Anda di halaman 1dari 8

CLINICAL SCIENCE SESSION PATOFISIOLOGI KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh : SURESH RAMASAMI 1301-1206-2004

Preceptor: Ruswana Anwar, dr., SpOG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2007

PENDAHULUAN

Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim, misalnya dalam tuba, ovarium, atau rongga perut. Akan tetapi, dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa, misalnya dalam serviks, pars interstisialis tuba, atau dalam tanduk rudimenter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di dalam tuba. Kejadian kehamilan tuba ialah 1 di antara 150 persalinan (Amerika). Angka kejadian kehamilan ektopik cenderung meningkat. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut : 1. Meningkatnya prevalensi penyakit tuba karena Penyakit Menular Seksual (PMS) sehingga terjadi oklusi parsial tuba. Terjadi salpingitis, terutama radang endosalping yang mengakibatkan menyempitnya lumen tuba dan berkurangnya silia mukosa tuba karena infeksi yang memudahkan terjadinya implantasi zigot di dalam tuba. 2. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau endometriosis. Tuba dapat tertekuk atau lumen menyempit. 3. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya. Meningkatnya risiko ini kemungkinan karena salpingitis yang terjadi sebelumnya. 4. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, seperti AKDR dan KB suntik derivat progestin.

5. Operasi memperbaiki patensi tuba, kegagalan sterilisasi, dan meningkatkan kejadian kehamilan ektopik. 6. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering tindakan abortus provokatus makin tinggi kemungkinan terjadi salpingitis. 7. Fertilitas yang terjadi oleh obat-obatan pemacu ovulasi, fertilisasi in vitro. 8. Tumor yang mengubah bentuk tuba (mioma uteri dan tumor adneksa). 9. Teknik diagnosis lebih baik dari masa lalu sehingga dapat mendeteksi dini kehamilan ektopik.

PATOFISIOLOGI KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Telur yang telah dibuahi dapat bernidasi di daerah mana saja di dalam tuba, sehingga dapat menyebabkan timbulnya kehamilan ampula, isthmus, dan interstitial. Kadang-kadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk di atas secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba abdominal, tuba ovarial, atau kehamilan dalam ligamentum latum. Kehamilan tuba paling sering terjadi di daerah ampula. Implantasi telur dapat bersifat kolumnar ialah implantasi pada puncak lipatan selaput tuba dan telur terletak dalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah, akan pecah ke dalam lumen tuba (abortus tuber). Telur dapat pula menembus epitel dan berimplantasi interkolumnar, terletak dalam lipatan selaput lendir, yaitu telur masuk ke dalam lapisan otot tuba karena. tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan masuk rongga peritoneum (ruptur tuba). Walaupun kehamilan terjadi di luar rahim, rahim membesar juga karena hipertrofi dari otot-ototnya, yang disebabkan pengaruh hormon-hormon yang dihasilkan trofoblas; begitu pula endometriumnya berubah menjadi desidua vera. Reaksi hormon yang terjadi pada tubuh ibu sama dengan yang terjadi pada kehamilan normal. Rahim menjadi lembut dan sedikit membesar karena proses hipertrofi dan hyperplasia dari sel-sel miometrial. Glandula endometrium memperlihatkan suatu pola histologi atipikal yang disebut dengan Arias-Stella phenomenon. Karakterisitiknya adalah : hiperplasia sel-sel glandular, glandula yang padat dan hipersekresi, nukleus besar iregular dan hiperkromatik, vakuola yang

banyak, dan hilangnya polarisasi sel. Menurut Arias-Stella, setelah janin mati, desidua ini mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong. Akan tetapi, kadang-kadang lahir secara keseluruhan sehingga merupakan cetakan dari kavum uteri (decidual cast). Reaksi Arias-Stella ini tidak spesifik unutk kehamilan ektopik. Akan tetapi, dengan adanya reaksi arias-stella disertai dengan tidak adanya vili korion pada kuretase endometrium, sangat dicurigai sebagai kehamilan extrauterin. Bila ditemukan vili korion, secara histologis diagnosis pasti dapat ditegakkan yaitu kehamilan ektopik (utopik). Stroma endometrium berubah menjadi jaringan desidual yang berisi sel-sel polihidral besar dengan nukleus yang hiperkromatik. Pada saat kadar hormon kehamilan menurun, berakibat disintegrasi desidua secara bertahap yang

menimbulkan perdarahan jalan lahir ringan, kadang-kadang hebat yang terjadi pada kehamilan ektopik. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan tuba berasal dari uterus. Pada beberapa kasus, jaringan desidua dapat secara tiba-tiba luruh dan ditemukan sebagai jaringan pipih, segitiga, dan berwarna cokelat kemerahan, yang disebut decidual cast. Penyebab tertinggi KET adalah salpingitis. Salpingitis dapat mengganggu perjalanan ovum dengan cara 1. Mempersempit diameter tuba fallopi dengan penggabungan lipatan-lipatan dalam tuba 2. Memerangkap embrio di dalam kantung yang dibentuk dari perlekatan di dalam tuba

Nyeri abdomen yang menyebar biasanya disebabkan oleh rupturnya kehamilan ektopik dan perdarahan intraperitonial. Sakit yang dirasakan hebat. Nyeri pundak juga menjadi indikasi tidak langsung dari perdarahan intraperitonial. Akumulasi darah dalam regio subdiafragma merangsang nervus phrenicus dan menciptakan nyeri yang terlokalisir pada pundak. Nyeri yang terlokalisir dapat juga disebabkan karena distensi tuba falopi. Harus ditekankan, bahwa tidak ada nyeri yang pathognomonis yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik. Nyeri yang dirasakan dapat tiba-tiba atau progresif, atau terus-menerus atau intermiten. Menurut Stabile (1996) : Jika seorang pasien yang hamil minggu-minggu awal mengeluhkan sedikit nyeri disertai perdarahan jalan lahir yang hebat, kehamilan probable intrauterine, namun jika nyeri hebat disertai perdarahan ringan, lebih mungkin terjadi kehamilan ektopik. Diskolorasi kebiruan pada kulit di sekitar umbilikus disebabkan oleh adanya perdarahan di rongga peritonium. Ada beberapa teori yang pernah diungkapkan oleh beberapa ahli mengenai terjadinya KET : 1. Telur yang telah dibuahi berjalan lambat di tuba Fallopi, sehingga pada saat implantasi (7 hari setelah pembuahan), embrio masih berada di dalam tuba Fallopi. Oleh karena itu, embrio bernidasi di luar cavum uteri. Kemungkinan penyebab lambatnya perjalanan telur adalah ketidakseimbangan hormon. Tingginya kadar Estrogen atau Progesteron dapat mengganggu kontraksi tuba

Fallopi. Kontraksi diperlukan untuk membantu menggerakan telur di sepanjang tuba. 2. Abnormal embrio, yaitu kelainan jumlah kromosom. Hal ini mengakibatkan terganggunya kemampuan embrio berjalan di sepanjang tuba.

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG, Mac Donald PC, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GVD, Clarck SL. Williams Obstetrics, Ed. 21, Prentice-Hall International, Inc. USA. 2002. 2. Cunningham FG, Mac Donald PC, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GVD, Clarck SL. Williams Manual of Obstetrics, Ed. 21, Prentice-Hall International, Inc. USA. 2003. 3. 4. 5. Wirakusumah FF. Kelainan tempat kehamilan, Obstetri Patologi ilmu kesehatan reproduksi. EGC. 2005 Vicken Sepilian. www.e-medicine.com/Excerpt from Ectopic Pregnancy Verena T Valley. www.e-medicine/Ectopic Pregnancy

Anda mungkin juga menyukai