Anda di halaman 1dari 7

FISIOGRAFI DAERAH PEMETAAN

Van bemmelen (1949), membagi Jawa Barat menjadi enam zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu : 1. Dataran pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia) 2. Zona Bogor 3. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat 4. Zona Bandung 5. Kubah Pegunungan 6. Gunung Api Kuarter

Daerah penelitian terletak di Zona Bogor. Zona ini merupakan kompleks perbukitan yang memanjang barat-timur pada bagian baratnya, dan pada bagian timur berarah utara barat lautselatan tenggara dengan lebar maksimum 40 km. Van bemmelen (1949) menamakan perbukitan ini sebagai antiklinorium akibat intensitas perlipatan yang kuat dari lapisan batuan yang terbentuk pada Sub Zaman Neogen. Zona ini terletak pada bagian selatan dari Dataran Pantai Jakarta yang merupakan suatu jalur kompleks yang lebar sekitar 40 , membentang dari Jasinga melalui Bogor, Subang, Sumedang dan berakhir di daerah Bumiayu di Jawa Tengah. Zona Bogor ini merupakan daerah antiklinorium yang cembung ke utara dengan arah sumbu lipatan barat timur. Inti antiklinorium ini terdiri dari lapisan-lapisan batuan berumur Miosen dan sayapnya ditempati batuan yang lebih

muda yaitu berumur Pliosen Pleistosen. Pada Zona Bogor, terdapat beberapa morfologi intrusi berupa boss. Batuannya terdiri atas batupasir, batulempung dan breksi yang merupakan endapan turbidit, disertai beberapa intrusi hypabisal, konglomerat dan hasil endapan gunungapi. Disamping itu juga terdapat lensa-lensa batugamping. Endapannya terdiri oleh akumulasi endapan Neogen yang tebal dengan dicirikan oleh endapan laut dalam.

Gambar 1

Pembagian Fisiografi Jawa dan Madura (van Bemmelen, 1970).

STRATIGRAFI REGIONAL Daerah pemetaan termasuk kedala pembagian stratigrafi daerah Zona Cekungan Bogor. Zona cekungan bogor ini diisi oleh tiga sikuen sedimen. Pada awalnya sedimen laut dalam

terendapkan di ikuti oleh sekuen non marin yang perlahan-lahan berkembang menjadi sedimen laut dan terakhir diendapkan dengan sedimen hasil gravity flow. Sekuen yang paling bawah adalah Formasi Ciletuh yang mempunyai ketebalan 1400 meter dimana formasi ini terletak diatas kompleks mlange dan formasi ini terdiri dari lempung yang teraltrasi dan batu pasir dengan beberapa breksi dengan ketebalan 20 meter dan lempung . Sekuen kedua yang berhubungan dengan batupasir karena lingkungan pengendapan shallow marine dan termasuk dalam Formasi Bayah dengan beberapa lempung dan lignit. Kemungkinan Formasi ini berumur Awal hingga Akhir Oligocene. Formasi ini tidak selaras dengan Formasi Batuasih yang terletak diatasnya. Formasi Batuasih terdiri dari lempung hitam dan shale dimana formasi ini menjemari dengan Formasi Rajamandala yang keseluruhannya berkomposisi batugamping dengan ketebalan 90 meter dan berumur Oligocene-Miocene. Sekuen ketiga asalnya terbentuk dari gravity flow. Formasi yang terletak paling bawah adalah Formasi Jampang yang terdiri dari breksi tufa dengan ketebalan formasi 1000 meter dan berumur awal Miocene. Formasi yang mempunyai kemiripan dengan Formasi Jampang adalah Formasi Citarum yang terletak pada bagian utara cekungan. Formasi Citarum terdiri dari tufa dan greywacke dengan ketebalan 1250 meter. Kedua unit ini menunjukan sistem kipas bawah laut. Formasi Jampang menunjukan cirri-ciri dari endapan upper fan dan Formasi Citarum menunjukan ciri-ciri lower fan. Formasi Bojonglopang terletak secara tidak selaras formasi Saguling yang mengandung breksi dengan ketebalan 1500 meter berumur Mid-Miocene. Di atas Formasi Saguling terletak Formasi Bantargadung yang terdiri dari batulempeng dan greywacke yang berumur Miocen akhir dengan ketebalan 600 meter.

Bagian paling muda dari sedimen gravity flow adalah Formasi Cantayan yang terdiri dari breksi yang berumur Miocene Akhir. Formasi yang terdapat di daerah penelitian adlah formasi cantayan.

STRUKTUR REGIONAL Pulau Jawa dan Madura secara keseluruhan dibentuk oleh system perlipatan dan pensesaran akibat tumbukan Lempeng Eurasia (kerak benua) yang bergerak ke selatan dengan Lempeng Hindia (kerak samudera) yang bergerak ke utara. Akibatnya maka kecenderungan arah (trend) sumbu-sumbu perlipatan pada umumnya adalah timur-barat, hal ini dapat dilihat dari interprestasi citra landsat yang telah dilakukan oleh Sujiwanto (1978) dan diperkuat dengan data perhitungan gravity pada daerah Jawa Barat yangdilakukan oleh Untung dan Sato (1978). Secara regional struktur struktur Jawa Barat dibagi menjadi empat daerah (Van Bemmelen, 1938) yaitu Pegunungan Selatan, Zona Bandung, Zona Bogor dan Dataran Jakarta. Adapun pembentukannya berkaitan dengan Geantiklin Jwa dimana waktu pembentukannya dimulai pada akhir paleogen dimana pada masa itu terjadi pengangkatan basement yang cukup jauh dan beberapa perlipatan terjadi, terutama pada lembah Cimandiri. Geantiklin yang berumur paleogen ini juga berada pada bagian barat dari pantai Ciletuh. Tapi pada Oligocene terjadi penurunan hingga ke bawah permukaan laut sementara itu terjadi peningkatan aktivitas vulkanik. Pengangkatan kembali terjadi pada akhir Mid-Miocene yang bersamaan dengan intrusi dan ekstrusi yang bersifat asam seperti aliran dasitik dari formasi Genteng.

Ada beberapa geantiklin yang patah dan menurun kearah utara. Lebih lanjut muncul beberapa perlipatan pada dua sisi dari sumbu antiklin dimana terjadi pergerakan kearah selatan pada sayap selatan dan arah utara pada sayap utara. Bagian utara ini kemudian menjadi Zona Bandung dan bagian selatan menjadi Pegunungan Selatan. Pada pegunungan selatan, bagian-bagian yang berumur tersier awal pre-tersier hanya tersingkap pada satu area yaitu disekitar Ciletuh. Struktur dari daerah Ciletuh ini sangat rumit. Dibeberapa tempat bagian yang berumur pre-tersier bergerak naik terhadapa Ciletuh beds, menyebabkan alterasi dan metamorphosis dynamo ini berumur pre-tersier, tapi ditemukan juga yang bertransasi ke Ciletuh bed yang normal. Kemudian dibagian barat dari zona Bandung-Lembah Cimandiri, diketahui bahwa bagian yang berumur tersier telah terlipatkan sepanjang sumbu yang mempunyai trend Timur-Barat. Juga terlihat blok-blok yang tersesarkan naik diatas endapan vulkanik kwarter, bentukannya menyerupai horst, berumur paleogen dan terletak diantar Cibadak dan Sukabumi. Gunung api kwarter sepanjang batas utara dari lembah ini telah tersesarkan dan mengalami volcano-tektonik collapses. Garis sesar utama yang memotong melewati basement kwarter yang paling tua yaitu kompleks Gagak-Kiaraberes-Endut mempunyai trend timur lautbarat daya (Hartmann, 1938) Pada Zona Bogor terdapat antiklinorium yang cukup rumit yang mencembung kearah utara mulai dari bagian Rangkasbitung di bagian barat melewati Bogor, Purwakarta, Subang dan Sumedang hingga Bumiayu di bagian timur. Bagian barat dari Zona Bogor menunjukan trend utara-selatan dari antiklin yang menghilang kearah utara dibawah endapan alluvial dataran Jakarta. Di daerah dekat Jasinga, terlihat bahwa trend utara-selatan tersebut membelok kearah

barat-timur antiklinorium dari zona bogor. Kemudian pada bagian tengah dan paling tiur dari Zona Bogor mempunyai antiklinorium dengan barat-timur yang perlahan mencembung kearah utara dengan perlipatan yang cukup intensif dan pengangkatan kea rah utara. Antiklinorium ini berumur miocen dan sayapnya terbentuk pda pliocen dan pleistocen awal Dua fasa utama perlipatan dari Zona Bogor dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu perlipatan yang terjadi pada akhir miocendan perlipatan yang terjadi pada akhir miocen. Fasa ini mempunyai umur yang sama dengan pengangkatan dari sabuk geantiklin hingga ke selatan. Kemudian diketahui ada dua sekuen patahan yang terjadi pada Zona Bogor. Yang tertua terdapat di Ciletuh yang hanya mempengaruhi formasi tertua diman bagian yang muda tersebar melewati keseluuhan Zona Bogor. Trend dari sesar yang muda ditemukan di semua zona atau cekungan Bogor. Sesar yang paling penting adalah sesar Cikalong yang berumurpre-Midmiocen, yang menyebabkan naiknya Formasi Ciletuh yang berumur miocen terhadap Formasi Jampang yang berumur awal Miocen. Sesar yang juga penting adalha sesar Walat yang berumur pliocen, yang juga menyebabkan naiknya Formasi Bayah yang berumur oligocen terhadap Formasi Saguling yang berumur Mid-Miocen. Kemudian di bagian utara dari cekungan Bogor, sesar Baribis merupakan sesar yang penting dan masih aktif hingga akhir pleistocen.sesar Baribis mempengaruhi endapan fluvial dri Formasi Citalang. Selain sesar naik Cikalong, Walat dan beribis juga sesar-sesar naik yang lain tetpi tidak ada yang mempunyai pengaruh sebesar ketiga sesar tersebut. Sesar nomal dan sesar geser juga ditemukan (Soejono Martodjojo, 1975)

Anda mungkin juga menyukai