Anda di halaman 1dari 12

Intoksikasi Alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis. DSM-IV mempunyai criteria resmi tentang diagnosis intoksikasi alcohol (Tabel 12.2-3). Kriteria menekankan sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan perilaku maladaptif spesifik, tanda gangguan neurologis, dan tidak adanya diagnosis atau kondisi lain yang membaur. Intoksikasi alkohol bukan merupakan kondisi yang ringan. Intoksikasi alkohol yang parah dapat menyebabkan koma, depresi pernapasan dan kematian, baik kerana henti pernapasan atau kerana aspirasi muntah. Pengobatan untuk intoksikasi alkohol berat berupa bantuan pernapasan mekanis di unit perawatan intensif, dengan perhatian pada keseimbangan asam basa pasien, elektrolit, dan temperature. Beberapa penelitian aliran darah serebral selama intoksikasi alkohol telah menemukan peningkatan sedang dalam aliran darah serebral setelah ingesti sejumlah kecil alkohol, tetapi aliran darah serebral menurun pada minum selanjutnya. Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar dengan konsentrasi alkohol dalam darah yang mencerminkan konsentrasi alkohol di dalam otak. Pada onset intoksikasi, beberapa orang menjadi suka berbicara dan suka berkelompok; beberapa menjadi menarik diri dan cemberut; yang lainnya menjadi suka berkelahi. Beberapa pasien menunjukkan labilitas mood, dengan episode tertawa dan menangis yang saling berganti (intermitten). Toleransi jangka pendek terhadap alkohol dapat terjadi, orang tersebut tampak kurang terintoksikasi setelah berjam-jam minum daripada setelah hanya beberapa jam. Komplikasi medis intoksikasi termasuk yang disebabkan dari terjatuh, seperti hematoma subdural dan fraktur. Tanda yang menceritakan intoksikasi akibat sering bertanding minum adalah hematoma wajah, khususnya di sekitar mata, yang disebabkan oleh terjatuh atau berkelahi saat mabuk. Di dalam iklim dingin, hipotermia dan kematian dapat terjadi kerana orang terintoksikasi terpapar dengan elemen. Seseorang dengan intoksikasi alkohol mungkin juga cenderung terinfeksi sekunder kerana supresi sistem kekebalan. Intoksikasi alkohol idiosinkratik. Suatu perdebatan yang bermakna mempermasalahkan tentang apakah kesatuan diagnostik intoksikasi alkohol idiosinkratik sesungguhnya ada; hal tersebut tidak dikenali sebagai diagnosis resmi di dalam DSM-IV. Beberapa penelitian yang terkontrol baik pada orang yang diduga mengalami gangguannya. Keadaan tersebut secara bervariasi disebut intoksikasi alkohol patologis, terkomplikasi, atipikal, dan paranoid; semua istilah tersebut menyatakan bahwa sindrom perilaku yang berat terjadi dengan cepat setelah orang mengkonsumsi sejumlah kecil alkohol yang, pada kebanyakan orang, mempunyai efek perilaku yang minimal. Kepentingan diagnosis terletak pada bidang forensic. Intoksikasi alkohol biasanya tidak diterima sebagai dasar untuk tidak menanggung tanggungjawab untuk suatu aktivitas seseorang. Tetapi, intoksikasi alkohol indiosinkratik dapat digunakan pada pembelaan seseorang jika ahli hokum pembela secara berhasil dapat mengeluarkan pendapatnya bahwa penyerang mempunyai suatu reaksi patologis, tidak diharapkan, dan idiosinkratik terhadap jumlah alkohol yang minimal.

Laporan tentang orang dengan intoksikasi alkohol idiosinkratik telah menggambarkan konfusi, disorientasi, ilusi, waham sementara, dan halusinasi visual. Seseorang mungkin juga mengalami peningkatan aktivitas psikomotor yang besar. Mereka mungkin menunjukkan perilaku impulsif dan agresif dan berbahaya bagi orang lain. Gangguan ini, yang biasanya diperkirakan berlangsung selama beberapa jam, berakhir dalam suatu periode tidur yang lama. Orang yang terkena tidak mampu untuk mengingati episode saat terbangun. Penyebab dari keadaan ini tidak diketahui tetapi dilaporkan paling sering terjadi pada orang dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Satu hipotesis menyatakan bahwa alkohol menyebabkan disorganisasi yang cukup berat dan hilangnya pengendalian untuk melepaskan impuls agresif. Aggapan lain adalah bahwa kerusakan otak, khususnya ensefalitik atau cedera traumatis, menpredisposisikan seseorang kepada suatu intoleransi alkohol, yang dapat menyebabkan perilaku abnormal setelah mereka meminum hanya sejumlah kecil alkohol. Faktor predisposisi lainnya adalah usiayang lanjut, menggunakan obat hipnotik-sedatif, dan perasaan lelah. Perilaku seseorang saat terintoksikasi cenderung bersifat atipikal dari seseorang saat tidak dalam pengaruh alkohol; sebagai contoh, seseorang yang pendiam dan pemalu akan menjadi banyak bicara dan agresif setelah minum. Pengobatan intoksikasi alkohol idiosinkratik adalah berupa melindungi pasien dari membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Pengikatan fisik mungkin diperlukan tetapi sulit karena tiba-tibanya onset keadaan ini. Jika pasien telah diikat, penyuntikan obat antipsikotik, seperti haloperidol (Haidol), berguna untuk mengendalikan sifat menyerang. Keadaan ini harus dibedakan dari penyebab lain peubahan perilaku yang mendadak, seperti epilepsy parsial kompleks. Beberapa orang dengan gangguan telah dilaporkan menunjukkan gelombang paku lobus temporalis pada elektroensefalogram (EEG) setelah menggunakan sejumlah kecil alkohol.

Putus Alkohol
Diagnosis dan gambaran klinis. Diagnosis putus alkohol disebut putus alkohol tanpa komplikasi di dalam DSM-III-R untuk membedakannya dari delirium putus alkohol. Kata tanpa komplikasi(uncomplicated) dikeluarkan dari DSM-IV karena putus alkohol, walaupun tanpa delirium, dapat bersifat serius dan dapat termasuk kejang dan hiperaktivitas otonomik. Keadaan yang dapat mempredisposisikan atau memperberat gejala putus alkohol adalah kelelahan, malnutrisi, penyakit alkohol (Tabel 12.2-4) memerlukan dihentikannya atau penurunan penggunaan alkohol yang sebelumnya adalah berat dan lama, dan juga adanya gejala fisik atau neuropsikiatrik apesifik. Diagnosis DSM-IV juga memungkinkan menentukan dengan gangguan persepsi. Satu penelitian dengan tomografi emisi positron (PET) terhadap aliran darah selama putus alkohol pada seseorang ketergantungan alkohol dengan keadaan lain yang sehat, menemukan kecepatan aktivitas metabolik yang rendah secara menyeluruh, walaupun dengan pengamatan data selanjutnya, penulis menyimpulkan bahwa aktivitas tersebut khususnya menurun di daerah parietalis kiri dan frontalis kanan.

Tanda klasik dari putus alkohol adalah gementar, walaupun spectrum gejala dapat meluas sampai termasuk gejala psikotik dan persepsi (sebagai contoh, waham dan halusinasi), kejang, dan gejala delirium tremens (DTs), sekarang disebut delirium putus alkohol dalam DSM-IV. Gementar, (yang sering disebut berguncang atau kegugupan) berkembang enam sampai delapan jam setelah dihentikannya minum, gejala psikotik dan persepsi mulai dalam 8 sampai 12 jam, kejang dalam 12 sampai 24 jam, dan Dts dalam 72 jam, walaupun dokter harus mengamati perkembangan Dts dalam mingu pertama putus alkohol. Sindrom putus alkohol sering kali tidak mengikuti perkembangan yang biasanya dan, sebagai contoh, langsung menjadi DTs. Tremor pada putus alkohol dapat mirip dengan tremor fisiologis, dengan suatu tremor kontinu dengan amplitude yang besar dan lebih dari 8 Hz, atau dengan tremor familial, dengan ledakan aktivitas tremor yang lebih lambat dari 8 Hz. Gejala lain putus alkohol adalah iritabilitas umum, gejala gastrointestinal (sebagai contoh, mual dan muntah), dan hiperaktivitas otonomik simpatik, termasuk kecemasan, kesiagaan, berkeringat, kemerahan pada wajah, midriasis, takikardia, dan hipertensi ringan. Pasien yang mengalami putus alkohol biasanya sedar tetapi mudah dikagetkan. Kejang pada alkohol. Kejang yang berhubungan dengan putus alkohol adalah berkarakter stereotipik, menyeluruh, dan tonik-klonik. Pasien sering kali mengalami lebih dari satu kejang dalam tiga sampai enam jam setelah kejang pertama. Status epileptikus relative jarag pada pasien putus alkohol, terjadi pada kurang dari 3 persen dari seluruh pasien. Walaupun medikasi antikonvulsan tidak diperlukan dalam penatalaksanaan kejang putus alkohol, penyebab kejang adalah sulit untuk ditegakkan jika pasien pertama kali diperiksa di ruang gawat darurat; jadi, banyak pasien dengan kejang putus alkohol medikasi antikonvulsan, yang selanjutnya dihentikan jika penyebab kejang telah diketahui. Aktivitas kejang pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan alkohol yang diketahui harus masih mengarahkan dokter untuk mempertimbangkan faktor penyebab lainnya termasuk cedera kepala, infeksi sistem saraf pusat, neoplasma sistem saraf pusat, dan penyakit serebrovaskular lainnya; penyalahgunaan alkohol berat jangka panjang dapat menyebabkan hipoglikemia, hiponatremia, dan hipomagnesemia yang semuanya dapat juga disertai dengan kejang. Pengobatan. Medikasi utama untuk mengendalikan sejumlah gejala putus alkohol adalah benzodiazepine (Tabel 12.2-5). Banyak penelitian telah menemukan bahwa benzodiazepine membantu mengontrol aktivitas kejang, delirium, kecemasan, takikardia, hipertensi, diaphoresis, dan tremor yang berhubungan dengan putus alkohol. Benzodiazepin dapat diberikan peroral maupun parenteral; tetapi baik diazepam (Valium) ataupun chlordiazepoxide (Librium) tidak boleh diberikan intramuscular (IM) karena adanya absorbs yang tidak menentu dari obat jika diberikan dengan cara tersebut. Klinisi harus menirasi dosis benzodiazepine, mulai dengan dosis tinggi dan menurunkan dosis saat pasien pulih. Benzodiazepin dalam jumlah yang cukup harus digunakan untuk menjaga pasien tetap tenang dan tersedasi tetapi tidak terlalu tersedasi sehingga mereka tidak dapat dibangunkan oleh dokter untuk melakukan prosedur yang sesuai, termasuk pemeriksaan neurologis.

Walaupun benzodiazepine adalah pengobatan standar untuk putus alkohol, sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa carbamazepin (Tegretol) dalam dosis 800 mg sehari adalah sama efektifnya dengan benzodiazepine dan mempunyai manfaat tambahan kemungkinan penyalahgunaan yang minimal. Penggunaan carbamazepin semakin menjadi sering di Amerika Serikat dan Eropa. Antagonis reseptor-beta dan clonidine (Catapres) juga digunakan untuk menghambat gejala hiperaktivitas simpatik; tetapi obat-obat tersebut tidak efektif dalam pengobatan kejang atau delirium.

Delirium
Diagnosis dan gambaran klinis. DSM-IV mempunyai kriteria diagnostik untuk delirium intoksikasi alkohol dalam kategori delirium intoksikasi zat dan kriteria diagnostik untuk delirium putus alkohol dalam kategori delirium putus zat (Bagian 10.2). Pasien dengan gejala putus alkohol yang dikenali harus dimonitor secara cermat untuk mencegah perkembangan ke delirium putus alkohol yang merupakan bentuk sindrom putus alkohol yang paling berat, juga dikenal sebagai delirium tremens (DTs). Delirium putus alkohol merupakan suatu kegawatan medis yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortilitas yang bermakna. Pasien delirium adalah berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain karena perilaku mereka yang tidak dapat diperkirakan. Pasien mungkin menyerang atau bunuh diri atau mungkin berkelakuan terhadap halusinasi atau waham seakan-akan hal tersebut adalah bahaya yang sesungguhnya. DTs yang tidak diobati mempunyai angka mortalitas 20 persen, biasanya sebagai akibat penyakit medis yang terjadi bersama-sama, seperti pneumonia, penyakit ginjal, insufiensi hati, atau gagal jantung. Walaupun gejala putus alkohol sering kali mendahului perkembangan delirium putus alkohol, delirium dapat juga tampak tanpa diduga. Ciri penting dari sindrom adalah delirium yang terjadi dalam satu minggu setelah seseorang menghentikan minum atau menurunkan asupan alkoholnya. Di samping gejala delirium, cirri-ciri lain adalah (1) hiperaktivitas otonomik, seperti takikardia, diaphoresis, demam, kecemasan, insomnia, dan hipertensi; (2) distorsi perceptual, yang paling sering adalah halusinasi visual atau taktil; dan (3) fluktuasi tingkat aktivitas psikomotor, terentang dari hipereksitabilitas sampai letargi. Kira-kira 5 persen dari semua pasien alkoholik yang dirawat di rumah sakit mengalami DTs. Karena sindrom biasanya berkembang pada hari ketiga perawatan di rumah sakit, seorang pasien yang dirawat untuk keadaan yang tidak berhubungan dapat secara tidak diharapkan masuk ke dalam suatu episode delirium, yang merupakan tanda pertama dari gangguan berhubungan dengan alkohol yang sebelumnya tidak terdiagnosis. Episode DTs biasanya mulai pada usia 30 tahun atau 40-an setelah minum berat selama 5 sampai 15 tahun, khususnya tipe yang pesta minum minuman keras. Penyakit fisik (sebagai contoh, hepatitis atau pancreatitis) mempredisposisikan sindrom; seseorang dengan kesehatan fisik yang baik jarang mengalami DTs selama putus alkohol.

Pengobatan . Pengobatan terbaik untuk DTs adalah pencegahan. Pasien yang putus dari alkohol yang menunjukkan salah satu fenomena putus alkohol harus mendapatkan suatu benzodiazepine, seperti chlordiazepoxide (Librium) 25 sampai 50mg tiap dua sampai empat jam hingga pasien tampak lepas dari bahaya. Tetapi, jika delirium tampak, chlordiazepoxide 50 sampai 100 mg harus diberikan tiap empat jam peroral, atau lorazepam (Ativan) intravena harus digunakan jika medikasi oral tidak dimungkinkan (Tabel 12.2-5). Suatu diet tinggi kalori, tinggi karbohidrat yang ditambah dengan multivitamin juga penting. Mengikat fisik pasien dengan DTs adalah berbahaya karena mereka dapat berontak terhadap pengikatan sampai suatu tingkat kelelahan yang berbahaya. Jika pasien sangat terganggu dan tidak dapat dikendalikan, suatu ruang isolasi dapat digunakan. Dehidrasi, sering kali disebabkan oleh diaphoresis dan demam, dapat dikoreksi dengan cairan melalui mulut atau intravena. Anoreksia, muntah, dan diare sering kali dapat terjadi selama putus alkohol. Medikasi antipsikotik harus dihindari karena dapat menurunkan ambang kejang pasien. Perlunya psikoterapi yang hangat dan mendukung dalam pengobatan DTs adalah penting. Pasien sering kali kebingungan, ketakutan, dan cemas karena gejala yang menggemparkan. Bantuan verbal yang terampil adalah penting sekali. Timbulnya gejala neurologis fokal, kejang yang lateral, meningkatnya tekanan intracranial, bukti-bukti fraktur tengkorak, atau tanda lain dari patologi sistem saraf pusat harus mengarahkan dokter untuk memeriksa pasien untuk adanya penyakit neurologis tambahan. Medikasi antikonvulsan nonbenzodiazepin adalah tidak berguna dalam mencegah atau mengobati kejang putus alkohol, walaupun benzodiazepine biasanya efektif. Demensia Menetap Akibat Alkohol Keabsahan konsep demensia menetap akibat alkohol (alcohol-induced persisting dementia) masih controversial, karena beberapa klinisi yang buruk, trauma multiple, dan kerusakan sistem saraf pusat yang terjadi setelah malfungsi organ tubuh lainnya (sebagai contoh, hati, pancreas, dan ginjal). Walaupun beberapa penelitian telah menemukan pembesaran ventrikel dan atrofi kortikal pada seseorang dengan demensia dan riwayat ketergantungan alkohol, penelitian tersebut tidak membantu memperjelas penyebab dimensia. Namun demikian, diagnosis demensia menetap akibat alkohol dimasukkan di dalam DSM-IV (Bagian 10.3). Kontroversi tentang diagnosis harus mendorong klinisi untuk melengkapi pemeriksaan diagnostic demensia sebelum menyimpulkan bahwa demensia adalah disebabkan oleh alkohol. Gangguan Amnestik Menetap Akibat Alkohol Diagnosis dan gambaran klinis. Kriteria diagnostik untuk gangguan amnestik menetap akibat alkohol (alcohol-induced persisting amnestic disorder) berada dalam kategori DSM-IV untuk gangguan amnestik menetap akibat zat (Bagian 10.4). Ciri penting dari gangguan amnestik menetap akibat alkohol adalah gangguan daya ingat jangka pendek yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat jangka panjang. Karena gangguan biasanya terjadi pada seseorang

yang pernah minum berat selama bertahun-tahun, gangguan ini jarang pada orang yang berusia di bawah 35 tahun. Sindrom Wernicke dan Korsakoff. Nama klasik untuk gangguan amnestik menetap akibat alkohol adalah sindrom Wernicke (suatu kumpulan gejala akut) dan sindrom Korsakoff (suatu keadaan kronis). Apabila sindrom Wernicke adalah reversibel dengan pengobatan, hanya kira-kira 20 persen pasien dengan sindrom Korsakoff yang pulih. Patofisiologi antara kedua sindrom tersebut adalah defisiensi tiamin, yang disebabkan oleh kebiasaan nutrisional yang buruk atau masalah malabsorbsi. Tiamin adalah kofaktor bagi beberapa enzim yang penting, dan juga dapat terlibat dalam konduksi potensial akson di sepanjang akson dan di dalam transmisi sinaptik. Lesi neuropatologis adalah simetris dan paraventrikular, mengenai korpus mamilaris, thalamus, hipotalamus, otak tengah, pons, medulla, firniks, dan serebelum. Sindrom Wernicke, juga disebut ensefalopati alkoholik, adalah suatu gangguan neurologis akut yang ditandai olek ataksia (yang mengenai terutama gaya berjalan), disfungsi vestibular, konfusi, dan berbagai kelainan pergerakan bola mata, termasuk nistagmus horizontal, palsi rektus lateral, dan palsi pandangan mata. Biasanya tanda ocular tersebut adalah bilateral, walaupun tidak selalu harus simetris. Tanda okular lainnya adalah reaksi terhadap cahaya yang lambat dan anisokoria. Sindrom Wernicke juga dapat menghilang secara spontan dalam beberapa minggu atau dapat menjadi sindrom Korsakoff. Pengobatan. Stadium dini sindrom Wernicke berespons dengan cepat terhadap dosis tinggi tiamin parenteral, yang dianggap efektif dalam mencegah perkembangan menjadi sindrom Korsikoff. Dosis tiamin biasanya dimulai dengan 100 mg peroral dua sampai tiga kali sehari dan dilanjutkan selama satu sampai dua minggu. Pada pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol yang sedang diberikan larutan glukosa intravena, adalah baik untuk memasukkan 100 mg tiamin dalam setiap liter larutan glukosa. Sindrom Korsakoff adalah sindrom amnestik kronis yang dapat mengikuti sindrom Wernicke dan kedua sindrom tersebut dianggap berhubungan secara patofisiologi. Ciri utama dari sindrom Korsakoff adalah sindrom gangguan mental (khususnya daya ingat belum lama) dan amnesia anterograd pada seorang pasien yang sadar dan responsive. Pasien mungkin memiliki atau tidak memiliki gejala konfabulasi. Pengobatan sindrom Korsakoff juga tiamin yang diberikan 100 mg peroral dua sampai tiga kali sehari; pengobatan harus dilanjutkan selama 3 sampai 12 bulan. Korsakoff dapat pulih secara lengkap walaupun cukup banyak yang mengalami suatu perbaikan dalam kemampuan kognitifnya dengan pemberian tiamin dan dukungan nutrisi. Blackouts. Blackout berhubungan dengan alkohol tidak dimasukkan di dalam klasifikasi diagnostic DSM-IV, walaupun gejala intoksikasi alkohol sesungguhnya terdapat dan sering ditemukan. Blackouts adalah mirip dengan episode amnesia global transien (Bagian 10.4) di mana keduanya adalah episode amnesia anterograd yang diskret, walaupun blackouts terjadi

berhubungan dengan intoksikasi alkohol. Periode amnesia khususnya dapat mengkawatirkan karena orang mungkin merasa takut bahwa mereka telah secara diketahui melukai seseorang atau berkelakuan tidak bijaksana saat terintokiskasi. Selama suatu blackouts, orang memilik daya ingat jauh yang relative utuh; tetapi , mereka mengalami defisit daya ingat jangka pendek yang spesifik di mana mereka tidak mampu mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi 5 sampai 10 menit sebelumnya. Karena kemampuan intelektual mereka adalah dipertahankan, mereka dapat melakukan tugas yang sulit dan tampaknya normal bagi pengamat biasa. Walaupun mekanisme neurobiologis untuk blackouts alkoholik sekarang diketahui berada pada tingkat molecular, alkohol pada pasien menghambat konsolidasi ingatan yang baru ke dalam ingatan yang lama, suatu proses yang dianggap melibatkan hipokampus dan struktur lobus temporalis yang berhubungan.

Gangguan psikotik Akibat Alkohol


Diagnosis dan gambaran klinis. Kriteria diagnostic untuk gangguan psikotik akibat alkohol (alcohol-induced psychotic disoerder) (sebagai contoh, waham dan halusinasi) ditemukan di dalam kategori DSM-IV tentang gangguan psikotik akibat zat (substances-induced psychotic disorder) (Bagian 14.1). DSM-IV memungkinkan lebih jauh untuk menentukan onset (selama intoksikasi atau putus alkohol) dan apakah halusinasi atau waham ditemukan (Tabel 12.2-2). Istilah untuk halusinasi yang terjadi selama putus alkohol yang digunakan di dalam DSM-III-R tetapi tidak lagi digunakan di dalam DSM-IV adalah halusinosis alkohol. Halusinasi yang paling sering adalah auditoris, biasanya berupa suara-suara, tetapi suara suara tersebut sering kali tidak terstruktur. Suara-suara karakteristiknya adalah memfitnah, mencela, atau mengancam, walaupun beberapa pasien melaporkan bahwa suara-suara adalah menyenangkan dan tidak mengganggu. Halusinasi biasanya berlangsung selama kurang dari satu minggu, walaupun selama minggu tersebut gangguan tes realitas adalah sering. Setelah episode, sebagian besar pasien menyadari sifat halusinasi dari gejalanya. Halusinasi setelah putus alkohol dianggap merupakan gejala yang jarang, dan sindrom adalah berbeda dari delirium putus alkohol. Halusinasi dapat terjadi pada tiap usia, tetapi biasanya berhubungan dengan orang yang telah menyalahgunakan alkohol dalam jangka waktu lama. Walaupun halusinasi biasanya menghilang dalam satu minggu, beberapa dapat meneteap; dalam kasus tersebut, klinisi harus mulai mempertimbangkan gangguan psikotik lain dalam diagnosis banding. Halusinasi berhubungan putus alkohol, tidak adanya riwayat klasik skizofrenia, dan halusinasinya biasanya singkat. Halusinasi berhubungan putus alkohol dibedakan dari Dts oleh adanya sensorium yang jernih pada pasien. Pengobatan. Pengobatan halusinasi berhubungan putus alkohol adalah sangat mirip dengan DTs benzodiazepine, nutrisi yang adekuat, dan cairan jika diperlukan. Jika regimen gagal dan pada kasus jangka panjang, antipsikotik dapat digunakan.

Gangguan Berhubungan dengan Alkohol Lainnya.


Gangguan mood akibat alkohol (alcohol-induced mood disorder). DSM-IV memungkinkan diagnosis gangguan mood akibat alkohol dengan cirri manic, depresif, atau campuran (Bagian 15.3) dan juga untuk menentukan onset selama intoksikasi atau putus alkohol. Sama seperti semua gangguan sekunder atau gangguan akibat zat, klinisi harus mempertimbangkan apakah zat yang disalahgunakan dan gejala mempunyai hubungan sebab akibat. Gangguan kecemasan akibat alkohol (alcohol-induced anxiety disorder). DSM-IV memungkinkan diagnosis gangguan kecemasan akibat alkohol (Bagian 16.1). DSM-IV selanjutnya menganjurkan agar diagnosis menyebutkan apakah gejala merupakan kecemasan menyeluruh, serangan panic, gejala obsesif-kompulsif, atau gejala fobik dan apakah onset selama intoksikasi atau selama putus alkohol. Hubungan antara penggunaan alkohol dan gejala kecemasan telah dibicarakan di atas; memutuskan apakah gejala kecemasan adalah primer atau sekunder mungkin sulit. Disfungsi seksual akibat alkohol (alcohol-induced sexual dysfunction). DSM-IV memungkinkan diagnosis gejala disfungsi seksual yang berhubungan dengan intoksikasi alkohol. Diagnosis resmi adalah dsifungsi seksual akibat alkohol (Bagian 20.2). Gangguan tidur akibat alkohol (alcohol-induced sleep disorder). DSM-IV memungkinkan diagnosis gangguan tidur yang mempunyai onset selama intoksikasi alkohol atau putus alkohol. Kriteria diagnostic untuk gangguan tidur akibat alkohol ditemukan di dalam bagian gangguan tidur (Bagian 23.2). Gangguan berhubungan alkohol yang tidak ditentukan (alcohol-related disorder not otherwise specified). DSM-IV memungkinkan diagnosis gangguan berhubungan alkohol yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified) untuk gangguan akibat alkohol yang tidak memenuhi salah satu criteria diagnostic untuk diagnosis lainnya (Tabel 12.2-6).

Gangguan Neurologis Berhubungan Alkohol Lainnya


Hanya sindrom neuropsikiatrik yang paling utama yang berhubungan dengan penggunaan alkohol yang dibicarakan di atas. Daftar lengkap sindrom neurologis adalah panjang (Tabel 12.27). Ensefalopati pelagra alkoholik. Dari daftar yang panjang di dalam Tabel 12.2-7, satu diagnosis yang kemungkinan menarik bagi dokter psikiatrik yang mungkin menemukan seorang pasien yang tampak mengalami sindrom Wernicke atau sindrom Korsakoff tetapi tidak menunjukkan respons terhadap pengobatan tiamin. Gejala ensefalopati pelagra alkoholik adalah konfusi, pengaburan kesadaran, mioklonus, hipertonia oposisional, kelelahan, apati, iritabilitas, anoreksia, insomnia, dan kadang-kadang delirium. Pasien mengalami defisiensi niasin (nicotinic

acid), dan pengobatan spesifik adalah 50 mg niasin peroral empat kali sehari atau 25 mg parenteral dua sampai tiga kali sehari.

Sindrom Alkohol Fetal


Data dengan jelas menyatakan bahwa wanita hamil atau yang menyusui tidak boleh minum alkohol. Sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome) adalah akibat terpaparnya janin dengan alkohol intoksikasi in utero saat ibunya minum alkohol. Sindrom alkohol fetal merupakan penyebab utama retardasi mental di Amerika Serikat. Adanya alkohol menghambat pertumbuhan intrauterine dan perkembangan setelah kelahiran. Mikrosefali, malformasi kraniofasial, dan defek tungkai dan jantung adalah sering pada bayi yang terkena. Perawakan yang pendek saat dewasa dan perkembangan suatu rentang perilaku maladaptive dewasa juga telah dihubungkan dengan sindrom alkohol fetal. Risiko wanita alkoholik mempunyai anak yang cacat adalah 35 persen. Walaupun mekanisme kerusakan yang pasti pada janin tidak diketahui, kerusakan tampaknya sebagai akibat pemaparan intoksikasi utero dengan etanol atau metabolitnya. Alkohol mungkin juga menyebabkan ketidakseimbangan hormonal yang meningkatkan risiko abnormalitas.

PENGOBATAN
Walaupun beberapa klinisi dan kelompok adalah mengajukan konsep mengendalikan minum, sebagian besar dokter dan penelitian terkontrol baik menyatakan bahwa abstinensi lengkap dari alkohol merupakan pusat dari keberhasilan strategi pengobatan untuk penyalahgunaan alkohol. Sebagian besar orang dengan gangguan berhubungan alkohol dating ke pengobatan akibat tekanan dari pasangan atau perusahaan atau rasa takut kalau minum terus akan membawa akibat yang mematikan. Pasien yang dibujuk, didorong, atau dipaksa memasuki pengobatan oleh seseorang yang berarti bagi dirinya adalah lebih mudah untuk tetap tinggal dalam pengobatan dan mempunyai prognosis yang lebih baik daripada mereka yang tidak terlalu ditekan. Tetapi prognosis yang terbaik adalah untuk orang yang terkena yang datang ke petugas kesehatan mental secara sukarela kerana mereka menyimpulkan bahwa mereka adalah alkoholik dan mereka membutuhkan pertolongan.

Psikoterapi
Kalau psikoterapi memuaskan pada alas an mengapa seseorang minum, adalah lebih berhasil kalau ia memusatkan pada masalah psikodinamika yang samar-samar. Fokus spesifik adalah pada situasi di amna pasien minum, dorongan pemotivasi di belakang minum, hasil yang diharapkan dari minum, dan cara alternative untuk mengatasi situasi tersebut. Melibatkan pasangan yang tertarik dan bekerjasama di dalam terapi bersama (conjoint therapy) untuk sekurangnya satu sesi adalah sangat efektif.

Kontak awal dengan seseorang dengan gangguan berhubungan alkohol adalah penting untuk pengobatan yang berhasil. Pada pertemuan awal ahli terapi perlu bersikap aktif dan mendukung, karena pasien dengan masalah alkohol sering kali menghadapi penolakan dan dapat menyalahartikan peranan teraputik yang pasif sebagai suatu penolakan. Pasien sering kali memiliki hubungan yang ambivalen dengan terapi, dan mereka mungkin tidak datang ke perjanjian atau telah kambuh minum alkohol. Banyak ahli terapi berusaha untuk memandang penyalahgunaan alkohol lebih sedikit dalam hal pasien individual dan lebih banyak dalam hal bagaimana pasien berinteraksi dengan anggota keluarga, teman kerja, atau sekolah, dan masyarakat pada umumnya. Ahli terapi harus memperlakukan alkohol sebagai suatu pertahanan psikologis; menghilangkan penghalang emosional dan intelektual antara pasien dan dokter adalah tujuan awal. Ahli terapi harus siap menguji terus-menerus ikatan terapeutik dan tidak dapat bersembunyi di belakang layar alasan tidak ada motivasi apda diri pasien jika relap mengancam ahli terapi. Depresi dapat diatasi dengan peranan ahli terapi yang aktif dan mendukung pada saat yang tepat dengan penambahan medikasi obat antidepresan.

Medikasi
Disulfiram. Disulfiram (Antabuse) menghambat secara kompetitif enzim aldehida dehidrogenase, sehingga minuman segelas pon biasanya menyebabkan reaksi toksik karena akumulasi asetaldehida di dalam darah. Pemberian obat tidak boleh dimulai sampai 24 jam setelah minuman terakhir pasien. Pasien harus dalam kesehatan yang baik, sangat termotivasi, dan bekerjasama. Dokter harus memberitahukan pasien tentang akibat meminum alkohol saat menggunakan obat dan selama dua minggu setelahnya. Mereka yang minum alkohol sambil menggunakan disulfiram 250 mg setiap harinya mengalami kemerahan dan perasaan panas pada wajah, sklera, anggota gerak atas, dan dada. Mereka menjadi pucat, hipotensif, dan mual dan mengalami malaise yang serius. Mereka juga mengalami rasa pusing, pandangan kabur, palpitasi, sesak (air hunger), dan mati rasa pada anggota gerak. Akibat potensial yang paling serius adalah hipotensi. Pasien mungkin juga memiliki respon terhadap alkohol yang diingesti dari zat tertentu seperti saus dan cuka, dan bahkan terhadap uap alkohol yang diinhalasi dari larutan setelah bercukur (after shave lotions). Sindrom, jika terjadi biasanya berlangsung selama 30 sampai 60 menit tetapi dapat menetap lebih lama. Dengan dosis lebih dari 250 mg, psikosis toksik dapat terjadi, dengan gangguan daya ingat dan konfusi. Obat juga dapat mengekserbasi gejala psikotik pada beberapa pasien skizofrenik tanpa adanya asupan alkohol. Psikotropika. Baik obat antiansietas dan antidepresan dapat berguan dapat mengobati gejala kecemasan dan depresi pada pasien dengan gangguan berhubungan alkohol. Tetapi, semakin banyak perhatian ke arah kemungkinan menggunakan obat psikoaktif dalam mengendalikan penghentian kecanduan alkohol. Beberapa sifat lithium (Eskalith) pada pasien yang memiliki suatu gangguan berhubungan alkohol dan gangguan mood dari jenis apa pun telah menunjukkan suatu penurunan baik pada keinginan untuk minum maupun pada siklus mood.

Penelitian lain dengan lithium tidak secara konsisten menegakkan hasil tersebut. Namun demikian, pada kasus yang sulit dan kompleks, percobaan dengan lithium mungkin diperlukan. Terdapat juga peningkatan perhatian dalam penggunaan obat serotonergik dalam mengendalikan minum dan kecandual alkohol. Beberapa bukti menunjukkan bahwa inhibitor ambilan kembali (reuptake) spesifik serotonin atau trazodone (Desyrel) dapat efektif. Penelitian sekarang memusatkan pada agonis reseptor spesifik serotonin dan antagonis reseptor serotonin tipe 3 (5-HT3). Beberapa data menunjukkan bahwa agonis dopaminergik, seperti dosis rendah apomorfin atau bromocriptine (Parlodel), mungkin juga efektif dalam menurunkan kecanduan pasien. Tetapi, dalam sebagian besar hal, strategi pengobatan yang diarahkan pada menurunkan kecanduan masih dalam penelitian stadium awal dan memerlukan pengesahan lebih lanjut.

Terapi Perilaku
Terapi perilaku mengajarkan seseorang dengan gangguan berhubungan alkohol cara lain untuk menurunkan kecemasan. Latihan relaksasi, latihan ketegasan, keterampilan mengendalikan diri, dan strategi baru untuk menguasai lingkungan adalah ditekankan. Sejumlah program pembiasaan pelaku (operant conditioning) membiasakan orang dengan gangguan berhubungan alkohol untuk memodifikasi perilaku minum mereka atau untuk berhenti minum. Dorongan berupa hadiah keuangan, kesempatan untuk tinggal dalam lingkungan rawat inap yang baik, dan jalur untuk memasuki interaksi sosial yang menyenangkan.

Alcoholic Anonymous
Alcoholic Anonymous (AA) adalah suatu persahabatan suportif yang sukarela dari beratus-ratus atau beribu-ribu orang dengan gangguan berhubungan alkohol yang didirikan di tahun 1935 oleh dua orang yang mengalami ketergantunagn alkohol, seorang pedagang dan seorang ahli bedah. Dokter harus merujuk pasien alkoholik ke AA sebagai bagian dari pendekatan pengobatan multipel. Sering kali, pasien yang pada awalnya menolak AA saat ditawarkan kemudian mendapatkan banyak manfaat dari organisasi dan menjadi partisipan yang antusias. Anggotanya membuat pengakuan publik dari gangguan berhubungan alkohol mereka, dan abstinensia adalah suatu keharusan. Al-Anon. Al-Anon adalah organisasi untuk pasangan dari orang dengan gangguan berhubungan alkohol; organisasi ini terstruktur bersama dengan AA. Tujuan Al-Anon adaah, melalui dukungan kelompok, membantu usaha pasangan untuk mendapatkan kembali harga diri, menghilangkan perasaan bertanggungjawab atas minumnya pasangannya, dan mengembangkan kehidupan yang menyenangkan bagi dirinya sendiri dan keluarga. Alateen diarahkan kepada anak-anak dari orang yang ketergantungan alkohol untuk membantu mereka yang ketergantungan alkohol untuk membantu mereka mengerti ketergantungan alkohol orang tuanya.

Halfway House

Pemulangan seorang pasien alkoholik dari rumah sakit sering kali memiliki masalah penempatan yang serius. Rumah atau lingkungan keluarga lainnya mungkin menghalangi, tidak mendukung, atau terlalu tidak terstruktur. Halfway house adalah suatu sarana pengobatan yang penting yang memberikan bantuan emosional, konseling, dan pengembalian progresif ke dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai