Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN Prolaps organ panggul (POP), inkontinensia urin (UI) dan inkontinensia feses (FI) adalah gejala yang sering terjadi pada populasi wanita secara umum. Prolaps organ panggul sering terjadi pada wanita usia tua. Stadium ringan dari prolaps, cranial dari hymen, sering terjadi dan biasanya tanpa gejala. Gejala spesifik yang terjadi adalah terdapatnya benjolan/ tonjolan keluar dari vagina. Gejala fungsional dari kandung kemih, usus dan kehidupan seksual dapat berkaitan dengan prolaps. Disfungsi dasar panggul, terutama tahap akhir POP, ditemukan pada wanita pascamenopause. Kejadian ini berkembang pada daerah industri. Peningkatan permintaan layanan untuk merawat gangguan dasar panggul pada wanita juga akan membutuhkan ketepatan dalam diagnosis dan pilihan pengobatan. Evaluasi gejala dapat dilakukan dengan kuesioner yang telah divalidasi. Untuk penelitian epidemiologi, penting bahwa ada kesesuaian antara gejala dan temuan anatomi, terutama ketika gejala yang berhubungan dengan POP begitu luas pada populasi perempuan yang lebih tua.

II.

PRELAVENSI POP Prevalensi dan insidensi POP tergantung dari definisi dan penelitian populasi. Definisi POP secara anatomis adalah turunnya organ panggul ke dalam atau keluar vagina, perineum atau saluran anus. Definisi ini mungkin mencakup hingga setengah dari populasi wanita. Ketika POP didefinisikan sebagai benjolan menonjol diluar introitus, prevalensinya menurun sampai 2-12%, dan meningkat sesuai usia. Ketika gejala fungsional dari saluran kemih bagian bawah (LUTS), perut, dan kehidupan seksual

disertakan, hubungan dengan POP secara anatomis tidak begitu tuntas, dan kesempatan untuk menyembuhkan gejala ini dengan operasi prolaps kurang menjanjikan. Insiden prolaps dan bedah inkontinensia telah dilaporkan dalam penelitian kohort retrospektif. Risiko seumur hidup menjalani setidaknya satu operasi adalah 11,1%, dan dua pertiga indikasi operasi tersebut adalah POP. Temuan yang paling mengecewakan dalam penelitian ini adalah bahwa sepertiga dari wanita memerlukan operasi ulang. Sejarah anatomi POP dipelajari selama periode 2-8 tahun. Kejadian tahunan cystocoele, rectocoele, dan rahim prolaps adalah 9.3, 5.7, dan 1,5 kasus per 100 perempuan usia 15, 16, dan tingkat regresi, masing-masing pada usia 23.5 tahun, 22 tahun, dan 48 tahun. Disimpulkan bahwa prolaps organ panggul tidak selalu kronis dan progresif. Penelitian pada ibu hamil juga mengungkapkan bahwa POP pada wanita muda bisa merupakan adaptasi dinamis dan tanpa gejala, sebagian reversible untuk kehamilan dan persalinan. III. ETIOLOGI Dari penelitian epidemiologi, terdapat bukti bahwa grade III-IV yang berkembang dan POP rekuren, berkaitan dengan operasi prolaps sebelumnya, histerektomi colposuspensi sebelumnya, obesitas, sembelit pada usia tua dan mengejan saat defekasi yang bersifat kronis, fungsi yang lemah pada otot dasar panggul, paritas (terutama multiparitas), angkat berat di tempat kerja, besar diameter tulang panggul, kelainan kolagen, dan mungkin menopause serta penurunan kadar estrogen.

Etiologi dari POP bersifat multifaktorial. Beberapa faktor risiko bedah mungkin dicegah dengan teknik bedah yang tidak merubah kontur vagina dan penyokongan ligament. IV. ANATOMI Setiap sistem klasifikasi - baik dirancang untuk pemeriksaan klinis atau

pencitraan, harus menjelaskan anatomi. Penyokong panggul perempuan dibagi menjadi tiga kompartemen: kompartemen anterior dengan uretra dan kandung kemih, kompartemen posterior dengan anus dan rektum, dan bagian tengah yaitu vagina dan rahim. Sedangkan, sistem suspensi dapat dibagi menjadi tiga tingkat (gambar 1) : Tingkat I: bagian cranial dari vagina dan rahim atau kubah disokong oleh ligamen sacrouterine dan kardinal. Prolaps grade I berupa prolaps rahim atau prolaps kubah. Tingkat II : bagian tengah dari vagina melekat pada arkus tendineus fascia pelvis dan otot-otot levator ani, dan ditutupi oleh fascia pubocervical di anterior dan fascia rectovaginal di posterior. POP pada tingkat ini dapat digambarkan sebagai hernia sentral melalui fascia pubocervical. Sifat dan pentingnya fascia vagina telah diperdebatkan. Fraksi otot polos di muskularis dari dinding vagina secara signifikan menurun pada wanita dengan cystocoele dan rectocoele, sesuai dengan tidak adanya rugae vagina yang menyelubungi formasi sentral (coele). Tingkat III: bagian caudal dari vagina, termasuk posterior dari tubuh perineal dan uretra anterior. Tingkat II dan III terus-menerus berkaitan satu sama lain. POP di tingkat ini termasuk rectocoeles distal. Ukuran dan integritas tubuh perineum jarang dipelajari, tetapi mungkin penting bagi kontinensia fekal dan fungsi seksual.

Gambar 1. Vagina dapat dibedakan menjadi tiga tingkat. Pentingnya otot panggul untuk mendukung organ-organ panggul telah dipelajari. Vagina yang normal terletak horizontal diatas otot-otot dasar panggul dan tidak menimbulkan ketegangan pada ligamen penyokong selama perut meningkatkan tekanan. Relaksasi atau kerusakan pada otot panggul menghasilkan pembukaan hiatus genitalis, dan organ panggul tidak lagi didukung oleh otot tetapi hanya oleh ligamen. Peregangan kronis jaringan ikat mungkin dapat mengakibatkan POP. MRI adalah suatu teknik yang menjanjikan untuk kemudahan studi anatomi. Jaringan lunak seperti otot dan ligamen dapat divisualisasikan oleh MRI. Namun, metode ini mahal dan tidak tersedia secara luas, dan pasien harus diperiksa dalam posisi terlentang. Hubungan temuan MRI untuk gejala dan temuan klinis masih dalam evaluasi.

V.

EVALUASI KLINIS POP Evaluasi pasien yang dirujuk dengan POP harus mencakup gejala mekanik / lokal dan

gejala fungsional dari saluran kemih bawah, perut, kehidupan seksual, dan efeknya terhadap kualitas hidup. Gejala fungsional tidak dapat secara konsisten dikaitkan dengan ukuran atau letak POP, namun terlepas dari itu pasien, sering mengharapkan bantuan untuk semua gejala dan tidak hanya sekedar pengobatan untuk tonjolan vagina. Kebanyakan pasien merasa POP mempengaruhi kualitas hidup mereka ketika mereka mengalami gejala yang muncul lebih dari sekali per minggu.

VI.

GEJALA MEKANIS Tiga survey yang telah dilakukan, memberikan penilaian yang cukup konsisten dari

gejala mekanik, yaitu sekitar 8% di antara lingkungan populasi wanita yang lebih tua. Gejala mekanis sering dilaporkan ketika bagian depan dari prolaps berada pada atau diluar selaput dara. Sebuah kuesioner dengan 13 pertanyaan telah divalidasi. Lima dari seluruh pertanyaan, relevan untuk POP. Sebuah jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan memiliki nilai prediktif positif dan negatif masing masing sebesar 74% dan 82%, untuk prolaps stadium II. Swift et al menggunakan tujuh pertanyaan untuk mendefinisikan kelas IIIII POP. Gejala mekanis yang menyebabkan gangguan dan berpengaruh pada kualitas hidup lebih dari 80% pasien yaitu gejala benjolan keluar dari introitus setidaknya sekali seminggu.. Laporan pasien berupa tonjolan tampaknya merupakan alat skrining yang paling berharga

untuk POP. Gejala seperti perasaan berat di bawah perut dan nyeri pinggang tidak spesifik untuk POP. VII. GEJALA SALURAN KEMIH BAWAH (LUTS) Wanita dengan POP sering mengalami inkontinensia dan gangguan kencing. Masalah berkemih yang bertujuan untuk mengurangi prolaps berkorelasi dengan tahap yang lebih parah pada prolaps dinding anterior. Masalah perasaan pengosongan kandung kemih dilaporkan pada 30-50% pasien tanpa hubungan khusus dengan kompartemen prolaps.

Tabel 1. Gejala LUTS pada pasien dengan POP. Dalam penelitian pada Tabel 1, 13-83% pasien dengan POP juga mengeluhkan stres inkontinensia, dan 21-73% berupa inkontinensia urgensi. Dalam studi populasi, 15-20% dari perempuan dalam kelompok usia ini mengeluhkan inkontinensia Inkontinensia dan POP sering muncul bersamaan tanpa hubungan yang erat dengan prolaps kompartemen (Tabel 2). Ada kecenderungan untuk inkontinensia urine meningkat dengan stadium POP yang lebih parah.

Tabel 2. Frekuensi dari gejala fungsional yang berhubungan dengan kompartemen prolaps.

Perbaikan prolaps dapat memperbaiki atau menyembuhkan masalah berkemih, stress inkontinensia dan inkontinensia urgensi di lebih dari setengah kasus. Tes fungsi ginjal dengan dan tanpa pengurangan prolaps tidak dapat memprediksi hasil dari fungsi detrusor yang overaktif atau operasi anti-inkontinensia yang dilakukan simultan dengan perbaikan vagina. Pengukuran residual urin dan penelitian tekanan aliran penting untuk

mengungkapkan batas fungsi detrusor pada pasien yang akan beresiko terkena obstruksi jika sling suburethral direncanakan pada waktu yang sama dengan perbaikan vagina. Gejala inkontinensia urin sebelum dan setelah operasi POP dapat dievaluasi dengan bentuk kuisioner yang telah divalidasi.

VIII. GEJALA SALURAN CERNA Terdapat bukti stadium III-IV dari berbagai penelitian observasional bahwa inkontinensia fekal, inkontinensia urine dan POP merupakan penyebab tersering. Rusaknya sistem penyokong panggul dan saraf yang disebabkan proses melahirkan, operasi sebelumnya dan usia tua adalah factor risiko yang paling sering dikutip. Tidak ada definisi inkontinensia fekal atau sembelit yang diterima secara internasional. Terdapat perbedaan jumlah pasien POP yang mengeluh sembelit (Tabel 3) mengacu pada variasi dalam definisi, dari pengosongan usus dua kali atau kurang per minggu yang didefinisikan oleh pasien. Hal ini diperdebatkan apakah sembelit merupakan penyebab atau efek dari kelemahan di fasia rektovaginal posterior atau berkolerasi dengan faktor neuromuskuler. Inkontinensia fekal untuk tinja cair atau padat dilaporkan pada 10-30% pasien dengan POP (Tabel 3). Hal ini tidak berhubungan secara signifikan dengan kompartemen prolaps (Tabel 2). Untuk perbandingan, prevalensi inkontinensia fekal dalam populasi wanita 60 tahun adalah 8% untuk cairan dan 1,7% untuk tinja padat, dalam populasi yang sama 19% mengeluh inkontinensia flatus. Pasien dengan tahap yang sama pada POP mungkin menderita gejala usus yang berbeda tergantung pada konsistensi tinja dan penyakit usus yang mendasari.

Tabel 3. Frekuensi gejala usus pada pasien dengan POP. Defaecography digunakan untuk meningkatkan evaluasi klinis defekasi yang abnormal. Kriteria diagnostik untuk rectocoele yang didasarkan pada ukuran tonjolan dubur ke dalam vagina dan terjebak dalam kontras. Defaecography mungkin berguna dalam evaluasi pasien tertentu dengan gejala defekasi berulang yang tidak dapat dijelaskan oleh temuan klinis, misalnya intususepsi dari dinding dubur dan enterocoele berulang. IX. GEJALA SEKSUAL Pengobatan POP dan UI biasanya lebih berfokus pada anatomi dan penyembuhan UI daripada penyembuhan fungsi seksual. Kebanyakan penelitian bersifat retrospektif dan fokus pada dispareunia dan kesejahteraan seksual secara umum' sebagai aspek kunci dari fungsi seksual perempuan (Tabel 4). Dispareunia adalah gejala multifaktorial dan umum di kalangan wanita yang lebih tua, sering berhubungan dengan terdapatnya perasaan kekeringan pada vagina, atrofi, tingkat estrogen rendah, dan usia tua. Penelitian melaporkan 10-40% untuk disfungsi seksual dan dispareunia pada 25% wanita yang lebih tua. Frekuensi aktivitas seksual tidak berbeda dalam kelompok dengan inkontinensia urine atau POP dibandingkan dengan kontrol. Penurunan kepuasan seksual dikarenakan kebocoran urine selama hubungan seksual, malu, dispareunia, dan kekeringan vagina yang

secara signifikan sering muncul pada kelompok dengan inkontinensia urine atau POP dibandingkan dengan control. Dalam penelitian lain, subanalysis mengungkapkan bahwa sebagian besar masalah seksual dalam kelompok dengan inkontinensia urine dan dikaitkan dengan libido rendah, kekeringan vagina dan dispareunia, sementara POP tidak berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini. Terdapat kuisioner yang telah divalidasi yang spesifik dengan 12 pertanyaan dan digunakan untuk pasien dengan disfungsi lantai pelvis.

Tabel 4. Frekuensi gejala seksual pada pasien dengan POP. Hubungan fungsi seksual untuk menyembuhkan inkontinensia urine dan dimensi obyektif vagina sebelum dan setelah pengobatan untuk POP adalah lemah. Kerusakan aspek emosional kehidupan seksual dan kemajuan fisik setelah operasi POP dan inkontinensia urine ditemukan dalam sebuah penelitian menggunakan PISQ-12. Outcome seksual

tergantung usia, jenis operasi, status estrogen, sembuh atau tidaknya gejala inkontinensia. Penelitian lain menemukan bahwa operasi vagina, terutama

colporrhaphy posterior, atrofi vagina, usia tua dan pasangan yang memiliki masalah medis dan seksual, merupakan faktor risiko untuk disfungsi seksual dan dispareunia pada wanita. Keluhan seksual pada wanita dapat disebabkan oleh masalah fisik: misalnya kebocoran urin selama hubungan seksual, dispareunia dari perasaan vagina sempit atau

pendek, kekeringan vagina, jaringan parut atau operasi sebelumnya, dan / atau karena dampak emosional menopause, dan disfungsi dasar panggul. Dokter perlu informasi lebih lanjut tentang faktor-faktor ini sehingga dapat memberikan nasihat pada pasien dan menyesuaikan teknik bedah. X. KLASIFIKASI PROLAPS SISTEM POPQ Sebelum sistem POPQ disepakati secara internasional pada tahun 1996, laporan ilmiah menjelaskan POP dengan istilah yang tidak terdefinisi dan kurang jelas, misalnya cystocoele ringan atau deskripsi lainnya. Dengan POPQ, tonjolan maksimal terdiri dari dua poin (Aa dan Ba) diukur dalam dinding anterior vagina, dua poin (Ap dan Bp) di dinding posterior, dan C pada serviks dan D pada forniks posterior di kompartemen tengah (Gambar 2). semua pengukuran dapat dilakukan dengan penggaris sentimeter. Selaput dara digunakan sebagai titik referensi (0). Pengukuran cranial sampai selaput dara adalah negatif, dan pengukuran di luar selaput dara adalah positif (Gambar 3).

Keenam pengukuran dan panjang tubuh perineum (pb), dari selaput dara ke anus, dan hiatus genitalis (gh) dari selaput dara untuk pembukaan uretra

dilakukan saat pasien melakukan Valsava maksimal. Total panjang vagina diukur tanpa Valsava. Kesembilan pengukuran dapat ditulis dalam matrik 3x3 (Gambar 3).

Sepuluh tahun setelah pengenalan, POPQ digunakan secara rutin oleh 40% dari urogynaecologists, dan belum diadopsi sebagai standar pada literature. POPQ ini digunakan sebagai sistem staging pada 13% dari artikel tahun 1999

dan 28% pada tahun 2002, dengan 54% lainnya masih menggunakan sistem staging yang belum standar.

Kritik dari sistem POPQ mengklaim sistem ini memakan waktu dan sulit untuk dipelajari. Faktanya ada pemeriksa berpengalaman yang dapat mengukur sembilan poin dalam waktu kurang dari 3 menit, dan sistem ini mudah untuk dipelajari dan diajarkan. Sebuah sistem pengukuran bagian yang paling menonjol dari anterior, tengah, dan posterior vagina dan panjang vagina telah diusulkan dan disahkan, namun tidak diterima sebagai standar. Perbandingan yang paling umum digunakan sistem penilaian POP (Gambar 4) mengungkapkan perbedaan penting. Menggunakan garis referensi pada selaput dara versus introitus

tahap II dan III POP yang tumpang tindih di sistem yang berbeda, dan stadium II sering dipilih sebagai indikasi untuk operasi POP dan POP berulang. POPQ mengukur posisi dan ukuran titik-titik tertentu pada permukaan vagina dan perineum, yang hanya sebagian menjelaskan topografi vagina. Letak spesifik defek, defek lateralis dibandingkan defek sentral dan fungsi otot dasar panggul, semua dianggap penting untuk pengobatan dan prognosis, tidak termasuk dalam POPQ dan harus dijelaskan secara terpisah. Prolaps dinding vagina anterior dapat dibagi menjadi (1) defek fascia sentral, biasanya digambarkan tanpa ruge vagina, dan tidak berkurang dengan mengangkat forniks vagina lateral dengan forceps cincin, dan (2) cacat lateral atau paravaginal, yang dapat dikurangi dengan mengganti penyokong lateral dengan forceps cincin, dan dinding vagina memiliki rugae. Prevalensi cacat lateral bervariasi dari 38% sampai 75%. Penelitian terbaru memiliki mempertanyakan divisi ini sebagai dasar untuk pemilihan jenis operasi, karena reproduktifitas dan korelasi dengan anatomi bedahnya rendah. Penilaian klinis termasuk pengurangan prolaps dengan forceps cincin dan deskripsi ruge

di dinding vagina. Ruge terdapat pada 25% dari defek sentral dan hilang di 50% dari defek lateralis.

Gambar 4. Sistem Grading yang sering digunakan.

Daftar Pustaka
1. Mouritsen, Lone. 2006, Classification and evaluation of prolapse, Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology, Vol. 19, No. 6, pp. 895911, 2005

Anda mungkin juga menyukai