Anda di halaman 1dari 18

1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
PLTU berbahan bakar batubara sebagai salah pembangkit listrik mempunyai dua
reputasi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi PLTU batubara mempunyai reputasi
baik, dapat memproduksi energi listrik dengan biaya murah bila dibandingkan dengan
sistem pembangkit listrik lainnya. Dan di sisi lain PLTU batubara mempunyai reputasi
yang buruk karena pada emisi flue gas terdapat gas polutan CO
2
, SO
x
, dan NO
x
yang
tidak hanya berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan, namun juga
mengindikasikan terdapat kehilangan sejumlah massa dan energi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana optimalisasi penghematan massa dan recovery CO
2
yang tepat?
1.3 Tujuan Penulisan
- Mengetahuidampak negatif emisi flue gas
- Mengetahui solusi yang tepat untuk penghematan massa dan recovery CO
2


1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis membaginya dalam empat bab
yang terdiri dari beberapa sub bab. Hal ini dimaksudkan agar para pembaca dapat lebih
mudah menangkap dan mempelajari apa yang akan disampaikan oleh penulis.
BAB I PENDAHULUAN, menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan penyusunan,
sistematika penulisan dan cara memperoleh data.
BAB II LANDASAN TEORI, memaparkan mengenai emisi flue gas dari PLTU Bukit
Asam.
BAB III PEMBAHSAN, memaparkan mengenai metode integrasi proses yang
diharapkan dapat memanfaatkan panas dan meminimasi jumlah material dari flue gas
2

agar tidak berdampak terhadap lingkungan sekitar baik lokal maupun global serta
mengurangi pemakaian bahan baku.
BAB IV KESIMPULAN, berisi kesimpulan dan saran berdasarkan teori yang ada.

1.5 Cara Memperoleh Data
Penulis memperoleh data dari internet dan berbagai buku pelajaran.













3

II
LANDASAN TEORI

Propinsi Sumatera Selatan dengan luas 93,083 km
2
yang terdiri dari dataran tinggi,
rendah dan rawah-rawah, sumber daya alam sumatera selatan yang subur dan terdapat
bebarapa sumber energi yang berupa minyak bumi, gas dan batubara. dengan adanya
ketersediaan sumber energi tersebut, maka sumatera selatan dapat dijadikan lumbung
energi nasional, untuk menunjang sumatera selatan menjadi lumbung energi diperlukan
data pendunkung mengenai ketersediaan dan cadangan batubara sebesar 40,68 % dari
cadangan batubara nasional, belum termasuk sumber energi dari minyak bumi dan gas,
karena minyak bumi dan gas tidak dibahas pada penelitian ini dikarenakan PLTU yang
menjadi objek penelitian adalah PLTU berbahan kabar batubara berlokasi di Bukit
Asam Tanjung Enim Sumatera Selatan. Jadi ketersedian sumber energi yang berupa
batubara terdapat di Sumatera Selatan seperti yang ditunjukkan pada table 2.1 berikut
ini.
Tabel2.1 Cadangan Batubara Indonesia (juta ton)








Sumber:direktorat batubara (2001)

Cadangan Batubara Indonesia (Juta ton)
Lokasi Tertambang Terukur Terindikasi
Aceh 64.14 1,763.35 1,827.49 4.81%
Riau 15.15 284.90 1,135.30 1,435.35 3.78%
Jambi 222.17 566.48 788.65 2.07%
Sumatera Barat 142.20 158.02 673.70 973.92 2.56%
Bengkulu 19.02 68.98 96.43 184.43 0.49%
Sumatera Selatan 2,684.30 4,015.62 8,768.40 15,468.32 40.68%
Sumatera 2,860.67 4,813.83 13,003.66 20,678.16 54.39%
Kalimantan Selatan 456.22 2,353.84 3,915.03 6,725.09 17.69%
Kalimantan Timur 2,280.23 3,951.18 3,615.36 9,846.77 25.90%
Kalimantan Tengah 21.05 113.57 289.20 423.82 1.11%
Kalimantan Barat 1.56 185.12 186.68 0.49%
Kalimantan 2,757.50 6,420.15 8,004.71 17,182.36 45.19%
Jawa 12.70 4.86 17.56 0.05% 0.05%
Sulawesi Selatan 21.20 96.13 117.33 0.31% 0.31%
Irian Jaya 25.53 25.53 0.07% 0.07%
Total 5,618.17 11,267.88 21,134.89 38,020.94 100.00%
100.00%
Sumber: Direktorat Batubara (2001)
45.19%
Total, Juta ton
54.39%
4

Adanya ketersedian sumber energi dan diperlukan teknologi yang dapat mengkonversi
sumber energi menjadi energi yang bermanfaat bagi masyarakat, merupakan salah satu
faktor pemacu pertumbuhan perekonomian dunia. Dalam hal ini dapat menimbulkan
efek pada sektor industri, transportasi, dan rumah tangga, dapat mengakibatkan
peningkatan kebutuhan energi meningkat, di antaranya adalah energi listrik. Untuk
memenuhi kebutuhan energi listrik tersebut harus diimbangi dengan peningkatan
kapasitas pembangkit listrik, seperti PLTG, PLTU, dan PLTD. Ketiga pembangkit
listrik ini berbahan bakar fosil sehingga dari pembakaran bahan bakar akan
menghasilkan flue gas. Dari ketiga pembangkit listrik tersebut, PLTU yang berbahan
bakar batubara paling berpotensi menghasilkan flue gas terbanyak karena
penggunaannya yang dominan baik di Indonesia maupun di dunia. Pada flue gas
terdapat dua hal yang dapat kita identifikasi yaitu berkaitan dengan material dan energi.
Material berupa kandungan gas polutan pada flue gas yaitu SO
x
, CO
2
, dan NO
x
. Polutan
terbanyak pada flue gas adalah CO
2
. Energi berupa panas yang ikut terbuang bersama
emisi flue gas.
Dengan adanya peningkatan kapasitas pembangkit listrik untuk dapat memenuhi
kebutuhan akan energi listrik tersebut, akan dapat peningkatkan laju pertumbuhan
perekonomian dan akan mengakibatkan peningkatan emisi flue gas dari pembangkit
listrik tesebut, emisi flue gas dapat diidentifikasi dalam dua hal yaitu massa dan energi,
massa flue gas berupa gas polutan seperti NOx, SOx dan CO2, gas polutan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Dampak negatif
terhadap kesehatan berupa radang pada saluran pernapasan dan terhadap lingkungan
dapat merurak ekosistem serta pemanasan global. Emisi flue gas PLTU tersebut yang
berupa gas polutan, dapat mempengaruhi kesehatan berupa saluran pernapasan dan
lingkungan berupa pemanasan global, sebagai akibat dari emisi polutan dan produk
sampingan yang berupa limbah dari aktivitas penggunaan teknologi yang mengkonversi
sumber daya alam menjadi energi. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia
maka kebutuhan energi listrik akan meningkat dan akan mengakibatkan peningkatan
jumlah emisi dan limbah yang dihasilkan oleh pembangkit listrik.
Salah satu teknologi konversi energi adalah pembangkit tenaga listrik. Pembangkit
listrik yang beroperasi di Indonesia maupun di dunia umumnya menggunakan bahan
5

bakar sumber daya fossil, seperti PLTD, PLTU, dan PLTG. Hasil pembakaran dari
ketiga pembangkit listrik ini berupa flue gas. dari ketiga pembangkit listrik tersebut,
PLTU yang berbahan bakar batubara paling berpotensi menghasilkan flue gas terbanyak
karena penggunaannya yang dominan baik di Indonesia maupun di dunia. Pada flue gas
terdapat dua hal yang dapat diidentifikasi yaitu berkaitan dengan material dan energi.
Material berupa kandungan gas polutan pada flue gas yaitu SO
x
, CO
2
, dan NO
x
. Energi
berupa panas yang ikut terbuang bersama emisi flue gas.
Saat ini, emisi flue gas dari PLTU Bukit Asam dibuang ke udara melalui
cerobong pada temperatur tertentu. Dan Pada PLTU Bukit Asam, gas hasil pembakaran
dibuang pada kisaran temperatur 155
o
C. Hal ini menunjukan terdapat sejumlah panas
yang ikut terbuang bersama emisi flue gas, yang berarti kehilangan energi. Selain itu
pada flue gas yang akan dibuang terdapat beberapa komponen polutan dengan
komposisi tertentu, komponen polutan dengan komposisi terbanyak adalah
karbondioksida (CO
2
). Hal ini akan menimbulkan dampak negatif pada kesehatan
maupun lingkungan. Namun di sisi lain, justru merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan kembali ke proses sehingga pemakaian batubara dapat dikurangi. Untuk
itu diperlukan suatu teknologi desain proses yang mengkombinasikan proses lama dan
baru sehingga didapat desain proses baru yang terintegrasi disebut integrasi proses yang
terbagi menjadi integrasi massa dan integrasi panas.Integrasi proses meliputi Mass
Exchange Network (MEN) dan Heat Exchange Network (HEN).
Penelitian yang ada berupaya mengoptimalkan pemanfaatan panas ataupun
memisahkan gas polutan dari flue gas namun belum melakukan pemanfaatan kembali
komponen polutan yang masih berpotensi tersebut. Untuk itu dapat dirumuskan suatu
permasalahan bagaimana memanfaatkan panas dan meminimasi jumlah material dari
flue gas agar tidak berdampak terhadap lingkungan sekitar PLTU tersebut serta
pemakaian bahan baku terutama batubara.
Diharapkan manfaat dari penelitian ini dapat dilakukan untuk penghematan
material dan energi pada PLTU serta menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dalam
pengembangan integrasi proses pada PLTU di masa yang akan datang.

6

III
PEMBAHASAN

Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Pada keadaan
STP, rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m, kira kira 1,5 kali lebih berat
dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap yang
berbentuk linear. Ia tidak bersifat dipol. Senyawa ini tidak begitu reaktif dan tidak
mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran logam seperti magnesium. Dampak
yang di timbulkan oleh CO
2
terhadap pemanasan global cukup besar yaitu sebesar 50%
nya, sehingga jika tidak di lakukan pengolahan pada hasil pembakaran dari bahan bakar
batubara maka akan berkibat buruk terhadap lingkungan. Dalam penelitian penerapan
produksi bersih ini, dilakukan pengolahan bahan terhadap flue gas berupa CO
2
yang
dimanfaatkan untuk menjaga kestabilan panas dalam boiler pada saat proses
pembakaran dan pemanasan berlangsung.
Prinsip kerja penghilang gas adalah proses absorpsi gas alam dengan absorbent
yang sesuai di kolom absorpsi CO
2
. Absorbent yang digunakan harus memenuhi
persyaratan berikut ini :
a. Mudah diregeneraasi
b. Murah
c. Nilai tekanan uap rendah
d. Tidak korosif dan beracun
Aliran gas dari bawah masuk kedalam kolom absorpsi CO
2,
sementara larutan
absorbent dialirkan dari atas. Dalam kolom absorpsi ini akan terjadi perpindahan masa
gas yang bersifat asam seperti CO
2
ke fasa cair di absorbent, sehingga aliran gas keluar
terbebas dari gas pengotor. Target pengurangan kandungan gas CO
2
adalah sampai
konsentrasi CO
2
di aliran gas maksimum sebesar 50 ppm. Absorbent yang sering
digunakan adalah jenis amin seperti MEA (monoethanol amine), DEA (diethanol
amine), MDEA (methyl diethanol amine). Adapun karakteristik dari beberapa absorbent
tersebut yaitu :
7

a. MEA
- Murah.
- Mudah bereaksi dengan CO
2
dan H
2
S.
- BM rendah sehingga laju sirkulasi kecil dan biaya sedikit untuk ratio beban
sama.
- Pada konsentrasi tinggi bersifat korosif, sehingga biasa dipakai konsentrasi
15-18% w.
- Tidak bereaksi dengan markaptan.
- Tekanan uap tinggi sehingga mempertinggi losses, sehingga diperlukan
make up MEA dalam aliran untuk mengurangi terjadinya losses.
- Berikut adalah reaksi yg terjadi di CO
2
absorber menggunakan MEA :
2 (RHN2) + CO2 ---------> RNHCOONH3R (favorable at low temp and high
pressure)
Stripping at high temperature:
RNHCOONH3R -----------> 2 (RHN2) + CO2 (favorable at high temp and
low pressure)

b. DEA
- Digunakan pada rentang konsentrasi 30-40% w.
- Kehilangan karena penguapan relatif rendah.
- Kalor yang diperlukan untuk proses regenerasi cukup rendah.
- Berikut adalah reaksi yg terjadi di CO
2
absorber menggunakan DEA :
2R2NH + CO2 -------> R2NCOONH2R2 (favorable at low temp and high
pressure)
Stripping at high temperature:
R2NCOONH2R2 --------> 2R2NH + CO2 (favorable at high temp and low
pressure)

c. MDEA
- Biasa digunakan untuk konsentrasi tinggi (kurang dari 50%w).
- Tekanan uap rendah sehingga losses bisa berkurang.
Berikut adalah reaksi yg terjadi di CO
2
absorber menggunakan MDEA :
8

1. Di Absorber
CO2 + (C2H4OH)2NCH3 + H2O ---> (C2H4OH)2NCH4HCO3 (rich
MDEA)
H2S + (C2H4OH)2NCH3 ---> (C2H4OH)2NCH4HS (rich MDEA)
2. Di Regenerator
(C2H4OH)2NCH4HCO3 + panas ---> CO2 + H2O + (C2H4OH)NCH3
(lean MDEA)
(C2H4OH)2NCH4HS + panas ---> H2S + (C2H4OH)2NCH3 (lean
MDEA)

Dalam proses absorpsi yang diterapkan untuk melakukan recovery terhadap CO
2

yaitu dengan menggunakan absorben MEA. Pemilihan tersebut berdasarkan
pertimbangan dari nilai ekonomisnya yang murah dan efisiensi yang cukup tinggi.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini yaitu menganalisis
sistem massa dan panas pada PLTU Bukit Asam Tanjung Enim Sumatera Selatan
dengan integrasi proses untuk mengurangi kehilangan energi dan pemanfaatan material
yang berbahaya, maka kami mencoba menuangkannya dalam suatu konsep desain
penelitian dengan menggunakan teknologi pinch point. Dengan menggabungkan mass
exchange network (MEN) dan heat exchane network (HEN) ke dalam system integrasi
proses.
Konfigurasi proses yang akan dianalisa dan dievaluasi pada penelitian ini adalah
sistem pembangkit steam atau boiler. Boiler merupakan sistem proses yang terdiri dari
sejumlah peralatan utama meliputi combustin equipment (pulverizer dan burner),
furnace, steamdrum, superheater, economizer, dan air heater. Pada saatini boiler di
PLTU Bukit Asam menggunakan bahan bakar batubara sebanyak 34,078 ton/ jam
dengan analisa ultmate dapat ditentukan komponen batubara dengan komposisi 58,35%
wtcarbon, 3,12% wthydrogen, 0,49% wtsulfur, 0,56% wtnitrogen, 7,75% wtoksigen,
22,65% wtmoisture, dan 7,08% wtkandunganabu. Air umpan yang digunakansebanyak
257,4 ton/ jam dan udarapembakaran 355,93 ton/jam. SedangkanSteam yang
dihasilkanadalahsuperheatedsteam pada suhu 510
o
C, tekanan 87,2 bar, lajualir 252,376
9

ton/ jam, dan enthalpi 3.416,01 kJ/ kg. Panas yang hilang yang terbuang bersama flue
gas sebesar 52,02 x 10
6
kJ/jam.
Berdasarkan studi awal yang telah dilakukan bahwa emisi flue gas PLTU batubara
sangat berpotensial mencemari lingkungan, di antaranya karbondioksida sebesar 72,87
ton/jam. Namun panas yang terkandung pada flue gas masih memilliki kemungkinan
untuk dimanfaatkan kembali dan melalui interception pada komponen polutan yang
berbasiskan perpindahan massa, dapat direcycle ke sistem bahan bakar. Dengan
demikian dapat dilakukan penghematan bahan bakar, untuk itulah digunakan suatu
teknologi yang disebut dengan teknologi pinch yang menggunakan analisis integrasi
proses.
Mass Exchange Network merupakan jaringan perpindahan massa. Pada penelitian
ini, rich stream berupa flue gas dan MSA yang digunakan ialah MEA
(monoethanolamine) sebagai solvent. Sementara, pada Heat xchange Network aliran
panas antara hot stream (flue gas) dan cold stream (air umpan atau udara) untuk
mengurangi beban panas pada alat penukar panas.
Pada tahapan analisis integrasi massa dengan tool MEN diperlukan informasi data
berupa flowrate dan komposisi rich dan lean stream. Lalu dari informasi data dapat
dibuat diagram path untuk menggambarkan aliran polutan pada proses. Tahap
selanjutnya dibuat kurva rich dan lean stream sehingga dapat dibuat diagram pinch
untuk mendapatkan rich stream yang dapat diremove dan direcycle. Lalu komponen gas
NOx, SOx yang diremove, komponen gas CO
2
yang akan direcycle ke proses, dan
tahap terakhir dapat dilakukan perhitungan pengurangan konsumsi bahan baku berupa
bahan bakar batubara. Dan akan dihitung neraca massa baru.





10













Konsep Desain Penelitian
Selanjutnya, secara simultan dilakukan desain heat exchange network.
Diawalidenganidentifikasiprosesaliran panas dan dingin, sertapengumpulan data
temperatur dan enthalpy. Dengan memvariasikan AT min, dibuat diagram cascade untuk
mengetahui jumlah energi pada interval temperatur. AT min diperlukan untuk
mendapatkan luas heat transfer minimum pada peralatan, dalam hal ini diperlukan AT
min yang terkecil karena berhubungan dengan peralatan yang akan digunakan. Tahap
berikutnya ialah pembuatan kurva composite dan grand composite untuk mengetahui
kebutuhan utilitas, yaitu hot atau cold utility. Dengan matching aliran diperoleh suatu
skema jaringan alat penukar panas yang baru.

IDENTIFIKASI PROSES SAAT INI
(EXISTING DESIGN)
MASS INTEGRATION
- Existing Flowsheet
- Neraca Massa dan Panas
- Ti ti k Pol utan dan Heat Loss
HEAT INTEGRATION
RANCANGAN FLOWSHEET BARU
- Mass Exchange Network
(Intersepsi & Recycl e)
- Menghi tung Pengurangan
Konsumsi Bahan Baku
- Neraca Massa dan Panas
- Heat Exchange Network
- Skema Jari ngan Al at
Penukar Panas Baru
11

BOILER
FURNACE
ESP
STACK
T = 155,07
o
C
T = 310,90
o
C
T = 206,85
o
C
T = 285
o
C
T = 33
o
C
T = 300
o
C
T = 510
o
C
T =980,82
o
C
T = 33
o
C
T =617,84
o
C
T = 320,07
o
C
T = 155,07
o
C

Gambar 3.1Skema Jaringan
Alat Penukar Panas Existing Design

3. 1 INTEGRASI MASSA DAN PANAS PADA BOILER PLTU
3.1.1Mass Exchange Network
Pada flue gas yang akan dibuang ke udara melalui stack, terdapat beberapa gas
polutan yang masih terdapat sejumlah massa dan panas. Hal ini mengindikasikan tidak
hanya terjadi kehilangan sejumlah material dan energi, tetapi juga dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan baiklokal maupun global. Gas polutan tersebut
12

|
1
|
2
|
3
y
1
y
2
y
3
y
L
o
a
d
,
k
g

p
o
l
u
t
a
n
/
s
Composition, kg polutan/kg gaseous carrier
0.00
4.00
8.00
12.00
16.00
20.00
0.04 0.08 0.12 0.16 0.20 0.24 0.28 0.32 0.36 0.40 0.44 0.48
M
a
s
s

e
x
c
h
a
n
g
e
d
K
g
/
s
Fraksi massa
0.00 0.45
0.45
18.22
Pinch
R
1
S
1
0.045
adalah CO
2
, NO
x
dan SO
x
, dengan komposisi terbanyak adalah CO
2
. Gambaran global
komposisi gas polutan yang terdapat pada flue gas diwakili oleh diagram path pada
gambar 3.2. Simbol |
1
, |
2
, |
3
untukNO
x
, SO
x
, dan CO
2
. Pada penelitian ini,
diagrampath dalam fase gas karena limbah yang adahanya fase gas.






Gambar 3.2DiagramPath
Selanjutnya dibuat diagram pinch yang diawali dengan kurvarich dan lean stream.
Proses pemisahan CO
2
dari flue gas menggunakan amine process dengan solvent
monoethanolamine (MEA). Dengan demikian rich stream (R
1
) adalah CO
2
dan lean
stream (S
1
) adalah MEA. Pada proses ini hanya terdapat MSA eksternal (MEA)
sehingga diperoleh diagram pinch seperti pada gambar 3.3.







Gambar 3.3 Diagram Pinch
13

Mass
Exchanger
Network
CO
2
in CO
2
out
MEA in
MEA out
Recycle to process
Pinch didapat pada titik 0.045 dan 0.0. Dari grafik tampak bahwa pertukaran massa
antara rich stream dan lean stream terjadi di atas titik pinch dengan massa yang
diremove sebanyak 18,22 kg/s atau 65.579,04 kg/jam. Sementara dapat dihitung MSA
yang dibutuhkan sebanyak 40,196 kg/s. Konfigurasi mass exchanger network untuk
memisahkan CO
2
ditunjukkan pada gambar 3.4.





Gambar 3.4 Konfigurasi Mass Exchanger Network pada Pemisahan Karbondioksida

Selanjutnya karbondioksida (CO
2
) direcycle ke proses yaitu ke aliran udara
pembakaran dan masuk ke boiler furnace. Karbondioksida dapat mengurangi pemakaian
bahan bakar batubara mengikuti konsep laju reaksi. Pada saat reaksi kimia berlangsung,
jumlah zat pereaksi akan semakin berkurang sedangkan jumlah produk bertambah.
Apabila konsentrasi salah satu komponen diperbesar maka reaksi sistem adalah
mengurangi komponen tersebut. Penambahan CO
2
di furnace mengakibatkan terjadi
reaksi yang mengurangi komponen zat pereaksi. Dengan demikian akan terjadi
pengurangan konsumsi bahan baku batubara dan udara serta emisi flue gas yang
dibuang ke stack seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2. Di atas, sifat karbondioksida
yang menahan panas akan menjaga panas reaksi pada boiler furnace tetap stabil.
Tabel 3.1 Pengurangan Konsumsi Bahan Baku dan Emisi Flue Gas
Satuan ton/jam Existing Design Design dengan Integrasi Proses
Batubara 34,078 16,182
Udara 355,93 82,29
Emisi Flue Gas 387,60 95,21

14

Setelah didapat pengurangan konsumsi bahan bakar batubara, dilanjutkan dengan
melakukan desain heat exchange network secara analisa pinch sehingga beban panas
pada alat penukar panas dapat dikurangi, maka peralatan dapat bekerja dengan optimal.

3.2 Heat Exchange Network
Pada skema awal dari proses (gambar 3.1), tampak bahwa komponen boiler
merupakan alat-alat penukar panas. Identifikasi awal diperlukan untuk mengetahui titik-
titik kemungkinan panas yang dapat diintegrasi dengan tujuan untuk mengurangi beban
panas. Karbondioksida direcycle ke aliran udara pembakaran sehingga alat penukar
panas yang diidentifikasi adalah ekonomizer dan air heater. Hot stream meliputi aliran
flue gas input economizer dan air heater sedangkan aliran dingin meliputi air umpan,
udara, dan CO
2
recycle. Identifikasialiran dan data seperti pada tabel3.1.
Tabel3.2 Data Aliran Panas dan Dingin
Kondisi
aliran
F.Cp
(kW/oC)
Tin (oC)
Tout
(oC)
AO (kO)
Hot 43,85 617,84 320,07 -13.057,81
Hot 43,85 320,07 155,07 -7.235,48
Cold 22,94 33 310,9 6.374,09
Cold 139,52 206,85 285 10.903,65
Cold 15,65 40 310,9 4.238,45

Dari identifikasi tersebut dapat dibuat suatu tinjauan analisa pinch sebagai solusi
terhadap permasalahan. Sebagai langkah awal dalam analisa pinch ini adalah kurva
composite dan grand composite dimana dapat diketahui kebutuhan dari utilitas panas
dan utilitas dingin pada jaringan alat penukar panas. Kurva grand composite pada
gambar 4.6 untuk AT min = 5, 10, 15, 20, 25, dan 30
o
C.
Dari kurva grand composite pada gambar 3.5 terlihat bahwa hanya terdapat
supply hot utilitas sebesar 4,4 x 10
6
kJ/jam dan sama pada masing-masing AT min,
sehingga untuk membuat jaringan yang baru dianalisa pada AT min = 5
o
C. Gambar 3.6
mewakili gambaran supply dari utilitas panas dan dingin.
15


Gambar 3.5 Kurva Grand Composite untuk AT min = 5, 10, 15, 20, 25, 30
o
C


Gambar 3.6 Supply dari Utilitas Panas dan Dingin untuk masing-masing AT min

3.3 Modifikasi Proses
Dari analisa pinch yang dilakukan pada AT min = 5
o
C, didapatkan suatu
modifikasi proses yang sudah ada (gambar 3.1) sehingga didapatkan suatu skema
jaringan alat penukar panas yang baru seperti pada gambar 3.7. Pemilihan AT min
diperlukan untuk mendapatkan luas heat transfer yang minimum sehingga diperoleh
0
100
200
300
400
500
600
700
0.0E+00 1.0E+07 2.0E+07 3.0E+07 4.0E+07 5.0E+07 6.0E+07
H kumulatif (kJ/jam)
T
e
m
p
e
r
a
t
u
r

(
C
)
dT = 5 dT =10 dT = 15 dT = 20 dT = 25 dT = 30
0.0E+00
5.0E+05
1.0E+06
1.5E+06
2.0E+06
2.5E+06
3.0E+06
3.5E+06
4.0E+06
4.5E+06
5.0E+06
0 5 10 15 20 25 30 35
dT min (C)
H

U
t
i
l
i
t
y

(
k
J
/
j
a
m
)
Hot Utility Cold Utility
16

harga alat/operating cost yang rendah. Pada jaringan alat penukar panas yang telah
dimodifikasi tampak bahwa terjadi pembagian panas dengan menambah sejumlah heat
exchanger yang lebih kecil antara economizer dan air heater sehingga beban panas pada
alat penukar panas existing design dapat berkurang. Dari perhitungan neraca panas yang
baru, diperoleh panas emisi flue gas (heat loss) berkurang menjadi 1,4 x 10
6
kJ/jam.
BOILER
FURNACE
ESP
STACK
T = 155,07
o
C
T = 310,90
o
C
T = 206,85
o
C T = 285
o
C
T = 33
o
C
T = 300
o
C
T = 510
o
C
T =980,82
o
C
T = 33
o
C
T =617,84
o
C
T = 369,20
o
C
SOx - Nox
Removal
CO
2
H
T = 40
o
C
T = 40
o
C
T = 320,07
o
C
T = 223,42
o
C
Superheater
Economizer
Heat exchanger
Heat exchanger
Air Heat
T = 163,67
o
C
T = 257,58
o
C
T = 310,90
o
C
CO
2
CO
2

Gambar 3.7 Skema Jaringan
Alat Penukar Panas yang Baru

17

IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan teori dan analisa integrasi proses yang mencakup integrasi massa
dan panas, dapat disimpulkan sebagai berkut:
1. Metode integrasi proses yang mengkombinasikan antara mass exchange network
dan heat exchange network pada proses PLTU Bukit Asam Tanjung Enim Sumatera
Selatan dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah kehilangan energi dan
pemanfaatan material yang berbahaya.
2. Karbondioksida dapat direcycle ke proses untuk mengurangi pemakaian bahan baku
batubara dari 34,078 ton/jam menjadi 16,182 ton/jam dengan penghamatan bahan
baku batubara sebesar 17,896 ton/jam atau 52,5 % dan udara dari 355,93 ton/jam
menjadi 82,29 ton/jam dengan penghematan udara 273,64 ton/jam atau 76,88 %.
3. Emisi flue gas pada PLTU Bukit Asam Tanjung Enim Sumatera Selatan yang
dibuang ke udara berkurang dari 387,6 ton/jam dengan panas 52,02 x 10
6
kJ/jam
menjadi 95,21 ton/jam dengan panas 1,4 x 10
6
kJ/jam atau emisi flue gas dapat
berkurang 75,44 %.
4. Penambahan sejumlah alat heat exchanger pada aliran flue gas di antara ekonomizer
dan air heater dimaksudkan agar beban panas pada alat penukar panas dapat
berkurang.

4.2 Saran
Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan studi kelayakan berdasarkan
aspek ekonomi.



18

DAFTAR PUSTAKA

[1] Coulson, J.M, Richardson, J.F, Sinnott, R.K., 1989, "An Introduction to Chemical
Engineering Design, 6
t h
Volume, Pergamon Press.
[2] Djokosetyardjo, M.J., 2003, "Ketel Uap", PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
[3] Douglas, James M., 1988, "Conceptual Design of Chemical Process", McGraw-Hill
Inc., Singapore.
[4] Drs. Siswono Oetoyo, BSc.1984.Diktat Aneka Industri Kimia Akademi
Perindustrian Yogyakarta.
[5] El-Wakil, M.M., 1984, "Power Plant Technology", Mc. Graw Hill Inc., United
States.
[6] Hall, Stephen G, Linhoff, B., 1994, "Targeting for Furnace System Using Pinch
Analysis", Ind. Eng. Chem. Res, 33, 3187-3195.
[7] Harjono Cs, Diktat Kuliah Industri Kimia I Bandung, Jurusan Tekniki Kimia
Fakultas Teknlogi Industri ITB, 1985.
[8] https://google.com/search?q=reaksi+CO2+dengan+MEA
[9] https://groups.google.com/forum/?fromgroups=#!topic/migas-indonesia
[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
[11] http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksida
[12] http://nayhndy.wordpress.com/2011/01/18/emisi-hasil-pembakaran/
[13] Kadir, Abdul., 1995, "Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, dan Potensi
[14] Li, Kam. W, Priddy A. Paul., 1985, "Power Plant System Design", John Wiley &
Sons Inc., Canada.
[15] Linhoff, B, et al., 1982, "User Guide on Process Integration for the Efficient Use of
Energy", IchemE, Rugby, England.
[16] Sikdar, El-Halwagi, M. M., 2001, "Process Design Tools for the Environment",
Taylor & Francis, New York.
[17] Syukur, Eddy., tanpa tahun, Studi Optimalisasi Penghematan Massa dan Energi
Pada PLTU Dengan Sistem Integrasi Proses.

Anda mungkin juga menyukai