Anda di halaman 1dari 4

Cahaya Rembulan

Mata itu masih merem melek. Kepalanya pening. Inging bangun namun rasa itu masih bergelyut dalam dirinya. bissmillahirohmanirohimm, alhamdulilahiladzi nusurr.. doa gadis itu dalam hati. ahyana badama amatana wailaihi

Namun masih saja ia tak ingin bangkit dari kasurnya. Jam menunjukkan pukul 04.30 waktu setempat. Terdengar sayup sayup suara adzan dari musolah diluar sana. Malasnya ia tepis, segera ia bangkit dan menjalankan kewajibannya kali ini. Seusai sholat subuh, gadis itu naik ke kasurnya lagi. Matanya menerawang, melihat seisi kamarnya yang kini penuh dengan kardus. Semua itu kini telah berpusat pada kardus mie instan di pojok kamar. Kepanya pening lagi, ia memilih untuk rebahan saja. Tangannya meraih tedy bear mungil di sebelah bantal. Ia menatapnya lekat penuh makna. Perlahan butiran airmata itu mengalir. Ia menangis. Matanya terpejam. Ia tak ingim lebih pening lebih dari ini. Ini sudah sangat lebih dari cukup baginya. Dilaini sisi, Tangannya semakin kuat memeluk tedy bear itu. **** Bulaaaannnnn, sudah bangun naak??, Terdengar suara dari luar. Bulan terbangun kaget. Rupanya ia ketiduran seusai sholat subuh tadi. Segera saja, sudaaaahhh Bundaaa, ini mau mandi. Kalau sudah nanti Bulan segera turun. Kata Bulan cepat. baiklah, Bunda tunggu yaaa... jawab Bunda dibalik pintu. Pantas saja, sekarang sudah pukul 06.30. bunda sudah membangunkannya. Biasanya ia tak pernah bangun sesiang ini, ini pasti gara gara ketiduran tadi. Arrg.. segera saja ia bangun dan menyambar handuk, dan sesegera mungkin ia segera turun menyusul bunda. Karena Bulan tak ingin mengecewakan Bundanya itu. **** ini ditaruh mana, Bun? tanya Bulan kepada Bunda. taruh di teras saja, sayang. Biar nanti diangkat sama Pak Udin. Bulan melangkah ke teras. perlu bantuan, Bun? tanya Bulan ketika memasuki ruang tamu. enggak perlu, sudah semua kok. Terima kasih yaaa? Barang barangmu, sudah semua?

Bulan mengangguk cepat. baguslahh. Ingat pesawatnya take off mengingatkan. jam 4, lhoo ya? Jangan lupa kata Bunda

sip Bunda! Bulan ingat kok, tenang saja kata Bulan sambil tersenyum Bunda ikut tersenyum. Bulan ke kamar dulu yaa, Bun. Takut ada yang ketinggalan. Pamit Bulan. okee! Bulan berjalan ke kamarnya. Seraya kaki nya melangkah semakin berkecamuk hatinya berkecamuk. Gundah. Orang bilang sekarang galau. Pikirannya kacau. Di kamar, Bulan meraih ponselnya. Tak ada satu pun pesan atau telepon. Nafas itu terhela panjang. Bulan melihat keluar jendela. Mendung. Kembali ia meraih kardus mie instan di pojok kamarnya itu. Mengambil tedy bearnya dan memasukkan ke dalam kardus. Sekali lagi ia melirik ponselnya. Nihil. Nafasnya semakin berat. Jam tangannya menunjukkan pukul 11.00. Suara gemuruh diatas langit sana memberinya sebuah pertanda. Bulan meraih jaket dan tas kecil. Ponselnya ia masukkan ke dalam. Dengan sedikit nberlari, ia menuruni tangga keluar kamar. Bunda yang mengetahui itu, terkaget kaget. eehhh, Bulan mau kemana? tanya Bunda heran. sebentar Bunda. Keburu hujan, takut enggak kesampeian. Nanti Bulan sms Bunda. Oke? Bulan pergi dulu, Asssalamualaikum. Katanya sambil mengecup pipi Bunda dan berlalu. hati hati yaaa, ingat jam 4 sore! kata Bunda sedikit cemas. sipp ! Bulan pergi, assalamuaalaikum walaykum salam warohmatulloh.. jawab Bunda Pasrah. Dari jendela dapur, Bunda bisa melihat dari kejauhan yang nampak sedikit berlari. Bunda sedikit khawatir, tapi cepat cepat ia tepis. Karena ia yakin, anak semata wayangnya itu akan selalau baik baik saja. **** Ddrrrrrt... dddrrrtt.. ddrrrttt... drrrrtttt... Ponsel itu bergetar beberapa kali. Suara radio diseberang dipan kasur itu ternyata telah merendam suara ponsel hingga tak terdengar oleh si pemiliknya. Mengalunkan beberapa lagu yang direquest oleh para pendengarnya. Ternyata si pemilik kamar meringkuk diatas kasur. Jendela kamar itu bergoyang tertiup angin menimbulkan suara yang khas. Gemuruh di langit ppun ternyata tak juga membangunkan si pemilik kamar. ****

Bulan masih berlari. Melewati jalan jalan tikus, melompati kubangan bekas air hujan semalam. Sesekali kepalanya mendongak ke langit. Berdoa agar usahanya kali ini tak sia sia. Karena ini yang terakhir. Entah kapan akan dimulainya lagi. Perlahan jilbabnya mulai basah oleh keringat. Ujung roknya pun mulai kotor akibat melompati kubangan air. Tapi ia tak peduli, hingga ia lupa bahwa itu rok kesayangannya. Nafasnya mulai berat. Ia berhenti sebentar di sebuah tikungan. Memperhatikan sekeliling, mungkin ada yang bisa menolongnya kali ini. Ternyata dewi fortuna masih tidak ingin berpihak padanya. Tak ada jalan lain, Bulan berlari lagi. Kaki bulan terhenti, tepat didepan sebuah rumah besar bercat hijau tua. Namapak dari luar rumah itu tak berpenghuni. Nafasnya yang tak teratur itu ia teraturkan. Matanya mencari sesuatu didalam sana. Perlahan butir butir air dari langin mulai berjatuhan. Namun Bulan juga tak kunjung melangkah. Hatinya mengharapkan sesuatu namun tak pernah bisa ia dapatkan untuk saat ini. Butiran air itu semakin rapat, menyadarkannya untuk segera. Ya.. segera, apapun yang terjadi. Perlahan kakinya melangkah. Memasuki halam rumah itu. Bulan mengangkat kakinya perlahan karena ia tak ingin menimbulkan bunyi apapun dari kedatangannya itu. Bulan berjalan ke arah sebuah pohon mangga, ia menaruh kotaknya dibawah sana. Kengan itu terlintas, dimana ia pernah berteduh dibawah sana bersama seseorang yang kini telah membuat hatinya gundah. Lebih dari sekedar gundah. Kacau. Ya.. kacau!. Matanya melirik sesekali ke rumah itu, berharap ada seseorang yang muncul dibalik pintu. Mungkin itu hanya harapanya saja. Gerimis yang sedari tadi kini semakin deras. Mau tak mau, Bulan harus pergi. Mengingat pesawatnya take off jam 4 dan Bunda juga menunggunya di rumah. Airmata itu ia seka. Ia mencoba untuk tidak menangis. Bulan melangkah ke luar halaman. Sesekali ia menoleh ke belakang. Hatinya berharap, semoga ini bukan yang terakhir. Sebuah angkutan telah berhenti tepat didepanya. Bulan naik dan memilh untuk duduk di pojok agar ia bisa melihat rumah itu untuk yang terakhir. **** Djjjjeeellleeeeeegaaaaarrrr.... Suara petir itu yang membangunkan si pemilik kamar. Ia bangun seketika, mulutnya komat kamit mengucap istighfar berkali kali. Suara radio itu kini terdengar gemerisik, akibat hujan di luar sana. Cowok pemilik kar itu bangkit, menutup jendela kamarnya yang sedari tadi membuat suara hujan terdengar hingga radionya menjadi gemerisik. Kini samar sama radio masih bisa terdengar. Sebuah lagu dari almarhum Chrisye. Cowok itu kembali lagi ke atas kasur, ingin hati melanjutkan hibernasinya. Dicobanya merem berkali kali. Namun hasilnya nihil. Ia tak bisa. Matanya menerawang ke langit kamar. tangannya mencoba meraih ponsel yang ada di dakat radio itu. 2 missed call, ia lihat dua nama yang sama. Bulan. 1 new message received. Masih dengan nama yang sama. Bulan.

Entah kenapa setiap mendengar melihat nama Bulan, hatinya gemetar. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Perlahan ia baca pesan dari Bulan. Ada pesan untuk Bintang disana, tempat pertama kali Bulan dan Bintang dipertemukan olehNya. Kuharap ini bukan yang terakhir, tapi awal untuk semuanya. Jaga dirimu baik-baik. :) Regards, Bulan Tak peduli hujan, Bintang bangkit. Keluar rumah. Matanya mencari sesuatu dari petunjuk pesan Bulan yang dikirim kepadanya. Ketemu. Ia berlari menerjang hujan, tak peduli basah kuyup. Ia mengambil kardus dibawah pohon mangga yang Bulan letakkan tadi. Bintang masuk kamrnya. Tak ia pedulikan badanya basah kuyup. Ia terburu ingin segera tahu isi kotak itu. Perlahan ia buka, ternyata gendut. Gendut, tedy bear yang pernah ia berikan pada Bulan. Bintang mengeluarkan semua isi dari dalam kardus. Isinya semua barang yang pernah ia berikan pada Bulan. nafasnya berat. Bintang tak tahu apa yang telah terjadi. Ia menemukan sebuah kertas lipat berwarna kuning. Ia tak pernah menyerahkan itu pada Bulan. ia mengambil kertas itu, di dalamnya tertulis Dengan ataupun tanpa Bulan, pastikan Bintang akan selalu bersinar. Maaf, Bulan enggak sempet pamit sama Bintang. Pesawatnya take off jam 4 hari ini, susul ya kalo sempat. :) Cahaya Rembulan. Surat itu berakhir bersamaan lagu dari radio, ...karenaaa kuyakiiiinn kau hanyaa untukkuuu..... Bintang melirik jam dindingnya, setengah 4. Sudah tak mungkin lagi. Perlahan butiran airmatanya jatuh. Ya, Bintang mengis. Menangis dalam dingin tak bersuara. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan lagi. Hatinya kini penuh penyesalan. Tangannya meraih gendut, tedy bear itu. Teringat pertemuannya dengan bulan kemarin sore. ****

Anda mungkin juga menyukai