Anda di halaman 1dari 1

Judul Buku Penulis Penerjemah Penerbit Cetakan Tebal

: Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto : John Rossa : Hersri Setiawan : Institut Sejarah Nasional Indonesia dan Hasta Mitra : Cetakan 1, 2008 : xxiv+392 hlm.

Buku karya John Rossa ini pertama kali diterbitkan oleh The University of Wisconsin Press dengan judul Pretext for Man Murder: The September 30th Movement and Suhartos Coup dEtat in Indonesia pada tahun 2006. Buku ini berusaha mengupas tentang Gerakan 30 September yang menjadi momentum cukup penting sekaligus ambigu dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. John Rossa mencoba mengungkap keganjilan-keganjilan dari cerita yang diterbikan tentang jalannya peristiwa G30S selama ini. John Rossa menekankan bahwa seharusnya yang harus disoroti dari peristiwa G30S bukan saat terjadi pembunuhan para jendral, tetapi dampak yang diakibatkan dari peristiwa ini, yaitu perberantasan PKI sampai ke akar-akarnya yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto antara tahun 1965-1966 yang mengakibatkan jutaan nyawa melayang dan sisanya menjadi tahanan karena didakwa terkait maker PKI tanpa melalui persidangan. Buku ini awalnya menjelaskan tentang keganjilan-keganjilan dari peristiwa G30. Mulai dari fakta-fakta baru yang ditemukan yang ternyata bertentangan dengan fakta yang disodorkan oleh pemerintah selama ini, peringatan besar-besaran setiap tanggal 1 Oktober, mulai dari membangun monumen dan museum di Luang Buaya sampai upacara tahunan dan pemutaran film, hingga hubungan G30S dengan AS. Sikap Amerika yang sangat menjunjung tinggi HAM seolah melunak dengan apa yang terjadi di Indonesia dalam kasus ini, padahal jelas-jelas pemberantasan PKI adalah tindakan pelanggaran HAM. Jatuhnya Soekarno pasca G30S merupakan angin segara bagi AS. Tidak heran kalau selama ini banyak karya yang mengaitkan AS sebagai dalang dari gerakan tersebut. Bab pertama buku ini menceritakan tentang.. Buku ini memiliki menyajikan beberapa fakta baru yang selama ini tidak terjamah oleh peneliti di Indonesia. Seperti hasil visum mayat para perwira yang dibantai di lubang buaya, yang dilakukan oleh dokter RSPAD Gatot Subroto, ternyata jauh berbeda dengan apa yang dipaparkan oleh Pemerintah. Para itu ternyata terbunuh oleh tembakan dan luka-luka tusukan bayonet, bukan disilet-silet dan dicukil matanya. Selanjutnya tentang dokumen Supardjo,salah satu komandan yang berada di bawah Letkol Untung. Serta kesaksian dari Heru Atmodjo yang disebut sebagai wakil komandan G30S dalam siaran radio RRI pada 1 Oktober 1965 pagi. John Rossa juga mengajak pembaca bermain logika dengan menyampaikan fakta dan keganjilan yang terjadi dari G30S serta runtutan pemberantasan PKI setelahnya.

Anda mungkin juga menyukai