Anda di halaman 1dari 45

BAHAN KULIAH AGAMA ISLAM

UNTUK S 1 STIK GIA MAKASSAR I. Manusia dan Alam Semesta


Dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah dan alam (semesta). Dalam istilah lain digunakan kata Khalik dan Makhluk. Khalik artinya pencipta yakni Allah swt.; sedangkan makhluk artinya yang diciptakan yakni alam semesta. Makhluk adalah semua benda, baik benda hidup ataupun benda mati yang ada di sekeliling kita termasuk manusia. Atau segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, perasaan, dan pikiran, kendatipun samar-samar. Mulai dari partikel atau zarrah yakni bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi seperti bakteri sampai kepada jasad (tubuh) yang besarbesar; dari yang inorganik sampai pada yang organik; dari yang paling sederhana konstruksi tubuhnya sampai kepada yang sangat kompleks (rumit, saling berhubungan) seperti tubuh manusia. Ruang dan waktu (space and time) adalah alam. Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama, alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur, rapi, dan serasi. Melalui sunnatullah (ketentuan dan hukum yang telah ditetapkan Allah), alam semesta dapat bekerja secara sistemik (menurut suatu cara yang teratur rapi) dan berkesinambungan, tidak berubah-ubah, tetap saling berhubungan, berketergantungan, dan secara dinamis saling melengkapi. Perhatikanlah, misalnya matahari, insya Allah sejak diciptakan sampai akhir zaman tetap berada pada titik pusat tata surya (garis edarnya) dan berputar mengelilingi sumbunya. Selain berfungsi sebagai penerang di waktu siang juga berfungsi sebagai salah satu sumber energi bagi manusia. Ada tiga sifat utama sunnatullah yang diungkapkan dalam Alquran, yaitu: 1) pasti, 2) tetap, dan 3) objektif. Pertama bersifat pasti atau tentu; disebutkan pada akhir ayat 2 surat al-Furqn. Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan (menentukan) ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Dalam surat al-Talq: 3 disebutkan pula: Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Sunnatullah yang bersifat pasti atau tentu itu menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana dengan perhitungan yang tepat. Kedua bersifat tetap atau tidak berubah-ubah; disebutkan pada ayat 115 surat al-Anam. Dan dalam ayat 77 surat al-Isr bahwa: dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu. Sunnatullah yang bersifat tetap itu akan memudahkan para ilmuwan memperhitungkan dan memanfaatkan gejala alam yang akan terjadi serta hubungannya dengan gejala alam lain yang senantiasa mempunyai hubungan yang konsisten. Ketiga bersifat objektif; disebutkan pada ayat 105 surat alAnbiy: bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. Orang yang berkarya sesuai sunnatullah adalah orang yang saleh atau orang yang baik dan benar. Kebenaran sunnatullah adalah kebenaran objektif ; berlaku bagi siapa saja dan di mana saja. Contoh: Ada dua bangunan yang menjulang sama tinggi di padang yang luas dan terbuka; salah satunya adalah menara mesjid, dan yang satu adalah menara casino (tempat bermain judi) dan iklan minuman keras di atasnya. Menara mesjid tidak memakai penangkal petir karena pertimbangan bahwa mesjid adalah tempat salat dan berbagai aktivitas kebaikan lainnya, dan menaranya berfungsi memperdengarkan panggilan salat ke tempat yang jauh. Menara casino memakai penangkal petir memenuhi sunnatullah. Kalau hujan datang dengan petir sambung menyambung, yang akan roboh lebih dahulu jika kena sambaran petir adalah menara mesjid yang tidak berpenangkal petir.

Manusia Menurut Agama Islam A. Asal-usul Kejadian Manusia


Pada beberapa tempat di dalam Alquran, Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan juga berasal dari air. Air yang menjadi asal manusia adalah air hina (mani) yang terpancar dari (antara) tulang sulbi (pinggang) dan tulang dada (QS. at-Triq: 6-7). Air mani yang berasal dari saripati makanan yang tumbuh dari tanah. (Kejadian manusia yang dimaksud di sini adalah penciptaan

manusia sesudah Adam, sebab Adam sebagai manusia pertama, diciptakan oleh Allah langsung dari tanah). Komponen pembentukan manusia yang lain adalah ruh (ciptaan) Allah. Urusan ruh hanya Allah yang mengetahuinya, dan akal manusia terlalu picik untuk memikirkan dan memahami kejadian yang gaib mutlak itu. Jadi, manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur yaitu unsur materi dan immateri. Unsur materi adalah tubuh yang berasal dari tanah dan air; dan unsur immateri adalah ruh yang berasal dari alam gaib. Proses kejadian manusia itu antara lain disebutkan dalam QS.al-Muminn: 12-14, dan QS.as-Sajadah: 7-9. Ali Syariati mengemukakan bahwa makna simbolis dari hakikat penciptaan manusia adalah: Manusia mempunyai dua dimensi, yakni dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Dalam pengertian simbolis, lumpur (tanah) hitam, menunjukkan keburukan, kehinaan yang tercermin pada dimensi kerendahan. Sedangkan ruh (ciptaan) Allah mencerminkan dimensi keilahian yang menunjukkan kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asal ruh (ciptaan) Allah atau Allah sendiri. Karena hakikat penciptaan inilah, manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat lain dapat turun ke lembah yang rendah dan hina. Dalam perjalanan hidupnya, manusia selalu bergerak ke spektum yang mengarah ke jalan Tuhan; dan pada saat yang lain dapat mengarah ke jalan setan. Dalam tarik menarik ke arah mana yang akan dituju, manusia dengan akal dan kebebasan berkehendak dapat menentukan arah hidupnya untuk menentukan pilihannya; apakah ke jalan Tuhannya atau sebaliknya, ke jurang kehinaan. Dalam menentukan pilihan itulah, manusia memerlukan petunjuk. Petunjuk yang benar adalah yang bersumber dari agama Allah (dnullah), dnul Islm, atau agama Islam. Oleh karena Allah-lah yang menciptakan manusia, maka sepatutnya manusia itu menjadikan agama Allah sebagai pedoman hidupnya. Kenapa agama Islam? Karena agama Islam adalah agama yang tidak hanya berorientasi kepada dunia ini semata (yang dilambangkan tanah dan air), atau kepada akhirat saja (yang dilambangkan ruh (ciptaan) Allah), tetapi menekankan keseimbangan antara keduanya. Hanya

agama Islam-lah yang mengajarkan pemeliharaan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dan agama yang benar dan diterima di sisi Allah hanyalah (agama) Islam. QS. 3: 19. Melalui Alquran sebagai sumber agama Islam, manusia dapat mengetahui siapa dirinya, dari mana ia berasal, di mana ia berada (sekarang) dan ke mana ia akan pergi. Manusia yang beriman dan bertakwa akan sadar bahwa ia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga yang masingmasing mempunyai kebutuhan yang perlu dipenuhi. Setelah ruh dipisahkan dengan jasad oleh malaikat Izrail (malaikat maut) tentu atas izin Allah, maka jasad manusia yang berasal dari tanah akan dikuburkan ke dalam tanah, sedang ruh (ciptaan) Allah di tempatkan di alam barzah (tempat antara masa kehidupan dunia dan masa kehidupan akhirat). Dengan demikian, setiap manusia yang hidup di dunia ini melalui lima tahap, yaitu: 1) di alam gaib (alam roh); 2) di alam rahim; 3) di alam dunia (yang fana ini); 4) di alam barzah; dan di alam akhirat (yang kekal = abadi).

B. Kedudukan & Tugas Manusia


1. Kedudukan Manusia; Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Ia menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan di kemudian hari. Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa dalam Alquran terdapat 3 istilah kunci yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu : basyar, insan, dan an-nas. Konsep basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia, seperti makan, minum, seks dan berjalan-jalan di pasar. Seperti perkataan Maryam kepada Allah: Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku tidak disentuh seorang laki-lakipun (basyar). (Q.s. Ali Imran : 47); perhatikan pula Q.s. alKahfi: 110; s. Fushshilat: 6; s. al-Ahzab: 33; s. Furqan: 7 & 20 dll. Kata al-Insn dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yakni: 1. Insan dihubungkan dengan konsep manusia sebagai khalifah atau pemikul amanah; 2. dihubungkan dengan predisposisi negatif manusia; dan 3. dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Semua konteks insan menunjukkkan pada sifat-sifat psikologis atau spiritual.

Pada kategori pertama, dalam Alquran dikatakan bahwa insan adalah makhluk yang diberi ilmu (Q.s. al-Alaq: 4-5) makhluk yang diberi kemampuan untuk mengembangkan ilmu dan daya nalarnya dengan merenungkan, memikirkan, menganalisis, dan mengamati perbuatannya (Q.s. az-Zariat: 35) dalam hubungan ini Tuhan menjelaskan sifat insan yang tidak stabil (Q.s. Fushshilat: 53). Sebagai makhluk yang memikul amanah, insan dihubungkan dengan konsep tanggung jawab (Q.s. al-Qiyamah: 3 dan 36) diharuskan berbuat baik (Q.s. al-Ankabut: 8) amalnya dicatat dengan cermat untuk diberi balasan sesuai dengan kerjanya (Q.s. an-Najm: 39) oleh karena itu insan-lah yang dimusuhi setan (Q.s. al-Isra: 53). Dalam menyembah Allah, insan sanat dipengaruhi oleh lingkungannya. Apabila ditimpa musibah, insan cenderung menyembah Allah dengan ikhlas; sedangkan apabila mendapat keberuntungan insan cenderung sombong, takabbur, dan bahkan musyrik (Q.s. Yunus: 12). Dalam kategori kedua, menurut Alquran manusia cenderung zalim dan kafir, tergesa-gesa, bakhil, bodoh, banyak membantah dan mendebat, gelisah dan enggan membantu, ditakdirkan untuk bersusah payah dan menderita, tidak berterima kasih, berbuat dosa, dan meragukan hari kiamat. Dalam kategori ketiga, sebagai insan manusia diciptakan dari tanah liat, saripati tanah, tanah. Jadi, proses penciptaan manusia menggambarkan secara simbolis karakteristik basyari dan karakteristik insani. Keduanya harus tergabung dalam keseimbangan. ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak. Konsep kunci yang ketiga adalah an-nas yang mengacu pada makhluk sosial. Ayat-ayat Alquran antara lain mengungkapkan: 1. dan di antara sebagian manusia menyatakan beriman kepada Allah, tetapi sebetulnya tidak beriman (Q.s. al-Baqarah: 8). Yang mengambil sekutu terhadap Allah; yang hanya memikirkan kehidupan dunia; yang berdebat dengan Allah tanpa ilmu, dll., meskipun ada sebagian orang yang rela mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah. 2. dan kebanyakan manusia mempunyai kualitas rendah, baik dari segi ilmu maupun iman; tidak bersyukur, fasik, melalaikan ayat-

ayat Allah, kafir, kebanyakan harus menanggung azab, dll. 2. Tugas Manusia; Menurut Alquran tugas manusia adalah beribadah kepada Allah, baik dalam bentuk ibadah mahdah (menyembah Allah dengan cara-cara yang telah diatur dalam sunah) maupun dalam arti umum yakni seluruh aktifitas yang diperuntukkan mencari ridha Allah. Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara ibadah yang bersifat vertikal dengan ibadah yang bersifat horizontal. 3. Manusia sebagai khalifah; Dalam Q.s. al-Baqarah: 30 disebutkan bahwa manusia adalah khalifah (wakil, pengganti atau duta) Tuhan di bumi. Untuk menjalankan tugasnya sebagai khalifah, manusia dilengkapi dengan ilmu pengetahuan; Alam dengan segala isinya disediakan oleh Allah dan menjadi bidang garapan manusia dalam melaksanakan tugasnya; Kelengkapan martabat manusia adalah kebebasan yang mengenal batas; Pelanggaran terhadap batas membuat manusia jatuh, tidak terhormat; Dorongan untuk melanggar batas ialah nafsu serakah, yaitu perasaan yang tidak pernah puas dengan anugrah Tuhan; Karenanya kelengkapan ilmu saja tidak menjamin manusia terhindar dari kejatuhan, sehingga manusia memerlukan petunjuk Allah; Dengan mengikuti petunjuk Allah, manusia dapat memperoleh kembali kebahagiaan surgawi yang telah hilang yakni ketika Adam & Hawa diusir dari surga. Kekhalifahan manusia di bumi memiliki implikasi prinsipil yang luas. Karena kedudukannya sebagai wakil Tuhan di bumi, manusia akan dimintaii pertanggungjawaban di hadapan yang mewakilkan tugas suci yang diembannya. Senada hal tersebut di atas, dapat pula digambarkan bahwa manusia mempunyai berbagai ciri utama dibanding dengan makhluk lain; di antaranya: 1. Makhluk yang paling unik; manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya; (QS. al-Tn: 4).

manusia menunjukkan adanya kekuasaan di luar diri manusia itu

Dengan memperhatikan keunikan penciptaan

sendiri.

Manusia

sebagai

makhluk

seyogyanya

menyadari

kelemahannya. Kelemahan manusia yang disebutkan dalam Alquran antara lain: melampaui batas

daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat ), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan)

setelah Kami hilangkan bahaya itu

bahaya yang telah menimpanya. (QS. Yunus: 12); zalim (bengis), kejam, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya, dan mengingkari karunia (pemberian) Allah, (QS. Ibrahim: 34);

Sesungguhnya manusia itu, sangat

zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah). tergesa-gesa, (QS. alIsr: 11); suka membantah, (QS. al-Kahfi: 54); berkeluh kesah dan kikir, (QS. al-Marij: 19-21); ingkar dan tidak berterima kasih, (QS. al-diyt: 6). Apabila manusia berbuat menurut sifat-sifat kelemahan tersebut, maka akan turun derajatnya menjadi serendah-rendah kejadian. (QS. al-Tn: 5) berkomunikasi dengan karenanya untuk kepentingan manusia sendiri, ia harus senantiasa penciptanya, dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri dan alam sekitarnya. 2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh dipertemukan dengan jasad di dalam rahim ibunya, ruh yang berada di alam gaib ditanya Allah; apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? Serentak dan semuanya mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. (QS. al-Arf: 172). Dengan penyaksian tersebut, menunjukkan bahwa secara potensial manusia percaya dan beriman kepada ajaran yang diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa.

Oleh

3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. (QS. az-

Zriyt: 56).

Mengabdi atau beribadah kepada Allah dapat dilakukan dengan dua jalur, jalur khusus yang diistilahkan ibadah khas dan jalur umum yang diistilahkan ditentukan ibadah oleh am. Ibadah khusus yaitu segala


bentuk dan

pengabdian langsung kepada Allah yang hukum dan waktunya telah Allah sedang pelaksanaannya dijelaskan dipraktekkan oleh Rasulullah; seperti: ibadah salat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Ibadah melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal saleh yaitu segala perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat dengan niat ikhlas untuk mencari keridhaan Allah. 4. Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. (QS. al-Baqarah: 30).

para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Perkataan menjadi khalifah dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini. 5. Manusia diciptakan Allah dengan dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya, manusia tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim; tetapi dengan akal dan kehendaknya pula, manusia tidak percaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada Allah, bahkan mengingkari (mengkafiri-Nya). Dalam QS. al-Kahfi: 29 disebutkan:

artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada

itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman)

Dan katakanlah: "Kebenaran

hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". dan QS. al-Insan: 3 disebutkan pula:

jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. 6. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Dalam QS. at-Thr: 21 disebutkan: dikerjakannya. II.

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya

Tiap-tiap

manusia

terikat

dengan


apa yang

Kebutuhan Manusia terhadap Agama


Manusia memerlukan atau membutuhkan agama, antara lain karena: A. Manusia memiliki fitrah beragama; Murthada Muthahhari mengatakan, Imam Ali Alaih as-salam menyebutkan bahwa para Nabi diutus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat di atas kertas, tidak diucapkan oleh lidah, melainkan terukir dengan pena ciptaan Allah di permukaan qalbu dan lubuk fitrah manusia, dan di atas permukaan hati nurani serta kedalaman perasaan batiniah. Informasi mengenai potensi (fitrah) beragama yang dimiliki manusia dapat dijumpai dalam QS. al-Arf: 172 yang menyebutkan:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami

10 menjadi saksi". Sebagai bukti bahwa manusia memiliki potensi beragama dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Secara historis dan antropologis diketahui bahwa pada manusia primitif yang tidak kesampaian informasi tentang Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun terbatas pada daya khayalnya. Mereka misalnya mempertuhankan benda-benda alam yang terkesan misterius dan mengagumkan. Kepercayaan demikian dikenal sebagai agama dinamisme. Selanjutnya kekuatan misterius tersebut mereka yakini memiliki ruh atau jiwa yang berkarakter dan memiliki kecenderungan baik dan buruk. Kepercayaan demikian diberi nama agama animisme. Ruh dan jiwa itu kemudian dipersonifikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak, kepercayaan yang demikian diistilahkan agama politeisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi bertuhan. Namun karena tidak terarah, sehingga mengambil bentuk yang keadaannya serba relatif. Dalam keadaan demikian itulah para Nabi diutus kepada umat manusia untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka cari itu adalah Allah yang menciptakan dirinya, sehingga harus menyembah kepadaNya. Ketika datang wahyu Tuhan dengan perantaraan Rasul-Nya menyeru manusia beragama, maka seruan tersebut sangat sejalan dengan fitrah mereka. Pernyataan ini sesuai firman Allah dalam QS. al-Rm: 30, yang berbunyi:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. B. Kelemahan dan Kekurangan Manusia; Di samping manusia mempunyai berbagai kesempurnaan, juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata alnafs. Nafs berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan. Dalam QS. al-Syams (91): 7-8 Allah berfirman:

11

Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Menurut Quraish Shihab kata mengilhamkan dalam ayat tersebut berarti potensi; agar manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Pada hakikatnya potensi manusia untuk berbuat baik lebih besar daripada potensi berbuat buruk, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Karenanya, manusia dituntut agar memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya. Untuk menjaga kesucian nafs ini, manusia harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan dengan bimbingan agama, dan di sinilah letaknya kebutuhan manusia terhadap agama. C. Tantangan Manusia; Manusia dalam hidupnya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar dirinya. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan (QS. 12: 5 dan 17: 53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk memalingkan dan menjauhkan manusia dari mengingat Tuhan. (lihat antara lain QS. 8: 36). Untuk mengatasi dan membentengi manusia dari godaan hidup tersebut hanyalah dengan taat menjalankan ajaran agama. III.

Berbagai Pendekatan di Dalam Memahami Agama


Secara konseptual agama merupakan cara yang paling efektif memecahkan masalah yang dihadapi umat manusia. Namun secara faktual (dalam kenyataannya), agama seakan-akan hanya menjadi lambang kesalehan pribadi yang terbatas hanya sekedar disampaikan dalam ceramah, khutbah dan semacamnya. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu dikaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama, sehingga kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Realitas keagamaan yang terjadi mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Berbagai pendekatan dimaksud meliputi: Pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan pendekatan psikologis.

12

A. Pendekatan Teologis Normatif; Secara harfiah pendekatan Teologis normatif dalam memahami agama dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Teologi yang lazim kita ketahui pasti mengacu kepada agama tertentu. Dalam Islam sendiri, secara tradisional, dapat dijumpai teologi Mutazilah, Asyariyah, dan Maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan Murjiah. Aliran Teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar, sedangkan paham yang lainnya salah. Bahkan mencap paham orang lain keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Dan sebaliknya aliran lain juga demikian. Antara satu aliran dengan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada adalah saling ketertutupan (eksklusifisme). Amin Abdullah mengatakan: Yang menarik perhatian sekaligus perlu dikaji lebih lanjut adalah mengapa ketika form keberagamaan manusia telah terpecah dan termanifestasikan dalam wadah formal teologi atau agama tertentu, lalu wadah tersebut menuntut bahwa hanya kebenaran yang dimilikinyalah yang paling unggul dan paling benar dan mereka sering intoleran. Yang ditonjolkan adalah segisegi perbedaan dengan menutup serapat-rapatnya segi-segi persamaan. Adalah tugas mulia bagi para teolog dari berbagai agama untuk memperkecil kecenderungan tersebut dengan cara memformulasikan kembali khazanah pemikiran teologi mereka untuk lebih mengacu pada titik temu antar umat beragama. Dengan pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih lagi kenyataan demikian harus ditambah bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Uraian di atas bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologis, keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas

13 identitas dan pelembagaannya. Proses pelembagaan perilaku keagamaan melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang terdapat dalam teologi jelas diperlukan, antara lain untuk mengawetkan ajaran agama dan sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut pesan dasar agama. Tetapi ketika tradisi agama secara sosiologis mengalami reifikasi atau pengentalan, maka bisa jadi spirit agama yang paling hanif lalu terkubur oleh simbol-simbol yang diciptakan dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini sangat mungkin orang lalu tergelincir menganut dan meyakini agama yang mereka buat sendiri, bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak menyadari. Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam hal ini, agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak sangat ideal, sangat prima dengan seperangkat ciri khasnya. Khusus agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar dan menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusian, kebersamaan, kesetia-kawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demikian pula dalam bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan dibangun berdasarkan ajaran agama. B. Pendekatan Antropologis; Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Menurut Dawan Rahardjo antropologi dalam kaitan ini lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Kelompok masyarakat yang kurang mampu lebih tertarik

14 kepada gerakan-gerakan keagamaan yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya. Melalui pendekatan antropologis dapat diketahui bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Jika hendak mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya. Begitu pula hubungan antara agama dengan mekanisme pengorganisasian, hubungannya dengan negara, dengan psikoterapi, dan berbagai masalah kehidupan manusia. C. Pendekatan Sosiologis; Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba memahami sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup serta kepercayaan dan keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama dalam persekutuan hidup manusia. Banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam, dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak, lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Nabi Musa dalam melaksanakan tugasnya harus dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh lain. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut: 1. Dalam Alquran dan hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam tersebut berkenaan dengan urusan muamalah. (lihat misalnya QS. 23: 1-9). 2. Ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam karena adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), tetapi tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. 3. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran yang lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Seperti salat berjamaah.

15 4. Apabila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar larangan tertentu, maka kaffarahnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Seperti orang yang tidak mampu berpuasa, maka dia wajib membayar fidyah dalam bentuk memberi makan orang miskin. 5. Islam mengajarkan bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran yang lebih besar daripada ibadah sunnat. Seperti menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam Alquran banyak dijumpai ayat yang berkenaan dengan hubungan sesama manusia serta penyebab kemakmuran dan kesengsaraan suatu bangsa. Kesemuanya itu baru dapat dijelaskan apabila memahami sejarah sosial pada saat ajaran agama diturunkan. D. Pendekatan Filosofis; Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Menurut Sidi Gazalba filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah dan hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas akal tidak sanggup lagi; sistematik artinya dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu; radikal maksudnya sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa; dan universal artinya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk seluruhnya. Berpikir secara filosofis selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat, atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Islam misalnya mengajarkan agar melaksanakan salat berjamaah, tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Thawaf ketika menunaikan ibadah haji mengandung makna bahwa hidup harus penuh dinamika yang tak kenal lelah, namun semuanya diarahkan sebagai ibadah kepada Allah semata. Mengerjakan sai yang dimulai dari bukit shafa yang berarti bersih dan berakhir di

16 bukit marwa yang artinya berkembang, menggambarkan bahwa dalam hidup ini tidak boleh putus asa; hidup ini harus diisi perjuangan dengan dasar niat yang bersih sehingga dapa memperoleh keberkahan. Melalui pendekatan filosofis, seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah, tetapi tidak memperoleh makna apa-apa. Misalnya sudah haji, tetapi tidak merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan ini tidaklah menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. E. Pendekatan Historis; Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Pendekatan historis amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri diturunkan dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Kuntowijoyo telah melakukan studi mendalam terhadap ajaran Islam dengan pendekatan sejarah. Dari hasil kajiannya terhadap Alquran ia berkesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Alquran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsepkonsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan. Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak untuk memasuki keadaan sebenarnya yang sesuai dengan peristiwa yang menyitarinya, sehingga dapat memahami ajaran agama sesuai dengan konteks historisnya. Untuk memahami ayat-ayat Alquran secara tepat, maka orang yang mengkajinya harus mempelajari kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya ayat Alquran (Asbab alNuzul). Begitu pula dalam mempelajari hadis sangat dibutuhkan ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis. F. Pendekatan Kebudayaan; Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Melalui pendekatan kebudayaan ajaran agama yang terdapat pada dataran empirik atau tampil dalam bentuk formal dapat diproses oleh penganutnya dengan menggunakan penalaran. Misalnya kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan sebagainya.

17

G. Pendekatan Psikologis. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamati. Menurut Zakiah Daradjat perilaku seseorang yang tampak secara lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling menyalami, hormat pada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Melalui pendekatan psikologi seseorang akan mengetahui tingkat keagamaan yang dipahami, dihayati, dan diamalkannya. Selain itu, dapat pula ditemukan cara yang tepat dan efisien untuk menanamkan ajaran agama sesuai tingkat usia seseorang. Itulah sebabnya, ilmu jiwa banyak digunakan untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang. IV.

Pengertian Agama & Agama Islam


A. Pengertian Agama Secara etimologis, kata agama berasal dari bahasa Sanskrit (menurut satu pendapat), kata itu tersusun dari dua kata, yaitu: a=tidak dan gam=pergi. Jadi agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Pendapat lain menyebutkan kata agama berasal dari bahasa Arab yakni dn ( ) yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan. Secara terminologis, agama antara lain dapat diartikan: kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu. Prof. Rasyidi mengatakan bahwa manusia yang beragama itu aneh. Ia melibatkan dirinya dengan agama yang dipeluknya dan

18 mengikatkan dirinya kepada Tuhan. Tetapi bersamaan dengan itu ia merasa bebas, karena bebas menjalankan segala sesuatu menurut keyakinannya. Ia tunduk kepada yang Maha Kuasa, tetapi (bersamaan dengan itu) Ia merasa dirinya terangkat, karena merasa mendapat keselamatan. Keselamatanlah yang menjadi tujuan akhir kehidupan manusia dan keselamatan itu akan diperolehnya melalui pelaksanaan keyakinan agama yang ia peluk. B. Pengertian Agama Islam Islm berasal dari kata yang berarti patuh atau menerima; kata dasarnya adalah yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Arti yang terkandung dalam perkataan Islam dengan berbagai bentuknya adalah: kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri), ketaatan dan kepatuhan. Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh, dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendak Ilahi. Manfaat dari ketaatan tersebut, bukanlah untuk Allah, tetapi untuk kemaslahatan atau kebaikan manusia sendiri dan lingkungan hidupnya. Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah dan syariah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Sistem dan ruang lingkup agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia, termasuk dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Memahami ajaran Islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat Islam terhadap Islam. Komitmen itu adalah: pertama meyakini kebenaran agama Islam seyakin-yakinnya; kedua mempelajari ajaran Islam secara baik dan benar; ketiga mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat; keempat mendakwakan, menyebarkan ajaran Islam secara bijaksana disertai argumen yang meyakinkan; kelima sabar dalam berislam. Sebagai muslim dan muslimat kita bersyukur memeluk agama Islam. Kesyukuran itu harus direalisasikan dengan mempelajari agama kita secara sistematis, baik dan benar serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan, dalam masyarakat majemuk seperti di Indonesia ini, kita harus menghargai pemeluk agama lain yang karena keyakinannya berbeda agama

19 dengan kita. Inti ajaran dari semua agama wahyu yang telah diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang pertama sampai kepada Nabi atau Rasul-Nya yang terakhir adalah sama yakni mengenai ke-Esaan Allah, tidak ada Tuhan lain selain Allah. Sejak dahulu, sekarang dan di masa yang akan datang ajaran tentang keesaan Allah (tauhid) tetap tidak berubah-ubah. Yang berubah adalah jalan yang ditempuh atau syariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, antara manusia dalam masyarakat dan dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang utuh, seimbang dan terpadu. Utuh artinya meliputi seluruh aspek kehidupan umat manusia. Seimbang artinya memberikan porsi yang sama antara kebutuhan materi dengan non materi, jasmani maupun rohani, dunia akhirat. Terpadu artinya saling terkait dan saling melengkapi antara satu aspek dengan aspek yang lain. C. Salah Paham Terhadap Islam Kesalahpahaman terhadap Islam, bukan saja oleh orang-orang nonmuslim, tetapi juga oleh orang-orang Islam sendiri. Hal ini disebabkan beberapa hal, di antaranya: 1. Salah memahami ruang lingkup agama Islam Salah paham terhadap Islam terjadi karena sebagian orang memahami bahwa ruang lingkup agama Islam hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan saja. Padahal ruang lingkup agama Islam dalam makna dn al-Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, baik tatacara hubungan manusia dengan Tuhan, maupun hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat dan alam lingkungan hidup. 2. Salah menggambarkan susunan bagian-bagian agama dan agama Islam Sebagain orang menggambarkan ajaran Islam tidak secara menyeluruh, tetapi sebagian-sebagian atau sepotong-sepotong. Misalnya orang menggambarkan Islam seakan-akan hanyalah aqidah (iman), atau seolah-olah hanya syariat (hukum), atau Islam hanya mengajarkan tasauf dan tarekat, tanpa meletakkan bagianbagian itu ke dalam kerangkan agama dan ajaran Islam secara terpadu dan menyeluruh. 3. Salah mempergunakan metode mempelajari Islam Metode atau cara yang ditempuh oleh para orientalis, adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya sebagai objek studi dan analisis tanpa menjelaskan fungsi Islam dalam kehidupan (tanpa menggunakan ukuran-ukuran yang Islami). Untuk menghindari salah paham terhadap Islam dan supaya

20 dapat memahami Islam dengan baik dan benar, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni Alquran dan hadis; 2. Pelajarilah Islam secara integral bukan secara parsial; artinya Islam harus dipelajari secara keseluruhan dan dipadukan dalam suatu kesatuan yang bulat. Kalau mempelajari Islam secara parsial, akan menghasilkan pemahaman yang salah, bagaikan pemahaman beberapa orang yang buta yang disuruh meraba seekor gajah kemudian menjelaskannya berdasarkan sentuhan tangannya. 3. Mempelajari Islam dari karya ulama yang telah mengkaji dan memahami Islam secara baik dan benar. Bukan dari hasil analisis para orientalis (orang Barat yang khusus mempelajari agama (Islam), budaya, dan bahasa-bahasa Timur untuk tujuan-tujuan tertentu) yang berubah dari masa ke masa. Kesimpulan kajian mereka terhadap Islam disesuaikan dengan tujuan mereka, yakni: pada awalnya, mereka mempelajari Islam untuk mempertahankan kesatuan wilayah negara mereka dari pengaruh kekuasaan Islam; kemudian, untuk menyerang Islam dari dalam dengan cara mencari-cari dan mengada-adakan kelemahan ajaran Islam; untuk menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara Islam. 4. Dihubungkan dengan persoalan asasi yang dihadapi manusia dalam masyarakat dan dilihat relevansinya dengan persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah manusia terutama sejarah umat Islam. 5. Memahami Islam dengan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang; seperti ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan budaya, serta ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). 6. Tidak menyamakan Islam dengan umat Islam; terutama keadaan umat Islam pada suatu masa di suatu tempat. 7. Pelajarilah Islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran Islam; Islam adalah agama multi-dimensional bukan unidimensional, sehingga dalam mempelajarinya perlu mempergunakan berbagai macam metode, seperti metode filosofis, sejarah, sosiologi, dan lain-lain. V.

Sumber Agama dan Ajaran Islam


Agama Islam dan ajaran Islam adalah ungkapan yang mempunyai hubungan yang sangat erat; dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin

21 dipisahkan. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Alquran yang memuat wahyu Allah dan hadis yang memuat sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam adalah aqidah, syariah dan akhlak, kemudian dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk mengembangkannya; yang dikembangkan adalah ajaran agama yang terdapat dalam Alquran dan al-Hadis. Jadi, sumber agama Islam atau ajaran agama Islam adalah Alquran dan al-Hadis, dan ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari agama Islam yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk mengembangkannya. Mempelajari agama Islam merupakan fardu ain atau kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedangkan mengkaji ajaran Islam, terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia merupakan fardu kifayah (kewajiban kelompok masyarakat). Di bawah ini akan dijelaskan secara ringkas kedua sumber tersebut: A. Alquran: Isi dan Sistimatikanya Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh peneliti ilmiah, Alquran adalah kitab suci yang memuat firmanfirman (wahyu) Allah, sama benar yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul Allah, diturunkan sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya, sehingga tercapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak. Alquran yang menjadi sumber nilai dan norma bagi umat Islam itu terbagi dalam 30 juz (bagian), 114 surah, lebih dari 6000 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325.345 suku kata kalau dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia). Alquran tidaklah disusun secara kronologis menurut urutan turunnya. Ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. ketika berkhalwat di gua Hira pada malam 17 Ramadhan yaitu surat al-alaq : 1-5 terletak pada surat yang ke-96. Sedangkan ayat yang terakhir diturunkan kepada beliau adalah surat al-Midah: 3 ketika Nabi Saw. melaksanakan haji wada di padang Arafah tanggal 9 Zulhijjah tahun ke-10 Hijrah, kini terletak pada surat yang ke-5. Menurut sebagian ulama sistimatika Alquran ditentukan oleh Allah sendiri melalui malaikat Jibril yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad saw. Allahlah yang menentukan diurutan mana ayat yang diturunkan diletakkan di antara ayat yang turun lebih dahulu.

22 Sistematika isi Alquran tidak seperti sistematika buku (ilmiah), yang disusun dengan mengikuti metode tertentu dan per bab. Kitab susunan manusia merupakan hasil penalaran yang bertujuan untuk menjelaskan suatu masalah kepada umat manusia di suatu tempat pada suatu masa. Berbeda dengan Alquran yang dalam membahas masalah sejarah ummat yang lalu misalnya disatukan dengan nasihat dan motivasi mempelajari tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Sistematika yang demikian dimaksudkan agar orang mempelajari dan memahami Alquran sebagai satu kesatuan yang harus ditaati oleh pemeluk agama Islam secara keseluruhan, tanpa memilih-milih antara satu bagian dengan bagian yang lain. Selanjutnya, dijadikan pedoman hidup dan kehidupan manusia di mana saja sepanjang masa. Wahyu Allah yang kini terhimpun dalam Alquran, isinya antara lain: 1. Petunjuk mengenai Aqidah yang harus di yakini oleh manusia yang intinya keimanan akan keEsaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan. 2. Petunjuk mengenai syariat yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak. 3. Petunjuk mengenai akhlak, tentang yang baik dan yang buruk yang harus diperhatikan manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. 4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau, Misalnya di dalam surah Saba: 15-17 diceritakan nasib kaum Saba yang hidup makmur pada suatu masa, namun karena mereka berpaling (meninggalkan ajaran agama) dan tidak mensyukuri karunia Ilahi, Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir (besar), sehingga kebun dan tanaman mereka rusak binasa. 5. Memuat berita-berita tentang zaman yang akan datang. Misalnya: tentang kematian, kebangkitan di akhirat dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengannya. 6. Memuat prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Dalam bidang kedokteran misalnya Allah berfirman dalam QS. asy-Syuar (26): 80. yang berbunyi: Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.

7. Mengungkapkan hukum yang berlaku (sunnatullah) bagi alam semesta, yakni: bersifat pasti, tetap dan obyektif.

23 B. Al-Hadis: Arti dan Fungsinya. Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Hadis merupakan penafsiran serta penjelas otentik ayat-ayat Alquran. Pada umumnya ulama menyamakan istilah hadis dengan sunnah, walaupun ada juga yang membedakannya. Hadis adalah segala yang bersumber dari Nabi saw. baik perkataan, perbuatan maupun taqrir (pengakuan/keadaan Nabi saw. mendiamkan atas perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh sahabat). Alquran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam pada umumnya diturunkan dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Dalam QS. an-Nahl (16): 44 Allah memberi tugas dan kewenangan (otoritas) kepada Nabi Muhammad saw. untuk merinci dan menjelaskan wahyu Allah yang bersifat umum. Allah swt. berfirman:

...

...Dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Penjelasan-penjelasan dari Nabi saw. itulah yang dikenal dengan nama hadis atau sunnah. Ada 3 (tiga) fungsi utama hadis terhadap Alquran, yaitu: 1. Mempertegas, memperkuat atau memperkokoh hukum yang terkandung dalam Alquran. Hadis Nabi saw. riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah r.a. yang berbunyi:

.
Berpuasalah kamu sesudah melihat bulan (berharirayalah) kamu sesudah melihat bulan. dan berbukalah

185 ... ...


karena itu, barang siapa di antara kamu melihat bulan, maka hendaklah ia berpuasa. 2. Menjelaskan atau menerangkan ayat-ayat Alquran yang bersifat global. Hadis Nabi riwayat Buhari Muslim dan selainnya yang berbunyi:

Mempertegas/memperkuat ayat Alquran yang berbunyi:

24

Bersalatlah kamu, sebagaimana kamu melihat aku bersalat. Merupakan penjelasan terhadap firman Allah yang bersifat global yang memerintahkan orang-orang beriman untuk mendirikan salat. (seperti surat al-Baqarah (2): 43). 3. Mengadakan/menetapkan suatu hukum yang tidak ditegaskan dalam Alquran. Dalam hadis Nabi saw. riwayat Muslim dari Ibnu Abbas r.a. disebutkan:

.
Rasulullah saw. melarang makan semua binatang buas yang bertaring, dan semua burung yang bercakar.

VI.

Ruang Lingkup Ajaran Islam

Apabila mengikuti sistimatika iman, Islam, dan ihsan yang diungkapkan dalam dialog Nabi saw. dengan malaikat Jibril, maka dapat dikemukakan bahwa kerangka dasar agama Islam terdiri atas aqidah, syariah, dan akhlak. A. Aqidah Secara etimologi aqidah dapat berarti keyakinan. Secara terminologi, antara lain dikemukakan oleh Hasan al-Banna bahwa Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati(mu), mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan. Kedudukan akidah Islam sangat sentral dan fundamental, karena merupakan asas dan sekaligus menjadi gantungan segala sesuatu dalam Islam. Juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim. Akidah Islam intinya adalah mengesakan Allah swt., baik zat, sifat, perbuatan dan wujud-Nya yang diistilahkan Tauhidullah. Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa seluruh keyakinan Islam. Kalau seseorang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal yang pertama, asal dari segala-galanya dalam keyakinan Islam, maka rukun iman yang lain hanyalah akibat logis penerimaan tauhid tersebut. Kalau orang yakin bahwa (1) Allah mempunyai kehendak,

25

sebagai bagian dari sifat-Nya, maka orang yakin pula adanya (para) (2) Malaikat yang diciptakan Allah (melalui perbuatan-Nya) untuk melaksanakan dan menyampaikan kehendak Allah yang dilakukan oleh malaikat Jibril kepada para Rasul-Nya, yang kini dihimpun dalam (3) Kitab-kitab Suci. Namun perlu dicatat dan diingat bahwa kitab suci yang masih murni dan asli memuat kehendak Allah, hanyalah Alquran. Kehendak Allah itu disampaikan kepada manusia melalui manusia pilihan Tuhan yang disebut Rasulullah. (4) Rasul itulah yang bertugas menyampaikan dan menjelaskan kehendak Allah kepada umat manusia, untuk dijadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan. Kehidupan manusia pasti akan berakhir pada suatu ketika. Akibat logisnya adalah kita yakin adanya (5) Hari Akhirat. Pada waktu itu Allah Yang Maha Esa dalam perbutan-Nya akan menyediakan suatu kehidupan baru yang sifatnya baqa (abadi). Untuk mendiami alam baqa itu kelak, manusia yang pernah hidup di dunia ini, akan dihidupkan kembali oleh Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban individu mengenai keyakinan (akidah), tingkah laku (syariah), dan sikap (akhlak)-nya selama hidup di dunia yang fana ini. Yakin akan adanya hidup setelah kehidupan sekarang, dan dimintainya pertanggungjawaban kelak, membawa konsekuensi pada keyakinan akan adanya (6) Qadha dan Qadar yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia di dunia yang fana ini yang membawa akibat pada kehidupan di alam baqa kelak. 1. Iman Kepada Allah; Esensi iman kepada Allah swt. adalah Tauhid yaitu mengesakan-Nya, baik dalam zat, asma was shiffaat, maupun, afal (perbuatan)-Nya. Secara sederhana Tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan atau tahapan yaitu: a. Tauhid Rububiyah, b. Tauhid Mulkiyah, dan c. Tauhid Ilahiyah. a. Tauhid Rububiyah berarti mengimani Allah swt. sebagai satusatunya pencipta, pemberi rezeki, pemelihara, pengelola, dan pemilik alam semesta. (lihat Qs. 1: 2 dan Qs. 114: 1). b. Tauhid Mulkiyah yaitu mengimani Allah swt. sebagai satusatunya Malik (Raja) yang menguasai alam semesta (bumi, langit dan seluruh isinya). (lihat Qs. 1: 4 dan Qs. 114: 2). c. Tauhid Ilahiyah yaitu mengimani Allah swt. sebagai satu-satunya Ilah (al-Mabud/yang disembah). (lihat Qs. 1: 5 dan 114: 3). 2. Iman kepada Malaikat; Malaikat adalah makhluk ghaib yang

26 diciptakan oleh Allah swt. dari cahaya dengan wujud dan sifat-sifat tertentu. Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua. (HR. Muslim). Malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu, tidak memiliki keinginan seperti manusia, tidak berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, dan tidak berkeluarga. Hidup dalam alam yang berbeda dengan kehidupan alam semesta yang kita diami dan saksikan ini. Yang mengetahui hakikat wujud malaikat hanyalah Allah swt. Malaikat adalah hamba-hamba Allah swt. yang mulia; malaikat selalu menghambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala perintah-Nya serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt. Jumlah malaikat sangat banyak, tidak bisa diperkirakan. Sesama mereka ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan, baik dalam bentuk maupun dalam tugas, pangakat dan kedudukan. Dalam surat Fathir ayat 1 disebutkan bahwa ada Malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Sebagain dari Malaikat disebutkan nama-nama mereka dan sebagian yang lainnya hanya dijelaskan tugas-tugasnya. Di antara nama-nama dan tugas-tugas Malaikat adalah sebagai berikut: a. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul. b. Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam dunia seperti melepaskan angin, menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. c. Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet (sangkakala) di hari kiamat dan hari berbangkit nanti. d. Malaikat Izrail, (Malakul Maut) bertugas manusia dan makhluk hidup lainnya. mencabut nyawa

e. Malaikat Raqib dan Atid, bertugas mencatat amal perbuatan manusia. Selain Raqib dan Atid, ada lagi Malaikat Kiraman Katibin yang bertugas menuliskan amal perbuatan manusia. (Qs. al-Infitar: 10-12); Kemudian ada lagi Malaikat Hafazhah (penjaga atau pemelihara), yang bertugas memelihara segala catatan amalan manusia. (Qs. al-Anam: 61). f. Malaikat Munkar dan Nakir, bertugas menanyai mayat dalam alam kubur tentang siapa Tuhannya, apa agamanya dan siapa

27 nabinya. g. Malaikat Ridwan, bertugas menjaga surga dan memimpin para Malaikat pelayan surga. h. Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan memimpin para Malaikat menyiksa penghuni neraka. i. Malaikat yang bertugas memikul Arasy. Malaikat-malaikat yang memikul Arasy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya. (al-Mukmin: 7). j. Malaikat yang bertugas menggerakkan hati manusia untuk berbuat kebaikan dan kebenaran. k. Malaikat yang bertugas mendoakan orang-orang yang beriman supaya diampuni oleh Allah segala dosa-dosanya, diberi ganjaran surga dan dijaga dari segala keburukan dan doa-doa lain. 3. Iman kepada Kitab-kitab; Kitab-kitab Allah yaitu kitab suci yang diturunkan oleh Allah swt. kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Sebelum kitab suci Alquran Allah swt. telah menurunkan beberapa kitab suci kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Yang disebutkan di dalam Alquran ada 5 (lima); tiga dalam bentuk Kitab, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, dan dua dalam bentuk shuhuf (lembaranlembaran) yaitu shuhuf Ibrahim dan Musa. Untuk Kitab suci yang tidak disebutkan namanya, kita cukup mengimaninya secara global (ijmal) bahwa Allah swt. telah menurunkan Kitab-kitab suci kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum kitab suci Alquran tidaklah bersifat universal seperti Alquran, atau hanya bersifat lokal untuk umat tertentu. Dan juga tidak berlaku untuk sepanjang masa. Oleh karenanya, Allah tidak memberi jaminan terpelihara keaslian atau keberadaan Kitab-kitab tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah memberi jaminan terhadap Alquran. Dari segi ini, untuk hal-hal prinsip (masalah aqidah), sejarah dan fakta tentang alam semesta, semua kitab suci memuat hal yang sama dengan Alquran. Tidak ada perbedaan apalagi pertentangan satu sama lain (kecuali perbedaan redaksional) saja. Misalnya tentang Tauhid, semuanya mengajarkan tentang ke-Esaan Allah swt. bahwa Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. (lihat Qs. an-Nahl: 36 dan Qs. al-Anbiy: 25). Ajaran tentang Uzair anak Allah dalam Taurat, dan Isa putra Allah serta ajaran tentang Trinitas dalam Injil bukanlah berasal dari wahyu Allah swt. Semua itu adalah hasil pemalsuan dan penambahan orang-orang Yahudi dan Nashrani. (lihat Qs. at-

28 Taubah: 30 dan Qs. al-Midah: 73). Adapun mengenai Syariat dan Hukum serta hal-hal yang praktis lainnya, memang ada perbedaan antara satu kitab dengan kitab yang lain sesuai dengan perkembangan zaman dan keadaan umat tertentu. (lihat Qs. al-Maidah: 48). 4. Iman kepada Nabi dan Rasul; Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah swt. untuk menerima wahyu. Apabila tidak diiringi dengan kewajiban menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut Nabi (saja). Bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau membawa misi ( arrisalah) tertentu, maka dia disebut Rasul. Jumlah Nabi dan sekaligus Rasul yang diceritakan oleh Allah swt. di dalam Alquran ada 25 orang; 18 orang disebutkan dalam surat al-Anam: 83-86, dan 7 orang dalam beberapa ayat secara terpisah. Kalau diurut secara kronologis nama-nama Nabi dan Rasul yang 25 tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adam a.s. 10. Yusuf a.s. 19. Ilyas a.s. 2. Idris a.s. 11. Luth a.s. 20. Ilyasa a.s. 3. Nuh a.s. 12. Ayyub a.s. 21. Yunus a.s. 4. Hud a.s. 13. Syuaib a.s. 22. Zakariya a.s. 5. Shaleh a.s. 14. Musa a.s. 23. Yahya a.s. 6. Ibrahim a.s. 15. Harun a.s. 24. Isa a.s. 7. Ismail a.s. 16. Zulkifli a.s. 25. Muhammad saw. 8. Ishaq a.s. 17. Daud a.s. 9. Yaqub a.s. 18. Sulaiman a.s. Semua Rasul yang diutus oleh Allah swt. mempunyai tugas yang sama yaitu menegakkan kalimat Tauhid La Ilaha Illallah, mengajak umat manusia hanya beribadah kepada Allah swt. semata, menjauhi segala bentuk pelanggaran dan menegakkan kebenaran dalam seluruh kehidupan. Ada 5 Rasul di antaranya yang digelari Ulul Azmi, yaitu: Nuh a.s., Ibrahim a.s., Musa a.s., Isa a.s. dan Muhammad saw. Ulul Azmi berarti teguh hati, tabah, sabar, segala cita-cita dikejar dengan segenap tenaga yang dimiliki, hingga akhirnya tercapai juga. Rasul-rasul yang Ulul Azmi maksudnya adalah para Rasul yang paling banyak mendapat tantangan, paling banyak penderitaan, tapi mereka tetap teguh, tabah, sabar, dan terus berjuang hingga mereka berhasil mengemban tugas yang dipikulkan oleh Allah swt.

29

5. Iman kepada Hari Akhir; Hari Akhir yang dimaksudkan di sini adalah kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia yang fana ini berakhir; termasuk semua proses dan peristiwa yang terjadi pada hari itu, mulai dari kehancuran alam semesta, dan seluruh isinya serta berakhirnya seluruh kehidupan ( qiymah), kebangkitan seluruh umat manusia dari alam kubur ( baats), dikumpulkannya seluruh umat manusia di padang mahsyar, perhitungan seluruh amal manusia di dunia, penimbangan amal perbuatan tersebut untuk mengetahui perbandingan amal baik dan amal buruk, sampai kepada pembalasan dengan surga atau neraka. Akan tetapi pembahasan tentang Hari Akhir dimulai dari pembahasan tentang alam kubur kerena peristiwa kematian sebenarnya sudah merupakan kiamat kecil; dan juga karena orang-orang yang sudah meninggal dunia telah memasuki bagian dari proses Hari Akhir yaitu proses transisi dari kehidupan di dunia menuju kehidupan di akhirat. Alam transisi tersebut dinamai alam Barzakh. 6. Iman kepada Taqdir; yang dimaksudkan di sini adalah qadar (qadar baik dan buruk) atau qadha dan qadar. Secara etimologis Qadha berarti kehendak atau ketetapan hukum Allah swt. terhadap segala sesuatu. Sedangkan Qadar adalah ukuran atau ketentuan Allah swt. terhadap segala sesuatu. Secara terminologis ada Ulama yang berpendapat bahwa kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama. Dan ada pula yang membedakannya. Yang membedakan mendefinisikan Qadha sebagai: penciptaan segala sesuatu oleh Allah swt. sesuai dengan ilmu dan Iradah-Nya. Sedangkan Qadar adalah: Ilmu Allah swt. tentang apa-apa yang akan terjadi pada seluruh makhluk-Nya pada masa yang akan datang. Memahami taqdir harus secara benar, karena kesalahan memahami taqdir akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah pula dalam menempuh kehidupan di dunia ini. Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari keimanan kepada taqdir, antara lain: a. Melahirkan kesadaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan sesuai dengan undangundang, aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti oleh Allah swt. Oleh sebab itu, manusia harus mempelajari, memahami dan mematuhi ketetapan Allah swt., supaya dapat mencapai keberhasilan, baik di dunia maupun diakhirat nanti; b. Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang baik di

30 dunia dan akhirat, dengan mengikuti hukum sebab akibat yang telah ditetapkan oleh Allah swt; c. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah swt. yang memiliki kekausaan dan kehendak mutlak, di samping memilki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluknya; d. Menanamkan sikap tawakkal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah swt.; e. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena meyakini apa pun yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah swt. B. Ibadah (syariah) Secara etimologi Ibadah berarti menghambakan diri. Secara terminologi ibadah berarti mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan menaati segala perintah-Nya menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah. Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas untuk mencari ridha Allah. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincianperinciannya dan cara-caranya yang tertentu sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Degan kata lain syariah mempunyai dua jalur; yaitu: jalur vertikal dan horizontal. Jalur vertikal ditempuh dengan mengikuti kaidah-kaidah ibadah khusus yang disebut juga ibadah murni (mahdah). Pembahasannya berkisar pada masalah bersuci (thaharah), arkanul Islam yakni salat, puasa, zakat, dan Haji; sedangkan rukun Islam yang pertama yakni syahadat dibahas dalam Ilmu Kalam. Urusan ibadah yakni tatacara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi. Ketentuannya telah pasti karena diatur oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Dalam bidang ibadah berlaku kaidah umum semua bentuk ibadah dilarang melakukannya, kecuali yang diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. C. Akhlak ada ilmu yang khusus membahas dan mengkajinya secara mendalam serta mengembangkan ajaran akhlak yang terdapat dalam Alquran dan hadis, yakni ilmu tasawuf dan ilmu akhlak. Ibadah, bagi para sufi, harus dilakukan dengan sepenuh hati, dengan mencurahkan seluruh perhatian pada makna-makna rohaniah yang

31

terkandung di dalamnya. Mengenai sikap terhadap sesama makhluk dapat dibagi dua, yakni sikap terhadap sesama manusia dan sikap terhadap makhluk selain manusia. Ilmu yang menjelaskan sikap terhadap sesama makhluk disebut ilmu akhlak, yang dengannya dibahas arti baik dan buruk pada sikap dan perilaku manusia serta segala sesuatu yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan yang seyogyanya diperlihatkan manusia terhadap sesama manusia, dirinya sendiri, dan lingkungan hidupnya. Sikap dan perbuatan tersebut selanjutnya diistilahkan benar dan salah. Sumber akhlak Islami adalah Alquran dan Hadis. Kedua sumber itu penuh dengan nilai dan norma yang menjadi ukuran sikap dan perbuatan manusia apakah baik atau buruk, benar atau salah. D. Muamalah Kaidah-kaidah muamalah hanya pokok-pokoknya yang ditentukan dalam Alquran dan hadis. Perinciannya terbuka bagi akal manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad mengaturnya lebih lanjut sesuai masa dan tempat tertentu. Dalam bidang muamalah berlaku kaidah umum Pada dasarnya segala sesuatu boleh, kecuali yang dilarang oleh syara (Alquran dan hadis); Hal-hal yang dilarang dalam Alquran dan hadis, seperti: makan bangkai, daging babi, minum minuman yang memabukkan, mencuri, membunuh, berzina, dan lainlain. VII. A. ETIKA BERAGAMA Sopan Santun; atau tatakrama baik dalam bertutur kata maupun dalam bersikap dan bertingkah laku semuanya diatur secara detail dalam ajaran akhlakul Islam. Sebagai contoh dalam hal ini, Islam mengajarkan agar anak-anak atau yang lebih muda menghargai dan menghormat yang lebih tua, yang tua menyayangi yang lebih muda atau anak-anak. Islam mengajarkan sopan santun dalam tamu-menamu, kehidupan bertetangga, bahkan sampai duduk-duduk di jalan pun (pinggir jalanan termasuk teras rumah) dinyatakan oleh Rasulullah, kalau memang tidak dapat dihindari untuk duduk-duduk di jalan, maka berikanlah hak jalanan, yakni: menjawab salam orang-orang yang lewat, menghindarkan gangguan dari jalanan, menundukkan pandangan, dan amar maruf nahi mungkar.

32

B.

Kesabaran Secara etimologis, sabar berarti menahan dan mengekang. Secara terminologis sabar berati menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Menurut Yusuf al-Qardhawi, sabar dapat dibagi kepada enam macam, diantaranya: 1. Sabar menerima cobaan hidup; Cobaan hidup, baik fisik maupun nonfisik, akan menimpa semua orang, baik berupa lapar, haus, sakit, rasa takut, kehilangan orang-orang yang dicintai, kerugian harta benda, dan lain sebagainya. Cobaan seperti ini bersifat alami dan manusiawi, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat menghindar. Oleh karenanya, yang diperlukan adalah menerimanya dengan penuh kesabaran, seraya memulangkan segala sesuatunya kepada Allah swt. 2. Sabar dari keinginan hawa nafsu; Hawa nafsu menginginkan segala kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Untuk mengendalikan segala keinginan itu diperlukan kesabaran. Jangan sampai semua kesenangan hidup dunia itu menyebabkan seseorang lupa diri, apalagi lupa kepada Allah Swt. 3. Sabar dalam taat kepada Allah; Dalam menaati perintah Allah, terutama dalam beribadah kepada-Nya diperlukan kesabaran yang tinggi, mengingat banyaknya rintangan, baik dari dalam maupun dari luar diri.

C.

Akhlak Secara etimologis akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata akhlak memilki kesamaan akar kata dengan kata Khalik (pencipta), makhluk (yang diciptakan). Kesamaan akar kata tersebut, mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khalik (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Dengan demikian, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta. Secara terminologis antara lain dikemukan oleh Imam al-Gazali bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang

33 menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jadi, akhlak itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Selain istilah akhlak, juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah tersebut sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Akhlak standarnya adalah Alquran dan sunnah; etika standarnya pertimbangan akal pikiran; dan moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat. D. Hubungan Manusia dengan Tuhan Untuk terciptanya hubungan baik dengan Allah Swt., seorang hamba harus berusaha beribadah kepada-Nya dengan sebaikbaiknya. Hal itu dapat terwujud apabila hamba berupaya untuk: Taqwa, cinta dan Ridha, ikhlas, khauf dan raja, tawakkal, syukur, muraqabah, dan taubat. Pengertian taqwa yang paling populer adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan utama sekalai adalah cinta kepada Allah Swt., disusul dengan cinta kepada Rasul dan jihad pada jalan-Nya. Sedang cinta kepada Ibu bapak, anak-anak, sanak saudara, harta benda, jabatan dan segala macamnya harus berada di bawah cinta utama. Artinya, segala sesuatu baru boleh dicintai kalau diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan pelaksanaannya harus sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan-Nya. Sejalan dengan cinta, seorang Muslim harus dapat bersikap ridha dengan segala aturan dan keputusan Allah Swt. Artinya harus dia menerima dengan sepenuh hati, segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah, larangan ataupun petunjukpetunjuk lainnya. Dengan keyakinan yang demikian, seorang hamba akan bersyukur atas segala kenikmatan, dan bersabar atas segala cobaan. Ikhlas berarti beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah Swt. atau berbuat tanpa pamrih (tidak mengharapkan sesuatu), hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah Swt. Ikhlas sangat ditentukan oleh tiga faktor: 1. Niat yang ikhlas; 2. Beramal dengan sebaik-baiknya; 3.

34 Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat. Khauf dan raja atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap Muslim. Dominasi khauf menyebabkan sikap pesimisme dan putus asa, sementara dominsasi raja menyebabkan seseorang lalai dan lupa diri serta merasa aman dari azab Allah. Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepada-Nya. Tawakkal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal (ikhtiar). Tidak termasuk tawakkal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan. Syukur ialah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Seorang hamba termasuk bersyukur kepada Allah, apabila mengakui nikmat-Nya dalam batin, memuji Allah dengan ucapan alhamdulillah secara lahir, dan menjadikan nikmat yang diperoleh sebagai sarana untuk taat kepada Allah. Muraqabah adalah kesadaran seorang Muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan Allah Swt. Dia sadar bahwa Allah Swt. maha mengetahui, melihat dan mendengar apa saja yang dilakukannya kapan dan di mana pun berada. Taubat kepada Allah berarti kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridhai-Nya. E. Hubungan Manusia dengan Manusia Hubungan antar manusia dapat dibina dan dipelihara dengan harmonis dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma agama serta nilai dan norma yang disepakati dalam masyarakat, bangsa dan negara. Islam mengajarkan agar benar-benar memelihara ukhuwah Islamiyah (persaudaraan karena seagama Islam); ukhuwah wathaniyah (persaudaraan karena sebangsa setanah air); dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan) dalam keseharian kita. Hubungan dengan sesama manusia dapat direalisasikan dalam bentuk: tolong menolong, memaafkan kesalahan orang lain, menepati janji, lapang dada, menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain. Tegasnya, mengamalkan seluruh ajaran akhlukul Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Menyeimbangkan antara hak dan kewajiban terhadap sesama

35 manusia.

VIII. A.

KAIDAH-KAIDAH AGAMA Menjaga Kesehatan 1. Kebersihan Salah satu bentuk usaha pemeliharaan kesehatan adalah dengan menjaga kebersihan. Kebersihan lahiriah meliputi kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal dan lingkungan sekitar dari berbagai polusi. Dalam hubungan ini ada hadis yang sangat populer berbunyi: (kebersihan itu adalah sebagian dari iman ) ada juga yang berbunyi: sesungguhnya Allah indah (cantik) dan suka keindahan (kecantikan). Dalam surat al-Baqarah Allah berfirman: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang membersihkan diri. 1. Makanan dan Minuman Ilmu kedokteran menegaskan bahwa tubuh manusia tidak bisa bertahan tanpa air lebih dari 3 hari. Dan tidak bisa bertahan tanpa makanan lebih dari belasan hari. Islam menghalalkan makanan dan minuman yang baik-baik dan mengharamkan yang jelek-jelek. (surat al-Baqarah: 168 & 172-173). Hukum asal semua jenis makanan dan minuman adalah boleh (halal). Jadi, semua jenis makanan dan minuman boleh dikonsumsi oleh manusia sepanjang tidak ada nash (Alquran dan hadis) yang melarangnya dan tidak akan mengganggu kesehatan orang yang memakannya. Dari segi jenis makanan dan minuman Allah Swt. hanya mengharamkan empat macam, yaitu: bangkai, darah, daging babi, dan khamar. (lihat a.l. surat al-Midah: 3 & 90-91). Dan beberapa jenis makanan dan minuman yang dilarang dalam hadis-hadis Rasululah Saw. Alasan diharamkannya makanan dan miniman tersebut, antara lain: Pengaharaman bangkai; yang dimaksud bangkai adalah binatang darat yang melata maupun terbang yang tidak disembelih menurut aturan syara. Binatang yang mati dengan

36 sendirinya, pada umumnya disebabkan karena penyakit. Atau misalnya karena dipukul atau terjatuh berarti darahnya tidak akan keluar secara maksimal. Tujuan penyembelihan adalah untuk mengeluarkan darah sampai habis, sehingga dagingnya bersih dari darah (tempat bersarangnya kuman-kuman penyakit). Pengharaman darah; Darah binatang sembelihan yang ditampung sampai banyak diistilahkan darah mati. Darah yang sudah mati merupakan tempat untuk tumbuh dan berkembangnya kuman-kuman atau boleh dikatakan sarang penyakit, dan tidak mempunyai lagi alat pelengkap pembunuh kuman-kuman. Barang siapa yang memakannya, akan merusak jasmani dan rohaninya. Pengharaman babi; babi adalah suatu jenis binatang yang mengandung cacing pita yang bukan hanya hidup dalam usus manusia, seperti cacing dari daging kambing dan sapi, melainkan dapat juga merembes ke anggota tubuh lainnya, seperti pada mata yang terkadang sampai menyebabkan kebutaan; jantung yang terkadang dapat menyebabkan kegoncangan dan kelumpuhan; bahkan sampai ke otak yang dapat menyebabkan gila atau penyakit kejiwaan. Pengharaman khamar; khamar diharamkan karena sangat berbahaya bagi kehidupan fisik dan jiwa manusia. Bukan hanya berbahaya bagi peminumnya, tetapi terkadang juga berpengaruh terhadap keturunannya. B. Usaha Pengobatan/Penyembuhan Berdasarkan pengalaman dan penelitian ilmiah dokter ahli kejiwabadanan (psikosomatik), antara badan dan jiwa mempunyai hubungan yang sangat erat. Keduanya harus mendapat perawatan yang sebaik-baiknya. Salah seorang dokter ahli psikosomatik (Prof. dr. H. Aulia) menemukan banyak bukti adanya beberapa orang yang mengalami sakit badan atau dinyatakan oleh banyak dokter bahwa tidak ditemukan jenis penyakitnya, tetapi yang jelas yang bersangkutan menderita karena gangguan-gangguan tertentu, berhasil disembuhkan melalui pendekatan agama. Agama sebagai santapan rohani, berfungsi pula untuk kebaikan dan kesejahteraan hidup badan. Badan sangat memerlukan makanan dan minuman sebagai kebutuhan mutlak untuk pertumbuhannya dan kehidupan jiwa. Agama berfungsi sebagai pengontrol akan kebaikan dan kesucian makanan. Segala makanan yang terlarang dalam

37 agama sudah tentu membawa kerusakan-kerusakan fisik maupun jiwa. Makanan setelah terproses akan menjadi daging dan darah. Dalam keadaan tertentu darah itu mengalir ke otak yang mempunyai tugas berpikir. Kalau darah itu dari makanan yang bersih dan suci, baik dari segi zatnya maupun cara memperolehnya, maka (cara) berpikirnya akan senantiasa jernih, bening, dan terang. Telah dimaklumi bahwa pada umumnya penyakit-penyakit yang menimpa tubuh manusia adalah dikarenakan adanya gangguan pada saraf dan alat pencernaan. Sampai ada dokter yang pernah mengatakan kebanyakan orang menggali kubur dengan gigi-gigi mereka sendiri. Puasa adalah cara paling efektif untuk mengurangi kegelisahan, ketegangan dan goncangan kejiwaan, karena dua hal: 1. Puasa meningkatkan taraf berpikir daerah materi dan kehidupan dunia. manusia, melampaui

2. Puasa menurunkan tekanan darah, dan mengurangi kegelisahan dan ketegangan. Para dokter jiwa mengatakan bahwa keletihan yang dirasakan, kebanyakan timbul karena alasan pikiran dan perasaan. Penyebab utama timbulnya ketegangan jiwa yang sering menyebabkan keseimbangan saraf, antara lain karena: adanya ketakut-takutan, kesusahan yang terlalu mendalam, kejengkelan, atau karena kemarahan yang terus-menerus dan sebagainya. Hal itu antara lain dapat teratasi dengan berpuasa. Islam menekankan agar orang yang sakit harus berobat dengan berbagai cara, sesuai dengan prinsip ilmu kedokteran. Dalam hadis riwayat Abu Daud Rasulullah Saw. menyerukan:


Artinya: Hendaklah kamu sekalian berobat, karena Allah tidak menjadikan penyakit, kecuali ia juga jadikan obatnya, selain penyakit yang satu, penyakit tua. (HR. Abu Daud).

Dalam hadis riwayat Muslim Rasulullah menyebutkan pula:

38

Artinya:

Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat diterapkan atas sesuatu penyakit, mudah-mudahan akan sembuh dengan izin Allah (HR. Muslim). Akhir-akhir ini, banyak dokter dan para ahli yang menemukan secara ilmiah, sehingga menegaskan bahwa puasa adalah cara terbaik untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit jasmani maupun rohani. Puasa adalah salah satu sendi kesehatan preventif dan kuratif, yang disyariatkan Islam demi kesejahteraan orang yang berpuasa itu sendiri. Rasulullah Saw. bersabda: (berpuasalah kamu, niscaya kamu sehat).

C.

Menjenguk Orang Sakit Menjenguk orang sakit adalah suatu perbuatan kebajikan yang sangat terpuji dalam ajaran agama Islam. Mengunjungi teman atau saudara yang sakit adalah obat mujarrab baginya. Dia dan keluarganya merasa senang karena adanya teman yang menunjukkan rasa simpati dan bersedia berbagi duka. Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah bersabda: Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, menghadiri undangan, dan berdoa menyahuti orang bersin. Rasulullah bersabda: Saw. dalam hadis riwayat Ahmad dan Muslim

Sesungguhnya apabila orang Islam menjenguk saudaranya yang Islam yang sakit, maka dia berada dalam taman surga sampai dia kembali. Dalam hadis Qudsi Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat: Hai anak Adam, Aku sakit, kenapa kamu tidak datang mengunjungiku? Anak Adam menjawab: Ya Tuhan, bagaimana aku akan mengunjungi-Mu sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: Tidakkah kamu tahu bahwa si fulan hamba-Ku sakit, kenapa kamu tidak mengunjunginya? Tahukah kamu, jika kamu mengunjunginya niscaya kamu akan menemui-Ku di sisinya. (HR. Muslim)

39 Rasulullah Saw. apabila menjenguk orang sakit, beliau menganjurkan kepadanya agar bersabar, bertawakkal, dan berbaik sangka kepada Allah Swt. kemudian Beliau mendoakan kesembuhan si sakit dari penyakit yang dideritanya.

a Allah Tuahnnya manusia, hilangkanlah penderitaannya, Y


sembuhkanlah ia, engkaulah Maha Penyembuh, tiada kesembuhan selain kesembuhan-Mu, dengan kesembuhan yang tiada meninggalkan sakit. Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa Nabi Saw. bersabda: Barang siapa menjenguk orang sakit yang belum akan sampai ajalnya lalu ia membaca di sisinya 7 X :

Adapun doa yang diajarkan oleh Nabi Saw., antara lain:


Aku memohon kepada Allah Maha Agung, Tuhannya Arsy yang Agung untuk menyembuhkan engkau. (tentu Allah menyembuhkannya dari sakitnya).

.
Ya Allah sembuhkanlah Saad, Ya Allah sembuhkanlah Saad, Ya Allah sembuhkanlah Saad.

Imam Muslim meriwayatkan dari Saad bin Abi Wakkas bahwa Rasulullah menjenguknya waktu dia sakit dan mendoakan:

Kalau doa ini digunakan tentu nama Saad diganti dengan nama si sakit yang didoakan. D. Menuntun Pasien yang Sakratul Maut Rasulullah Saw. mengajarkan bahwa tiada keberuntungan bagi seorang Muslim, kecuali mati dalam keadaan memeluk agama Islam. Hal ini biasa disebut husnul khatimah. Firman Allah dalam surat Ali Imran: 102:

40 dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Sebagai pertanda seseorang mati dalam keadaan memeluk Islam ialah bahwa kata yang terakhir diucapkan menjelang matinya adalah kalimat tauhid yaitu Laa Ilaaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah). Rasulullah Saw. bersabda: Barang siapa akhir bicaranya (sebelum mati) Laa Ilaaha Illallah ia masuk syurga.

Talkinkanlah orang-orang yang menjelang mati kata Laa Ilaaha Illa llah. Jadi apabila menunggui orang yang dalam keadaan sakaratul maut, maka perhatikanlah dia, bila telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah biarkanlah dia tenang. Tapi kalau ia belum mengucapkannya atau sudah mengucapkan, tapi mengucapkan kata-kata lain lagi, maka ditalkinkanlah dia dengan pelan dan jelas di dekat telinganya supaya diikuti mengucapkannya, atau mungkin diikuti dalam hatinya. Orang yang diperkirakan hampir menemui ajalnya supaya segera pula dihadapkan ke arah kiblat. Caranya yaitu dengan membaringkannya miring ke kanan dengan muka dan dadanya menghadap ke kiblat, atau dengan menterlentangkannya dengan kepala agak ditinggikan dan kedua telapak kakinya menghadap kiblat. E. Pandangan Agama terhadap Kehidupan yang Berhubungan dengan Keperawatan/Kesehatan 1. Aborsi Abortus atau pengguguran kandungan biasa diartikan sebagai: keadaan di mana terjadi pengakhiran atau ancaman pengakhiran kehamilan sebelum fetus hidup di luar kandungan. Gugurnya kandungan ada yang bersifat alamiah atau lazim disebut abortus spontan, dan ada pula yang disengaja atau lazim disebut abortus provokatus. Abortus provokatus dapat dibedakan lagi menjadi abortus provokatus medicinalis dan abortus provokatus kriminalis. Berdasar pemahaman yang multi disipliner, muhammadiyah berpendapat bahwa pengguguran kandungan sejak pembuahan hukumnya haram. Konkritnya, bahwa abortus

41 provokatus kriminalis sejak terjadinya pembuahan hukumnya haram. Sedangkan abortus provokatus medicinalis dapat dibenarkan dalam keadaan darurat, terutama karena adanya kekhawatiran atas keselamatan ibu waktu mengandung. Dari sisi ini, dapat dikatakan bahwa menyelamatkan ibu, yang esensinya sudah jelas dan sudah mempunyai hak dan kewajiban, harus didahulukan daripada menyelamatkan janin yang belum dilahirkan. Kematian janin dengan sengaja jelas merupakan mudarat; tetapi kematian ibu disebabkan menyelamatkan janin juga merupakan mudarat. Bahkan mudarat kedua jauh lebih besar daripada mudarat yang pertama. (Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, h. 94-102). Pada hari Selasa, 21 Jan. 2003 Majlis Ulama Indonesia (Prof. Dr. KH. Umar Shihab, MA.), Ketua Umum Persekutuan Gerejagereja di Indonesia (Pdt. Dr. Natan Setiabudi), Sekretaris eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia R.P.M.J. Notoseputro, MSF), Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat (I.N. Suwandha, SH), Ketua Perwakilan Umat Budha Indonesia (Drs. Oka Diputra), setelah mencermati secara saksama adanya upaya sistematis melalui berbagai media dalam membentuk opini masyarakat untuk melegalkan aborsi, mereka menyatakan sikap bahwa aborsi haram hukumnya. Mereka (Majelis-majelis Agama) sangat prihatin, karena tindakan aborsi berdampak sangat buruk dan juga menimbulkan keresahan opini yang salah di masyarakat; sebab hidup manusia adalah suci dan merupakan anugrah Allah Yang Maha Esa, maka: a. Semua agama menjunjung tinggi kehidupan sejak awal pembuahan, yaitu bertemunya sel telur dan sperma; b. Hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar; c. Hidup janin dalam kandungan perlu mendapatkan perlindungan; d. Membunuh manusia yang tak bersalah secara sengaja adalah salah dan dilarang oleh agama dan moral; e. Aborsi yang disengaja adalah pembunuhan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, mereka menegaskan: a. Menolak dengan tegas praktek aborsi dan upaya-upaya legalisasi aborsi; b. Mengajak semua komponen masyarakat untuk melindungi kehidupan sejak pembuahan; c. Mendorong upaya-upaya untuk mencegah terjadinya

42 kehamilan yang tak dinginkan; d. Senantiasa menjaga dan menjunjung nilai-nilai luhur perkawinan dan keluarga. (Tabloit Jumat No. 563, 31 Jan. 2003, h. 6). 1. Transplantasi Organ Transplantasi atau pencangkokan jaringan/organ tubuh diartikan sebagai: pemindahan jaringan atau organ dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Hal ini bisa terjadi dalam satu individu atau dua individu. Yang dimaksud dengan organ adalah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda, sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, seperti jantung, hati dan lain-lain. Pencangkokan dapat dilakukan dalam satu individu atau dari individu yang berbeda, baik sesama manusia maupun dari binatang. Adapun tujuan pencangkokan jaringan atau organ adalah sebagai usaha terakhir pengobatan bagi orang yang bersangkutan, setelah usaha pengobatan dengan cara lainnya mengalami kegagalan. Adakalanya dilakukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, seperti pencangkokan jantung, hati dan ginjal, namun adakalanya pula dilakukan hanya untuk menyempurnakan atau mengobati kekurangan yang ada pada seseorang, seperti pencangkokan kornea mata dan menambal bibir sumbing. Muhammadiyah dengan tegas menyatakan bahwa ototransplantasi yang donor dan resipiennya satu individu hukumnya mubah. Sedangkan pencangkokan yang bersifat heteronim, dari seseorang untuk orang lain, Muhammadiyah tidak dapat begitu saja menetapkan hukumnya; karena di satu pihak ada nash Alquran dan Hadis, baik langsung maupun tidak langsung, menganjurkan berobat dari segala macam penyakit, namun pada pihak lain ada juga nash Alquran dan hadis yang melarang untuk mengalirkan darah dan melukai orang lain. (Fathurrahman Djamil, h. 112) 1. Keluarga Berencana Program Keluarga Berencana digalakkan oleh pemerintah Indonesia dengan maksud untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, terutama umat Islam. Namun, pada awalnya KB ternyata menimbulkan persoalan tersendiri bagi sebagian umat Islam. Hal ini terjadi, karena mereka berkeyakinan bahwa mempunyai banyak anak termasuk yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Selain itu, mereka meyakini bahwa Allah swt. akan memberi rezeki kepada setiap makhluk-Nya, di mana dan dalam keadaan bagaimana pun ia berada. Karenanya, menurut

43 mereka, mengatur apalagi membatasi jumlah anak dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Guna memasyarakatkan program KB, pemerintah Indonesia meminta kepada umat Islam, khususnya para ulama, memberi fatwa tentang masalah tersebut. Muhammadiyah melalui Majlis Tarjihnya yang pertama mengemukakan pendapat mereka, dan tampaknya pemikiran mereka cenderung mengarah kepada kerangka berpikir kualitatif. Setelah menganalisis nash-nash yang berhubungan dengan masalah tersebut, pada akhirnya berkesimpulan bahwa meskipun pada dasarnya menjarangkan atau membatasi kelahiran itu tidak dibenarkan, namun dalam keadaan darurat tindakan tersebut dapat dibenarkan. Kriteria darurat yang diajukan adalah: 1. Mengkhawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu karena mengandung atau melahirkan, bila hal itu diketahui dengan pengalaman atau keterangan dokter yang dapat dipercaya. 2. Mengkhawatirkan keselamatan agama, akibat faktor-faktor kesempitan penghidupan, seperti kekhawatiran akan terseret menerima hal-hal yang haram atau menjalankan/melanggar larangan agama, karena didorong oleh kepentingan anak-anak. 3. Mengkhawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak, bila jarak kelahiran terlalu dekat. 2. Cara Beribadah Orang Sakit Allah Swt. menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karenanya, dalam kondisi bagaimanapun selama hayat dikandung badan seseorang harus tetap beribadah kepada-Nya. Allah tidak membebani seseorang (hambanya) melainkan sesuai kesanggupannya. Khusus ibadah salat sama sekali tidak boleh ditinggalkan, tetap dilaksanakan sesuai kemampuan. Bagi orang sakit, kalau tidak sanggup berdiri, boleh duduk, kalau tidak sanggup duduk boleh berbaring, kalau tidak sanggup berbaring cukup dengan isyarat atau dalam hati saja. Salat dalam keadaan berbaring, orang sakit ditelentangkan dengan kepala agak ditinggikan dan kedua telapak kakinya menghadap kiblat. 1. Perawatan Jenazah Setelah seseorang mati, maka hendaklah: 1. Dipejamkan matanya dan didoakan. Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. adalah:

44 Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah berilah aku pahala karena musibahku, dan berilah ganti untukku yang lebih baik daripadanya. 1. Ditutupi jasadnya; menutupi jasad mayat dengan kain adalah disyariatkan, dan merupakan kepantasan yang sesuai dengan akal dan perasaan yang sehat, mengingat bahwa jasad si mayit tentunya telah tampak berubah rupanya. Memberitahukan kematian si mayit kepada para kerabat dan handai tolan; Sunnah istirja; mengucapkan kalimat: yakni memperbanyak

2. 3.

Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.


1. mayit; 2. Menyiapkan dengan segera; Setelah jelas kematian si mayit, maka menurut ajaran Rasulullah Saw. hendaklah disegerakan proses penguburannya. Rasulullah bersabda: Tiga perkara ya Ali jangan ditakhirkan (ditunda-tunda): salat apabila telah tiba waktunya; jenazah apabila telah jelas matinya; dan wanita yang tidak bersuami apabila telah menemukan jodoh yang sepadan. (HR. Ahmad) Menyegerakan menyelesaikan utang-utang

Manusia diciptakan oleh Allah untuk berakhlak. Maksudnya manusia diberi kemampuan oleh Allah untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Manusia yang memiliki kesempurnaan akhlak adalah Rasulullah saw. Dalam QS. al-Qalam: 4 disebutkan: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung . Dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

45

Anda mungkin juga menyukai