Anda di halaman 1dari 46

RETENSIO PLASENTAE Retensio Plasentae ialah keadaan dimana plasenta belum dilahirkan setelah 0,5 jam janin lahir.

Plasenta adhesiva adalah plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim oleh karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Sedangkan plasenta yang belum lahir karena villi korialisnya menembus dinding rahim disebut plasenta akreta. Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi terhalang oleh lingkaran kontriksi dibagian bawah rahim disebut plasenta inkraserata. Perdarahan hanya terjadi pada keadaan dimana plasenta sebagian atau seluruhnya telah lepas. Banyak sedikitnya perdarahan tergantung dari luas atau tidaknya daerah plasenta yang lepas. Diagnosis tidak sulit, melalui tarikan pada tali pusat atau diperiksa dalam dapat diketahui apakah plasenta telah lepas atau belum. Pengelolaan Plasenta manual dilakukan setelah syok diatasi, kecuali kalau perdarahan banyak. Pada plasenta inkarserata mungkin membutuhkan pembiusan. Prosedur plasenta manual : Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual idlakukan dalam narkosis, karena relaksasi otot memudahkan pelaksananaannya. Sebaiknya dipasang infus NaCl 0,9% sebelum tindakan dilakukan. Setelah desinfekta, termasuk tangan dan vulva dan daerah sekitarnya, maka labia dibeberkan dengan tangan kiri dan tangan kanan masuk secara obstetrik ke dalam vagina. Tangan kiri menahan fundus uteri untuk mencegah kolporeksis. Tangan kanan dengan gerakan memutar-mutar menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta dengan menyusuri tali pusat yang diregangkan. Setelah tangan sampai di palsenta, menyusuri menuju pinggir plasenta mencari daerah plasenta yang telah terlepas. Kemudian plasenta dilepaskan seperti membuka lembaran buku. Setelah plasenta dipegang, maka dengan bantuan asisten diberikan uterotonika sebelum kita mengeluarkan plasenta dari rongga rahim. Kesulitan yang mungkin terjadai adalah adanya lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan dilatasi oleh tangan secara perlahan-lahan dan dalam narkosis. Kadang-kadang tidak dapat dilepaskan seperti pada plasenta akreta. Setelah plasenta dilepaskan maka diperiksa apakah kotiledon lengkap atau tidak. Pada kasus retensio

plasentae resiko untuk terjadinya atonia uteri tinggi. Plasenta akreta dikelola dengan histerektomi oleh karena itu harus dirujuk. SISA PLASENTA Sisa plasenta dapat menimbulkan perdarahan post partum dini atau lambat. Perdarahan berasal dari rongga rahim dan kontraksi rahim biasanya baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya adalah adanya subinvolusi, perdarahan langsung terusmenerus atau berulang, perdarahan jarang menimbulkan syok. Pengelolaan Pada umumnya sisa plasenta dilakukan kuretase. Dalam kondisi tertentu dapat dilakukan digital. Kuretase harus dilakukan dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis, kemudian dilanjutkand engan pemberian uterotonika dan antibiotika sebagai tindakan pencegahan. PERLUKAAN JALAN LAHIR Perdarahan dalam keadaan plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan perdarahan berasal dari perlukaan jalan lahir, perlukaan jalan lahir dapat terjadi pada : 1. Perineum 2. Vulva 3. Vagina 4. Serviks 5. Uterus Pengelolaan Pada robekan perineum tk. I dan II dapat dilakukan jahitan dengna catgut untuk otot dan selaput lendir vagina. Untuk kulit dapt dilakukan penjahitan dengan sutera secara terputus-putus atau dapat juga dengan catgut. Untuk hematom tergantung jenis hematom. Apabila kecil cukup dilakukan pengompresan. Apbila besar, apalagi yang disertai dengan syok, perlu dilakukan pengeluaran bekuan darah sampai kantong hematom kosong dan : misalnya episotomi, robekan perineum spontan : misalnya robekan vulva, hematom vulva : robekan dinding vagina, kolporeksis, fistula vesiko-vaginalis : robekan serviks : ruptura uteri

dicari sumber perdarahan untuk diikat atau dijahit. Robekan dinding vagina harus dijahit. Untuk kolporeksis dan fistula vesikovaginalis harus dirujuk ke Rumah Sakit. Untuk robekan serviks paling sering pada jam 3 dan jam 9. bibir depan dan belakang serviks dijepit dengan klem Fenster, kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengna catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan. RUPTURA UTERI Ruptura uteri dapat terjadi secara komplit, dimana selain dinding rahim robek lapisan serosa juga robek sehingga janin berada dalam rongga perut, sedangkan pada ruptura tidak komplit hanya dinding rahim yang robek, lapisan serosa tidak robek. Pada kasus ruptura uteri terjadi gejala-gejala syok, perdarahan, penderita tampa pucat, nafas cepat dan dangkal, nadi cepat dan kecil, tekanan darah turun. Pada perabaan sering bagianbagian janin dapat diraba langsung dibawah dinding perut. Jika ruptura uteri telah lama, akan terjadi gejala-gejala perut kembung dan defance musculair sehingga sulit untuk meraba bagian-bagian janin. Pengelolaan Pengelolaan ruptura uteri ialah dengan laparotomi, sehingga kasus in harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan tata cara seperti merujuk kasus syok perdarahan. ATONIA UTERI Sesudah plasenta lepas elalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis ditempat insersi plasenta didinding rahim terbuka. Biasanya perdarahan tidak berlangsung lama, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot rahim menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka tersebut. Pada umumnya perdarahan tidak lebih dari 500 ml. Otot-otot rahim yang tidak dapat berkontraksi dan ber-retraksi dengan baik setelah plasenta lahir disebut atonia uteri yang akan menyebabkan perdarahan pasca persalinan.

Pengelolaan Kandung kemih harus dikosongkan, lakukan kompresi bimanual. Pada saat yang sama, tenaga yang lain menyuntikkan 0,2 mg ergometrin i.m. dan epmberian infus NaCl 0,9% berisi 10 U oksitosin. Bila kontraksi rahim membaik dipasang kateter yang menetap. Apabila kontraksi rahim tetap buruk, dilakukan pemasangan tampon uterovaginal dan penderita dirujuk ke Rumah Sakit dengan tata cara merujuk kasus syok perdarahan. PERSALINAN MACET Persalinan macet adalah persalinan yang tidak mengalami kemajuan dalam batas waktu sesuai dengan fase persalinan. Dengan menggunakan partogram, maka kasus persalinan macet sudah amsuk dalam garis bertindak. Pada persalinan macet perlu dinilai : Ada tidaknya syok Ada tidaknya demam Usia kehamilan Ada tidaknya his/keadaannya Kondisi, perineum, vagina dan serviks Keadaan rahim Keadaan air ketuban Ukuran panggul dan imbang fetopelvik Ada tidaknya tumor jalan lahir Keadaan janin : - didalam/diluar rahim - jumlah janin, letak janin, presentasi serta penurunan - adanya kaput suskedaneum dan moulage - taksiran berat janin, janin mati/hidup/gawat janin Pengelolaan Persalinan macet beresiko mengalami infeksi sampai ruptura biasanya harus dikelola dengan tindakan bedah obstetri seperti ekstra vakum atau bedah sesar sehingga harus dirujuk ke Rumah Sakit.

INFEKSI AKUT DALAM OBSTETRI Pada umumnya kasus infeksi akut dalam obstetri perlu dirawat, oleh karena itu harus dirujuk ketempat yang memiliki fasilitas perawatan, baik Puskesmas ataupun Rumah Sakit Infeksi akut dalam Obstetri lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi menahun oleh karena resiko menjadi sepsis dan sepstik syok infeksi akut dapat terjadi dalam kehamilan misalnya pada abortus infeksiosa, dalam persalinan misalnya setelah ketuban epcah dini atau dalam masa nifas. Faktor resiko yang manjdi sepsis menyebabkan masalah infeksi akut ini erat kaitannya dengan masalah kematian ibu dan bayi, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan yang baik. Pengelolaan Kasus yang mengalami sepsi, syok septik atau kondisinya beresiko besar untuk mengalami sepsis harus dirujuk ke Rumah Sakit. Bidan hanya boleh mengelola kasus persalinan dengan infeksi apabila persalinan spontan pervaginam dimungkinkan dan dalam waktu yang tidak lama bayi akan lahir, yaitu pada pembukaan lebih dari 7 cm. Sebelum merujuk kasus tidak boleh lupa untuk memberikan antibiotika terlebih dulu. Demikian juga apabila penderita dalam keadaan syok harus diberikan infus sesuai dengan pengelolaan syok. Apabila penderita tidak dalam keadaan syok seyogyanya diberikan infus dextrose 5%. Ini dimaksudkan disamping untuk memberikan kalori juga untuk persiapan sewaktuwaktu terjadi syok.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA ABORTUS Tujuan : Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan abortus, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ruang lingkup : Pengelolaan penderita abortus yang meliputi : Dasar diagnosis Pengobatan Pengamatan lanjut/evaluasi

Uraian umum : Abortus ialah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah kelaur dari kavum uteri pada kehamilan 20 minggu. Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, masih ada yang tertinggal. Abortus insipien adalah abortus yang sedang mengancam, dimana serviks telah mendata dan ostium uteri telah membuka akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Abortus imminen ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam sedangkan ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Missed abortion adalah abortus, dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6m inggu atau lebih. Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih.

Kriteris diagnosis : Ada terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi Rasa sakit atau kram perut di daerah atas simfisis Diagnosis abortus imminen ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan vili koriales ke dalam desidua, pada saat implantasi hasil konsepsi. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules. Abortus insipien adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan dilatasi serviks uteri dengan hasil konsepsi masih dalam uterus. Rasa mules biasanya lebih sering dan kuat. Abortus inkomlit ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sebuah menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan para abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok. Perdarahan tidak akan berhetni sebelum hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya. Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah keluar. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap. Diagnosis missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminen yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Diagnosis banding : Abortus komplit Abortus inkomplit Abortus insipien Abortus imminen

Missed abortion Kehamilan ektopik terganggu

Pemeriksaan penunjang : Diperlukan pada abortus imminen, abortus habitualis dan missed abortion : Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup, menentukan prognosis Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion Tes kehamilan (PPT) Konsultasi : tidak ada Terapi : Penanganan abortus imminen terdiri atas : 1. Istirahat berbaring Tidur berbaring unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini meneybabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis. 2. fenobarbital 3 x 30 mg sehari, dapat diberikan utnuk menenangkan penderita. Abortus insipien dengan kehamilan kruang dari 12 minggu, yagn biasanya disertai dengan perdarahan, penanganan terdiri atas pengosongan uterus dengan segera. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam abortus, disusul dengan kerokan. Apabila abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus intravena cairan NaCl fisiologik atau cairan Ringer yang selekas mungkin disusul dengna pemberian darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kerokan. Pasca tindakan ergometrin intramuskulus untuk mempertahankan kontraksi otot uterus. Penderita abortus komplit tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan supaya makanannya mengandung banyak protein, vitamin dan mineral. Pada missed abortion bila kadar fibrinogen normal, jaringan hasil konsepsi dapat segera dikeluarkan. Sebaliknya, jika kadar fibrinogen rendah, diperbaiki dulu dengan cara

memberikan fibrinogen kering atau segar. Setelah ada perbaikan, dilakukan kuretase/ tindakan kuretase pada missed abortion tidak jarang menghadapi kesulitan karena plsenta melekat erat dengan dinding uterus. Perawatan rumah sakit Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah, kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia, infeksi. Penyulit 1. Anemia Biasanya anemia post-hemorrhagis pengobatannya adalah pemberian darah atau komponen darah 2. Infeksi Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat payung antibiotik dulu, sebelum dilakukan evakuasi. Sedangkan tindakan evakuasi sendiri dapat menimbulkan infeksi. 3. Perforasi Merupakan komplikasi tindakan kuretase. Untuk mencegah perforasi : Pemberian uterotonika Sondage terlebih dahulu utnuk menentukan besar dan arah letak uterus Kuretase secara sistematis dan lege artis.

Informed consent Seperti halnya tindakan bedah lainnya, pasien-pasien abortus harus menandatangani informed consent sebelum melakukan kuretase. Lama perawatan Pasca kuretase pasien perlu dirawat selama 1 hari, bila tak ada komplikasi Masa pemulihan Pasien abortus dapat diberikan cuti sakit paling lama 2 minggu Patologi anatomi Jaringan konsepsi dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PAP SMEAR DAN TINDAK LANJUTNYA 1. Tujuan : Memberikan pedoman secara jelas tentang indikasi pengambilan Paps Smear, cara dan pengambilan secara benar. Memberikan pedoman kepada petugas medis tentang pengenalan kelainan serviks semenjak pra-kanker sampai menjadi kanker 2. Ruang Lingkup : Penderita dengan kontrol, check up, dan kelainan serviks di instalasi rawat jalan, rawat inap dan rawat darurat. 3. Uraian Umum : Paps smear merupakan program skrining yang cukup akurat untuk mendeteksi kelainan serviks uteri, mulai pra-kanker sampai kanker. Pemeriksaan Paps smear relatif sederhana, murah tetapi perlu suatu keseragaman sehingga akan didapatkan hasil dengan daya guna tinggi. Paps smear mampu menurunkan frekuensi kanker serviks sampai 50%. Pengambilan hasil Paps smear yang baik akan memberikan hasil terapi yang baik pula. Paps smear yagn baik dilanjutkan dengan tindak lanjut hasilnya akan menurunkan angka kesakitan dan kematian, khususnya wanita di Indonesia. Keunggulan Paps smear : a. Hasil sensitivitas dan spesifisitas tinggi b. Murah c. Tidak nyeri Mengenal wanita risiko tinggi : 1. Wanita dengan banyak partner 2. Wanita dengan PHS 3. Wanita kawin usia muda

4. Wanita dengan higiene sanitasi yang kurang baik 5. Wanita usia > 50 tahun 6. Wanita multiparitas 7. Wanita perokok 8. Koitus pertama pada usia muda (early age of coitus) KEBIJAKSANAAN Kriteria diagnosis : 1. Gejala klinik : a. Tanpa gejala oleh karena rutinitas (check up) Paps smear b. Keputihan c. Perdarahan pervaginam diluar siklus menstruasi d. Perdarahan pasca senggama 2. Pemeriksaan klinik a. Mengetahui secara jelas anatomi normal serviks uteri b. Membedakan secara jelas serviks uteri pada nulli, multi dan post-partum c. Pemeriksaan pada serviks yang diakibatkan oleh karena infeksi hormonal, prakanker, kanker. 3. Pemeriksaan bantuan : a. Schiller test b. Kolposkopi c. Mikrokolposkopi d. Pengambilan biopsi pada lesi yang dicurigai 4. Persiapan Paps smear : a. Penderita dipersiapkan diberi nasehat utnuk tidak melakukan pencucian vagina, koitus, obat pervaginam 24 jam sebelum melakukan pemeriksaan. b. Penyediaan peralatan Paps smear, yaitu : spekulum cocor bebek, spatula Ayre, cyto brush, gelas objek, alkohol 95% dan formulir Paps smear.

5. Cara pengambilan Paps smear yang benar a. Seluruh serviks harus dilihat secara baik dengan spekulum, melihat daerah transformasi (area squamo columnar junction). b. Membersihkan dengan air steril (NaCl) untuk menghindari hasil Paps smear yang negatif. c. Melakukan cervical smear dengan memakai spatula kayu pada daerah ektoserviks dan daerah endoserviks dengan lidi watten atau memakai spatula Ayre (diputar 360o) pada daerah transformasi. Hasil signifikan apabila pengambilan Paps smear pada daerah endoserviks. Cyto brush dapat digunakan pula, bahan dioleskan pada gelas objek. d. Sediaan segera difiksasi dengan alkohol 95%. Setelah 1 jam dalam keadan kering, diberi label dan dikirim ke laboratorium sitologi bersama formulir permintaan yang telah diisi. Penilaian hasil Paps smear : Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Terminologi WHO : 1. No abnormal cell Metaplasia noted 2. Abnormal cells consistent with benign atypia (non-dysplastic cells) a. Inflmmatory; Trichomonas, HPV b. Irradiation c. Keratinization d. Atypical metaplasia e. Condyloma effect f. Other : sel normal : terdapat sel atipik : ditemukan sel abnormal dengan displasia (CIN I, CIN II) : berisi sel abnormal dengan karsinoma insitu (CIN III) : berisi sel abnormal dengan sel ganas

3. Abnormal cells consisten with dysplasia a. Mild dysplasia (CIN I) b. Moderate dysplasia (CIN II) c. Severe dysplasia (CIN III) 4. Abnormal cells consistent with malignancy a. With insitu careinoma (CIN III) b. With invasive carcinoma c. Type unspecified 5. abnormal cells specifically calcified Terminologi Bethesda 1. Memuaskan (satisfactory) 2. Kurang memuaskan (less than optimal) 3. Tidak memuaskan (unsatisfactory), tidak bisa diperiksa dan harus diulang. Peran kolposkopi : 1. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan pelengkap untuk rujukan hasil Paps smear yang abnormal, terutama pada derajat ringan yang kurang menggambarkan kelainan patologik yang sebenarnya. 2. Kolposkopi dapat mengurangi tindakan histerektomi atau konisasi 3. Riwayat post coital bleeding. 4. Atipik persisten, border-line, abnormalitas sel kelenjar. Hasil gabungan kolposkopi biopsi terarah dan sitologi akan menghasilkan diagnosis 98,6%. Tindak lanjut hasil Paps smear : Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V : follow up 1 tahun : ulangan Paps smear 6 bulan dengan pengobatan penyebabnya : ualngan + kolposkopi; follow-up 1 bulan : dirujuk : dirujuk

Pada hasil Paps smear dengan infeksi (Trichomonas, Salmonella, Gardnerella) setelah diterapi dilakukan ulangan Paps smear. TINDAKAN TERHADAP NEOPLASMA EPITEL SERVIKS UTERI DR DS INFEKSI ? HORMONAL ? KOLPOSKOPI MIKRO HISTROSKOPI DB KOLPOSKOPI KONISASI KIS Kinv OBATI RADANG HORMON BIOPSI KRIOTERAPI KAUTERASASI LASER KONISASI (TRAKHELEKTOMI) HISTEREKTOMI HISTEREKTOMI RADIKAL RADIOTERAPI KHEMOTERAPI

Nama prosedur : Tujuan :

No : PROSEDUR TETAP BIOPSI SERVIKS UTERI

1. Mendapatkan kepastian diagnosis dari sediaan serviks uteri 2. Mengetahui hasil pengobatan terhadap keganasan serviks uteri 3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana untuk pengelolaan penderita keganasan serviks uteri. Ruang lingkup : IRNA, IRJA Indikasi : 1. Curiga keganasan pada serviks uteri 2. Penderita keganasan serviks uteri pasca pengobatan Peralatan : 1. Spekulum 2. Pinset 3. Kapas lidi 4. Tong biopsi 5. Botol berisi formalin 10% PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi. 2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya. 3. Dipasang spekulum anterior dan posterior 4. Porsio uteri dibersihkan dengan menggunakan kapas lidi, agar jelas tempat yang akan dibiopsi. 5. Dengan tang biopsi diambil jaringan pada daerah yang dicurigai dengan mengikutsertakan daerah yang sehat. 6. Hasil biopsi dimasukkan dalam botol dan dikirm ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi. 7. Perdarahan yang terjadi dihentikan dengan menekannya menggunakan kapas lidi, jika perlu dengan dibasahi jodium. 8. Jika diperlukan dapat diberikan obat hemostatika Tanggal pembuatan Tanggal revisi Revisi ke Pengesahan

Nama prosedur :

No :

PROSEDUR TETAP EKSTIRPASI POLIP Tujuan : 1. Mengelola penderita polip pada genitalia wanita sebaik mungkin 2. Mempelajari dan memperbaiki pengelolaan polip pada genitalia wanita 3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana untuk pengelolaan penderita polip pada genitalia wanita. Ruang lingkup : IRNA Indikasi : 1. Penderita polip endoserviks uteri dan endometrium 2. Penderita polip vagina dan vulva. Peralatan : 1. Spekulum 2. Klem ovarium 3. Pinset 4. Sendok kuret 5. Tenakulum 6. Botol berisi formalin 10%. PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi dalam general anestesi. 2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya, dilanjutkan menutup daerah sekitar dengan doek steril kecuali daerah vulva. 3. Dipasang spekulum anterior dan posterior 4. Dilakukan antisepsis pada daerah vagina - porsio uteri dan sekitarnya. 5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum. 6. Kecuali pada polip vagina dan vulva, tidak diperlukan penjepitan dengan tenakulum. 7. Spekulum interior dilepaskan dan spekulum posterior dipegang oleh asisten. 8. Polip dijepit dengan menggunakan klem ovarium pada tangkainya, dan selanjutnya diputar dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam hingga polip terlepas. 9. Polip dimasukkan dalam botol dan dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi. 10. Kecuali pada polip vagina dan vulva, pada daerah dasar polip dilakukan kerokan dengan menggunakan sendok kuret tajam. 11. Perdarahan yang terjadi dihentikan, dengan melakukan penekanan menggunakan kapas yang dibasahi jodium atau jika perlu dapat dilakukan penjahitan hemostasis. 12. Jika diperlukan dapat diberikan obat hemostatika. Tanggal pembuatan Pengesahan Tanggal revisi Revisi ke
Nama prosedur : Tujuan : No : PROSEDUR TETAP DILATASI SERVIKS

1. Memperlebar kanalis servikalis untuk pengeluaran isi kavum uteri. 2. Mempermudah untuk melakukan tindakan pengosongan isi kavum uteri. 3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana. Ruang lingkup : IRNA Indikasi : 1. Penderita missed abortion 2. Penderita intra uterine fetal death 3. Penderita Mola hidatidosa. Peralatan : 1. Spekulum 2. Pinset 3. Tenakulum 4. Kasa steril 5. Benang sutra 6. Spuit berisi aquadestilata steril 7. Beban bertali dengan kerekan 8. Dilalator Hegar 9. Kateter Balon 10. Batang laminaria PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi. 2. pada tindakan yang dilanjutkan dengan pengosongan isi kavum uteri, dilakukan dalam general anestesi. 3. dilakukan antisepsis pada daerah vulva dan sekitarnya dan ditutup dengan doek steril, kecuali daerah tindakan. 4. Dipasang spekulum anterior dan posterior 5. Dilakukan antisepsis pada daerah - porsio dan sekitarnya. 6. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum. 7. Dilakukan dilatasi : a. Dilalator Hegar : dilakukan sebelum melakukan pengosongan isi kavum uteri dengan kuretase - Porsio ditampakkan dengan menariknya menggunakan tenakulum yang telah terpasang. - Dilalator Hegar dimasukkan ke dalam kanalis servikalis sehingga melewati Orifisium Uteri Internum. - Pemasangan dilalator hegar dimulai dari ukuran yang terkecil, yang dapat masuk hingga ukuran terbesar yang sesuai dengan ukuran sendok kuret yang akan digunakan.

b. Kateter Balon - Kateter balon dimasukkan ke dalam kanalis servikalis hingga bagian yang dapat mengembang melewati Orifisium Uteri Internum - Bagian balon dikembangkan dengan memasukkan aquadestilata steril sebanyak 30 50 ml. - Pangkal kateter diikatkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban melalui kerekan. - Beban yang digantungkan sekurangnya seberat 500 gram. c. Batang Laminaria - batang laminaria (umumnya sebanyak 3 batang) diikatkan satu sama lain sehingga rapat dengan benang sutra. - Dengan menggunakan pinset batang laminaria dimasukkan ke dalam kanalis servikalis hingga ujungnya melewati Orifisium Uteri Internum. - Pada bagian ujung laminaria yang tampak diberi kasa steril sebagai penahan. - Batang laminaria dipertahankan agar mengembang, selama 18 24 jam. Tanggal pembuatan Pengesahan Tanggal revisi Revisi ke

Nama prosedur :

No : PROSEDUR TETAP KURETASE

Tujuan : 1. Mengosongkan ataupun mengeluarkan isi kavum uteri. 2. Menghentikan perdarahan yang terjadi dari kavum uteri. 3. Memberikan panduan bagi tenaga medis pelaksana dalam pengosongan isi kavum uteri. Ruang lingkup : IRNA Indikasi : 1. Abortus - Missed abortion - Abortus inkompletus 2. Blighted ovum. 3. Meno/metroragia 4. Mola hidatidosa Peralatan : 1. Spekulum 2. Tenakulum 3. Pinset 4. Sonde 5. Tang abortus 6. Sendok kuret 7. Botol isi formalin 10% PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi di atas meja ginekologi dalam general anestesi. 2. Dilakukan antisepsis daerah vulva dan sekitarnya, dan dipasang doek steril, kecuali daerah tindakan. 3. Dipasang spekulum anterior dan posterior 4. Dilakukan antisepsis pada daerah porsio dan sekitarnya. 5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum, lalu spekulum anterior dilepaskan dan spekulum posterior dipegang oleh asisten. 6. Dilakukan pengukuran besar kavum uteri dan posisi kavum uteri dengan menggunakan sonde. 7. Jika diperlukan dilakukan dilatasi kanalis servikalis dengan dilalator Hegar. 8. Dilakukan pengeluaran isi kavum uteri sebanyak mungkin dengan menggunakan tang abortus. 9. Tang abortus tidak digunakan pada kasus penderita meno/metroragia. 10. Dilakukan pengosongan sebersih mungkin dengan menggunakan sendok kuret secara sistematik sesuai arah jarum jam. 11. Pada kasus penderita mola hidatidosa dapat digunakan penghisapan isi kavum

uteri/gelembung mola dengan menggunakan ekstraktor. 12. Pada kasus mola hidatidosa digunakan sendok kuret dengan ujung tumpul dan jika perlu dapat diulang setelah 1 minggu kemudian untuk mengosongkan isi kavum uteri. 13. Jaringan hasil kuretase dimasukkan dalam botol dan dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi. 14. Jika diperlukan dapat diberikan uterotonika, per-infus maupun intra-vena. Tanggal pembuatan Pengesahan Tanggal revisi Revisi ke

Nama prosedur :

No : PROSEDUR TETAP LAPAROSKOPI

Tujuan : 1. Mendapatkan kepastian diagnosis dari suatu penyakit ginekologi intra abdomen. 2. Melakukan tindakan operatif dengan bantuan alat laparoskopi. 3. Memberikan panduan pada tenaga medis pelaksana dalam pemakaian alat laparoskopi. Ruang lingkup : IRNA Indikasi : 1. Diagnostik Nyeri pelvis kronis yang penyebabnya tak jelas Pemeriksaan infertilitas Amenore primer dan sekunder yang tidak jelas penyebabnya. Evaluasi adanya massa dalam rongga pelvis. Evaluasi permasalahan interseksual Evaluasi terhadap nyeri akut pelvis, kehamilan ektopik, putaran tangkai dan endometriosis. Penilaian terhadap suatu proses keganasan dalam rongga pelvis (terbatas). Evaluasi terhadap kelianan kongenital. 2. Tindakan operatif Alat bantu untuk melakukan lisis terhadap genitalia interna Alat untuk melakukan fungsi pada kista ovarium Kauterisasi pada endometriosis Pengangkatan benda asing dalam rongga pelvis. Peralatan : - Doek steril - Doek pembungkus tungkai - Klem doek - Mangkuk betadin - Kateter foley - Spekulum Sims - Tenakulum atraumatis - Klem Allis - Kanula uterus - Sklapel - Jarum Veres atau Touhay - Trokar - Laparoskop - Forsep pemegang - Kabel penyalur cahaya

Pipa penyalur gas CO2 Sumber cahaya dingin (fiber optic) Tabung gas CO2 Pemegang jarum Hegar Gunting Pinset sirurgis Gunting/sklapel laparoskop Koagulator Aspirator/irigator Morcelator

PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi dan trendelenberg dalam general anestesi. 2. Dilakukan asepsis dan antisepsis daerah abdomen, vulva dan vagina. 3. Dilakukan periksa dalam vagina ulangan. 4. Dipasang spekulum anterior dan posterior 5. Porsio anterior dijepit dengan menggunakan tenakulum. 6. Dilakukan pengukuran panjang kavum uteri dan posisi uterus dengan sonde. 7. Dipasang kanula uterus dan difiksasikan dengan tenakulum 8. Dipasang doek steril, kecuali pada daerah tindakan 9. Kulit bagian kanan dan kiri umbilikus dijepit dengna 2 buah klem Allis dan asisten mengangkatnya setinggi-tingginya sehingga kulit menjadi tegang. Dengan menggunakan skalpet kulit ditusuk tepat dibawah umbilikus pada garis median, kemudian diperlebar 1,5 cm. 10. Jarum veres ditusukkan dengan arah hampir tegak lurus sambil tangan kiri operator mengangkat dinding perut. 11. Setelah fascia ditembus, jarum diarahkan ke lengkung sakrum dengan sudut 45o terhadap dinding perut ke arah rongga peritoneum. 12. Jarum digerakkan ke kanan dan kiri agar ujung jarum bebas dari kemungkinan tertutup omentum atau usus yang menempel pada ujungnya. 13. dilakukan percobaan dengan menggunakan spuit yang berisi larutan garam fisiologis, dimasukkan ke rongga peritoneum melalui jarum Veres. 14. Jarum veres dihubungkan dengan pipa gas CO 2 dan gas dialirkan dengan kecepatan 1 L/menit dengan takaran 15 25 mmHg sampai volume 2 L. 15. Pneumoperitoneum dikatakan berhasil jika pekak hati menghilang dan perut mengembung secara simetris. 16. Dengan tangan asisten masih memegang kedua klem Allis, jarum veres dicabut, trokar dengan selubungnya dimasukkan dengan arah hampir tegak lurus hingga menembus peritoneum. 17. Trokar dicabut, laparoskop dimasukkan melalui selubung yang ditinggalkan.

18. Sumber cahaya dihubungkan dengan laparoskop dan pemeriksaan organ pelvis dapat dimulai. 19. Untuk visualisasi lebih jelas dapat digerakkan kanula uterus. 20. Untuk tindakan operasi sesuai dengan jenis operasi. Salpingektomi (pada kehamilan Ektopik Terganggung) - Kenali tuba Falopii yang akan dimanipulasi. - Dilakukan elektrokoagulasi yang dilanjutkan insisi pada mesosalping, dimulai dari ujung fimbrae. - Dilakukan reseksi tuba di bagian proksimal - Potongan tuba selanjutnya diangkat dengan mocelator - Evaluasi perdarahan Linier salpingotomi (pada Kehamilan Ektopik Belum Terganggu) - Kenali tuba Falopii beserta massanya - Dilakukan insisi secara linier pada massa tuba di daerah yang berlawanan dengan mesosalping. - Sebelumnya dilakukan elektrokoagulasi pada daerah sekitar massa. - Untuk mencegah perdarahan dapat digunakan injeksi vasopressin. - Digunakan forsep untuk membuka luka insisi. - Dengan menggunakan aspirator massa hasil konsepsi pada tuba dibersihkan. - Jika luka insisi kecil tidak perlu ditutup, perdarahan yang terjadi dirawat. - Jika luka insisi cukup lebar, dijahit dengan benang kromik 4,0 - Dieksplorasi adanya perdarahan. Tanggal pembuatan Tanggal revisi Revisi ke Pengesahan

Nama prosedur :

No : PROSEDUR TETAP HISTEREKTOMI

Tujuan : 1. Mengelola penderita tumor ginekologi yang memerlukan pengangkatan tumor secara per-abdominam. 2. Memberikan pedoman bagi tenaga medis pelaksana dalam pengelolaan penderita tumor ginekologi. Ruang lingkup : IRNA Indikasi : 1. Penderita Mioma uteri. 2. Penderita Kistoma Ovarii. 3. Penderita dengan kecurigaan keganasan ovarium. Peralatan : terlampir PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dengan posisi litotomi dalam keadaan general anestesi. 2. Desinfeksi daerah abdomen dan sektiarnya secara sistematik. 3. Dipasang doek, kecuali pada daerah tindakan 4. Dilakukan insisi kulit pada linea mediana mulai tepi atas simfisis ke atas sepanjang 10 cm, insisi diperdalam sampai peritoneum secara tumpul dan tajam. 5. Setelah peritoneum terbuka, dilakukan eksplorasi organ abdomen dengan megngunakan tangan operator. 6. Jika diperlukan insisi dapat diperlebar ke arah atas. 7. jika ditemukan, dapat diambil cairan dalam rongga abdomen untuk pemeriksaan sitologi pada Bagian Patologi Anatomi. 8. Bila memungkinkan massa tumor dikeluarkan dari rongga abdomen dengan cara meluksirnya atau jika terlalu besar dilakukan pengecilan massa tumor dengan melakukan pungsi. 9. Dipasang darm gaas untuk melindungi usus dan organ sekitarnya. 10. Dikenali ligamentum ovarii proprium dan ligamentum infundibulo pelvikum pada daerah dengan tumor, dilakukan klem-ikat-potong-jahit dengan benang kromik no. 1. 11. Dari massa diambil sedikit jaringan untuk dilakukan pemeriksaan frozen section ke Bagian Patologi Anatomi, perdarahan dikontrol dan ditunggu hasil frozen section. 12. Pada frozen section jinak, dilakukan pengangkatan masa tumor dan pembersihan rongga abdomen dari sisa-sisa darah dan cairan. 13. Pada frozen section ganas, dilakukan panhisterektomi dan omentektomi 14. Dikenali ligamentum rotundum, dilakukan klem-potong-jahit dengan benang kromik no.1. 15. Ligamentum latum ditembus secara tumpul. 16. Dilakukan pada kedua sisi uterus. 17. Plika vesikouterina dilepaskan dari uterus secara tajam dan tumpul. 18. Dikenali ligamentum kardinale, dilakukan klem-potong-ikat dengan benang kromik no.

1. 19. Pada daerah forniks anterior setinggi porsio, dijepit dengan 2 buah tenakulum, dilakukan insisi menembus diantara kedua tenakulum 20. Diberikan cairan desinfeksi kedalam lubang, dilanjutkan memotong forniks sekeliling porsio hingga uterus terlepas. 21. Dilakukan jahitan hemostasis pada tunggul vagina dan ditautkan bagian depan dan belakang dengan benang kronik no. 1. 22. Tunggul ligamentum-ligamentum ditautkan dengan tunggul vagina dengan cara mengaitkan ikatannya, dilanjutkan dengan reperitonealisasi tunggul. 23. Dilakukan pemotongan omentum pada daerah seproksimal mungkin, klem-potong-ikat dengan benagn sutra no. 1.0. 24. Dilakukan eksplorasi dengan membersihkan rongga abdomen dari sisa darah dan dilihat apakah timbul perdarahan baru. 25. Peritoneum ditutup secara jelujur terkunci dengan menggunakan plain catgut no. 1.0, otot ditautkan dengan menggunakan plain catgut no. 1, fascia ditutup dengan jahitan silang angka delapan menggunakan benang sutra no. 1, jaringan lemak subkutis ditutup dengan jahitan simple terputus menggunakan plain catgut no. 1.0 atau 2.0, dan kulit ditutup secara matras menggunakan benang sutra no. 1.0. 26. Jaringan massa yang diangkat, dikirim ke Bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan sitologi. Tanggal pembuatan Pengesahan Tanggal revisi Revisi ke

PROSEDUR TETAP PENGELOLAAN PENDERITA MIOMA UTERI Tujuan : Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan mioma uteri, supaya tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ruang Lingkup : Pengelolaan mioma uteri meliputi : Dasar diagnosis, terapi dan komplikasinya Uraian Umum : Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berasal dari otot uterus. Jenis mioma uteri meliputi : Mioma uteri submukosum Mioma uteri intramural Mioma uteri subserosum Mioma serviks uteri

Terapi mioma uteri meliputi : 1. Konservatif 2. Pembedahan KEBIJAKSANAAN Gejala dan tanda klinis : 1. Benjolan diperut bagian bawah Keadaan ini dirasakan oleh penderita dan pada pemeriksaan bimanual ditemukan benjolan di bagian bawah perut dan terletak di tengah. 2. Perdarahan tidak normal Perdarahan bersifat hipermenore, menoragi, metroragi atau menometroragi. 3. Nyeri Dapat terjadi karena :

- Dismenore - Mioma menyempitkan kanalis servikalis - Mioma submukosum yang sedang dikeluarkan dari rahim - Torsi pada mioma subserosum - Degenerasi merah 4. Tanda-tanda penekanan - Penekanan pada kandung kemih : gangguan miksi - Penekanan pada uretra : retensio urinae. - Penekanan pada ureter : hidroureter - Penekanan pada rektum : obstipasi, nyeri defekasi. - Penekanan pada pembuluh darah panggul : rasa nyeri panggul 5. Infertilitas dan abortus. Mioma uteri pada kehamilan 1. Pengaruh mioma uteri pada kehamilan dan persalinan - Mengurangi kemungkinan menjadi hamil - Abortus dan partus prematurus. - Kelainan letak janin - Menghalangi jalan lahir - Inertia uteri dan atonia uteri - Mempersulit lepasnya plasenta 2. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri - Cepat membesar selama kehamilan - Degenerasi merah - Torsi mioma uteri subserosum Diagnosis : Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan : A. Anamnesis Adanya benjolan di perut bagian bawah Perdarahan haid tidak normal

B. Pemeriksaan fisik : - Palpasi abdomen - Pemeriksaan bimanual - Sondage - Ultrasonografi - Kuretase - Histerografi / histerokopi Terapi : Beberapa hal yang mempengaruhi terapi mioma uteri, yaitu : usia, paritas, keinginan punya anak, keluhan dan gejala serta gangguan yang ditimbulkan. 1. Terapi konservatif Mioma uteri pada menopause tidak ada keluhan, dan besar uterus tidak melebihi kehamilan 12 minggu. Terapi hormonal; dengan gonadotrophin releasing hormone, terutama untuk persiapan operasi. 2. Pembedahan - Miomektomi ; pada mioma uteri subserosum bertangkai - Histerektomi - Histerektomi vaginal; pada mioma uteri dengan uterus sebesar kehamilan kurang dari 12 minggu. - Laparoskopik histerektomi. Keuntungan : Pemulihan pasca bedah lebih cepat Jaringan perut sedikit Terhindar dari kesakitan yang berlebihan. Persiapan pembedahan : Laboratorium darah rutin Laboratorium urine rutin Tes fungsi hati

Tes fungsi ginjal Faktor pembekuan Paps smear X-foto toraks Ultrasonografi Kerokan endometrium

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA NEOPLASMA OVARIUM Tujuan : Memberikan pedoman kepada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan neoplasma ovarium, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ruang lingkup : Pengelolaan penderita neoplasma ovarium yang meliputi : - Dasar diagnosis, pengobatan dan pengamatan lanjut - Kebijaksanaan pengelolaan neoplasma ovarium yang disertai kehamilan Uraian umum : Neoplasma ovarium adalah pertumbuhan jaringan ovarium yang bersifat neoplastik. Sesuai dengan klasifikasi histopatologis, neoplasma ovarium dapat berasal dari epitel ovarium atau stromanya. Diagnosis meliputi jenis hispatologis, ukuran dan konsistensinya. Terapi utama neoplasma ovarium adalah pembedahan pada tumor dengan konsistensi solid atau tumor kistik dengan ukuran > 15 cm (> telur angsa). KEBIJAKSANAAN Kriteria diagnostik : A. Anamnesis : 1. Tanpa gejala awal sampai massa tumor cukup besar untuk memberikan tekanan pada vesika urinaria dan rektum atau rasa sakit hebat, seperti pada torsi dan ruptur. 2. Tingkat lanjut : Kembung Hilang nafsu makan Rasa penuh pada perut Rasa sakit pada dinding perut

Perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu relatif lama.

B. Pemeriksaan fisik : 1. Ditemukan tumor di rongga pelvis dan dapat meluas sehingga seluruh rongga perut, mengisi parametrium kiri/kanan dan di kavum Douglasi. 2. Permukaan tumor rata, konsistensi padat atau kistik, atau kistik dengan bagian padat. 3. Mobilisasi cukup 4. Dapat disertai asites. C. Pemeriksaan penunjang : 1. Ultrasonografi untuk menilai ukuran konsistensi tumor, adanya asites, kelainan nonginekologi lain serta diagnosis banding keganasan ovarium. 2. X-foto pelvis jika dicurigai terdapat kelainan saluran kemih yang menyertainya. 3. Barium enema (bila pada anamnesis dan pemeriksaan dicurigai adanya neoplasma colon). 4. Sitologi dari hapusan vagina atau kavum peritonei. Diagnosis : Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, yang didapat dari pembedahan. Standard persiapan pra-bedah : Laboratorium darah dan urine Tes fungsi hati dan ginjal X-foto toraks Ultrasonografi Paps smear. PENATALAKSANAAN Pembedahan :

Pembedahan dilakukan untuk mengambil tumor primer dengan insisi vertikal (median) dibawah pusat. Pemeriksaan potongbeku dilakukan untuk menentukan tindak lanjut (macam pembedahan) pada neoplasma ovarium, disamping itu dilakukan pencucian abdomen untuk pemeriksaan sitologi. Indikasi pembedahan : (kriteria Johnson) Konsistensi padat 5 cm. Konsistensi kistik 15 cm. Pembesaran ovarium 1 tahun sebelum menars / 1 tahun setelah menopause / kehamilan trimester II-III / setelah terapi supresi hormonal Neoplasma dengan aktivitas hormonal Pembesaran ovarium fungsional yang membesar setelah terapi supresi hormonal. Tanda-tanda torsi / ruptur kista ovarium. Asites yang tidak diketahui penyebabnya. Kecurigaan keganasan pada pemeriksaan makroskopis saat pembedahan bila : Konsistensi padat/kistik dengan bagian padat Pertumbuhan tumor pada kapsula Gambaran pelebaran pembuluh darah pada permukaan tumor Terdapat asites terutama bila hemoragis Perlekatan dengan organ lain Metastase pada omentum atau peritoneum. Macam pembedahan : 1. Ooforektomi unilateral ; dilakukan pada penderita muda yang masih mempertahankan fertilitasnya dan neoplasma ovarium bersifat jinak. Pada wanita hamil pembedahan dilakukan pada umur kehamilan 16 minggu karena plasenta telah terbentuk sampai dengan umur kehamilan < 28 minggu (7 bulan) sehingga penyembuhan luka operasi telah sempurna dan tidak mengganggu saat persalinan. Pada pra-bedah dilakukan

pemberian Depo Progestin 50 mg/hari selama 3 hari mulai 1 hari menjelang pembedahan. 2. Ooforektomi bilateral; dilakukan bila usia penderita 45 tahun atau telah menopause untuk mengurangi risiko keganasan ovarium dikemudian hari. 3. Panhisterektomi dan omentektomi; dilakukan bila didapatkan hasil pemeriksaan potong beku menunjukkan keganasan. Pengamatan lanjut : Penderita neoplasma ovarium pasca bedah, perlu dilakukan pengamatan lanjut untuk melihat : Komplikasi terapi bedah Timbulnya kembali tumor pasca bedah Timbulnya keganasan pasca pembedahan.

PROSEDUR TETAP PELAYANAN PENDERITA KARSINOMA OVARIUM Tujuan : Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah pengelolaan karsinoma ovarium, sehingga tindakan yang dilakukan jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ruang lingkup : Pengelolaan penderita karsinoma ovarium yang meliputi : - Dasar diagnosis, pengobatan dan pengamatan lanjut/evaluasi - Kebijaksanaan pengelolaan karsinoma ovarium yang disertai kehamilan. Uraian umum : Karsinoma ovarium adalah tumor ganas pada ovarium. Sesuai dengan klasifikasi histopatologis karsinoma ovarii dapat berupa primer berasal dari epitel ovarium, germ cell, stroma, dan sekunder berasal dari metastase karsinoma di bagian tubuh yang lain. Diagnosis meliputi jenis hispatologis dan stadium Terapi utama karsinoma ovarii adalah pembedahan dengan radiasi dan sitostatika sebagai terapi adjuvant. KEBIJAKSANAAN Kriteria diagnostik : A. Anamnesis 1. Tanpa gejala awal : Sampai massa tumor ini besarnya cukup memberikan tekanan pada vesika urinaria dan rektum atau rasa sakit hebat seperti torsi. 2. Tingkat lanjut : a. Kembung b. Hilangnya nafsu makan c. Rasa penuh di perut d. Sakti pada dinding perut

e. Haid tidak teratur f. Perdarahan pervaginam baik pada premenopause atau postmenopause g. Perut membesar dan timbul benjolan dalam waktu yang relatif cepat. B. Pemeriksaan fisik 1. Ditemukan tumor di rongga pelvis dan dapat meluas sehingga seluruh rongga perut, mengisi parametrium kiri/kanan dan di kavum Douglasi. 2. Permukaan tumor tidak rata, konsistensi padat atau kistik dengan bagian padat. 3. Mobilitas terbatas karena perlekatan 4. Sering disertai asites C. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi kalau perlu menilai hepar, ginjal, omentum dan asites. 2. Barium enema, bila pada anamnesis dan pemeriksaan ada kecurigaan invasi ke rektum atau sigmoid. 3. Sitologi dari hapusan vagina atau kavum peritoneum. Diagnosis : Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan hispatologi yang didapat dari pembedahan. Standard persiapan pra-bedah : 1. Laboratorium darah dan urine 2. Tes fungsi hepar dan ginjal 3. Faktor pembekuan 4. X-foto toraks 5. Ultrasonografi 6. Paps smear. 7. Kerokan endometrium 8. Petanda tumor

Pelaksanaan pengobatan : A. Pembedahan Dengan pembedahan diharapkan dapat menentukan diagnosis, stadium dan mengangkat jaringan tumor sebanyak mungkin, serta mengevaluasi seluruh permukaan rongga pelvis/abdomen. Cara pembedahan yang dianjurkan adalah melakukan insisi vertikal (median/paramedian) melewati pusat untuk mempermudah pengangkatan tumor dan memungkinkan melakukan penilaian ke dalam rongga abdomen terutama dibawah diafragma. Perlu dicurigai adanya keganasan pada pemeriksaan makroskopis saat pembedahan bila : 1. Konsistensi padat/kistik dengan bagian padat 2. Adanya pertumbuhan tumor pada kapsul 3. Gambaran pelebaran pembuluh darah pada permukaan tumor 4. Gambaran hematoma 5. Terdapat asites, terutama bila hemoragis 6. Adanya perlekatan dengan organ lain. 7. Adanya metastasis pada peritoneum/omentum Pemeriksaan potong beku perlu untuk menentukan tindak lanjut (macam pembedahan) dari karsinoma ovarium. Ada 3 macam pembedahan pada pengelolaan karsinoma ovarium : 1. Pembedahan konservatif. Disini hanya dilakukan ooforektomi unilateral. Jenis pembedahan ini hanya dilakukan pada penderita wanita muda yang masih berusaha mempertahankan fertilitasnya dan baru dilakukan pengangkatan uterus, ovarium kontralateral dan omentum setelah berhasil mendapatkan keturunan (memenuhi kriteria Morrow). 2. Pembedahan baku Prinsip dasar pembedahan baku adalah pengangkatan lesi primer dan tempat potensial untuk metastasis, yang meliputi histerektomi total, salfingo ooforektomi bilateral dan omentektomi. Pada stadium lanjut dimana sudah banyak metastasis dan perlekatan, sehingga tidak mungkin dilakukan histerektomi total dan salfingoooforektomi bilateral, maka dilakukan pengangkatan jaringan tumor sebanyak

mungkin/sebisa mungkin, dilanjutkan tempat-tempat metastasis dan omentektomi, untuk kemudian dilanjutkan dengan terapi tambahan, yaitu kemoterapi dan jika perlu radioterapi. 3. Pembedahan dengan penentuan stadium secara pembedahan Prosedur penentuan stadium secara pembedahan (comprehensive staging laparotomy). Disini selain dilakukan pembedahan baku, juga dilakukan pencucian utnuk pemeriksaan sitologi tempat-tempat yang potensial menjadi tempat metastasis dan biopsi tempat-tempat yang dicurigai ada metastasis serta limfadenektomi terbatas. Prosedur operasi dengan comprehensive staging laparatomy pada karsinoma ovarium stadium awal : a. Insisi abdomen pada linea mediana. b. Pencucian rongga abdomen untuk pemeriksaan sitologi - Asites - Pelvis - Pericolic gutters - Diafragma c. Histerektomi total dan salfingo-ooforektomi bilateral d. Omentektomi e. Eksplorasi peritoneum - Biopsi daerah perlekatan/lesi yang dicurigai Dinding kavum Douglasi Dinding pelvis Pericolic gutters Serosa usus halus dan mesenterium Diafragma f. Limfadenektomi pelvis dan para-aortal secara selektif. B. Kemoterapi Penggunaan kemoterapi pada karsinoma ovarium sebagai terapi tambahan, yang diberikan pasca bedah/pasca radioterapi. Tujuan kemoterapi ini adalah untuk

memberantas sel-sel kanker yang secara mikroskopis tidak terangkat saat pembedahan atau tidak terbunuh saat terapi radiasi. Perlu diperhatikan beberapa faktor dalam pemberian kemoterapi seperti ; status klinis, status performance, respon tumor, metode pemberian obat dan macam obat yang dipakai. Macam obat sitostatika yang digunakan adalah (lihat protokol kemoterapi). 1. Karsinoma ovarium jenis epitelial. a. Risiko rendah; terpai tunggal dengan Klorambusil atau Siklofosfamit. b. Risiko tinggi; terapi kombinasi dengan Siklofosfamit + Sis-platinum (CP). 2. Karsinoma + Aktinomisin-D + Siklofosfamit (VAC) C. Terapi Radiasi Terapi radiasi dianjurkan untuk neoplasma ovarium ganas jenis disgerminoma serta tumor stroma gonad yang tidak membutuhkan fungsi reproduksi. Terapi radiasi ini tidak diberikan secara sendiri melainkan diberikan sebagai terapi tambahan setelah terapi pengangkatan jaringan tumor. Tujuan terapi radiasi antara lain : 1. Memberantas sel ganas yang tertinggal/tidak terangkat saat tindakan pembedahan 2. Memberantas metastasis yang tersembunyi, misalnya pada kelenjar limfe-pelvis, para-aortal, peritoneum dan diafragma. Karsinoma ovarium yang disertai kehamilan Pengelolaan karsinoma ovarium dengan kehamilan tergantung dari stadium klinik, tingkat keganasa, paritas dan umur kehamilan. Bila paritas, stadium klinik dan tingkat keganasan rendah serta umur kehamilan cukup bulan/mendekati cukup bulan maka dilakukan pembedahan konservatif (salfingo-ooforektomi unilateral), baru dilakukan pembedahan baku setelah anak lahir. Jika tingkat keganasan tinggi, maka tanpa memandang umur kehamilan harus dilakukan tindakan pembedahan baku (histerektomi total, salfingoooforektomi bilateral dan omentektomi).

Pengamatan lanjut Penderita karsinoma ovarium pasca bedah baik dengan ataupun tanpa terapi tambahan perlu dilakukan pengamatan lanjut untuk melihat : 1. Respon terapi 2. Kemungkinan terjadinya residif 3. Komplikasi dari terapi yang diberikan Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan : 1. Pemeriksaan pelvis yang teratur 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ultrasonografi 4. Petanda tumor 5. Laboratorium 6. Second look operation, yaitu tindakan laparotomi eksploratif setelah pemberian kemoterapi dengan tujuan : a. Mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan b. Menetapkan terapi selanjutnya (apakah pemberian kemoterapi dapat diteruskan, dihentikan atau diganti). c. Mengangkat jaringan tumor sebisa mungkin bila ditemukan Umumnya Second look operation dilakukan 5-8 bulan pasca kemoterapi.

STRATEGI PENGOBATAN KANKER SERVIKS UTERI INVASIF Di RSUP Dr. Kariadi Semarang

Kanker serviks uteri invasif

Penentuan stadium

Mikroinvasif (lesi 3 mm)

Stadium IB atau IIA

Stadium Lanjut

Konisasi atau histerektomi total

Histerektomi radikal

Penentuan Skor Prioritas Khemoterapi

Radiasi Eksternal

Khemoterapi Radiasi : Intrakaviter Eksterna

Radiasi : Intrakaviter Eksterna

PROSEDUR PENGGUNAAN SITOTATIKA PADA KANKER GINEKOLOGI Tujuan : Memberikan pedoman pada petugas tentang langkah-langkah penggunaan sitostatika pada kanker ginekologi, sehingga penggunaan sitostatika memberikan hasil seperti yang diharapkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Ruang lingkup : Penderita-penderita kanker ginekologi yang mendapatkan terapi sitostatika Uraian umum : Tujuan utama pemberian sitostatika pada penderita kanker ginekologi adalah untuk meningkatkan harapan hidup, akant etapi dipihak lain efek samping obat-obat ini kadang-kadang begitu hebat sehingga mengancam jiwa penderita. Perlu pengetahuan dasar dan manfaat klinik dari penggunaan obat-obat sitostatika, sehingga tujuan pengobatan yang diberikan akan tercapai baik secara paliatif maupun kuratif. PROSEDUR A. Kriteria persiapan Syarat-syarat pemberian sitostatika 1. Syarat-syarat penderita : a. Diagnosis pasti secara histopatologis b. Keadaan umum penderita baik (penilaian keadaan umum menggunakan derajat status performance menurut IUCC 1991). c. Memenuhi skor prioritas pemberian sitostatika d. Penderita mengerti tujuan pengobatan dan efek samping obat yang mungkin terjadi. e. Fungsi hati dan fungsi ginjal baik f. Hb > 10 gr%

g. Lekosit > 3500/l h. Trombosit > 150.000/l 2. Syarat-syarat pengelola a. Mempunyai pengetahuan tentang sitostatika dan pengelolaan kanker pada umumnya. b. Tersedianya sarana laboratorium yang memadai. B. Kriteria pemilihan sitostatika : Pemilihan sitostatika yang dipergunakan tergantung macam diagnosis kanker ginekologi. 1. Kanker serviks uterus a. Terapi adjuvant Mitomisin-C; pemberian satu kali disertai terapi radiasi. Cara : Simultan : 25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan antara dua aplikasi radium intrakaviler. Atau 25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan antara radiasi eksterna yang ke-5 dan ke-6 Induksi : 25 mg/m2 luas permukaan tubuh diberikan sebelum terapi radiasi. Cara ini diberikan pada keadaan tertentu, seperti pada infiltrasi tumor pada serviks terlalu luas sehingga menyulitkan aplikasi radium. Pada kanker serviks dengan respon radiasi moderat dan jelek diberikan Mitomisin-C 10 mg IV, diulang setiap 3-4 minggu sampai tiga kali. Hidroksi urea; disertai radiasi Cara pemberian : Hidroksi urea 40-80 mg/KbBB atau 1-2 gram/m 2 oral tiap tiga hari mulai hari pertama radiasi. Hidroksi urea diberikan sampai 4 minggu setelah pemberian terapi radiasi selesai atau diberikan sampai 12 minggu.

b. Terapi paliatif : Untuk yang residif, resisten, metastasis Rejimen MIYAMOTO Cara pemberian : Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Bleomisin 5 mg IV Bleomisin 5 mg IV Bleomisin 5 mg IV Bleomisin 5 mg IV Bleomisin 5 mg IV tambah Mitomisin-C 10 mg IV.

Diulang tiap 4 minggu sampai tercapai hasil terapi. Perhatian terhadap radang paru-paru dan ekstravasasi. Sis-platinum 50-100 mg/m2 IV; diulang tiap 3 minggu perhatian terhadap payah jantung dan gagal ginjal 2. Kanker korpus uterus a. Kanker endometrium Provera 3 x 100 mg, atau Farlutal 3 x 100 mg CP (Siklofosfamit + Sis-platinum) atau CEP (Siklofosfamit + Epirubisin/Adriamisin + Sis-platinum) terapi adjuvant terapi adjuvant Megace (Megestrol 40 mg) 3 x 1 tablet, atau

Preparat progesteron diberikan paling sedikit selama 1 tahun

Cara pemberian dapat dilihat pada kanker ovarium. b. Sarkoma uterus Epirubisin 60-100 mg/m2 IV hari pertama ; diulang setiap 3-4 minggu Doksorubisin 60-90 mg/m2 IV hari pertama ; diulang setiap 3-4 minggu dengan maksimum dosis total 800 mg. Perhatian terhadap kardiomiotoksisitas. 3. Penyakit trofoblas ganas terapi kuratif a. Koriokarsinoma risiko rendah Ada beberapa pilihan terapi dengan sitostatika tungal

Metotreksat (Ametopterin) 0,4 mg /KgBB/hari IM atau IV selama 5 hari 10-20 mg/m2 IV hari I-V ; diulang setiap 2-3 minggu

Aktinomisin-D (Cosmegen) 0,010 0,012 mg/KgBB/hari IV selama 5 hari; diulang tiap 2-3 minggu.

Etoposide (VP-16) 200 mg/m2/hari oral selama 5 hari, diulang setiap 2 minggu.

Pemberian terapi sampai tidak tanda-tanda kegiatan trofoblas, antara lain sampai -hCG (-) atau hCG 5 ml/CC; dilanjutkan 3 kali. b. Koriokarsinoma risiko tinggi Rejimen MAC Rejimen I : Etoposide Metotreksat Metotreksat Aktinomisin-D 100 mg/m2 IV hari I dan II 100 mg/m2 IV hari I 200 mg/m2 IV (melalui infus dalam 12 jam) hari I. 0,5 mg IV hari I dan II

Folinic acid (Leukovorin kalsium) 2 x 15 mg/hari oral/IM untuk 4 dosis, dimulai 24 jam setelah pemberian Metotreksat pertama. Rejimen II : Vinkristin Siklofasfamit 1mg/m2 IV hari VIII 600 mg/m2 IV hari VIII

Pemberian rejimen I dan II diulang dengan interval 6 hari, kecuali terjadi mukositis. Terapi diberikan sampai terlihat complete response atau terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya metastasis ke kranium, Metotreksat diberikan pada hari I dan II dengan dosis 12,5 mg intratekal. 4. Kanker vulva dan vagina

Terapi adjuvant dan paliatif : a. Bleomisin 5 mg IV/IM selama 5 hari b. Siklofasfamit (endoksan) 200 mg IV Diulang tiap 2-4 minggu sampai hasil terapi tercapai, atau : c. Bleomisin d. Siklofofamit 5. Kanker ovarium a. Jenis epitelial Risiko rendah : Stadium I dan II dengan pengangkatan lengkap Derajat histologi bukan keganasan tinggi Bukan yang resisten/residif Pilihan I Klorambusil (Leukeran) 2 x 5 mg/hari oral selama 1 bulan. Dilanjutkan 2 x 5 mg/hari oral selama 10 hari. Istirahat 20 hari sampai hasil terapi tercapai. Pilihan II Siklofosfamit 3 x 1 tablet oral sampai hasil terapi tercapai. Risiko tinggi terapi adjuvant Yang tidak termasuk dalam kriteria risiko rendah Rejimen CP (Siklofosfamit + Sis-platinum) Siklofosfamit Sis-platinum look operation. b. Jenis germinatif Rejimen VAC : Vinkristin Aktinomisin Siklofosfamit 1,5 mg/m2 IV hari I dan VIII 0,3 mg/m2 IV hari I-V (maks. Dosis sekali 0,5 mg) 5-7 mg/KgBB IV hari I-V. terapi adjuvant 750 mg/m2 IV 750 mg/m2 IV diulang setiap minggu 2 x 7,5 mg/minggu IV/IM 3 x 1 table/hari

Catatan : CP dengan tujuan terapi diberikan 4-8 seri disusul dengan second

Diulang setiap 4 minggu; lama terapi 2-3 tahun.

C. Kriteria evaluasi : Evaluasi pengobatan dinilai dari 3 hal : 1. Respon pengobatan yang objektif : a. Respon lengkap (complete response) Menghilangnya massa tumor dari 2 kali pemeriksaan dengan jarak waktu kurang dari 4 minggu. b. Respon sebagian (partial response) Menghilangnya 50% atau lebih dari massa tumor dan tidak didapatkan lesi baru. c. Tidak ada respon (no response) Pengecilan massa tumor kurang dari 50% atau massa tumor membesar kurang dari 25% dari lesi yang diukur. d. Menjadi progresif (progressive disease) Terjadi pembesaran tumor 25% atau lebih dari lesi yang diukur atau timbul lesi baru. 2. Gejala/keluhan penderita Hasil yang baik diharapkan keluhan atau gejala akan mengurang atau menghilang sama sekali. 3. Kelangsungan hidup Keberhasilan pengobatan adalah memperpanjang kelangsungan hidup tanpa penurunan kualitas hidup.

Anda mungkin juga menyukai

  • Surat Keputusan Kepala Puskesmas Gunung Sari Maret
    Surat Keputusan Kepala Puskesmas Gunung Sari Maret
    Dokumen5 halaman
    Surat Keputusan Kepala Puskesmas Gunung Sari Maret
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • CV Fajar Al-Habibi
    CV Fajar Al-Habibi
    Dokumen4 halaman
    CV Fajar Al-Habibi
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Surat Rekom Atasan Untuk Sip DR - Fajar
    Surat Rekom Atasan Untuk Sip DR - Fajar
    Dokumen1 halaman
    Surat Rekom Atasan Untuk Sip DR - Fajar
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen6 halaman
    Bab Iv
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Pengunduran Diri Putri
    Pengunduran Diri Putri
    Dokumen1 halaman
    Pengunduran Diri Putri
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Surat Pengalaman Kerja Fajar Al-Habibi
    Surat Pengalaman Kerja Fajar Al-Habibi
    Dokumen1 halaman
    Surat Pengalaman Kerja Fajar Al-Habibi
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab II Super Revised
    Bab II Super Revised
    Dokumen9 halaman
    Bab II Super Revised
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab III Revised
    Bab III Revised
    Dokumen8 halaman
    Bab III Revised
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab III Revised
    Bab III Revised
    Dokumen7 halaman
    Bab III Revised
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tabel
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab II Super Revised
    Bab II Super Revised
    Dokumen12 halaman
    Bab II Super Revised
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen2 halaman
    Daftar Gambar
    Ahmad Ismatullah
    Belum ada peringkat
  • Halaman Persetujuan
    Halaman Persetujuan
    Dokumen1 halaman
    Halaman Persetujuan
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • KTI Bab III
    KTI Bab III
    Dokumen2 halaman
    KTI Bab III
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • KTI Bab V
    KTI Bab V
    Dokumen1 halaman
    KTI Bab V
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Terjamahan Jurnal 1
    Terjamahan Jurnal 1
    Dokumen18 halaman
    Terjamahan Jurnal 1
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen6 halaman
    Bab Iv
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • COVER Hasil
    COVER Hasil
    Dokumen1 halaman
    COVER Hasil
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Jenis Madu
    Jenis Madu
    Dokumen7 halaman
    Jenis Madu
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Ahmad Pramudi
    Ahmad Pramudi
    Dokumen4 halaman
    Ahmad Pramudi
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • Covernolanda
    Covernolanda
    Dokumen1 halaman
    Covernolanda
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • KTI Bab V
    KTI Bab V
    Dokumen1 halaman
    KTI Bab V
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    Fajar Al-Habibi
    Belum ada peringkat