembali. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama Umur Suku : Tn K : 24 tahun : Jawa Pekerjaan : Buruh pabrik Alamat MRS : PT SSTC : 25 September 2003

Jenis kelamin : Laki-laki

II.ANAMNESIS
Keluhan Utama : Keluar nanah dari hidung dan mulut Riwayat Penyakit Sekarang : Kurang lebih 5 bulan sebelum masuk Rumah sakit, penderita mengeluh nyeri digigi geraham rahang kanan atas. Rasa nyeri itu dirasakan menjalar hingga ke hidung bagian dalam, kepala dan dahi. Nyeri terasa berdenyut-denyut meskipun tidak ditekan, tidak terus menerus. 2 minggu kemudian penderita juga merasakan nyeri di pipi kanan, terasa panas dan membengkak. Penderita juga mengeluh nyeri pada mata dan sakit kepala sebelah kanan,terasa sakit pada pagi hari dan berkurang disore harinya, hidung terasa tersumbat Bila pipi yang bengkak tersebut ditekan, maka akan keluar cairan berwarna kunig kental dan berbau dari hidung kanan dan sela gusi gigi geraham yang sakit. Setelah itu, biasanya penderita merasa lebih baik. 3 bulan kemudian, karena keluhan tidak juga berhenti, penderita kemudian berobat ke poliklinik perusahaan, diberi obat, keluhan yang ada berkurang namun bila obat habis, rasa nyeri akan timbul lagi. Penderita juga merasakan tidak enak pada (kering) pada tenggorokan dan kadang-kadang timbul batuk berdahak. Penderita kemudian dirujuk ke poli gigi RSU Ulin, disana gigi geraham yang sakit di cabut. Sakit kepala dan nyeri di pipi sudah berkurang, namun nanah tetap keluar dari hidung dan pada sela gusi pada gigi yang dicabut. Penderita kemudian disarankan berobat ke bagian THT

Penderita jarang batuk pilek, tidak pernah bersin-bersin jika udara dingin atau kena debu. Sebelumnya penderita tidak pernah ada trauma yang mengenai daerah muka atau hidung. Penderita pernah sakit gigi pada rahang bawah setahun yang lalu. Pendengaran tidak berkurang. Tidak ada mendenging. Tidak pernah keluar cairan dari telinga. Riwayat Penyakit Dahulu : Penderita menyangkal memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis dan penyakit keturunan lainnya. Tidak ada riwayat penyakit saluran pernapasan seperti asma dan alergi Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit saluran pernapasan seperti asma dan alergi disangkal oleh penderita III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Baik Kesadaran Tanda vital : Compos mentis : Tekanan darah = 110/70 mmHg Nadi Kepala dan leher Kepala Mata Leher : Bentuk normal, simetris : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor : Pembesaran KGb tidak dijumpai, nyeri tidak ada, JVP tidak Meningkat. THT Thorax Jantung Paru Abdomen Ekstremitas : S1S2 tunggal, murmur tidak ada, batas jantung normal : Simetris, sonor, vesikuler, ronkhi tidak ada : Datar, hepar/lien tidak teraba, timpani, bising usus normal : Dalam batas normal, edema tidak ada : Lihat status lokalis = 87x/menit RR = 20 x/menit Suhu = 36.5 oC

Status Lokalis Telinga Aurikula Bentuk Hematom Tragus pain Canalis auditorius eksternus Serumen Othorrea Edema Hiperemi Polip/masa Membran timpani Retraksi Bombans Conus of light Tes Pendengaran Rinne Weber Swabach Rhinoskopi Anterior Vestibulum nasi Dasar kavum nasi Meatus nasi inferior Konka nasi inferior Meatus nasi medius Konka nasi medius Septum nasi + tdk ada lateralisasi = pemeriksa Kanan dbn hiperemi dbn edema mukopus (+) dbn tidak ada deviasi + tidak ada lateralisasi = pemeriksa Kiri dbn hiperemi dbn dbn dbn tidak ada deviasi + + minimal minimal dbn dbn Kanan Kiri

Rinoskopi Posterior Nasofaring Nyeri tekan sinus maksillaris Transiluminasi Tenggorok Bibir Mulut Ginggiva Lidah Arkus anterior Arkus posterior Tonsil Ukuran Warna Kripta Detritus Membran Faring Warna merah muda, edema (-), sekret (-).

Kanan + suram

Kiri terang

tidak tampak masa tumor

: bentuk normal, warna merah : mukosa merah muda, tidak ada radang : gusi molar 3 kanan atas tampak hiperemis, pus (+) : tidak hiperemis, tidak kotor : posisi normal, tidak ada radang, tidak ada tumor : posisi normal, tidak ada radang, tidak ada tumor Kanan T1 merah muda dbn Kiri T1 merah muda dbn -

Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran IV. Pemeriksaan Penunjang Foto Waters : kesan sinusitis maksillaris dektra

Foto thorax PA : cor dan pulmo tak tampak kelainan Darah rutin Hb Leukosit LED : : 15 gr% : 5000/mm3 : 11 mm/jam 1 27 mm/jam 2

Waktu perdarahan : 1 menit 30 detik Waktu pembekuan : 5 menit Kimia darah SGOT SGPT Urea Urea nitrogen Creatinin V. Diagnosis Sinusitis maksillaris dektra et causa dentogen VI. Usulan Penatalaksanaan Medikamentosa Ampisilin 4 X 500 mg Psedoefedrin 3 X 60 mg Asam mefenamat 3 X 500 mg : 22 U/L : 17 U/L : 32 mg/dl :15 mg/dl : 0,8 mg/dl

Irigasi sinus maksilaris dektra Edukasi pada Os tentang penyakitnya dan pencegahannya VII. Laporan Operasi Pasien telentang dimeja operasi dalam narkose umum Cavum nasi dibuka Dengan troikart, meatus nasi inferior ditusuk hingga ke antrum, kemudian dilakukan irigasi dengan NaCl. Tampak keluar cairan yang agak keruh. Irigasi dilakukan hingga sinus bersih, yaitu apabila tidak ada lagi keluar cairan bercampur dengan pus Operasi selesai

VIIl. Follow Up
Tanggal 26 September 2003 S : keluar cairan dari hidung (-), dari mulut (+), sakit kepala (+) O : TD = 110/70 mmHg N = 85 x/mnt S A : Sinusitis maksilaris dektra P : Pro irigasi Tanggal 27 September 2003 S : keluar cairan dari hidung (-), dari mulut (+), sakit kepala (+) O : TD = 110/80 mmHg N = 80 x/mnt S A : Sinusitis maksilaris dektra P : Pro irigasi RR = 21 x/mnt = 36.5 oC RR = 22 x/mnt = 36.4 oC

Tanggal 28 September 2003 S : keluar cairan dari hidung (-), dari mulut (-), sakit kepala (+) O : TD = 110/70 mmHg N = 72 x/mnt S A : Sinusitis maksilaris dektra P : Pro irigasi Tanggal 29 September 2003 S : keluar cairan dari hidung (-), dari mulut (-), sakit kepala (-) O : TD = 110/80 mmHg N = 70x/mnt A : Sinusitis maksilaris dektra P : Pro irigasi Tanggal 30 September 2003 S : hidung buntu (+), sakit kepala (+) O : TD = 110/70 mmHg RR = 23 x/mnt RR = 24 x/mnt S = 36 oC RR = 21 x/mnt = 36.2 oC

= 74 x/mnt

= 36 oC

A : Sinusitis maksilaris dektra P : Post irigasi IVFD D5 : RL 16 tts/mnt Ampisilin inj 3 X 1 gr Metronidazol 3 X 500 mg po Asam mefenamat 3 X 500 mg po GG 3 X 1 tablet Tanggal 31 September 2003 S : hidung buntu (+), sakit kepala (-), keluar darah dari hidung (+) O : TD = 110/70 mmHg N = 80 x/mnt S A : Sinusitis maksilaris dektra P : Post irigasi IVFD D5 : RL 16 tts/mnt Adona 3 X 1 amp per drip Ampisilin inj 3 X 1 gr Metronidazol 3 X 500 mg po Asam mefenamat 3 X 500 mg po GG 3 X 1 tablet Tanggal 1 Oktober 2003 S : keluar darah dari hidung (-), dari mulut (-) O : TD = 110/70 mmHg N = 75 x/mnt S A : Sinusitis maksilaris dektra P : Post irigasi IVFD D5 : RL 16 tts/mnt Adona 3 X 1 amp per drip Ampisilin inj 3 X 1 gr Metronidazol 3 X 500 mg po Asam mefenamat 3 X 500 mg po GG 3 X 1 tablet RR = 21 x/mnt = 36 oC RR = 24 x/mnt = 36.6 oC

PEMBAHASAN

Diagnosis sinusitis maksilaris dektra et causa dentogen pada kasus ini ditegakkan atas dasar anamnesa dan pemeriksaaan fisik serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologi. Berdasarkan anamnesa didapatkan keluhan hidung tersumbat, mengeluarkan sekret yang kental, berwarna kuning dan berbau, sekret tersebut juga keluar dari mulut. Adanya bengkak di pipi yang sudah berkurang, sakit kepala kanan yang lebih dirasakan setelah bangun tidur dan berkurang setelah beraktivitas. Rasa kering pada tenggorokan, dan adanya batuk berdahak. Sebelum semua keluhan tersebut, penderita ada mengeluh sakit pada gigi geraham rahang kanan atas. Tidak ada riwayat batuk pilek ataupun alergi sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mukosa cavum nasi yang hiperemis, serta adanya sekret mukopus pada meatus nasi media, edema pada konka nasi inferior. Dan pada pemeriksaan transluminasi terhadap sinus maksilaris tampak daerah di bawah orbita lebih gelap dibandingkan yang kiri. Pada pemeriksaan mulut, adanya gusi rahang kanan atas yang hiperemis dan bila ditekan akan mengeluarkan pus. Pada pemeriksaan radiologis (foto waters), terdapat perselubungan pada sinus maksilaris dektra sehingga mendukung pada diagnosis sinusitis maksilaris dektra. Penatalasanaan pada penderita ini pertama-tama mencari faktor penyebab sinusitis tersebut. Dari anamnesa dapat diperkirakan bahwa faktor penyebab sinusitis maksilaris pada penderita ini akibat infeksi pada gigi rahang kanan atas yang menjalar ke sinus terdekat yaitu sinus maksila. Hal ini sesuai dengan penyataan Boeis (1994), tentang sinusitis yang berasal dari infeksi dari gigi dimana adanya granulasi mukosa sinus pada daerah processus alveolaris dan antrum. Fungsi mukosa dan aktivitas silia terganggu sehingga gerakan cairan mucus tidak lancar. Keadaan ini merupakan predisposisi terjadinya infeksi sinus. Karena itu diperlukan medikamentosa untuk infeksinya adalah antibiotik, yang dapat diberikan pada penderita ini antibiotika sistemik spektrum luas

seperti ampisilin tablet 4 X 500 mg, diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu. Untuk pemberian antibiotika yang tepat maka diusulkan pemeriksaan kuman dan tes sensitivitas guna mengetahui kuman penyebabnya. Adapun pemberian analgetik ditujukan untuk mengurangi keluhan sakit kepala yang dikeluhkan penderita and dekongestan untuk mengurangi keluhan hidung buntu. Pada kasus ini diberikan dekongesten berupa Efedrin 3 X 60 mg , analgetika (Asam Mefenamat 3 X 500 mg). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah tindakan untuk menbantu memperbaiki drainase dan pembersihan sekret dari sinus yang sakit. Pada sinusitis maksilaris dilakukan pungsi atau antrostomi dan irigasi sinus. Irigasi dan pencucian ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 -6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal, maka perlu dilakukan operasi radikal. Edukasi pada penderita tentang penyakitnya dan pencegahannya perlu untuk maencegah terjadinya sinusitis pada sinus lainnya. Misalnya menyarankan agar mengobati infeksi pada gigi secara adekuat serta menjaga kebersihan rongga mulut.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Sinusitis Maksilaris Dekstra et causa Dentogen pada seorang laki-laki, berusia 24 tahun yang dirawap inap di bangsal THT RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologi. Penatalaksanaan yang diusulkan adalah medikamentosa (antibiotik, analgetik dan dekongestan) dan bila perawatan konservatif kurang memuaskan, dilakukan pungsi atau irigasi sinus maksilaris. Penderita diberikan edukasi tentang penyakit dan pencegahannya. juga

DAFTAR PUSTAKA

1. Hilger PA.. Penyakit Sinus Paranasal dalam. Adams GL, Boies LR, Buku Ajar Penyakit THT Boies edisi 6. Alih bahasa : Wijaya C, Effendi H, Santoso RAK (editor). Jakarta : EGC 1994 : 240-259 2. Siswantoro. Sinusitis Etmoidalis Diagnosis Berdasarkan X-Foto Waters dan Tomogram (Penelitian pada 72 kasus) dalam : Media PERHATI Vol. 3 No. 1, Surabaya, 1987 : 18-23 3. Mangunkusumo, E dan Nurjirwan R. Sinusitis dalam Soepardi EA dan Nurbaiti I. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga- Hidung- Tenggorok. Jakarta : FKUI. 1998 4. Paparella, MM, Goerge L. Adams, dan Samuel C Levin. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid dalam Adams GL, Boies LR, Buku Ajar Penyakit THT Boies edisi 6. Alih bahasa : Wijaya C, Effendi H, Santoso RAK (editor). Jakarta : EGC 1994 : 90-1 5. Mangunkusumo, E . Penyulit Sinusitis : Polip. Dalam Simposium bedah Sinus Endoskopik Fungsional- Sabtu 10 Juni 2000 di Makassar dan Jumat 29 September 2000 di Semarang 6. Nizar NW dan Retno SW. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasal dan Patofisiologi Sinusitis. Dalam Simposium bedah Sinus Endoskopik FungsionalSabtu 10 Juni 2000 di Makassar dan Jumat 29 September 2000 di Semarang 7. Nizar NW. Patofisiologi, Gejala dan Diagnosis dan Komplikasi Sinusitis. Dalam Simposium bedah Sinus Endoskopik Fungsional- Sabtu 10 Juni 2000 di Makassar dan Jumat 29 September 2000 di Semarang 8. Sumarman, iwin, Dwiyanto E. Diagnosis Sementara Pemeriksaan Antroskopi pada Penderita sinusitis Maksilaris Kronika Yang Telah Dilakukan Operasi Cadwell-Luc. 1992 : 168-73 9. Ballinger JJ. Surgical Management of Sinusitis dalam Disease of Nose, Throat, Ear, Head and Neck. Lea Febinger, Philadelphia 1985 : 180-201

Laporan Kasus

SINUSITIS MAKSILARIS DEKTRA ET CAUSA DENTOGEN

Oleh Astried Indrasari


NIM I1A098006

PEMBIMBING dr. Achmad Rofii, Sp. THT

BAGIAN/UPF Ilmu Penyakit THT RSU ULIN FK UNLAM BANJARMASIN Oktober 2003

Anda mungkin juga menyukai